• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat “Berkah/ ” Menurut Alquran

Surat 6 ayat 155 ini kalau diterjemahkan dengan bebas, maka artinya: Dan adapun ini Alquran adalah suatu kitab yang diberkati yang Kami telah turunkan, maka hendaklah kamu mengikutinya dan hendaklah kamu bertakwa supaya kamu dirahmati/dikasih sayangi.

Adapun maksud bahwa “Alquran itu adalah kitab yang diberkati” adalah “kalau ajaran-ajaran Alquran yang ada di dalamnya diikuti dengan sepenuh hati, maka hal itu akan banyak mendatangkan manfaat dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Hal mana seperti “para pemimpinnya tidak akan mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, mereka akan selalu berusaha untuk kesejahteraan rakyatnya secara umum, para ilmuwan dan teknokrat dalam segala kegiatannya selalu berorientasikan untuk manfaat dan kesejahteraan manusia, masing-masing orang akan bekerja sesuai dengan bidangnya, tidak ada orang yang syok pintar, syok tahu, syok berkuasa, dan syok-syok yang lainnya, alam lingkungan akan terjaga dari pengrusakan, keamanan terjamin, hukum berjalan dengan baik, masing-masing orang tidak ada yang merasa dirugikan atau diambil/dicuri haknya oleh pihak lain”. Dan akhirnya, dari berbagai manfaat/ keberkatan itu semua, maka masyarakat benar-benar akan menjadi “masyarakat yang damai, sejahtera, aman sentosa lagi tenteram” dengan “negeri yang gemah-ripah loh jinawi”.

Jadi, istilah “berkah” dalam Alquran itu adalah identik dengan “sesuatu rezeki, apa pun bentuknya yang banyak mendatangkan berbagai manfaat, baik lahir ataupun batin, karena di dalam menggunakannya selalu mengikuti petunjuk Allah”. Umpamanya, kalau rezeki kita itu diberkati oleh Allah swt. sebagaimana yang kita minta di dalam doa, maka rezeki tersebut akan selalu mendatangkan berbagai manfaat bagi kemanusiaan, baik lahir ataupun batin, apa pun bentuknya rezeki tersebut; berbentuk ilmukah?, hartakah?, anak cucukah?, pangkatkah?, dan lain-lain.

Oleh karena itu, dalam surat 7 ayat 96 telah disebutkan, “Syarat agar setiap rezeki yang diberikan oleh Allah itu selalu diberkati oleh-Nya, maka si penerima rezeki itu harus benar-benar menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa sejati.” Karena, masing-masing orang sesuai dengan rezeki dan profesi yang diberikan oleh Allah itu akan dapat beramal saleh, yang amal saleh mana adalah merupakan buah dari keimanan dan ketakwaannya yang sejati kepada Allah. Dan mereka akan selalu hati-hati, agar setiap tingkah lakunya tidak ada satu pun yang akan merugikan orang atau pihak lain. Karena mereka menyadari bahwa hal tersebut adalah buah dari kekufuran kepada Allah. Dua hal tersebut, mereka selalu mengingat-ingatnya dalam setiap kesempatan dengan penuh kesadaran.

Jika hal itu ada pada penduduk suatu negeri, maka negeri tersebut benar-benar akan aman sentosa, gemah ripah, loh jinawi. Tetapi sebaliknya, jika hal itu tidak ada pada penduduk suatu negeri, maka apa pun rezeki dan profesi yang semula diberikan oleh Allah itu tidak akan mendatangkan berkat, bahkan sebaliknya akan mendatangkan maksiat terhadap Allah, yang darinya akan melahirkan berbagai musibah dan bencana yang mengerikan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, alam lingkungan, dan lain-lain. Yang mana semuanya itu adalah merupakan azab dari Allah karena tingkah laku kufur mereka (akhir ayat 96 s/d ayat 99 dari surat 7).

43. Orang-Orang Bani Israil Dilaknat oleh Allah karena Melanggar terhadap Pesan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s.

Dalam surat 5 ayat 78 disebutkan:

Ayat ini kalau diterjemahkan secara harfiyah, maka artinya: “Telah dilaknat (siapa) orang-orang yang mereka telah kufur dari Bani Israil atas lisan Daud dan Isa putra Maryam. (adapun) (yang demikian) Itu (adalah) disebabkan apa-apa yang mereka telah menyanggah (pada dia/maa) dan mereka telah ada (adalah) mereka bersikap permusuhan.”

Adapun yang dimaksud dengan kalimat “telah dilaknat orang-orang yang mereka telah kafir dari Bani Israil atas lisan Daud dan lisan Isa putra Maryam,” adalah “mereka dilaknat/dihukum oleh Allah karena mereka sudah banyak melanggar terhadap pesan-pesan/risalah yang disampaikan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s., sehingga pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka makin hari-makin jauh dari peraturan-peraturan yang ada dalam kitab Taurat”.

Karena penyimpangan mereka dari ketentuan-ketentuan Taurat sudah begitu parah dan mencapai puncaknya dan mereka tidak sadar tentang hal itu, maka akhirnya mereka benar-benar dilaknat oleh Allah swt. dengan jalan, “Allah membangkitkan tentara Nebokatnesar dari Babilon untuk menyerbu pusat kota mereka yakni Yerusalem.” Tentara tersebut mengubrak-abriknya dan memusnahkan pusat peribadatan mereka yang begitu megah yang dahulunya dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s., sehingga rata dengan tanah, dan alim ulama mereka banyak yang dibunuh di pusat-pusat kota, dan sebagian lagi diboyong ke Babilon beserta pemuda-pemuda Israil yang cerdas untuk dijadikan hamba-hamba mereka. Peristiwa yang mengerikan/kutukan Allah itu terjadi pada tahun 586 sebelum Nabi Isa lahir, atau sekitar 400 tahun sesudah Nabi Daud a.s. Jadi itulah yang dimaksud dengan, “Orang-orang yang kafir dari Bani Israil dilaknat oleh Allah atas lisan Daud a.s..”

