• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANS TV: AGEN INSTITUSI DALAM ARENA TELEVISI INDONESIA

D. Komposisi Modal Trans TV

Sebagai sebuah lembaga yang menjadi agen dalam arena televisi, Trans TV sudah harus memiliki modal yang cukup dominan, termasuk dalam hal komposisinya (modal ekonomi, budaya, simbolik, dan sosial), untuk bersaing dengan agen-agen lainnya. Karena, jika hanya dominan pada salah satu modal, kekuatan untuk memperoleh posisi yang dominan, niscaya tidak akan mencukupi.

Dalam struktur organisasi PT Televisi Transformasi Indonesia, departemen yang mengelola urusan kepegawaian dan administrasinya disebut dengan Human Capital Department – bukan Human Resources Department (HRD) atau Departemen Sumber Daya Manusia (SDM). Secara harafiah, sebuah sumber selalu hanya dieksploitasi tanpa memberikan imbalan misalnya pemeliharaan sumber tersebut agar tidak cepat habis. Dengan memaknai karyawan sebagai kapital maka para pegawai tidak hanya dimanfaatkan terus menerus tanpa memberikan imbalan yang pantas. Hal ini berbeda dengan kata resources yang berarti sumber daya. Kapital juga memiliki makna yang berbeda dengan tenaga kerja atau buruh yang dalam bahasa Inggris berarti labour. Jadi bagi manajemen Trans TV, karyawan tidak dianggap sebagai sekadar labour yang diperas tenaganya. Karyawan adalah modal dalam pengertian non-ekonomi – modal yang berarti memiliki nilai-nilai kultural yang bisa berkembang.

Konsep human capital ini tentu saja bisa diperjelas dengan konsep culutral capital Bordieu yang tidak bersifat ekonomistis. Manajemen Trans TV menentukan persyaratan akademik bagi calon karyawan Trans TV, minimal pendidikan perguruan tinggi yang bisa diselesaikan dalam waktu 3 tahun. Dalam sistem pendidikan

144

perguruan tinggi di Indonesia program studi yang ditempuh selama itu adalah jenis Program Diploma III, Politeknik, atau Akademi. Pertimbangannya adalah bahwa mereka yang pernah mengeyam perguruan tinggi selama tiga tahun, lebih mudah diajak untuk berpikir secara rasional dan sistematis. Persyaratan itu diberlakukan bagi mereka yang fresh graduate atau pengalamannya dipandang masih belum mencukupi. Sedangkan bagi mereka yang sudah berpengalaman dituntut untuk benar-benar profesional dalam bidangnya serta diminta untuk ikut membantu pengembangan kemampuan mereka yang belum berpengalaman.

Dalam jajaran direksi dan manajer Trans TV, didudukan orang-orang yang memang telah memiliki banyak pengalaman, wawasan dan pengetahuan dalam bidang pertelevisian. Tidak ada hal yang lebih penting selain ketiga faktor itu untuk mengakumulasi modal budaya lembaga penyiaran televisi. Di sinilah letak pentingnya cultural capital yang dimanifestasikan dalam wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang akan membentuk sebuah sistem disposisi yakni habitus lembaga. Dengan demikian, direksi, manajer, dan karyawan Trans TV yang juga merupakan agen individu dalam arena televisi, turut menanamkan modalnya ke dalam lembaga penyiaran tersebut.

Trans TV sendiri berusaha untuk memberikan fasilitas yang memadai kepada mereka – direksi, manajer, dan karyawan – demi kenyamanan bekerja, seperti gaji, berbagai tunjangan, dan lain-lain yang dinilai pantas dan sesuai dengan kondisi mereka yang bekerja di lembaga tersebut. Fasilitas lain juga diberikan kepada sejumlah individu yang dipilih untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tertentu. Maksud pemberian fasilitas tersebut tak lain adalah upaya mengembangkan modal yang telah

145

ditanamkan. Selain itu, individu-individu yang bekerja di lingkungan Trans TV juga diberi kebebasan untuk terlibat dalam asosiasi atau organiasasi profesi yang sesuai dengan bidang pekerjaan mereka.104 Hal ini dimaksudkan agar mereka juga dapat meningkatkan profesionalisme mereka, misalnya dengan seminar dan pelatihan-pelatihan tentang segala macam hal yang berhubungan dengan profesi mereka.105 Oleh karena itu pula, berkembang atau tidaknya seorang individu di Trans TV tergantung pada diri mereka – sebagai the owner of the cultural capital– dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial tempat ia bekerja dan terlibat dalam asosiasi profesi, bagaimana ia menekuni profesinya, memakai pengalamannnya, dan menerapkan pengetahuannya.

