• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELEVISI DAN PRODUKSI BUDAYA

B. Implikasi Metodologis

Dengan memilih televisi sebagai obyek studi, maka dunia pertelevisian di Indonesia ditentukan sebagai arena, yang kemudian disebut dengan arena televisi yang telah berkembang hingga awal abad 21. Arena televisi di Indonesia merupakan sebuah dunia yang berbeda dengan arena-arena lainnya yang di dalamnya terlibat bermacam-macam institusi dan individu sebagai agen atau aktornya. Hubungan sosial yang terjalin di antara para agen membentuk struktur sosial dalam arena televisi yang kemudian menentukan kondisi sosial arena tersebut. Agen-agen tidak begitu saja terlibat dalam arena tersebut, tetapi mereka memasuki arena dengan segala potensi dan berbagai peristiwa yang menyertai mereka. Untuk menelusuri potensi dan berbagai peristiwa yang menjadi latar belakang kondisi sosia arena, akan dipergunkan pendekatan historis.

Setelah latar belakang dibangun, akan diuraikan kondisi sosial dalam arena televisi saat ini. Siapa saja yang terlibat dalam arena televisi, baik individu maupun institusi. Banyaknya individu yang terlibat dalam arena televisi dapat

50

72

kelompokkan ke dalam kategori sosial tertentu berdasarkan status dan peran sosial. Sementara itu, lembaga-lembaga juga dikategorikan berdasarkan fungsi mereka. Kita juga akan melihat latar belakang mereka yang terlibat, khususnya yang menempati posisi dominan dalam arena televisi, dalam hal ini adalah lembaga penyiaran televisi. Lembaga penyiaran televisi merupakan lembaga yang memiliki peran sentral dan dominan dalam arena televisi akan menjadi latar depan arena televisi. Oleh karena itulah kita di sini juga akan membahas secara khusus bagaimana sebuah lembaga penyiaran televisi ditempatkan dalam posisi terentu dalam arena televisi berdasarkan modal yang sudah diakumulasikannya. Kemudian, kita akan melihat lebih jauh lagi bagaimana lembaga penyiaran tertentu berusaha untuk mempertahankan posisinya atau merebut posisi yang lebih baik dalam arena televisi.

Lembaga penyiaran televisi yang terlibat dalam arena televisi, sebagai agen dominan, berjuang untuk mempertahankan atau merebut posisi yang lain hanya dengan cara memproduksi program televisi. Dalam memproduksi program televisi, lembaga penyiaran televisi tidak sekedar menghasilkan program televisi sebagai produk ekonomi, tetapi lebih dari itu menciptakan produk budaya yang tidak diukur dari nilai ekonomi semata karena modal yang diperlukan bukan hanya modal ekonomi tetapi juga modal budaya.

Dalam memproduksi program televisi yang sekaligus sebagai produk budaya, ternyata juga menghasilkan sebuah konstruksi sosial atas individu tertentu. Konstruksi itu tercipta sejak dari awal, ketika gagasan sebuah acara muncul, kemudian dituangkan dalam desain produksi, pelaksanaan produksi, hingga menjadi program televisi dan disiarkan ke layar televisi pemirsa. Konstruksi itu dapat

73

berlangsung karena ada kesepakatan antara lembaga penyiaran dan mereka yang dikonstruksikan. Mereka yang ingin tampil di layar televisi memiliki tujuan tertentu untuk terlibat dalam arena televisi, yakni untuk menduduki posisi dominan dalam arena televisi, khususnya dalam kelas dominan.

Penelitian lapangan dilakukan dalam sebuah media environment, yakni di stasiun televisi Trans TV, Jl. Kapten Pierre Tendean Jakarta, selama bulan Oktoebr 2003. Trans TV merupakan salah satu stasiun yang baru mengudara di Indonesia pada awal abad 21. Saat berusia dua tahun pada tahun 2003, dalam perolehan TV Ratings

dan Audiens Shares menurut hasil survei audiens yang dilakukan oleh AC Nielsen Company, Trans TV telah menempati posisi empat besar di antara sebelas staisun televisi yang melakukan siaran nasional atau berjaringan, di bawah RCTI, Indosiar, dan. SCTV. Trans TV berhasil menggeser TPI, ANTV, dan tentu saja TVRI. Sejumlah mata acara Trans TV dalam laporan AC Nielsen juga menunjukkan keberadaan posisinya di urutan keempat, meskipun ada beberapa yang menempati posisi satu sampai tiga. Jika Ishadi (2002) melakukan penelitian dengan fokus ke ruang pemberitaan, untuk studi kasus ini penulis memusatkan perhatian pada ruang kerja programming dan pruduksi. Dua bagian tersebut merupakan tempat di mana sebuah program televisi non-jurnalistik digagas, direncanakan, diproduksi dan pada gilirannya ditayangkan ke layar kaca.

