MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO
Skripsi
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
Estu Winantu Untoroaji
2101410144
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
i SARI
Untoroaji, Estu Winantu. 2016. Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Dra. Nas Haryati S, M.Pd.
Kata kunci : menyusun teks cerita pendek, strategi Think-Talk-Write (TTW), teknik meneruskan cerita, media audiovisual.
Keterampilan menyusun teks cerpen siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo masih belum optimal. Masalah yang muncul pada pembelajaran tersebut diidentifikasi dari proses pembelajaran, sikap religius, sikap sosial, dan keterampilan dalam pembelajaran. Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan observasi awal terkait keterampilan siswa, yaitu siswa kesulitan dalam mengembangkan ide untuk menyusun teks cerpen. Oleh karena itu, peneliti memberikan solusi dengan menggunakan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo? (2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen?
ii
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Proses pembelajaran menyusun teks cerita pendek dengan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual berjalan dengan baik dan lancar. Terjadi peningkatan pada keantusiasan dan minat siswa; kekondusifan diskusi kelompok mengidentifikasi struktur teks cerita pendek; keintensifan diskusi kelompok setelah menyimak tayangan video; keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek; dan keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek. Rata-rata skor proses pembelajaran siklus I sebesar 78,89 % dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 86,24 % sehingga peningkatan proses pembelajaran dari siklus I ke siklus II sebesar 7,35 %.
Siswa telah bersikap religius yang berkategori baik selama mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen. Hal ini menunjukkan bahwa sikap religius
sudah tertanam dalam diri siswa, pembiasaan diri dengan berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran, berdo’a dengan sikap yang baik (tidak membuat gerakan yang tidak perlu atau mengeluarkan suara yang membuat gaduh), memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan pendapat atau presentasi, menjawab salam guru atau teman yang mengucapkan salam.
Sikap sosial siswa mengalami peningkatan ke arah positif, siswa sudah menunjukkan sikap sosial yang baik. Hal tersebut diidentifikasi dari indikator sikap percaya diri, toleransi, gotong royong, dan santun. Tiap sikap sosial mengalami peningkatan yang cukup baik.
Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus I sebesar 2,63 termasuk dalam kategori baik, namun masih terdapat beberapa siswa yang belum mencapai ketuntasan penelitian yang telah ditentukan. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II membuat rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen mengalami peningkatan. Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 0,46 dari nilai rata-rata 2,63 pada siklus I menjadi 3,02 pada siklus II.
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
1. Tidak semua dari kita dapat menjadi pemenang, karena pasti ada orang-orang
yang bertepuk tangan dan memberi selamat kepadanya.
2. Hidup memang tidak adil, kadang keberuntungan tidak selalu bersama
dengan orang yang berusaha keras. Jadi mulailah membiasakan diri.
3. Jika kepandaianmu tidak sanggup untuk memukau dan meyakinkan
seseorang, maka buatlah dia bingung dengan ketidak tahuanmu.
Persembahan :
Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Orang tua tercinta
2. Keluarga yang memberi dukungan
vii PRAKATA
Puji Syukur ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi
Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada
Siswa Kelas VII A Smp N 1 Wonosobo.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tersusun bukan atas kemampuan dan
usaha penulis sendiri. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Dra. Nas Haryati S, M.Pd yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu hingga
menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang;
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian;
3. Sumartini, S.S., M.A., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan arahan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini;
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis;
5. Kepala SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah memberikan izin penelitian
6. Pujianto, S.Pd., guru bahasa dan sastra Indonesia SMP Negeri 1 Wonosobo
viii
7. siswa-siswi kelas VII A SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah bersedia
membantu dan belajar bersama;
8. sahabat-sahabat penulis, teman-teman BSI angkatan 2010, teman-teman kos
Rifa’i yang telah berjuang bersama;
9. semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
dunia pendidikan.
Semarang, November 2015
ix DAFTAR ISI
SARI ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Rumusan Masalah ... 7
1.5 Tujuan Penelitian ... 8
1.6 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ... 11
2.2 Landasan Teoretis ... 17
2.2.1 Hakikat Cerita Pendek ... 17
2.2.1.1 Pengertian Cerita Pendek... 17
2.2.1.2 Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 19
2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek ... 29
2.2.2.1 Pengertian Teks Cerita Pendek ... 29
2.2.2.2 Struktur Teks Cerita Pendek ... 30
2.2.2.3 Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Pendek ... 31
x
2.2.3.1 Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek ... 32
2.2.4 Strategi Think-Talk-Write (TTW) ... 34
2.2.5 Teknik Meneruskan Cerita ... 37
2.2.6 Media Audiovisual ... 39
2.2.7 Hakikat Sikap Religius dan Sikap Sosial ... 43
2.2.7.1 Sikap Religius ... 43
2.2.7.2 Sikap Sosial ... 45
2.3 Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerita Pendek ... 48
2.4 Kerangka Berpikir ... 51
2.5 Hipotesis Tindakan ... 52
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 54
3.1.1 Prosedur Tindakan Kelas Siklus I ... 55
3.1.1.1 Tahap Perencanaan Siklus I ... 56
3.1.1.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus I ... 57
3.1.1.3 Tahap Observasi Siklus I ... 58
3.1.1.4 Tahap Refleksi Siklus I ... 59
3.1.2 Prosedur Tindakan Kelas Siklus II ... 62
3.1.2.1 Tahap Perencanaan Siklus II ... 64
3.1.2.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus II ... 64
3.1.2.3 Tahap Observasi Siklus II... 66
3.1.2.4 Tahap Refleksi Siklus II ... 66
3.2 Subjek Penelitian ... 67
3.3 Variabel Penelitian ... 68
3.3.1 Variabel Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 68
3.3.2 Variabel Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita Melalui Media Audiovisual ... 69
3.4 Indikator Kinerja... 70
3.4.1 Indikator Kuantitatif ... 70
3.4.2 Indikator Kualitatif ... 71
3.5 Instrumen Penelitian ... 73
3.5.1 Instrumen Tes ... 74
3.5.2 Instrumen Nontes ... 76
3.5.2.1 Pedoman Observasi Proses ... 78
3.5.2.2 Pedoman Observasi Sikap Religius ... 79
3.5.2.3 Pedoman Observasi Sikap Sosial ... 79
3.5.2.4 Pedoman Wawancara ... 80
3.5.2.5 Jurnal ... 81
3.5.2.6 Dokumentasi ... 82
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 82
3.6.1 Teknik Tes ... 82
xi
3.6.2.1 Teknik Observasi ... 83
3.6.2.2 Teknik Jurnal ... 84
3.6.2.3 Teknik Wawancara ... 84
3.6.2.4 Teknik Dokumentasi ... 85
3.7 Teknik Analisis Data ... 86
3.7.1 Teknik Kuantitatif ... 86
3.7.2 Teknik Kualitatif ... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 88
4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ... 88
4.1.1.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 89
4.1.1.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I ... 101
4.1.1.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I ... 104
4.1.1.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 112
4.1.1.5 Refleksi Siklus I ... 121
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ... 125
4.1.2.1 Proses Pembelajaran Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus II ... 128
4.1.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus II ... 138
4.1.2.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus II ... 140
4.1.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 148
4.1.2.5 Refleksi Siklus II ... 156
4.2 Pembahasan ... 160
4.2.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual ... 160
xii
4.2.1.2 Kekondusifan Diskusi Kelompok Mengidentifikasi Struktur Teks
Cerita Pendek ... 164
4.2.1.3 Keintensifan Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video ... 165
4.2.1.4 Keintesifan Pelaksanaan Kegiatan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 167
4.2.1.5 Refleksi pada Akhir Pembelajaran sehingga Siswa Mengetahui Kekurangan/Kesulitan dan Cara Mengatasinya ... 169
4.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I dan Siklus II ... 171
4.2.3 Perubahan Perilaku Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun dalam Berinteraksi secara Efektif dengan Lingkungan Sosial dan dalam Jangkauan Pergaulan dan Keberadaannya sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 173
4.2.3.1 Sikap Percaya Diri ... 174
4.2.3.2 Sikap Toleransi ... 176
4.2.3.3 Sikap Gotong Royong ... 178
4.2.3.4 Sikap Santun ... 179
4.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 181
4.2.5 Keterkaitan Hasil Penelitian Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dengan Hasil Penelitian pada Kajian Pustaka ... 184
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 194
5.2 Saran ... 196
DAFTAR PUSTAKA ... 197
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penerapan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui
Media Audiovisual berdasarkan Pembelajaran Berbasis Teks ... 50
Tabel 2 Konversi Nilai Kompetensi Keterampilan ... 71
Tabel 3 Konversi Nilai Kompetensi Sikap ... 73
Tabel 4 Aspek Penilaian Cerita Pendek... 73
Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Nontes ... 77
Tabel 6 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 90
Tabel 7 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus I ... 102
Tabel 8 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus I ... 104
Tabel 9 Hasil Penilaian Observasi Sikap Toleransi Siklus I ... 106
Tabel 10 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus I ... 109
Tabel 11 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus I ... 110
Tabel 12 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 112
Tabel 13 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus I ... 114
Tabel 14 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus I ... 115
Tabel 15 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus I .... 116
Tabel 16 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut Pandang Siklus I ... 117
Tabel 17 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan Penokohan Siklus I ... 118
Tabel 18 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya Bahasa Siklus I ... 120
Tabel 19 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 121
Tabel 20 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II .. 128
Tabel 21 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus II ... 138
Tabel 22 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus II ... 141
xiv
Tabel 24 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus II ... 145
Tabel 25 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus II ... 147
Tabel 26 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 149
Tabel 27 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus II .. 150
Tabel 28 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus II .... 151
Tabel 29 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus II ... 152
Tabel 30 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut
Pandang Siklus II ... 153
Tabel 31 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan
Penokohan Siklus II ... 154
Tabel 32 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya
Bahasa Siklus II ... 155
Tabel 33 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan
Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 156
Tabel 34 Perbandingan Hasil Penilaian Observasi Proses Pembelajaran
Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 161
Tabel 35 Sikap Religius Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun
Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 172
Tabel 36 Sikap Percaya Diri Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran
Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 174
Tabel 37 Sikap Toleransi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun
Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 176
Tabel 38 Sikap Gotong Royong Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran
Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 178
Tabel 39 Sikap Santun Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun teks
Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 180
Tabel 40 Rekapitulasi dan Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Tes
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Struktur Teks Cerpen ... 31
Bagan 2 Tahap-tahap Strategi TTW ... 37
Bagan 3 Tahap-tahap Strategi TTW dalam Pembelajaran Menyusun Teks
Cerpen ... 49
Bagan 4 Kerangka Berpikir ... 52
xvi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Perbandingan Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun
Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 160
Diagram 2 Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Interaksi Guru dan Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan dan
Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen ... 93
Gambar 2 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek ... 96
Gambar 3 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi setelah Menyimak Tayangan Video ... 98
Gambar 4 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek ... 99
Gambar 5 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran ... 100
Gambar 6 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus I ... 103
Gambar 7 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya diri Siklus I ... 105
Gambar 8 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus I ... 108
Gambar 9 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Gotong Royong Siklus I ... 110
Gambar 10 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan sikap Santun Siklus I ... 112
Gambar 11 Aktivitas Siswa Menunjukkan Keantusiasan dan Minat dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 131
Gambar 12 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek Siklus II ... 133