Selain modal budaya yang tercermin dalam diri para indidivu yang bekerja di dalamnya, Trans TV juga telah mengakumulasikan modal ekonomi yang berupa sarana dan prasarana dengan cukup dominan. Gedung, studio, peralatan, serta dukungan keuangan untuk kegiatan operasional seperti pengadaan program, gaji karyawan, dan lain-lain sudah tersedia dengan cukup baik. Tidak hanya yang berada di Jakarta, tetapi modal ekonomi juga ditanamkan di sejumlah daerah lain berupa staisun relay untuk mempermudah akses penonton di luar Jakarta, dalam menyaksikan acara-acara Trans TV. Semua itu diupayakan agar Trans TV berada

104

Sayangnya hingga kini, di Indonesia baru ada sedikit organisasi profesi yang bergerak di bidang pertelevisian seperti Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Stasitun Televisi Lokal Indonesia (ASTLI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Persatuan Artis Sinetorn Indonesia (Parsi), dan Asosiasi Jurnalis Televisi (AJTV). Itupun belum berfungsi maksimal karena tidak dapat memandirikan anggotanya; keterikatan anggotanya, misalnya dalam AJTV, lebih kuat kepada institusi tempat mereka bekerja daripada kepada sesama jurnalis televisi. Berbeda dengan di Amerika, misalnya, yang sudah terdapat sangat banyak asosiasi yang mampu membanguan solidaritas di antara praktisi yang tergabung dalam organiasasi profesi itu secara mantap, bahkan tidak hanya secara internal saja melainkan dengan organisasi profesi lainnya. (Willis and Willis, 1993: 119; Pringle, et al., 1999: 91).

105

146 dalam posisi yang cukup baik dalam arena televisi.

Akumulasi modal ekonomi, budaya, dan sosial yang cukup dominan memberikan sumbangan besar terhadap akumulasi modal simbolik. Dengan demikian, komposisi keseluruhan modal Trans TV, sebagai satu agen institusional menjadi sangat dominan. Dalam tabel di bawah ini, secara umum modal yang diakumulasikan oleh Trans TV terlihat sangat dominan.

Akumulasi Modal

Institusi Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Pemerintah -/+ +/+ +/+ +/-

2. Komisi independen -/+ -/+ +/+ -/+

3. Dewan Perwakilan Rakyat -/+ +/+ +/+ +/-

4. Lembaga Sensor Film -/+ -/+ -/+ -/+

5. Lembaga Penyiaran lain +/+ +/+ +/+ +/+

6. Distributor Program televisi -/+ -/+ -/+ -/+ 7. Rumah Produksi (Production

House)

+/+ -/+ -/+ -/+

8. Lembaga Survei Penyiaran -/+ -/+ -/+ -/+

9. Perusahaan-perusahaan Pengiklan -/+ -/+ -/+ -/+

10. Organisasi Kemasyarakatan -/+ -/+ -/+ +/+

11. Institusi Pendidikan -/+ -/+ +/- +/+

12. Lembaga Swadaya Masyarakat -/+ -/+ -/+ +/+ Tabel 7. Perbandingan kecenderungan akumulasi modal Trans TV terhadap agen-agen institusi lain; (+) menandakan dominan, (-) tidak dominan.

Secara khusus, potensi untuk mengakumulasikan modal ekonomi yang dimiliki Trans TV cenderung lebih dominan dibanding dengan institusi lain dalam arena televisi, terutama lembaga kebijakan publik dan lembaga sosial nirlba. Sebagai lembaga swasta yang memiliki karakter komersial dan berorientasi pada keuntungan ekonomi, Trans TV memiliki potensi yang sangat besar untuk mengakumulasikan modal ekonomi secara dominan. Sedangkan lembaga kebijkan publik dan sosial

147

nirlaba, karena orientasinya tidak terfokus pada keuntungan ekonomi, tidak memiliki potensi yang cukup besar untuk mengakumulasi modal ekonomi.

Namun dalam hal modal simbolik, Trans TV dan lembaga kebijakan publik memiliki potensi yang sama besar namun dengan cara yang berbeda. Lembaga kebijakan publik mengakumulasikan modal simbolik mereka melalui kekuasaan yang diberikan kepada mereka untuk menentukan berbagai kebijakan yang menyangkut berbagai rules of the game berdasarkan kesepakatan para agen dalam arena televisi. Sedangkan Trans TV mengakumulasikan modal simboliknya secara dominan karena pengakuan dan penghormatan diberikan oleh agan-agen lainnya berdasarkan tingkat keberhasilannya dalam mengelola berbagai potensi – modal ekonomi, budaya, dan sosial – dalam lembaga tersebut semenjak pertama kali memasuki arena televisi. Sementara itu modal simbolik lembaga sosial nirlaba tidak lebih dominan dari Trans TV karena hanya bisa diakumulasikan melalui modal budaya dan sosial.

Dalam kelompok atau kelas lembaga publik swasta, Trans TV masih sangat dominan dibanding lembaga-lembaga yang bukan lembaga penyiaran. Meskipun sama-sama mengakumulasi modal ekonomi, Trans TV (dan lembaga penyiaran televisi nasional lainnya) memiliki potensi lebih besar karena publik dan seluruh agen lain dalam arena televisi dimungkinkan mengakses secara langsung pada hasil kerja lembaga tersebut, yakni melalui saluran program Trans TV. Di lain pihak, tidak semua agen atau publik dalam arena televisi memiliki akses langsung yang cukup besar ke produk-produk lambaga swasta seperti production house, lembaga survei penyiaran, dan perusahaan pengiklan. Produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga

148

swasta seperti distributor program, production house, dan perusahaan pengiklan hanya dapat dinikmati oleh publik dalam arena televisi melalui saluran program yang hanya dimiliki oleh agen lembaga-lembaga penyiaran, termasuk Trans TV. Bahkan lembaga survei penyiaran, karena sifatnya yang sangat terbatas (hasil surveinya hanya diberikan kepada pihak-pihak tertentu), mempunyai akses langsung yang sangat kecil bagi publik dalam arena televisi.

Cara kerja arena televisi di atas yang memberikan nilai lebih bagi lembaga penyiaran dibandingkan dengan agen-agen institusi lain dalam arena televisi. Kendatipun terdapat banyak hal dan perisitiwa yang berlangsung dalam arena tersebut, perhatian yang paling besar dicurahkan pada hasil kerja lembaga penyiaran yang berupa tayangan-tayangan program televisi. Misalnya, UU Penyiaran dalam arena televisi merupakan salah satu hal penting karena akan dijadikan sebagai salah satu instrument dasar bagi pelaku praktik pertelevisian. Namun perbicangan mengenai UU Penyiaran tidak sehebat masalah lain seperti misalnya perseteruan antara Inul Daratista dan Rhoma Irama dalam arena televisi. Perhatian publik lebih fokus kepada kasus yang terakhir karena kemunculan kedua selebritis itu dalam berbagai bentuk tayangan televisi lebih intens dibanding dengan perbincangan seputar UU Penyiaran.

Dibandingkan dengan lembaga publik swasta lain dalam arena televisi, dominasi Trans TV hanya dapat disaingi secara keseluruhan oleh lembaga penyiaran lainnya, khususnya perusahaan penyiaran televisi swasta komersial nasional yang juga telah memantapkan posisi dominannya dalam arena televisi. Hal itu akan terlihat denga jelas jika kita membandingkan akumulasi modal Trans TV secara satu lawan

149

satu dengan lembaga-lembaga penyiaran televisi nasional lain yang terlibat dalam arena televisi terlihat ada sejumlah perbedaan.

Dibandingkan dengan RCTI, akumulasi modal ekonomi Trans TV tidak lebih dominan karena RCTI telah mengakumulasi modal ekonominya secara dominan sejak tahun 1989 secara mantap hingga tahun 2003. Potensi pendapatan ekonomi RCTI lebih besar dibanding Trans TV anta lain karena peringkat RCTI dalam perolehan rating lebih bagus. Demikian pula dalam hal modal budaya, RCTI masih lebih dominan karena sebagian besar individu yang di lembaga tersebut memiliki pengalaman, wawasan, pengetahuan tentang pertelevisian yang lebih luas dibanding mereka yang bekerja di Trans TV yang 70 persennya adalah fresh graduate

Perguruan Tinggi. Dengan modal ekonomi dan modal budaya yang lebih dominan dibandingkan dengan Trans TV, serta modal sosial yang sama-sama dominan, RCTI berhasil mengakumulasi modal simbolik secara lebih dominan. Pengakuan akan profesionalisme RCTI diberikan oleh agen-agen lain misalnya, misalnya berdasarkan survei kepemirsaan yang dibuat oleh agen lain dalam arena televisi, AC Nielsen Indonesia, RCTI menempati urutan teratas dengan perolehan rating tertinggi secara keseluruhan. Potensi yang sama-sama dominan di antara keduanya, hanya ada pada modal sosial yakni melalui relasi individu-idnvidu yang bekerja pada masing-masing lembaga penyiaran di atas. Kondisi demikian juga berlaku bagi perbandingan akumulasi modal Trans TV terhadap Indosiar dan SCTV karena alasan yang sama.

150

Akumulasi Modal

Institusi Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Trans TV - - - +

2. RCTI + + + +

Tabel 8. Perbandingan kecenderungan akumulasi modal Trans TV terhadap RCTI ; (+) menandakan dominan, (-) menandakan tidak dominan

Situasi yang berbeda akan terlihat ketika kita membandingkan Trans TV dengan TPI. Dalam hal modal ekonomi, keduanya sama-sama mengakumulasi secara dominan namun dengan potensi berbeda. Sama-sama memiliki sarana dan prasarana operasional, namun TPI memiliki jumlah stasiun tramsisi lebih banyak daripada Trans TV sehingga jangkauan siarannya pun lebih luas TPI. (Lihat Lampiran 2. tentang stasiun televisi yang beroperasi di Indonesia). Trans TV memiliki potensi dalam mengakumulasi modal ekonomi secara dominan melalui perolehan rating yang lebih baik

TPI sudah terlibat dalam arena televisi sejak tahun 1991 sehingga memiliki pengalaman yang lebih banyak dibanding Trans TV. Mereka yang terlibat dalam operasional TPI juga memiliki pengalaman dan wawasan lebih luas dibanding Trans TV. Oleh karena itu, akumulasi modal budaya TPI lebih dominan. Akan tetapi pengakuan profesionalisme oleh agen-agen lain dalam arena televisi lebih condong kepada Trans TV, yakni melalui perolehan rating secara keseluruhan pada tahun 2003. Dengan demikian, TPI dan Trans TV sama-sama mengakumulasi modal simbolik tetapi dengan cara yang berbeda. TPI mengakumulasi modal simbolik melalui akumulasi modal ekonomi dan budaya, sedangkan Trans TV mengakumulasi melalui pengakuan dan penghormatan dari agen lain. Jaringan sosial mereka yang bekerja di kedua lembaga ini memberikan akumulasi modal sosial yang sama-sama

151

dominan. Situasi yang sama juga terjadi jika kita membandingkan Trans TV dengan ANTV dan TVRI.

Akumulasi Modal

Institusi Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Trans TV + + - +

2. TPI + + + +

Tabel 9. Perbandingan kecenderungan akumulasi modal Trans TV terhadap TPI; (+) menandakan dominan, (-) menandakan tidak dominan

Situasi yang lain lagi terjadi manakala kita membandingkan Trans TV dengan Lativi. Kedua lembaga penyiaran ini sama-sama belum lama terlibat dalam arena televisi. Namun pada tahun 2003, TransTV lebih dominan mengakumulasi modal secara keseluruhan. Dalam hal modal ekonomi, misalnya, Trans TV telah memiliki sarana dan fasilitas produksi dan penyiaran yang lebih memadai dan lebih canggih dibanding Lativi, jangkauan siaran Trans TV juga lebih luas dengan jumlah stasiun transmisi yang lebih banyak. Potensi perolehan iklan juga lebih banyak Trans TV dengan perolehan rating secara keseluruhan yang lebih baik. Demikian pula halnya dengan modal budaya yang tercermin dalam personel-personel yang mengisi struktur manajemen Trans TV. Modal simbolik juga diakumulasikan secara lebih dominan oleh Trans TV dibanding Lativi, yakni melalui pengakuan profesionalisme yang berupa perolehan rating secara keseluruhan pada tahun 203. Potensi yang terlihat sama-sama dominan hanya ada pada modal sosial. Situasi ini juga berlaku pada saat kita membandingkan dengan TV7 dan Global TV.

152

Akumulasi Modal

Institusi Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Trans TV + + + +

2. Lativi - - - +

Tabel 10. Perbandingan kecenderungan akumulasi modal Trans TV terhadap Lativi; (+) menandakan dominan, (-) menandakan tidak dominan

Situasi yang berbeda juga muncul ketika membandingkan Trans TV dengan Metro TV. Keduanya sama-sama mengakumulai moda secara dominan dalam modal ekonomi, modal simbolik, modal budaya dan soial. Dengan stasiun transmisi yang lebih banyak, Metro TV mampu menjangkau pemirsa yang lebih luas. Sementara itu Trans TV memiliki potensi lebih besar untuk mengakumulasi modal ekonomi secara dominan melalui perolehan rating. Trans TV mengakumulasi modal simbolik secara dominan melalui pengakuan profesionalisme oleh agen-agen lain dalam perolehan

rating secara keseluruhan pada tahun 2003. Sementara itu, Metro TV mengakumulasi modal simbolik melalui pengakuan akan prestise jenis program yang mereka siarkan, yakni dengan komposisi liputan 80 % dan hiburan 20 %. Jenis program liputan yang ditayangkan Metro TV tidak bisa dinikmati oleh semua kalangan tetapi hanya oleh kalangan terbatas yakni mereka yang mengeyam pendidikan tinggi atau sangat paham tentang berita-berita seperti berita ekonomi dan politik. Demikian juga dengan bahasa yang dipergunakan dalam sejumlah program tayangan Metro TV seperti bahasa Mandarin dan bahasa Inggris yang tentu saja hanya dipahami oleh kalangan tertentu saja. Jenis tayangan liputan dengan menggunakan bahasa tertentu mensyaratkan kepemilikan modal budaya yang cukup dominan.

153

Tabel 11. Perbandingan kecenderungan akumulasi modal Trans TV terhadap Metro TV; (+) menandakan dominan, (-) menandakan tidak dominan

Situasi dalam tabel di atas juga berlaku ketika kita membandingkan Trans TV dengan agen lain, yakni lembaga survei kepemirsaan, yang diwakili oleh AC Nielsen Indonesia. Namun berbeda cara mengakumulasi modal simbolik oleh Trans TV dan Metro TV, AC Nielsen Indonesia memperoleh pengakuan profesionalismenya dan kewibaannya melalui hak yang sangat istimewa sebagai satu-satunya agen yang menentukan peroleh rating lembaga-lembaga penyiaran dalam arena televisi. Metode dan teknik survei, serta penafsiran atas data yang telah dikumpulkan melalui alat-alat tertentu diakui dan diterima sebagai sesuatu yang sangat ilmiah oleh agen-agen lain dalam arena televisi. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa untuk mampu melakukan tugas-tugas tersebut, agen harus mengakumulasikan modal budaya – pengalaman, wawasan, dan pengetahuan – secara dominan; sesuatu yang telah dilakukan oleh AC Nielsen lama sebelum kehadirannya di arena televisi Indonesia. Perbedaannya hanya pada potensi mengakumulasi modal sosial di mana AC Nielsen memiliki ruang gerak yang lebih sempit di banding Trans TV.

Dibandingkan dengan agen-agen lain, di luar lembaga penyiaran dan lembaga survei, Trans TV menduduki posisi yang dominan berdasarkan modal yang sudah diakumulasikannya. Posisi dominan ini tentu harus dipertahankan atau jika perlu ditingkatkan dengan merebut posisi yang lebih dominan. Untuk itu, habitus memiliki peranan yang sangat menentukan.

Akumulasi Modal

Institusi Ekonomi Simbolik Budaya Sosial

1. Trans TV + + + +

154