Meskipun dengan mode of production proses pembuatan sebuah produk bisa diamati, mode of consumption tetap diperlukan mengingat banyak faktor eksternal dari proses programming televisi sering memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Faktor-faktor eksternal tersebut mungkin berasal dari lingkungan sosial

74

atau lingkungan media lain. Lingkungan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan di mana acara-acara televisi sering diangkat menjadi isu publik yang besar, misalnya di kalangan Pemerintahan, DPR LSM atau Ormas-ormas yang mempunyai jaringan yang cukup luas. Sedangkan, media environment lain, seperti media cetak (koran, tablid, dan majalah) dan media elektronik lain (radio dan termasuk stasiun televisi selan Trans TV) juga memberikan kontribusi penting dalam proses ideologi mengkonstruksikan program televisi sebagai sebuah kebutuhan publik. Dengan demikian, diharapkan penelitian dengan mengambil dua perspesktif pada tataran metodologi mampu memberikan gambaran yang utuh atas permasalahan sebagaimana dirumuskan pada bagian sebelumnya.

1. Obyek dan Subyek Penelitian

Agar dapat lebih spesifik dan mendalam, penelitian dilakukan dengan mengambil sebuah studi kasus tentang program televisi dengan tokoh utama Inul Daratista yang disiarkan stasiun TransTV yakni Rindu Indul. Program tersebut ditayangkan secara langsung (live program) pada hari Rabu 4 Juni 2003, pukul 19.00 dan kemudian ditayangkan ulang Rabu 18 Juni 2003, pada jam yang sama. Ada beberapa pertimbangan atas pemilihan acara tersebut. Pertama, acara tersebut memiliki rating yang cukup bagus menurut data dari AC Nielsen dan tentu saja diminati oleh pengiklan. Dalam satu commercial break, bisa terdapat 8 - 10 iklan dalam durasi 3 - 4 menit atau 6 – 8 spot iklan. Banyaknya iklan juga merupakan salah satu ukuran suksesnya sebuah mata acara televisi. (Wijngaards MHM, 1996: 262). Kedua, Rindu Inul yang merupakan live program, menuntut kerja lebih teliti

75

dibanding dengan siaran rekaman karena tidak memungkinkan adanya pengambilan ulang untuk sebuah adegan yang gagal atau revisi dengan insertion sewaktu tahap

editing dalam proses pengambilan adegan rekaman. Ketiga, Rindu Inul menampilkan sosok Inul yang merupakan salah satu selebritis hasil dari kerja industri budaya media Indonesia; sebelumnya Inul bukanlah seorang selebritis yang menyemarakan dunia hiburan, khususnya pertelevisian.

Sebagai sebuah program televisi, prinsip dan proses pengambilan adegan siaran langsung Rindu Inul tidak jauh berbeda dengan pengambilan adegan siaran langsung program televisi lain di Trans TV, misalnya KD Show, dan Digoda. Bahkan dengan program rekaman yang menggunakan sistem run through, pengambilan adegan dalam Rindu Inul tidak berbeda dengan kedua program tersebut; apalagi Rindu Inul juga ditayang ulang tanpa editing. Oleh karena itu, sebagai sebuah studi kasus di mana peristiwanya sudah berlangsung dan tidak akan terjadi lagi, obyek penelitian dalam proses pengambilan adegan dipilih program yang kurang lebih sama yakni Dagdigdut yang merupakan program rekaman yang berisi program musik dangdut dengan format variety show dan KD Show yang merupakan siaran langsung dengan format yang sama.

Subyek penelitian yang dipilih dalam penelitian lapangan adalah sejumlah indiviu yang terlihat dalam produksi program Rindu Inul, KD Show dan Dagdigdut.

Mereka ini merupakan bagian dari Divisi Produksi Trans TV yang berperan sangat penting dalam eksekusi produksi program. Selain itu, mereka yang terlibat dalam perencanaan tayangan Rindu Inul juga dijadikan sebagai subyek penelitian; mereka tergabung dalam departemen Programming dan Promosi. Sedangkan untuk

76

mengetahui situasi umum di Trans TV, sejumlah individu yang berada di bagian Human Capital Department juga dipilih sebagai subyek penelitian.

2. Etnografi: Observasi dan Interview

Dengan obyek dan subyek penelitian seperti di atas, maka diperlukan sebuah penelitian lapangan. Dalam melakukan penelitian tersebut, penulis menempatkan diri sebagai pengamat yang tidak mencampuri proses pengambilan keputusan dalam berbagai aktivitas di Trans TV, sehingga informasi yang diperoleh memang murni berasal dari pelaku dan aktivitas pertelevisian yang berlangsung di lapangan. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik observasi atas berbagai aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dan penayangan program televisi dan teknik interview terhadap sejumlah praktisi televisi di Trans TV. Teknik-teknik ini merupakan bagian dari metode Etnografi untuk memperoleh data dengan melihat langsung aktivitas praktisi pertelevisian dan mengadakan tanya jawab dengan mereka yang terlibat dalam produksi program dan siaran televisi dalam jarak yang amat dekat. Hal ini diperlukan karena begitu banyak aspek dalam interaksi manusia yang tidak bisa ditunjukkan hanya melalui angka-angka (Ellul, 1988: 18). Teknik pengumpulan data semacam itu, dalam kajian budaya khususnya kajian media, bertujuan untuk menghindari reduksi dan menghilangkan sifat mekanik sebuah penelitian yang sering terjadi dalam banyak riset komunikasi di masa lalu. (Grimshaw, et. al., 1980: 75).

Observasi dilakukan terhadap sejumlah aktivitas di Trans TV, yakni di lingkungan studio satu pada saat setting studio dan pada saat pengambilan adegan

77

DAGDIGDUT episod (#) 11 pada tanggal 14 Oktober 2003 sejak pukul 17.30,

master control studio satu yang masih menyatu dengan OB Van, dan pada saat siaran langsung acara KD Show tanggal 20 Oktober 2003 dari studio satu pukul 20.00 hingga selesainya. Observasi juga dilakukan di bagian On Air Operation yakni tempat untuk mengeksekusi siaran yang selanjutnya dipancarkan ke seluruh wilayah jangkauan transmisi stasiun Trans TV.

Interview dilakukan terhadap para praktisi di lingkungan Departemen Produksi, Programming, dan Human Capital. Secara khusus dalam bagian Produksi, dipilih mereka yang terlibat dalam tayangan Rindu Inul, KD Show, dan Dagdigdut. Sedangkan dalam bagian Programming dipilih mereka yang terlibat dalam bagian Perencanaan Siaran, Promosi, dan Operasional Siaran. Dengan teknik ini, penulis berusaha mengumpulkan data tentang latar belakang dan proses penayangan program televisi – mulai dari perencanaan, penjadwalan, dan proses-proses lain, hingga penayangan acara tersebut di layar kaca. Selain itu, interview juga dilakukan terhadap sejumlah individu dalam Human Capital Department yang menangani permasalahan umum di Trans TV. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang latar belakang berdirinya Trans TV dan masalah-masalah manejerial pada umumnya di Trans TV.

3. Studi Teks dan Kepustakaan

Di samping pengumpulan data melalui penelitian lapangan, penulis juga melalukan studi tekstual dan kepustakaan yang memiliki peran yang amat penting dalam konteks penelitian Kajian Budaya yang beroreintasi pada media. Studi tekstual

78 dan kepustakaan tersebut meliputi:

1. teks-teks yang berupa dokumen/arsip seputar perencanaan produksi dan penayangan program Rindu Inul;

2. teks-teks yang berasal dari media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan internet; baik yang menyangkut program Rindu Inul, karakter pribadi Inul, perdebatan tentang penayangan acara TV yang menampilkan Inul, perdebatan tentang sosok Inul, maupun komentar-komentar lain yang berkembang melalui media masa;

3. Buku dan karya ilmiah (makalah dan artikel) sebagai rujukan dalam menganalisa data dan penulisan tesis.

79

BAB IV

LATAR BELAKANG HISTORIS: