• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYUSUN TEKS CERPEN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DAN TEKNIK MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYUSUN TEKS CERPEN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DAN TEKNIK MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO"

Copied!
317
0
0

Teks penuh

(1)

MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO

Skripsi

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Estu Winantu Untoroaji

2101410144

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)

i SARI

Untoroaji, Estu Winantu. 2016. Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Dra. Nas Haryati S, M.Pd.

Kata kunci : menyusun teks cerita pendek, strategi Think-Talk-Write (TTW), teknik meneruskan cerita, media audiovisual.

Keterampilan menyusun teks cerpen siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo masih belum optimal. Masalah yang muncul pada pembelajaran tersebut diidentifikasi dari proses pembelajaran, sikap religius, sikap sosial, dan keterampilan dalam pembelajaran. Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan observasi awal terkait keterampilan siswa, yaitu siswa kesulitan dalam mengembangkan ide untuk menyusun teks cerpen. Oleh karena itu, peneliti memberikan solusi dengan menggunakan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo? (2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen?

(3)

ii

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Proses pembelajaran menyusun teks cerita pendek dengan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual berjalan dengan baik dan lancar. Terjadi peningkatan pada keantusiasan dan minat siswa; kekondusifan diskusi kelompok mengidentifikasi struktur teks cerita pendek; keintensifan diskusi kelompok setelah menyimak tayangan video; keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek; dan keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek. Rata-rata skor proses pembelajaran siklus I sebesar 78,89 % dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 86,24 % sehingga peningkatan proses pembelajaran dari siklus I ke siklus II sebesar 7,35 %.

Siswa telah bersikap religius yang berkategori baik selama mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen. Hal ini menunjukkan bahwa sikap religius

sudah tertanam dalam diri siswa, pembiasaan diri dengan berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran, berdo’a dengan sikap yang baik (tidak membuat gerakan yang tidak perlu atau mengeluarkan suara yang membuat gaduh), memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan pendapat atau presentasi, menjawab salam guru atau teman yang mengucapkan salam.

Sikap sosial siswa mengalami peningkatan ke arah positif, siswa sudah menunjukkan sikap sosial yang baik. Hal tersebut diidentifikasi dari indikator sikap percaya diri, toleransi, gotong royong, dan santun. Tiap sikap sosial mengalami peningkatan yang cukup baik.

Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus I sebesar 2,63 termasuk dalam kategori baik, namun masih terdapat beberapa siswa yang belum mencapai ketuntasan penelitian yang telah ditentukan. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II membuat rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen mengalami peningkatan. Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 0,46 dari nilai rata-rata 2,63 pada siklus I menjadi 3,02 pada siklus II.

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. Tidak semua dari kita dapat menjadi pemenang, karena pasti ada orang-orang

yang bertepuk tangan dan memberi selamat kepadanya.

2. Hidup memang tidak adil, kadang keberuntungan tidak selalu bersama

dengan orang yang berusaha keras. Jadi mulailah membiasakan diri.

3. Jika kepandaianmu tidak sanggup untuk memukau dan meyakinkan

seseorang, maka buatlah dia bingung dengan ketidak tahuanmu.

Persembahan :

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Orang tua tercinta

2. Keluarga yang memberi dukungan

(8)

vii PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi

Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada

Siswa Kelas VII A Smp N 1 Wonosobo.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tersusun bukan atas kemampuan dan

usaha penulis sendiri. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dra. Nas Haryati S, M.Pd yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu hingga

menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang;

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian;

3. Sumartini, S.S., M.A., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan arahan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini;

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis;

5. Kepala SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah memberikan izin penelitian

6. Pujianto, S.Pd., guru bahasa dan sastra Indonesia SMP Negeri 1 Wonosobo

(9)

viii

7. siswa-siswi kelas VII A SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah bersedia

membantu dan belajar bersama;

8. sahabat-sahabat penulis, teman-teman BSI angkatan 2010, teman-teman kos

Rifa’i yang telah berjuang bersama;

9. semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan

dunia pendidikan.

Semarang, November 2015

(10)

ix DAFTAR ISI

SARI ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Rumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.2 Landasan Teoretis ... 17

2.2.1 Hakikat Cerita Pendek ... 17

2.2.1.1 Pengertian Cerita Pendek... 17

2.2.1.2 Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 19

2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek ... 29

2.2.2.1 Pengertian Teks Cerita Pendek ... 29

2.2.2.2 Struktur Teks Cerita Pendek ... 30

2.2.2.3 Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Pendek ... 31

(11)

x

2.2.3.1 Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek ... 32

2.2.4 Strategi Think-Talk-Write (TTW) ... 34

2.2.5 Teknik Meneruskan Cerita ... 37

2.2.6 Media Audiovisual ... 39

2.2.7 Hakikat Sikap Religius dan Sikap Sosial ... 43

2.2.7.1 Sikap Religius ... 43

2.2.7.2 Sikap Sosial ... 45

2.3 Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerita Pendek ... 48

2.4 Kerangka Berpikir ... 51

2.5 Hipotesis Tindakan ... 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 54

3.1.1 Prosedur Tindakan Kelas Siklus I ... 55

3.1.1.1 Tahap Perencanaan Siklus I ... 56

3.1.1.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus I ... 57

3.1.1.3 Tahap Observasi Siklus I ... 58

3.1.1.4 Tahap Refleksi Siklus I ... 59

3.1.2 Prosedur Tindakan Kelas Siklus II ... 62

3.1.2.1 Tahap Perencanaan Siklus II ... 64

3.1.2.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus II ... 64

3.1.2.3 Tahap Observasi Siklus II... 66

3.1.2.4 Tahap Refleksi Siklus II ... 66

3.2 Subjek Penelitian ... 67

3.3 Variabel Penelitian ... 68

3.3.1 Variabel Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 68

3.3.2 Variabel Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita Melalui Media Audiovisual ... 69

3.4 Indikator Kinerja... 70

3.4.1 Indikator Kuantitatif ... 70

3.4.2 Indikator Kualitatif ... 71

3.5 Instrumen Penelitian ... 73

3.5.1 Instrumen Tes ... 74

3.5.2 Instrumen Nontes ... 76

3.5.2.1 Pedoman Observasi Proses ... 78

3.5.2.2 Pedoman Observasi Sikap Religius ... 79

3.5.2.3 Pedoman Observasi Sikap Sosial ... 79

3.5.2.4 Pedoman Wawancara ... 80

3.5.2.5 Jurnal ... 81

3.5.2.6 Dokumentasi ... 82

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 82

3.6.1 Teknik Tes ... 82

(12)

xi

3.6.2.1 Teknik Observasi ... 83

3.6.2.2 Teknik Jurnal ... 84

3.6.2.3 Teknik Wawancara ... 84

3.6.2.4 Teknik Dokumentasi ... 85

3.7 Teknik Analisis Data ... 86

3.7.1 Teknik Kuantitatif ... 86

3.7.2 Teknik Kualitatif ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 88

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ... 88

4.1.1.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 89

4.1.1.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I ... 101

4.1.1.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I ... 104

4.1.1.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 112

4.1.1.5 Refleksi Siklus I ... 121

4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ... 125

4.1.2.1 Proses Pembelajaran Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus II ... 128

4.1.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus II ... 138

4.1.2.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus II ... 140

4.1.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 148

4.1.2.5 Refleksi Siklus II ... 156

4.2 Pembahasan ... 160

4.2.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual ... 160

(13)

xii

4.2.1.2 Kekondusifan Diskusi Kelompok Mengidentifikasi Struktur Teks

Cerita Pendek ... 164

4.2.1.3 Keintensifan Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video ... 165

4.2.1.4 Keintesifan Pelaksanaan Kegiatan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 167

4.2.1.5 Refleksi pada Akhir Pembelajaran sehingga Siswa Mengetahui Kekurangan/Kesulitan dan Cara Mengatasinya ... 169

4.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I dan Siklus II ... 171

4.2.3 Perubahan Perilaku Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun dalam Berinteraksi secara Efektif dengan Lingkungan Sosial dan dalam Jangkauan Pergaulan dan Keberadaannya sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 173

4.2.3.1 Sikap Percaya Diri ... 174

4.2.3.2 Sikap Toleransi ... 176

4.2.3.3 Sikap Gotong Royong ... 178

4.2.3.4 Sikap Santun ... 179

4.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 181

4.2.5 Keterkaitan Hasil Penelitian Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dengan Hasil Penelitian pada Kajian Pustaka ... 184

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 194

5.2 Saran ... 196

DAFTAR PUSTAKA ... 197

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penerapan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui

Media Audiovisual berdasarkan Pembelajaran Berbasis Teks ... 50

Tabel 2 Konversi Nilai Kompetensi Keterampilan ... 71

Tabel 3 Konversi Nilai Kompetensi Sikap ... 73

Tabel 4 Aspek Penilaian Cerita Pendek... 73

Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Nontes ... 77

Tabel 6 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 90

Tabel 7 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus I ... 102

Tabel 8 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus I ... 104

Tabel 9 Hasil Penilaian Observasi Sikap Toleransi Siklus I ... 106

Tabel 10 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus I ... 109

Tabel 11 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus I ... 110

Tabel 12 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 112

Tabel 13 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus I ... 114

Tabel 14 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus I ... 115

Tabel 15 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus I .... 116

Tabel 16 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut Pandang Siklus I ... 117

Tabel 17 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan Penokohan Siklus I ... 118

Tabel 18 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya Bahasa Siklus I ... 120

Tabel 19 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 121

Tabel 20 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II .. 128

Tabel 21 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus II ... 138

Tabel 22 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus II ... 141

(15)

xiv

Tabel 24 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus II ... 145

Tabel 25 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus II ... 147

Tabel 26 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 149

Tabel 27 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus II .. 150

Tabel 28 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus II .... 151

Tabel 29 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus II ... 152

Tabel 30 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut

Pandang Siklus II ... 153

Tabel 31 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan

Penokohan Siklus II ... 154

Tabel 32 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya

Bahasa Siklus II ... 155

Tabel 33 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan

Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 156

Tabel 34 Perbandingan Hasil Penilaian Observasi Proses Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 161

Tabel 35 Sikap Religius Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 172

Tabel 36 Sikap Percaya Diri Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 174

Tabel 37 Sikap Toleransi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 176

Tabel 38 Sikap Gotong Royong Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 178

Tabel 39 Sikap Santun Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun teks

Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 180

Tabel 40 Rekapitulasi dan Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Tes

(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Struktur Teks Cerpen ... 31

Bagan 2 Tahap-tahap Strategi TTW ... 37

Bagan 3 Tahap-tahap Strategi TTW dalam Pembelajaran Menyusun Teks

Cerpen ... 49

Bagan 4 Kerangka Berpikir ... 52

(17)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Perbandingan Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 160

Diagram 2 Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Interaksi Guru dan Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan dan

Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen ... 93

Gambar 2 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek ... 96

Gambar 3 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi setelah Menyimak Tayangan Video ... 98

Gambar 4 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek ... 99

Gambar 5 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran ... 100

Gambar 6 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus I ... 103

Gambar 7 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya diri Siklus I ... 105

Gambar 8 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus I ... 108

Gambar 9 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Gotong Royong Siklus I ... 110

Gambar 10 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan sikap Santun Siklus I ... 112

Gambar 11 Aktivitas Siswa Menunjukkan Keantusiasan dan Minat dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 131

Gambar 12 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek Siklus II ... 133

Gambar 13 Aktivitas Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video Siklus II ... 134

Gambar 14 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus II ... 136

Gambar 15 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran Siklus II ... 138

Gambar 16 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus II ... 140

Gambar 17 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya Diri Siklus II ... 142

Gambar 18 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus II ... 144

(19)

xviii

Gambar 20 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Santun Siklus II ... 148

Gambar 21 Perbandingan Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan

dan Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen

Siklus I dan Siklus II ... 163

Gambar 22 Perbandingan Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 165

Gambar 23 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi

setelah Menyimak Tayangan Video Siklus I dan Siklus II ... 167

Gambar 24 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 169

Gambar 25 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran

(20)

xix

Lampiran 9 Pedoman Observasi Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ... 246

Lampiran 10 Pedoman Penilaian Observasi Sikap religius dan Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 247

Lampiran 11 Pedoman Penilaian Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus I dan Siklus II... 251

Lampiran 12 Pedoman Jurnal Guru Siklus I dan Siklus II ... 255

Lampiran 13 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I dan Siklus II ... 256

