• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.2 Landasan Teoretis

2.2.1 Hakikat Cerita Pendek

Cerita pendek adalah cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam, peristiwa itu dapat nyata atau imanjinasi (Sukirno 2010:83). Sedangkan menurut

Haryati (2011:21) cerita pendek adalah cerita yang berbentuk cerita yang berbentuk prosa yang relatif pendek. Predikat pendek di sini bukan ditentukan oleh panjang pendeknya halaman untuk mewujudkan cerita itu atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalamnya, melainkan disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan lewat bentuk karya itu.

Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7) mengungkapkan bahwa cerpen adalah karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah pendek yang mengandung kisah tunggal. Jakob Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7) mendeskripsikan cerpen sebagai cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan berupa analisis argumentasi dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta relatif pendek. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentunya yang jauh lebih pendek dari novel, melainkan dari aspek masalahnya.

Batasan panjang karangan sebuah cerpen Nugroho Notosusanto (dalam Kusmayadi 2010:7) menyatakan bahwa panjang cerpen sekitar 5.000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap. Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi 2010:8) mengatakan umumnya panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata. Sedangkan untuk cerpen-cerpen anak tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun ceritanya tidak terlalu panjang kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal, tengah, dan akhir cerita).

Pendapat lain menyebutkan bahwa pedoman umum cerpen terdiri atas 2.000 kata 10.000 kata. Penggolongannya adalah sebagai berikut : cerita pendek (short story), cerita pendek yang pendek (short, short story), cerita pendek yang sangat pendek (veryshort-shortstory), cerpen yang pendek hanya terdiri atas 750

sampai 1.000 kata cerpen jenis ini biasanya disebut cerita mini. Adapun cerpen yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut dengan cerpan (Kusmayadi 2010:8).

Cerpen memiliki ciri yang berbeda dengan jenis prosa yang lain, ciri cerpen yang diungkapkan oleh Kusmayadi (2010:8) adalah (1) cerita pendek merupakan sebuah kisahan pendek yang dibatasai oleh jumlah kata atau halaman, (2) cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada peristiwa. Artinya, peristiwa yang diceritakan hanya satu (tunggal), (3) cerita pendek mempunyai satu alur, (4) latar dalam cerita pendek biasanya tunggal. Terkadang latar tidak begitu penting perannya, hanya sebagai pelengkap cerita saja karena tidak dideskripsikan secara lengkap, (5) cerita pendek memuat jumlah tokoh yang terbatas, penokohan dalam cerita pendek terfokus pada tokoh utama saja.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah karya sastra berbentuk prosa yang berisi cerita mengenai seorang tokoh dan peristiwa yang dialaminya, konfliknya sederhanya dan memiliki kesan tunggal.

2.2.1.2Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Dalam cerita pendek terdapat unsur-unsur yang membangun cerita tersebut dari dalam sehingga dapat membentuk suatu cerita yang menarik dan susunan peristiwanya jelas. Unsur-unsur pembangun cerita pendek mencakupi tema, tokoh/penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat (Kusmayadi 2010:19).

a. Tema

Tema adalah pokok permasalah sebuah cerita, makna cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita. Tema adalah gagasan sentral yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi, tema suatu karya sastra dapat tersurat dan dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas dinyatakan oleh pengarangnya, disebut tersirat apabila tidak secara tegas dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang (Baribin 1985:59).

Suharianto (2005:17) tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita (Kusmayadi 2010:19).

Dalam sebuah cerpen tema yang menarik sangatlah penting, dengan tema yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk membacanya. Sebuah tema merupakan hal yang menghubungkan cerita dari awal sampai akhir. Tokoh, alur, latar, dan unsur lainnya sangat bergantung pada tema saat penulisan sebuah cerpen. Pemilihan kata juga sangat berhubungan dengan tema, penggunaan kata-kata yang berlebihan bisa jadi akan mengaburkan inti cerita tersebut. Penceritaan yang fokus pada sebuah inti cerita, tidak melebar tanpa suatu kejelasan akan mempertegas tema yang telah ditentukan.

Dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau sentral dari keseluruhan cerita yang disampikan pengarang. Pengarang dapat menyampaikan cerita secara tersirat maupun tersurat.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh menunjuk pada pelaku cerita, tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam cerita. Tokoh pada umunya berwujud manusia meskipun dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Haryati 2011:25). Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1994:165) tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita atau bisa disebut juga bahwa tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2009:165). Sedangkan menurut Suharianto (2005:20) penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-sitiadatnya, dan sebagainya. Pendapat lain dari Stanton (dalam Baribin 1985:54) yang dimaksud perwatakan atau penokohan dalam suatu fiksi dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang kedua adalah mengacu

kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.

Cerpen akan menarik dibaca jika pengarang bisa menciptakan tokoh yang berkarakter kuat. Penciptaan karakter dapat digali dari nama pelaku, umur, pekerjaan, tempat tinggal, penampilan, perilaku, status, status sosial, teman-temannya, obsesinya, dan hal yang dibencinya. Untuk menjaaga efektevitas cerita, sebuah cerpen sebaiknya tidak memiliki terlalu banyak tokoh. Jika terlalu banyak tokoh justu bisa mengaburkan jalan cerita.

Penggambaran watak tokoh akan lebih menarik jika tidak dituliskan terlalu detail. Penggambaran watak tokoh yang sedikit diberikan oleh pengarang akan menarik pembaca untuk lebih meresapi lagi cerpen yang dibacanya. Pembaca akan lebih memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh seorang tokoh misalnya kebiasaan yang dilakukannya, dialog dengan tokoh lain, dan pendapat tokoh lain untuk mengetahui watak dan karakter tokoh tersebut.

Dari definisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah individu yang terlibat dalam sebuah cerpen. Tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Penokohan adalah penggambaran watak tokoh dalam cerpen, dalam menggambarkan watak tokoh terdapat dua metode yaitu metode langsung dan tidak langsung.

c. Latar (Setting)

Latar atau disebut juga setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Unsur cerita yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar, ada pula yang menyebutnya landasan

tumpu yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi (Kusmayadi 2010:24). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Sementara Nuryatin (2010:13) berpendapat bahwa latar adalah gambaran tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Itu berarti bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Aminuddin (2009:66) setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Jadi latar atau setting menunjuk pada tempat, waktu, dan lingkungan sosial terjadinya cerita.

Menurut Kusmayadi (2010:24) secara garis besar latar cerita dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yakni latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu pada saat terjadinya peristiwa. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosial dapat digolongkan menurut tingkatannya.

Dalam penulisan cerpen pemilihan latar yang tepat akan mendukung jalannya cerita. Pilihlah latar yang berkaitan dengan tokoh dan kejadian yang terjadi. Sebuah cerpen akan lebih menarik jika latar yang dimunculkan tidak

tipikal dan tidak mudah ditebak. Pilihlah sebuah latar yang tiba-tiba bisa memunculkan konflik bagi pelakunya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah tempat dan waktu tejadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar juga dapat berarti lingkungan terjadinya cerita.

d. Alur (Plot)

Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto 2005:18). Menurut Baribin (1985:61) alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis, dalam pengertian ini alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus.

Stanton (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadiannya itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Menurut Forster (dalam Nurgiyantoro 2009:113) plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Sedangkan menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan plot sebgaai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:113) ia mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur

peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Aminuddin (2009:83) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Suharianto (2005:19) berdasarkan susunannya alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. Alur lurus yaitu plot yang mengisahkan peristiwa-peristiwa dalam cerita bersifat kronologis. Peristiwa yang pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa selanjutnya. Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Jenis plot yang kedua yaitu Plot Sorot Balik (flash-back), urutan kejadian yang dikidahkan tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Yang ketiga adalah alur gabungan yaitu gabungan dari alur lurus dan sorot balik.

Dalam penulisan cerpen paragraf pertama yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Paragraf pertama juga bisa menentukan jenis alur apa yang digunakan oleh pengarang. Pastikanlah bahwa alur dalam cerpen yang ditulis lengkap, yakni harus ada pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup. Penutup alur yang tidak terduga akan membuat pembaca lebih penasaran, pembaca akan menebak-nebak akhir cerita yang dibacanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkain peristiwa yang atau keseluruhan peristiwa yang membentuk keseluruhan cerita. Menurut susunannya alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. e. Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang pada cerita yang ditulisnya (Sukirno 2010:89). Menurut Kusmayadi (2010:26) sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita, sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:248) mengemukakan bahwa sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Pendapat lain dari Baribin (1985:75) sudut pandang atau pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik pandangan pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Aminuddin (2009:90) titik pandang atau sudut pandang adalah cara pengarang menampilakan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan

strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Dalam sebuah cerpen pengarang bisa terlibat langsung atau tidak terlibat dalam cerita. Jika pengarang ingin terlibat dalam cerpen yang ditulisnya akan lebih baik jika penulisannya bukan hanya merupakan ungkapan hati atau keresahan hati pengarang tanpa adanya konflik yang menarik. Pembaca tentu tidak akan suka dengan cerpen yang tanpa konflik.

Dari definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang dalam cerita. Pengarang bisa terlibat dalam cerita maupun tidak terlibat dalam cerita.

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa, tingkah laku berbahasa ini merupakan sarana sastra yang amat penting (Baribin 1985:64). Menurut Kusmayadi (2010:27) gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah, pengolahan bahasa harus didukung oleh pemilihan kata (diksi) yang tepat.

Aminuddin (2009:72) mengemukakan gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaiakan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Dalam menulis cerpen gaya bahasa akan membuat ciri khas tersendiri bagi pengarangnya. Buatlah gaya penulisan tersendiri dalam menulis cerpen agar penulis mempunyai ciri tersendiri bagi karya-karya yang dibuatnya.

Jadi gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya melalui bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan pengarang satu dengan yang lainnya berbeda, karena setiap pengarang mempunyai gaya bahasa yang khas.

g. Amanat

Amanat cerpen adalah pesan moral pengarang cerpen yang ingin disampaikan kepada pembacanya agar di akhir cerita itu pembaca dapat memetik hikmah di balik peristiwa itu (Sukirno 2010:90). Kosasih (2012: 40) menyebutkan bahwa amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Nurgiyantoro (2009:320) amanat atau moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.

Dalam menulis sebuah cerpen tentunya pengarang ingin menyampaikan pesan kepada pembacanya. Sebuah cerpen yang baik tentunya harus mengandung ajaran-ajaran moral yang baik yang dapat dipelajari oleh pembacanya. Pesan yang akan disampaikan bisa secara langsung, misalnya melalui dialog antartokoh dalam cerita. Bisa juga disampaikan secara tidak langsung, pembaca harus lebih jeli untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan pengarang.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita yang ditulisnya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara implisit (langsung) dan eksplisit (tidak langsung).

2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek