• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARENA TELEVISI DI INDONESIA

A. Ruang Sosial Arena Televisi

3. Individu sebagai Agen

Selain istitusi, juga terdapat individu-individu sebagai agen dan menjadi kekuatan yang terlibat dalam arena televisi. Seperti halnya lembaga-lembaga dalam arena televisi, mereka yang terlibat secara individual menempati posisi sesuai dengan modal yang mereka miliki, baik itu modal ekonomi, modal simbolik, modal budaya maupun modal sosial. Habitus yang telah dibentuk sejak masa kanak-kanak juga memberikan dasar orientasi bagi individu-individu untuk menentukan tindakan mereka pada saat mereka berinteraksi dengan agen-agen lain. Dengan modal yang telah diakumulasi dan habitus yang telah terbentuk dalam diri individu, mereka berusaha memainkan peran mereka, ikut bermain dan berjuang untuk mempertahankan posisi mereka, bahkan untuk memperoleh posisi yang lebih tinggi. Individu-individu yang terlibat dalam arena televisi terbagi kedalam beberapa kategori sosial seperti artis, praktisi, politisi, pengusaha, akademisi, birokrat atau pejabat negara, aktivis sosial, tokoh-tokoh agama, dan rakyat biasa. Kategori-kategori sosial tertentu masih bisa dibagi ke dalam bermacam-macam subkategori sesuai dengan karakter profesi, agama, kedaerahan atau kesukuan, dan karakter sosial lainnya. Artis, misalnya, masih bisa dibagi ke dalam penyanyi, musisi, artis sinetron, artis film, dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh agama juga bisa dibagi berdasarkan agama-agama yang ada seperti tokoh agama Islam, tokoh agama Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lainnya.Meskipun terbagi kedalam beberapa kategori tersebut, mereka cenderung bertindak secara individual dalam arena televisi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa tindakan-tindakan mereka memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. Kendati demikian, tindakan serupa itu tidak

111

mewakili individu-individu dalam kategori sosial tertentu.

Tingkat akumulasi modal individu dalam arena tentu saja berbeda dengan lembaga karena secara kelembagaan lebih dimungkinkan untuk menggalang modal dalam skala yang lebih besar dibandingkan secara individual. Oleh karena itu sulit untuk membandingkan modal individual dengan kelembagaan. Yang paling mungkin adalah membandingkan akumulasi modal individual berdasarkan kategori-kategori sosial tertentu.

Akumulasi Modal

Kategori Individu Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Artis + + + +

2. Praktisi media - - + +

3. Politisi - - + +

4. Pengusaha + + + +

5. Akademisi - - + +

6. Birokrat atau pejabat negara - + + +

7. Aktivis Sosial - - + +

8. Tokoh-tokoh agama - + + +

9. Lawyer dan Penegak Hukum - - + +

10. Rakyat biasa - - + +

Tabel 6. Invididu yang terlibat dalam arena televisi berdasarkan kategori sosial. dan kecenderungan akumulasi modal: (+) menandakan dominan; (-) tidak dominan.

Di antara seluruh kategori sosial, hanya pengusaha dan artis yang memiliki potensi besar untuk mengakumulasi modal ekonomi secara dominan. Termasuk dalam kategori pengusaha adalah para pemegang saham dan jajaran direksi manajemen lembaga penyiaran televisi. Pengusaha seperti Bambang Harry Iswanto Tanoesoedibyo (pemilik saham RCTI, TPI, dan Global TV) adalah pemilik modal ekonomi terbesar dalam arena televisi. Selain itu, masih ada nama-nama seperti Surya

112

Paloh (Metro TV), Chairul Tanjung (Trans TV), A. Handoko (Indosiar), Jakob Oetama (TV7), Abdul Latief (Lativi), Raam Punjabi (Multivision Plus), Chand Parwez (Starvision), dan masih banyak yang lainnya. Selain mereka di atas, jajaran direksi dalam lembaga swasta juga berpotensi untuk mengakumulasi modal ekonomi secara dominan.

Dominasi pengusaha melalui kekuasaan ekonomi memberikan mereka modal simbolik yang berupa jabatan tertinggi dalam perusahaan mereka. Modal simbolik inilah yang memungkinkan mereka untuk menjalankan kekuasan dengan kewenangan mereka dalam mengambil kebijakan-kebijakan organisasional yakni ketika mereka mengatur urusan internal perusahaan mereka; dan kebijakan institusional ketika mereka berinteraksi dengan lembaga-lembaga lain dalam arena televisi.

Kemampuan para pengusaha dalam mengolah modal ekonomi dan modal simbolik tidak terlepas dari peran habitus yang sudah terbentuk dalam diri mereka dan dari penguasaan mereka atas modal budaya dan modal sosial. Para pengusaha ini tidak sekedar mengendalikan strategi perusahaan mereka tetapi juga terlibat langsung dalam hal-hal teknis operasional manajemen siaran televisi. Hal ini hanya bisa dilakukan secara profesional dengan mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang pertelevisian. Hubungan mereka dengan pelbagai institusi dan individu dalam arena televisi memberikan sumbangan modal sosial yang sangat besar. Pengusaha ini mempunyai kepentingan untuk menjaga hubungan sosial ini agar posisi mereka dalam arena televisi tidak tergoyahkan.

Artis juga berpeluang untuk mengakumulasi modal ekonomi secara dominan meskipun tidak semuanya. Artis yang sudah pernah melakukan hal itu, misalnya,

113

Krisdayanti (pernah menjadi salah satu dari 100 warga Indonesia penyumbang pajak terbesar tahun 2003), Rhoma Irama, Dessy Ratnasari, Rano Karno, Inul Daratista, dan lain sebagainya. Namun berbeda dengan pengusaha yang sejak awal sudah memiliki modal ekonomi yang dominan, pada awalnya mereka terlibat dalam arena televisi belum tentu memiliki akumulasi modal ekonomi secara dominan. Mereka memiliki potensi untuk mengakumulasi modal ekonomi secara dominan karena mereka memiliki modal budaya yang dominan (kemampuan untuk menguasai bidang pertelevisian, misalnya untuk tampil dalam berbagai acara televisi) dan modal simbolik dominan yang pada akhirnya mendatangkan penghargaan ekonomi yang cukup tinggi berupa tarif untuk setiap tampil di layar televisi.

Seorang artis sinetron yang baru memulai karirnya dengan bermain dalam satu episode progrram sinetron durasi satu jam, sudah dibayar minimal 1 juta rupiah. Tanpa mempertimbangkan status pendidikannya, entah pelajar SD, SMP, SMA, mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi program Diploma dan Strata, maka jumlah ini tentu sangat besar dibandingkan dengan seseorang praktisi media televisi baru, yang masih fresh graduate Sarjana S1, yang menerima gaji sebesar 1,5 juta rupiah untuk kerja selama satu bulan. Jika ia bermain dalam 12 episode (3 bulan), artis baru ini sudah mengumpulkan 12 juta rupiah sedang praktsisi media baru mampu mengumpulkan 4,5 juta rupiah. Dengan penghargaan seperti itu, seorang artis sinetro yang memiliki kemampuan akting yang cukup handal, banyak pengalaman (sering kemudian dinilai sebagai pemain profesional), dan sangat populer dalam arena televisi tentu akan mendapat penghargaan ekonomi yang jauh lebih tinggi. Penghargaan seperti itu juga berlaku untuk artis-artis lain seperti misalnya penyanyi,

114

masterquizz, pembawa acara (host) program talkswow, variety show, dan reality show, musisi, serta yang lain-lainnya.

Di samping itu, peranan habitus dalam diri artis juga memberikan kontribusi yang cukup kuat bagi mereka untuk mengolah modal budaya yang mereka miliki, sehingga mereka memperoleh pengakuan serta penghormatan atas profesionalisme mereka. Oleh karena itu pula, artis juga berpotensi untuk mengakumulasikan modal simbolik secara dominan. Pada akhirnya, penghargaan atas profesionalitas mereka itulah yang memberikan sumbangan modal ekonomi secara dominan. Apa yang terjadi pada diri Inul Daratista, dibahas dalam bab tersendiri, memberikan gambaran yang cukup jelas tentang hal ini.

Selain artis dan pengusaha, dalam arena televisi, birokrat atau pejabat negara dan tokoh agama berpotensi untuk mengakumulasikan modal simbolik. Birokrat atau pejabat negara dimungkinkan untuk mengakumulasi modal simbolik karena lingkungannya memberi peluang untuk itu (karena jabatan yang diberikan kepada mereka). Mereka berasal dari lembaga kebijakan publik seperti pemerintah, KPI, DPR, LSF, dan lain-lain yang juga terlibat dalam arena televisi. Mereka berjuang tidak hanya untuk pribadi mereka tetapi sekaligus untuk memperkuat posisi lembaga mereka. Sedangkan tokoh agama mengakumulasikan modal simbolik melalui penguasaan atas nilai-nilai dan moral agama yang dijunjung tinggi secara universal, termasuk dalam arena televisi. Keduanya, birokrat atau pejabat negara dan tokoh agama, berusaha untuk mempengaruhi dan mendominasi kekuatan lain dalam arena televisi baik individu maupun institusi. Namun selama ini secara individual penryataan-pernyataan dan tindakan mereka menyangkut bidang pertelevisian, tidak

115

mampu menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lain dalam arena televisi.82

Rakyat biasa yang dimaksudkan di sini adalah audiens – pemirsa televisi – yang tidak masuk dalam kategori-kategori sosial lain. Rakyat biasa, bersama pemerintah, merupakan agen yang telah terlibat dalam arena televisi sejak awal. Sebagai pemirsa televisi, rakyat biasa cukup mengenal dunia pertelevisian di Indonesia. Mereka, selain menikmati, juga turut memberikan pemaknaan atas tontonan televisi yang kemudian dijadikan bahan pembicaraan dengan individu lainnya. Hampir dalam setiap perkumpulan sosial, di mana anggotanya memiliki pesawat televisi di rumah, seringkali muncul pembicaraan yang terkait dengan peristiwa-peristiwa dalam televisi. Dengan begitu, mereka mengakumulasikan modal budaya secara dominan, di samping karakter sosial rakyat biasa yang memberikan sumbangan pada akumulasi modal sosial.