Lampiran 14 Pedoman Dokumentasi Siklus I dan Siklus II ... 257

Lampiran 15 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I ... 258

Lampiran 16 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus II ... 260

Lampiran 17 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus I ... 262

Lampiran 18 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus II ... 264

Lampiran 19 Nilai Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 266

(21)

xx

Lampiran 21 Hasil Jurnal Guru Siklus I ... 274

Lampiran 22 Hasil Jurnal Guru Siklus II ... 276

Lampiran 23 Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 278

Lampiran 24 Hasil Jurnal Siswa Siklus II ... 281

Lampiran 25 Hasil Tugas Kelompok Siklus I ... 284

Lampiran 26 Hasil Tugas Kelompok Siklus II ... 286

Lampiran 27 Hasil Cerita Pendek Siklus I ... 290

Lampiran 28 Hasil Cerita Pendek Siklus II... 293

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2013 menekankan keseimbangan antara kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi sikap berhubungan dengan

penanaman karakter pada peserta didik, terdapat dua sikap penting yang ingin

ditanamkan pada peserta didik. Pertama adalah sikap spiritual yang berkaitan

dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Kedua adalah

sikap sosial berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia,

mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi pengetahuan berhubungan dengan kemampuan siswa

memahami materi pelajaran, menjawab pertanyaan, dan kritis terhadap materi

yang disampaikan guru. Sedangkan kompetensi keterampilan merupakan

penerapan dari pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Kompetensi keterampilan

bisa berupa praktik misalnya praktik menulis dan berbicara. Ketiga kompetensi

tersebut harus dikuasai siswa agar menjadi peserta didik yang menguasai soft skill

dan hardskill.

Pada kurikulum 2013 untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

yang berbasis teks, ada beberapa jenis teks yang diajarkan yaitu teks hasil

(23)

pendek adalah satu-satunya teks sastra yang diajarkan pada tingkat SMP.

Pemilihan cerita pendek sebagai salah satu jenis teks sastra yang diajarkan dalam

kurikulum 2013 cukup tepat karena dibandingkan dengan jenis prosa yang lain

misalnya novel, cerita pendek memiliki bentuk yang paling pendek/singkat

sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami dan menyusunnya.

Pembelajaran menyusun teks cerita pendek membutuhkan waktu yang

cukup agar peserta didik benar-benar paham dengan materi yang disampaikan.

Pembelajaran menyusun teks cerita pendek meliputi memahami hakikat cerita

pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita pendek, dan menulis atau

menyusun teks cerita pendek.

Berdasarkan kurikulum 2013 pada kelas VII semester II kompetensi

menyusun teks cerita pendek, terdapat pada KD 4.2 yaitu menyusun teks hasil

observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek

berdasarkan berdasarkan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun

tertulis. Pada hakikatnya pembelajaran menyusun teks cerita pendek pada

kurikulum 2013 sama dengan kurikulum sebelumya. Peserta didik harus

memahami hakikat cerita pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita

pendek, dan pada akhirnya menyusun teks cerita pendek.

Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia

kelas VII SMP N 1 Wonosobo, terdapat beberapa faktor yang membuat siswa

kesulitan dalam menguasai keterampilan menyusn cerita pendek. Dari beberapa

masalah yang ditemukan, peneliti fokus pada kesulitan yang dihadapi peserta

(24)

solusi untuk menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik

meneruskan cerita melalui media audiovisual sebagai upaya peningkatan

keterampilan menyusun teks cerita pendek untuk siswa kelas VII A SMP N 1

Wonosobo.

Solusi yang diberikan diharapkan dapat menyelesaikan kesulitan siswa

dalam mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya

dalam bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek.

Penggunaan strategi TTW yang dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita

dan media audiovisual membantu siswa dalam mengungkapkan ide dan

gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Siswa tidak akan merasakan kesulitan lagi

dalam mengungkapkan ide dan gagasannya karena siswa tinggal meneruskan

cerita pada film animasi yang telah ditayangkan. Dalam meneruskan cerita, siswa

diberikan kebebasan untuk mengembangkan idenya sesuai kreatifitas yang

dimiliki.

Penerapan solusi yang ditawarkan oleh peneliti tentunya disesuaikan

dengan penerapan kurikulum 2013 yang berbasis teks. Dalam pembelajaran yang

dilaksanakan terdapat tahapan pembelajaran berbasis teks yaitu (1) tahap

pembangunan konteks (2) pemodelan teks, (3) kerja sama membangun teks, (3)

kerja mandiri menciptakan teks yang sesuai model.

Strategi Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi

latihan berbahasa secara lisan dan menyusun bahasa tersebut dengan lancar (Huda

2013:218). Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada

(25)

namanya, strategi ini mempunyai urutan think (berpikir), talk

(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). Strategi ini digunakan untuk

mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan.

Strategi yang digunakan dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita

dan media audiovisual. Teknik meneruskan cerita merupakan suatu kegiatan yang

akan meningkatkan daya imajinasi siswa sehingga dapat meningkatkan

keterampilan menulis kreatif. Menurut Rahmanto (1988:116) teknik meneruskan

cerita merupakan satu langkah-langkah pertahapan dalam menulis karya sastra

yaitu dengan menambahkan episode khayal. Teknik meneruskan cerita bertujuan

agar siswa dapat meneruskan cerita yang sudah ada sesuai dengan daya imanijasi

yang dimiliki. Tulisan yang dihasilkan siswa harus sesuai dengan cerita yang telah

ada sebelumnya, namun pada bagian akhir berbeda bergantung pada kreativitas

siswa untuk mengakhirinya.

Salah satu cara yang baik untuk memperkenalkan teknik ini adalah dengan

memberikan bahan rangsangan berupa pemutaran film yang dihilangkan bagian

akhirnya. Pemilihan film sebagai bahan rangsangan harus disesuaikan dengan

peserta didik. Salah satu film yang sesuai dengan peserta didik kelas VII adalah

film animasi, dalam film animasi biasanya disisipkan pesan-pesan yang ingin

disampikan kepada penonton. Selain itu film animasi juga dapat menarik peserta

didik untuk mengikuti pembelajaran dan menghilangkan kejenuhan.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti memilih judul

(26)

Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada

Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo”

1.2 Identifikasi Masalah

Seperti yang telah dijabarkan dalam latar belakang masalah, maka

kaitannya dengan pembelajaran menyusun teks cerita pendek dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut.

Pertama ialah faktor siswa, siswa kurang berpengalaman dalam menyusun

teks cerita pendek sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk menguasainya.

Latihan yang rutin juga dibutuhkan siswa untuk meningkatkan keterampilan

menyusun teks cerita pendek.

Kedua ialah faktor proses pembelajaran, selama proses pembelajaran guru

banyak menggunakan metode ceramah, guru kurang memberikan kesempatan

siswa untuk berlatih menulis cerita pendek. Selain itu, penggunaan media untuk

menarik perhatian siswa jarang dilakukan dan kurang bervariasi. Waktu

pembelajaran yang singkat juga menjadi masalah tersendiri bagi siswa.

Ketiga ialah faktor sikap sosial siswa, kurang adanya keberanian dari

siswa untuk menyampaikan pendapat, tugas yang tidak dikerjakan sendiri, dan

tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kurang

menghargai pendapat siswa lain, ditunjukkan dengan tindakan yang tidak

menyimak pendapat yang disampaikan.

Keempat ialah faktor buku teks, penerapan kurikulum yang baru membuat

(27)

diterbitkan masih banyak contoh teks cerpen yang tidak sesuai, contoh yang

diberikan cenderung lebih banyak teks dongeng bukan teks cerpen. Sehingga,

membuat siswa kesulitan dalam memahami teks cerpen.

Kelima ialah faktor keterampilan siswa, siswa kesulitan dalam

mengembangkan ide dalam menulis cerpen. Siswa kurang terampil dalam

mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya dalam

bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang muncul

beragam. Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan

penelitian ini bisa fokus dan tidak meluas. Penelitian ini difokuskan pada upaya

peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi

Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual pada

siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo.

1.4 Rumusan Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang terkandung

dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar menekankan pada beberapa aspek

yaitu (1) proses, (2) keterampilan, (4) sikap religius, dan (5) sikap sosial.

Sehingga yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

(28)

1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks

cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik

meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1

Wonosobo?

2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan

bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam

mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N

1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan

menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan

teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual?

3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri

siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran

peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi

Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media

audiovisual?

4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan

strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media

audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti

pembelajaran menyusun teks cerpen?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini

(29)

1) Mendeskripsikan kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks

cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik

meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1

Wonosobo.

2) Mendeskripsikan perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan

bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam

mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N

1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan

menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan

teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

3) Mendeskripsikan perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan

percaya siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti

pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan

strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media

audiovisual.

4) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen kelas VII

A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks

cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita

melalui media audiovisual.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun

(30)

diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga

dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan pembelajaran menyusun teks cerita

pendek. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk menambah khasanah

pengetahuan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama penerapan

strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media

audiovisual dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Sedangkan manfaat

praktis dalam penelitian ini bagi peserta didik, penelitian ini dapat meningkatkan

pola belajar siswa sehingga menjadi lebih baik serta dapat meningkatkan

kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran menyusun teks cerita pendek.

Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran untuk

meningkatkan kinerja guru terutama dalam membelajarkan kompetensi menyusun

teks cerita pendek. Khususnya untuk meningkatkan keterampilan menyusun teks

cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan

cerita melalui media audiovisual. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan acuan pelaksanaan pembelajaran menyusun teks

cerita pendek yang lebih menarik dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi

(31)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1Kajian Pustaka

Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis cerita pendek sudah

banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu, penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan topik penelitian ini digunakan sebagai acuan. Beberapa

penelitian terdahulu yang cukup relevan digunakan sebagai kajian pustaka

penelitian ini dilakukan oleh Ibnian (2010), Parede (2011), Ratmandani (2009),

Miftahurrohim (2009), Anisa (2010), dan Nadiya (2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ibnian (2010) merupakan penelitian yang

mengkaji tentang penggunaan teknik konsep cerita untuk meningkatkan

keterampilan menulis cerita pendek pada siswa EFL kelas sepuluh. Metode yang

digunakan oleh Ibnian adalah dengan memilih secara acak empat kelas dari

sekolah di Amman. Dua kelas sebagai kelas eksperimen, sedangkan dua lainnya

sebagai kelas kontrol. Siswa dari kelas eksperimen diberi intruksi untuk menulis

cerpen menggunakan teknik konsep cerita, sedangkan kelas kontrol menggunakan

metode tradisional. Tahap selanjutnya adalah dengan memberikan tes menulis

cerpen pada masing-masing kelas. Waktu yang diberikan untuk menulis cerpen

(32)

Hasil yang dicapai setelah dilakukan tes adalah penggunaan teknik konsep

cerita memberikan dampak positif pada keterampilan menulis cerpen siswa kelas

sepuluh. Peningkatan keterampilan dapat dilihat dari perbaikan organisasi

penulisan, teknik penulisan, penggunaan bahasa pada menulis kreatif (kelancaran,

fleksibilitas, munculnya ide baru, dan perluasan ide).

Pardede (2011) melakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan cerita

pendek untuk mengajarkan keterampilan berbahasa. Pardede menggunakan cerpen

untuk mengajarkan empat keterampilan berbahasa. Metode yang digunakan

adalah dengan memilih dua kelas untuk diberikan teks yang berbeda. Kelas yang

pertama diberikan teks nonsastra, sedangkan kelas yang lain diberikan teks sastra

yaitu cerpen.

Selanjutnya dilakukan tes pada masing-masing kelas, tes tersebut meliputi

keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Pada tes keterampilan

membaca diberikan tiga macam soal yaitu mengisi tabel kelas kata berdasarkan

teks yang sudah dibaca. Soal yang kedua adalah mengisi sinonim atau definisi

dari kata yang terdapat pada teks, dan yang terakhir adalah melengkapi kalimat

rumpang menggunakan sinonim kata pada soal sebelumnya.

Pada tes keterampilan menulis, siswa diberikan soal untuk menulis sebuah

dialog antara seorang anak dan ayahnya. Selanjutnya dialog tersebut

dikembangkan menjadi sebuah cerpen yang berisi tokoh, setting, klimaks, dan

resolusi. Untuk tes keterampilan berbicara, siswa diperintahkan untuk membaca

(33)

membaca teks dan siswa menyimak teks yang dibacakan guru. Selanjutnya guru

memberikan pertanyaan berdasarkan teks yang dibacakan.

Hasil yang dicapai dengan penggunaan cerpen adalah bertambahnya

perbendaharaan kata pada keterampilan membaca, pada keterampilan menulis

siswa menjadi lebih kreatif, cerpen dapat menjadi sumber belajar pada

keterampilan menyimak dan berbicara.

Ratmandani (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Peningkatan

Keterampilan Menulis Cerpen Berdasarkan Teks Berita Melalui Model

Pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada Siswa Kelas X 2 SMA

N 1 Karanggede. Berdasarkan analisis dan Penelitian keterampilan menulis cerita

pendek dengan model pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada

siswa kelas X 2 SMA N 1 Karanggede mengalami peningkatan dari siklus I ke

Siklus II sebesar 15,74% atau 24,49%. Dengan nilai rata-rata pada siklus I sebesar

64,25 % dan siklus II sebesar 79,99%.

Penelitian yang dilakukan Ratmandani memiliki persamaan dan perbedaan

dengan judul yang diangkat oleh peneliti, persamaannya adalah kedua penelitian

ini mengangkat topik tentang keterampilan menulis cerpen. Perbedaannya terletak

pada penggunaan model dan media, selain itu kurikulum yang diterapkan juga

berbeda. Model yang digunakan Ratmandani adalah

Team-Assisted-Individualization (TAI) dengan teks berita sebagai acuan dalam menulis cerpen.

Peningkatan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa kelas X 2

SMA N 1 Karanggede diikuti perubahan perilaku belajar yang positif dari

(34)

pembelajaran, selain itu siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran

menulis cerita pendek. Namun, pada siklus II siswa sudah terlihat lebih aktif siswa

tidak ragu lagi untuk menanyakan materi yang kurang dipahami siswa juga lebih

bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.

Berkenaan dengan penggunaan strategi Think-Talk-Write (TTW),

Miftahurrohim (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Strategi

Think-Talk-Write untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan

argumentasi pada siswa Kelas X-9 SMA Nasional Pati penggunaan strategi TTW

mampu meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi dan dapat

mengubah perilaku siswa keals X-9 SMA Nasional Pati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran

menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW, keterampilan siswa

mengalami peningkatan sebesar 23,94 %. Skor rata-rata kelas pada tahap prasiklus

sebesar 58,67 % dan mengalami peningkatan sebesar 16,96% menjadi 75,63 pada

siklus I. Kemudian pada siklus II, skor rata-rata kelas meningkat sebesar 6,98%

menjadi 82,61. Pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW

dapat mengubah perilaku siswa, siswa yang sebelumnya merasa kurang siap dan

kurang aktif dalam pembelajaran menjadi siap dan lebih aktif mengikuti

pembelajaran.

Peneliti lain yang menggunakan Think-Talk-Write (TTW) adalah Anisa

(2010) dengan judul penelitian Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan

Narasi dengan Mengubah Teks Wawancara melalui Model Think-Talk-Write

(35)

bahwa keterampilan menulis karangan narasi dengan mengubah teks wawancara

siswa pada tahap prasiklus sebesar 60,7 dengan kategori cukup. Setelah dilakukan

tindakan melalui model TTW pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai sebesar

66,3 dengan kategori cukup. Tindakan dan nilai rata-rata pada siklus I belum

mencapai tujuan yang akan dicapai yaitu sebesar 70. Oleh karena itu peneliti

melakukan tindakan siklus II.

Pada siklus II ini rata-rata yang dicapai sebesar 77,8 dengan kategori baik.

Hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar 17,1 atau 28,1 % dari prasiklus ke

siklus II. Selain itu perilaku-perilaku negatif maupun yang kurang sesuai dengan

prinsip-prinsip TTW mengalami perubahan ke arah positif dari siklus I ke siklus

II. Dari hasil pembehasan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan

keterampilan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi siswa kelas VII

A SMP N 2 Cepiring setelah dilakukan pembelajaran mengubah teks wawancara

menjadi karangan narasi dengan model TTW. Selain itu, perubahan perilaku

dalam penelitian ini adalah para siswa tampak senang, lebih semangat, aktif

mengikuti pembelajaran, antusias dalam bertanya, serta sangat memperhatikkan

penjelasan guru.

Berkaitan dengan penelitian keterampilan menulis cerpen menggunakan

strategi Think-Talk-Write (TTW) sudah dilakukan oleh Nadiya (2010) dengan

judul Penggunaan Strategi Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan

keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X 4 SMA N 1 Welahan Kabupaten

(36)

II, baik berupa data tes maupun data nontes. Dari data tes dapat diketahui

peningkatan nilai menulis cerpen dengan strategi TTW.

Nilai rata-rata pada siklus I mencapai 69,26. Setelah dilakukan siklus II

meningkat menjadi 79,20 atau meningkat sebanyak 14,35% dari siklus I. Begitu

juga dengan nilai per aspeknya yang mengalami peningkatan dari siklus I ke

siklus II. Berdasarkan data nontes yang terdiri atas observasi, hasil jurnal siswa,

hasil jurnal guru, wawancara dengan siswa, dan dokumentasi foto yang diambil

saat kegiatan pembelajaran berlangsung terlihat adanya perubahan perilaku siswa

yang terlihat lebih tertarik, lebih serius, dan bersemangat dalam melaksanakan

kegiatan menulis cerpen.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nadiya mempunyai beberapa

kelemahan antara lain, (1) langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan tidak

sesuai dengan tahap-tahap strategi TTW, (2) pada tahap think dalam strategi TTW

kegiatan yang dilakukan siswa salah satunya adalah membuat catatan kecil

tentang ide-ide dengan bahasanya sendiri, pada pembelajaran yang dilakukan

Nadiya tahap think tidak ada kegitan tersebut, (3) Pada aspek peranan dan tugas

guru dalam strategi TTW masih kurang lengkap, langkah pembelajaran yang

dilakukan nadia tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan

ide secara lisan sesuai dengan peranan guru dalam TTW.

Keunggulan penelitian ini dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu

adalah pengembangan yang dilakukan pada strategi yang digunakan. Tahap think

pada strategi TTW yang pertama adalah dengan memberikan soal pada siswa,

(37)

video kemudian siswa mengidentifikasi unsur-unsur pembangun cerita dalam

video yang ditayangkan. Setelah itu siswa membuat catatan kecil tentang hasil

identifikasi untuk dibawa ke forum diskusi kelompok. Penggunaan video adalah

sebagai bahan rangsangan bagi peserta didik agar lebih mudah dalam

melaksanakan pembelajaran dengan teknik yang telah dikombinasikan dengan

strategi TTW.

2.2Landasan Teoretis

Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah (1) Hakikat cerita

pendek, mencakup pengertian dan unsur pembangun cerita pendek, (2) Hakikat

teks cerita pendek, mencakup pengertian teks cerpen, struktur teks cerpen, dan

kaidah kebahasaan teks cerpen, (3) Hakikat menulis teks cerita pendek, mencakup

pengertian menulis teks cerpen dan tahap-tahap menulis teks cerpen, (4) Strategi

Think-Talk-Write (TTW), (5) Teknik meneruskan cerita, (6) Media audiovisual,

(7) Sikap religius dan sikap sosial, (8) Penerapan strategi TTW dan teknik

meneruskan cerita melalui media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks

cerpen.

2.2.1 Hakikat Cerita Pendek 2.2.1.1Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek adalah cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku

cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam,

(38)

Haryati (2011:21) cerita pendek adalah cerita yang berbentuk cerita yang

berbentuk prosa yang relatif pendek. Predikat pendek di sini bukan ditentukan

oleh panjang pendeknya halaman untuk mewujudkan cerita itu atau sedikitnya

tokoh yang terdapat di dalamnya, melainkan disebabkan oleh ruang lingkup

permasalahan yang ingin disampaikan lewat bentuk karya itu.

Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7) mengungkapkan bahwa cerpen

adalah karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah pendek yang

mengandung kisah tunggal. Jakob Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7)

mendeskripsikan cerpen sebagai cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan

berupa analisis argumentasi dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta

relatif pendek. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentunya yang jauh lebih

pendek dari novel, melainkan dari aspek masalahnya.

Batasan panjang karangan sebuah cerpen Nugroho Notosusanto (dalam

Kusmayadi 2010:7) menyatakan bahwa panjang cerpen sekitar 5.000 kata atau

kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap. Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi

2010:8) mengatakan umumnya panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata.

Sedangkan untuk cerpen-cerpen anak tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun

ceritanya tidak terlalu panjang kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal,

tengah, dan akhir cerita).

Pendapat lain menyebutkan bahwa pedoman umum cerpen terdiri atas

2.000 kata 10.000 kata. Penggolongannya adalah sebagai berikut : cerita pendek

(short story), cerita pendek yang pendek (short, short story), cerita pendek yang

(39)

sampai 1.000 kata cerpen jenis ini biasanya disebut cerita mini. Adapun cerpen

yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut dengan cerpan (Kusmayadi

2010:8).

Cerpen memiliki ciri yang berbeda dengan jenis prosa yang lain, ciri

cerpen yang diungkapkan oleh Kusmayadi (2010:8) adalah (1) cerita pendek

merupakan sebuah kisahan pendek yang dibatasai oleh jumlah kata atau halaman,

(2) cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada peristiwa. Artinya,

peristiwa yang diceritakan hanya satu (tunggal), (3) cerita pendek mempunyai

satu alur, (4) latar dalam cerita pendek biasanya tunggal. Terkadang latar tidak

begitu penting perannya, hanya sebagai pelengkap cerita saja karena tidak

dideskripsikan secara lengkap, (5) cerita pendek memuat jumlah tokoh yang

terbatas, penokohan dalam cerita pendek terfokus pada tokoh utama saja.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek

adalah karya sastra berbentuk prosa yang berisi cerita mengenai seorang tokoh

dan peristiwa yang dialaminya, konfliknya sederhanya dan memiliki kesan

tunggal.

2.2.1.2Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Dalam cerita pendek terdapat unsur-unsur yang membangun cerita tersebut

dari dalam sehingga dapat membentuk suatu cerita yang menarik dan susunan

peristiwanya jelas. Unsur-unsur pembangun cerita pendek mencakupi tema,

tokoh/penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat

(40)

a. Tema

Tema adalah pokok permasalah sebuah cerita, makna cerita, gagasan

pokok, atau dasar cerita. Tema adalah gagasan sentral yakni sesuatu yang hendak

diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi, tema suatu karya sastra dapat

tersurat dan dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas

dinyatakan oleh pengarangnya, disebut tersirat apabila tidak secara tegas

dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang (Baribin

1985:59).

Suharianto (2005:17) tema adalah permasalahan yang merupakan titik

tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus

merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu.

Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita

(Kusmayadi 2010:19).

Dalam sebuah cerpen tema yang menarik sangatlah penting, dengan tema

yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk membacanya. Sebuah

tema merupakan hal yang menghubungkan cerita dari awal sampai akhir. Tokoh,

alur, latar, dan unsur lainnya sangat bergantung pada tema saat penulisan sebuah

cerpen. Pemilihan kata juga sangat berhubungan dengan tema, penggunaan

kata-kata yang berlebihan bisa jadi akan mengaburkan inti cerita tersebut. Penceritaan

yang fokus pada sebuah inti cerita, tidak melebar tanpa suatu kejelasan akan

(41)

Dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau sentral dari

keseluruhan cerita yang disampikan pengarang. Pengarang dapat menyampaikan

cerita secara tersirat maupun tersurat.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh menunjuk pada pelaku cerita, tokoh ialah individu rekaan yang

mengalami peristiwa atau berlakuan dalam cerita. Tokoh pada umunya berwujud

manusia meskipun dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan

(Haryati 2011:25). Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1994:165)

tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya

naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan. Dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan pelaku

dalam sebuah cerita atau bisa disebut juga bahwa tokoh merupakan individu

rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh,

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2009:165). Sedangkan menurut

Suharianto (2005:20) penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh

cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan

hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-sitiadatnya, dan sebagainya. Pendapat

lain dari Stanton (dalam Baribin 1985:54) yang dimaksud perwatakan atau

penokohan dalam suatu fiksi dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu

(42)

kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk

individu yang bermain dalam suatu cerita.

Cerpen akan menarik dibaca jika pengarang bisa menciptakan tokoh yang

berkarakter kuat. Penciptaan karakter dapat digali dari nama pelaku, umur,

pekerjaan, tempat tinggal, penampilan, perilaku, status, status sosial,

teman-temannya, obsesinya, dan hal yang dibencinya. Untuk menjaaga efektevitas cerita,

sebuah cerpen sebaiknya tidak memiliki terlalu banyak tokoh. Jika terlalu banyak

tokoh justu bisa mengaburkan jalan cerita.

Penggambaran watak tokoh akan lebih menarik jika tidak dituliskan terlalu

detail. Penggambaran watak tokoh yang sedikit diberikan oleh pengarang akan

menarik pembaca untuk lebih meresapi lagi cerpen yang dibacanya. Pembaca

akan lebih memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh seorang tokoh

misalnya kebiasaan yang dilakukannya, dialog dengan tokoh lain, dan pendapat

tokoh lain untuk mengetahui watak dan karakter tokoh tersebut.

Dari definisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh

adalah individu yang terlibat dalam sebuah cerpen. Tokoh dibedakan menjadi dua

yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Penokohan adalah penggambaran watak

tokoh dalam cerpen, dalam menggambarkan watak tokoh terdapat dua metode

yaitu metode langsung dan tidak langsung.

c. Latar (Setting)

Latar atau disebut juga setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita.

Unsur cerita yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian

(43)

tumpu yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi (Kusmayadi 2010:24). Menurut

Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:216) latar atau setting yang disebut juga

sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Sementara Nuryatin (2010:13) berpendapat bahwa latar adalah gambaran

tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Itu berarti

bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial

terjadinya cerita. Aminuddin (2009:66) setting adalah latar peristiwa dalam karya

fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal

dan fungsi psikologis. Jadi latar atau setting menunjuk pada tempat, waktu, dan

lingkungan sosial terjadinya cerita.

Menurut Kusmayadi (2010:24) secara garis besar latar cerita dapat dibagi

ke dalam tiga bagian, yakni latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan

masalah geografis, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa

terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu pada

saat terjadinya peristiwa. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan

kemasyarakatan, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang

atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya

dalam kehidupan sosial dapat digolongkan menurut tingkatannya.

Dalam penulisan cerpen pemilihan latar yang tepat akan mendukung

jalannya cerita. Pilihlah latar yang berkaitan dengan tokoh dan kejadian yang

(44)

tipikal dan tidak mudah ditebak. Pilihlah sebuah latar yang tiba-tiba bisa

memunculkan konflik bagi pelakunya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah tempat dan waktu

tejadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar juga dapat berarti lingkungan

terjadinya cerita.

d. Alur (Plot)

Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah prosa fiksi

yang memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan

keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto 2005:18). Menurut Baribin

(1985:61) alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang

disusun secara logis, dalam pengertian ini alur merupakan suatu jalur tempat

lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus.

Stanton (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan bahwa plot

adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadiannya itu hanya

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau

menyebabkan peristiwa yang lain. Menurut Forster (dalam Nurgiyantoro

2009:113) plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada

adanya hubungan kausalitas. Sedangkan menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro

2009:113) mengemukakan plot sebgaai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan

dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa

itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:113)

(45)

peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian

berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik

tertentu. Aminuddin (2009:83) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh

tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh

para pelaku dalam suatu cerita.

Suharianto (2005:19) berdasarkan susunannya alur dibedakan menjadi tiga

yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. Alur lurus yaitu plot yang

mengisahkan peristiwa-peristiwa dalam cerita bersifat kronologis. Peristiwa yang

pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa selanjutnya. Secara runtut

cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Jenis plot yang kedua yaitu Plot

Sorot Balik (flash-back), urutan kejadian yang dikidahkan tidak bersifat

kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap

tengah atau akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Yang ketiga adalah

alur gabungan yaitu gabungan dari alur lurus dan sorot balik.

Dalam penulisan cerpen paragraf pertama yang menarik akan membuat

pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Paragraf

pertama juga bisa menentukan jenis alur apa yang digunakan oleh pengarang.

Pastikanlah bahwa alur dalam cerpen yang ditulis lengkap, yakni harus ada

pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup. Penutup alur yang tidak terduga

akan membuat pembaca lebih penasaran, pembaca akan menebak-nebak akhir

(46)

Jadi dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkain peristiwa yang atau

keseluruhan peristiwa yang membentuk keseluruhan cerita. Menurut susunannya

alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan.

e. Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang pada cerita yang

ditulisnya (Sukirno 2010:89). Menurut Kusmayadi (2010:26) sudut pandang pada

dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan

yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita,

sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap

peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang

utuh. Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:248) mengemukakan bahwa sudut

pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan

atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan

tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Pendapat lain dari Baribin (1985:75) sudut pandang atau pusat pengisahan

adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia

melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik

pandangan pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita dan

memahami temanya. Aminuddin (2009:90) titik pandang atau sudut pandang

adalah cara pengarang menampilakan para pelaku dalam cerita yang

(47)

strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk

mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Dalam sebuah cerpen pengarang bisa terlibat langsung atau tidak terlibat

dalam cerita. Jika pengarang ingin terlibat dalam cerpen yang ditulisnya akan

lebih baik jika penulisannya bukan hanya merupakan ungkapan hati atau

keresahan hati pengarang tanpa adanya konflik yang menarik. Pembaca tentu

tidak akan suka dengan cerpen yang tanpa konflik.

Dari definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut

pandang adalah penempatan posisi pengarang dalam cerita. Pengarang bisa

terlibat dalam cerita maupun tidak terlibat dalam cerita.

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang

dalam menggunakan bahasa, tingkah laku berbahasa ini merupakan sarana sastra

yang amat penting (Baribin 1985:64). Menurut Kusmayadi (2010:27) gaya bahasa

adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan

karya sastra yang hidup dan indah, pengolahan bahasa harus didukung oleh

pemilihan kata (diksi) yang tepat.

Aminuddin (2009:72) mengemukakan gaya bahasa mengandung

pengertian cara seorang pengarang menyampaiakan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan

(48)

Dalam menulis cerpen gaya bahasa akan membuat ciri khas tersendiri bagi

pengarangnya. Buatlah gaya penulisan tersendiri dalam menulis cerpen agar

penulis mempunyai ciri tersendiri bagi karya-karya yang dibuatnya.

Jadi gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya

melalui bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan pengarang satu

dengan yang lainnya berbeda, karena setiap pengarang mempunyai gaya bahasa

yang khas.

g. Amanat

Amanat cerpen adalah pesan moral pengarang cerpen yang ingin

disampaikan kepada pembacanya agar di akhir cerita itu pembaca dapat memetik

hikmah di balik peristiwa itu (Sukirno 2010:90). Kosasih (2012: 40) menyebutkan

bahwa amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak

disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Nurgiyantoro

(2009:320) amanat atau moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh

pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah

karya, makna yang disarankan lewat cerita.

Dalam menulis sebuah cerpen tentunya pengarang ingin menyampaikan

pesan kepada pembacanya. Sebuah cerpen yang baik tentunya harus mengandung

ajaran-ajaran moral yang baik yang dapat dipelajari oleh pembacanya. Pesan yang

akan disampaikan bisa secara langsung, misalnya melalui dialog antartokoh dalam

cerita. Bisa juga disampaikan secara tidak langsung, pembaca harus lebih jeli

(49)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan

pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita yang

ditulisnya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara implisit (langsung) dan

eksplisit (tidak langsung).

2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek 2.2.2.1Pengertian Teks Cerita Pendek

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis teks, artinya

pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar. Berbagai macam teks

digunakan sebagai dasar pembelajaran dalam kurikulum 2013, baik teks sastra

maupun nonsastra. Teks cerpen merupakan salah satu teks yang diajarkan dalam

kurikulum 2013 dan harus dikuasai siswa.

Dalam kurikulum 2013 teks tidak diartikan sebagai bentuk bahasa tulis.

Mahsun (dalam Sufanti 2013:38) mengungkapkan bahwa teks itu ungkapan

pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan konteksnya.

Sedangkan Maryanto (dalam Sufanti 2013:38) juga menyatakan bahwa yang

dimaksud teks dalam kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan

multimodal seperti gambar.

Hartoko dan Rahmanto (dalam Sufanti 2013:38) mendefinisikan teks

sebagai urutan teratur sejumlah kalimat yang dihasilkan dan atau ditafsirkan

sebagai suatu keseluruhan yang kait mengait. Kim dan Gilman (dalam Sufanti

(50)

pengertian ini mendukung pendapat bahwa teks dapat terdiri atas teks tulis dan

teks lisan.

Dari beberapa definisi teks di atas dapat disimpulkan bahwa teks cerpen

merupakan karya sastra yang berasal dari ungkapan pikiran seseorang berbentuk

prosa, berisi cerita mengenai seorang tokoh dan peristiwa yang dialaminya,

konflikya sederhana, memiliki kesan tunggal, dan bisa disampaikan secara lisan

maupun tulisan.

2.2.2.2Struktur Teks Cerita Pendek

Secara sederhana struktur teks cerita pendek terdiri atas tiga bagian yaitu

orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan

awalan masuk ke tahap berikutnya (Kemendikbud:2013).

Kedua komplikasi, pada bagian ini tokoh utama berhadapan dengan

masalah (problem). Bagian ini merupakan bagian inti dari teks, masalah harus

ada. Jika tidak ada masalah harus diciptakan. Dalam komplikasi disajikan

berbagai peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun

kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Kemendikbud:2013).

Bagian terakhir yaitu resolusi, bagian ini merupakan kelanjutan dari

komplikasi yaitu pemecahan masalah. Masalah harus diselesaikan dengan cara

yang kreatif (Kemendikbud:2013). Struktur teks cerpen dapat dilihat dalam bagan

(51)

Struktur Teks Cerita Pendek

Orientasi

Komplikasi

Resolusi Bagan 1 Struktur Teks Cerpen

Sumber

: Kemendikbud (2013)

Menurut Gerot dan Wignell (1994:204) struktur teks cerita pendek terdiri

atas (1) Orientasi, kumpulan adegan, tempat kejadian, dan pengenalan pelaku

dalam cerita, (2) Komplikasi, peningkatan permasalahan, tingkat kegawatan mulai

menanjak, (3) Resolution, masalah telah dipecahkan atau diselesaikan, bisa juga

disebut sebagai peleraian.

2.2.2.3Kaidah Kebahasaan Cerita Pendek

Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang lengkap tersusun atas

unsur-unsur pembangunnya, seperti tokoh, penokohan, latar, dan alur. Selain itu

isi cerita yang ditulis juga harus sesuai dengan tema yang diangkat. Kesesuaian isi

dengan tema yang dipilih menggambarkan bahwa penulis menguasai tema cerita

pendeknya.

Selain unsur pembangun cerita pendek, cerita pendek yang baik sesuai

dengan unsur-unsur kebahasaan. Di antaranya adalah organisasi, kosakata,

(52)

1. Organisasi

Gagasan yang disampaikan melalui cerita pendek harus komunikatif, jelas,

padat, tertata dengan baik, dan memiliki urutan cerita yang logis, serta

kohesif.

2. Kosakata

Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang kaya akan penggunaan

kosa kata, menggunakan pilihan kata dan ungkapan yang efektif, dan

menguasai pembentukan kata.

3. Penggunaan Bahasa

Cerita pendek yang baik memiliki konstruksi yang kompleks dan efektif,

serta memiliki sedikit kesalahan dalam penggunaan bahasa baik urutan

maupun fungsi kata.

4. Aturan Penulisan atau Mekanik

Aturan penulisan atau mekanik mengupas mengenai ejaan, tanda baca,

penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf.

2.2.3 Hakikat Menyusun Teks Cerita Pendek 2.2.3.1Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek

Keterampilan menyusun teks cerita pendek merupakan salah satu

kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum 2013 untuk jenjang Sekolah

Menengah Pertama (SMP) khususnya kelas VII. Kompetensi dasar yang

Gambar

Tabel 1 Penerapan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui
Tabel 3 Konversi Nilai Kompetensi Sikap
Tabel 4 Aspek Penilaian Cerita Pendek
Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Nontes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya ruang terbuka publik yang berada di kampus UPI karena keberadaan ruang publik pada perguruan tinggi sangat penting

Tabel 4.17 Tabel korelasi Tegangan Otot dan Tinggi Badan Posisi Duduk Pada Posisi

juga memberikan pemahaman pada siswa tentang dunia kerja; (4) fasilitas lain selain sebagai tempat praktek dengan adanya kemampuan sekolah untuk memanfaatkan peralatan yang

minuman dalam kemasan yang menjadi peminat utama dari produk ini adalah

The title of my thesis is Semiotic analysis of the front cover of women‟s fiction novels, while the topic is about Semiotics.. Women‟s fiction novel is “a

The novels I have decided to analyze are The Devil Wears Prada by Lauren Weisberger and Mammon Inc.. by Hwee

Untuk dapat melakukan gerak ritmik (gerak berirama) secara baik, anak harus menguasai gerakan dasar yaitu gerakan berjalan, berlari, meloncat, dan mengayun lengan. Setelah

Langkah untuk mendesain/mengembangkan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi (seks) bagi anak di lingkungan keluarga dilakukan dengan cara: 1) melakukan analisis