Dan setelahnya peristiwa itu, mereka sadar sesadar-sadarnya bahwa: “mereka mendapatkan kutukan Allah tersebut, karena mereka sudah menyimpang jauh dari ketentuan-ketentuan kitab Taurat … dan seterusnya dan seterusnya”. Akhirnya mereka pun betobat dan memperbaiki diri, sehingga pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan Taurat. Kemudian secara evolusi mereka pun bangkit dan jaya kembali, dan di saat itulah pusat peribadatan mereka yang sudah hancur itu dibangun kembali sebagaimana semula. Dan setelah kejayaannya yang menyilaukan itu, mereka jadi lengah dan akhirnya

tanpa disadari mereka pun makin hari makin menyimpang lagi dari ketentuan-ketentuan Taurat. Dan kemudian secara bertahap mereka pun kehilangan kekuasaan sebagaimana bertahapnya penyimpangan mereka. Maka klimaksnya, mereka kehilangan kejayaan dan kekuasaan sama-sekali, sehingga kerajaan Romawi bisa menguasai mereka. Dan di saat itulah, Nabi Isa datang untuk mereformasi pola pikir, akidah, dan tingkah laku mereka yang sudah sangat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Taurat. Tetapi, pesan-pesan/risalah yang disampaikan oleh Nabi Isa a.s. kepada mereka, ditolaknya, malahan mereka menuduh kepada Nabi Isa a.s. dengan bermacam-macam tuduhan, yang di antaranya dituduh sebagai “Nabi palsu, merubah Taurat, menghujat Tuhan dan lain-lain” … dan seterusnya dan seterusnya. Akibatnya, pada tahun 70 M mereka dilaknat/dihukum oleh Allah swt. dengan jalan “dihancurleburkan berbagai tempat di kota Yerusalem dan kota-kota lainnya oleh tentara Romawi di bawah pimpinan jenderal Titus”. Dan di saat itu pula pusat peribadatan mereka di Yerusalem yang dahulunya pernah hancur dan dibangun kembali itu, dihancurkan dan diratakan dengan tanah oleh mereka. Dan setelahnya itu, mereka bertebaran ke mana-mana untuk mencari perlindungan. Peristiwa tragis inilah yang dimaksud dengan ayat yang berbunyi, “Orang-orang kafir dari Bani Israil dilaknat oleh Allah atas lisannya Isa putra Maryam.” Dan di dalam surat 17 ayat 4 s/d 8, secara garis besar dikatakan, “Allah telah menetapkan pada Bani Israil di dalam sebuah kitab ketentuan, bahwa mereka akan berbuat kerusakan di bumi dua kali, yang karenanya hukuman dua kali pun akan menimpa mereka.” Dan hal itu sudah terjadi sebagaimana dua peristiwa tragis yang merupakan kutukan Allah yang pernah dialami oleh mereka, karena mereka itu melanggar terhadap pesan-pesan/risalah Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s., seperti yang disebutkan di atas.

Dari dua peristiwa kutukan Allah terhadap Bani Israil yang disebutkan oleh Alquran tersebut, maka kita kaum Muslimin yang mempunyai kitab petunjuk Alquran, dapat mengambil pelajaran dari dua peristiwa yang mengerikan itu, yakni “Apabila pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita itu, sudah menyimpang jauh dari petunjuk Alquran, maka kita pun akan mengalami peristiwa yang sama yang pernah dialami oleh mereka-mereka itu.” Hal tersebut sudah terbukti dan menjadi kenyataan sejarah, di mana kita sama-sama mengetahui, bagaimana ngerinya tatkala pusat Islam di Bagdad dihancurleburkan oleh tentara Hulaku khan dari Mongol tahun 1258 M, dan bagaimana tragisnya tatkala pusat Islam di Spanyol dijatuhkan oleh kerajaan Kristen, dan juga bagaimana memperihatinkannya saat-saat menjelang keruntuhannya kekuasaan Islam di Turki, sampai akhirnya tahun 1928 kekuasaan Islam di bawah khilafat Islamiyah benar-benar dimusnahkan dan dicampakkan. Dan dari peristiwa yang sudah menjadi kenyataan sejarah ini, hendaklah kita, kaum Muslimin di saat-saat sekarang dapat mengambil pelajaran, sehingga dapat introspeksi diri; sudahkah pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita selama ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah yang ada

dalam Alquran? Kalau kita menjawab, “Sudah,” maka akan timbul pertanyaan yang maha penting “Kenapa di saat-saat ini kita mengalami nasib yang selalu dapat dikalahkan oleh pihak lain, sehingga mereka bisa menguasai kita?” Kalau kita menjawab, “Belum,” maka akan timbul pertanyaan yang maha penting pula “Di manakah pola pikir, akidah, dan tingkah laku kita yang selama ini tidak sesuai dengan petunjuk Allah yang ada dalam Alquran?” Sebagai jawabannya, penulis berusaha menjawabnya dengan jawaban-jawaban sebagaimana yang ada dalam buku ini.

44. Manusia, Malaikat, dan Apa-Apa yang di Bumi dan di Langit Sujud