Gambar 13 Aktivitas Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video Siklus II ... 134
Gambar 14 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus II ... 136
Gambar 15 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran Siklus II ... 138
Gambar 16 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus II ... 140
Gambar 17 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya Diri Siklus II ... 142
Gambar 18 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus II ... 144
xviii
Gambar 20 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Santun Siklus II ... 148
Gambar 21 Perbandingan Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan
dan Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen
Siklus I dan Siklus II ... 163
Gambar 22 Perbandingan Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur
Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 165
Gambar 23 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi
setelah Menyimak Tayangan Video Siklus I dan Siklus II ... 167
Gambar 24 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 169
Gambar 25 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran
xix
Lampiran 9 Pedoman Observasi Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ... 246
Lampiran 10 Pedoman Penilaian Observasi Sikap religius dan Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 247
Lampiran 11 Pedoman Penilaian Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus I dan Siklus II... 251
Lampiran 12 Pedoman Jurnal Guru Siklus I dan Siklus II ... 255
Lampiran 13 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I dan Siklus II ... 256
Lampiran 14 Pedoman Dokumentasi Siklus I dan Siklus II ... 257
Lampiran 15 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I ... 258
Lampiran 16 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus II ... 260
Lampiran 17 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus I ... 262
Lampiran 18 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus II ... 264
Lampiran 19 Nilai Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 266
xx
Lampiran 21 Hasil Jurnal Guru Siklus I ... 274
Lampiran 22 Hasil Jurnal Guru Siklus II ... 276
Lampiran 23 Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 278
Lampiran 24 Hasil Jurnal Siswa Siklus II ... 281
Lampiran 25 Hasil Tugas Kelompok Siklus I ... 284
Lampiran 26 Hasil Tugas Kelompok Siklus II ... 286
Lampiran 27 Hasil Cerita Pendek Siklus I ... 290
Lampiran 28 Hasil Cerita Pendek Siklus II... 293
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2013 menekankan keseimbangan antara kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi sikap berhubungan dengan
penanaman karakter pada peserta didik, terdapat dua sikap penting yang ingin
ditanamkan pada peserta didik. Pertama adalah sikap spiritual yang berkaitan
dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Kedua adalah
sikap sosial berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi pengetahuan berhubungan dengan kemampuan siswa
memahami materi pelajaran, menjawab pertanyaan, dan kritis terhadap materi
yang disampaikan guru. Sedangkan kompetensi keterampilan merupakan
penerapan dari pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Kompetensi keterampilan
bisa berupa praktik misalnya praktik menulis dan berbicara. Ketiga kompetensi
tersebut harus dikuasai siswa agar menjadi peserta didik yang menguasai soft skill
dan hardskill.
Pada kurikulum 2013 untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
yang berbasis teks, ada beberapa jenis teks yang diajarkan yaitu teks hasil
pendek adalah satu-satunya teks sastra yang diajarkan pada tingkat SMP.
Pemilihan cerita pendek sebagai salah satu jenis teks sastra yang diajarkan dalam
kurikulum 2013 cukup tepat karena dibandingkan dengan jenis prosa yang lain
misalnya novel, cerita pendek memiliki bentuk yang paling pendek/singkat
sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami dan menyusunnya.
Pembelajaran menyusun teks cerita pendek membutuhkan waktu yang
cukup agar peserta didik benar-benar paham dengan materi yang disampaikan.
Pembelajaran menyusun teks cerita pendek meliputi memahami hakikat cerita
pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita pendek, dan menulis atau
menyusun teks cerita pendek.
Berdasarkan kurikulum 2013 pada kelas VII semester II kompetensi
menyusun teks cerita pendek, terdapat pada KD 4.2 yaitu menyusun teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek
berdasarkan berdasarkan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun
tertulis. Pada hakikatnya pembelajaran menyusun teks cerita pendek pada
kurikulum 2013 sama dengan kurikulum sebelumya. Peserta didik harus
memahami hakikat cerita pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita
pendek, dan pada akhirnya menyusun teks cerita pendek.
Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia
kelas VII SMP N 1 Wonosobo, terdapat beberapa faktor yang membuat siswa
kesulitan dalam menguasai keterampilan menyusn cerita pendek. Dari beberapa
masalah yang ditemukan, peneliti fokus pada kesulitan yang dihadapi peserta
solusi untuk menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik
meneruskan cerita melalui media audiovisual sebagai upaya peningkatan
keterampilan menyusun teks cerita pendek untuk siswa kelas VII A SMP N 1
Wonosobo.
Solusi yang diberikan diharapkan dapat menyelesaikan kesulitan siswa
dalam mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya
dalam bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek.
Penggunaan strategi TTW yang dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita
dan media audiovisual membantu siswa dalam mengungkapkan ide dan
gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Siswa tidak akan merasakan kesulitan lagi
dalam mengungkapkan ide dan gagasannya karena siswa tinggal meneruskan
cerita pada film animasi yang telah ditayangkan. Dalam meneruskan cerita, siswa
diberikan kebebasan untuk mengembangkan idenya sesuai kreatifitas yang
dimiliki.
Penerapan solusi yang ditawarkan oleh peneliti tentunya disesuaikan
dengan penerapan kurikulum 2013 yang berbasis teks. Dalam pembelajaran yang
dilaksanakan terdapat tahapan pembelajaran berbasis teks yaitu (1) tahap
pembangunan konteks (2) pemodelan teks, (3) kerja sama membangun teks, (3)
kerja mandiri menciptakan teks yang sesuai model.
Strategi Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi
latihan berbahasa secara lisan dan menyusun bahasa tersebut dengan lancar (Huda
2013:218). Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada
namanya, strategi ini mempunyai urutan think (berpikir), talk
(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). Strategi ini digunakan untuk
mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan.
Strategi yang digunakan dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita
dan media audiovisual. Teknik meneruskan cerita merupakan suatu kegiatan yang
akan meningkatkan daya imajinasi siswa sehingga dapat meningkatkan
keterampilan menulis kreatif. Menurut Rahmanto (1988:116) teknik meneruskan
cerita merupakan satu langkah-langkah pertahapan dalam menulis karya sastra
yaitu dengan menambahkan episode khayal. Teknik meneruskan cerita bertujuan
agar siswa dapat meneruskan cerita yang sudah ada sesuai dengan daya imanijasi
yang dimiliki. Tulisan yang dihasilkan siswa harus sesuai dengan cerita yang telah
ada sebelumnya, namun pada bagian akhir berbeda bergantung pada kreativitas
siswa untuk mengakhirinya.
Salah satu cara yang baik untuk memperkenalkan teknik ini adalah dengan
memberikan bahan rangsangan berupa pemutaran film yang dihilangkan bagian
akhirnya. Pemilihan film sebagai bahan rangsangan harus disesuaikan dengan
peserta didik. Salah satu film yang sesuai dengan peserta didik kelas VII adalah
film animasi, dalam film animasi biasanya disisipkan pesan-pesan yang ingin
disampikan kepada penonton. Selain itu film animasi juga dapat menarik peserta
didik untuk mengikuti pembelajaran dan menghilangkan kejenuhan.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti memilih judul
Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada
Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo”
1.2 Identifikasi Masalah
Seperti yang telah dijabarkan dalam latar belakang masalah, maka
kaitannya dengan pembelajaran menyusun teks cerita pendek dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut.
Pertama ialah faktor siswa, siswa kurang berpengalaman dalam menyusun
teks cerita pendek sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk menguasainya.
Latihan yang rutin juga dibutuhkan siswa untuk meningkatkan keterampilan
menyusun teks cerita pendek.
Kedua ialah faktor proses pembelajaran, selama proses pembelajaran guru
banyak menggunakan metode ceramah, guru kurang memberikan kesempatan
siswa untuk berlatih menulis cerita pendek. Selain itu, penggunaan media untuk
menarik perhatian siswa jarang dilakukan dan kurang bervariasi. Waktu
pembelajaran yang singkat juga menjadi masalah tersendiri bagi siswa.
Ketiga ialah faktor sikap sosial siswa, kurang adanya keberanian dari
siswa untuk menyampaikan pendapat, tugas yang tidak dikerjakan sendiri, dan
tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kurang
menghargai pendapat siswa lain, ditunjukkan dengan tindakan yang tidak
menyimak pendapat yang disampaikan.
Keempat ialah faktor buku teks, penerapan kurikulum yang baru membuat
diterbitkan masih banyak contoh teks cerpen yang tidak sesuai, contoh yang
diberikan cenderung lebih banyak teks dongeng bukan teks cerpen. Sehingga,
membuat siswa kesulitan dalam memahami teks cerpen.
Kelima ialah faktor keterampilan siswa, siswa kesulitan dalam
mengembangkan ide dalam menulis cerpen. Siswa kurang terampil dalam
mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya dalam
bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang muncul
beragam. Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan
penelitian ini bisa fokus dan tidak meluas. Penelitian ini difokuskan pada upaya
peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi
Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual pada
siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo.
1.4 Rumusan Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang terkandung
dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar menekankan pada beberapa aspek
yaitu (1) proses, (2) keterampilan, (4) sikap religius, dan (5) sikap sosial.
Sehingga yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks
cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik
meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1
Wonosobo?
2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan
bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam
mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N
1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan
menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan
teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual?
3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri
siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran
peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi
Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media
audiovisual?
4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan
strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media
audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti
pembelajaran menyusun teks cerpen?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini
1) Mendeskripsikan kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks
cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik
meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1
Wonosobo.
2) Mendeskripsikan perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan
bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam
mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N
1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan
menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan
teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.
3) Mendeskripsikan perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan
percaya siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti
pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan
strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media
audiovisual.
4) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen kelas VII
A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks
cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita
melalui media audiovisual.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun
diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga
dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan pembelajaran menyusun teks cerita
pendek. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk menambah khasanah
pengetahuan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama penerapan
strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media
audiovisual dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Sedangkan manfaat
praktis dalam penelitian ini bagi peserta didik, penelitian ini dapat meningkatkan
pola belajar siswa sehingga menjadi lebih baik serta dapat meningkatkan
kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran menyusun teks cerita pendek.
Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran untuk
meningkatkan kinerja guru terutama dalam membelajarkan kompetensi menyusun
teks cerita pendek. Khususnya untuk meningkatkan keterampilan menyusun teks
cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan
cerita melalui media audiovisual. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan acuan pelaksanaan pembelajaran menyusun teks
cerita pendek yang lebih menarik dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1Kajian Pustaka
Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis cerita pendek sudah
banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu, penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan topik penelitian ini digunakan sebagai acuan. Beberapa
penelitian terdahulu yang cukup relevan digunakan sebagai kajian pustaka
penelitian ini dilakukan oleh Ibnian (2010), Parede (2011), Ratmandani (2009),
Miftahurrohim (2009), Anisa (2010), dan Nadiya (2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Ibnian (2010) merupakan penelitian yang
mengkaji tentang penggunaan teknik konsep cerita untuk meningkatkan
keterampilan menulis cerita pendek pada siswa EFL kelas sepuluh. Metode yang
digunakan oleh Ibnian adalah dengan memilih secara acak empat kelas dari
sekolah di Amman. Dua kelas sebagai kelas eksperimen, sedangkan dua lainnya
sebagai kelas kontrol. Siswa dari kelas eksperimen diberi intruksi untuk menulis
cerpen menggunakan teknik konsep cerita, sedangkan kelas kontrol menggunakan
metode tradisional. Tahap selanjutnya adalah dengan memberikan tes menulis
cerpen pada masing-masing kelas. Waktu yang diberikan untuk menulis cerpen
Hasil yang dicapai setelah dilakukan tes adalah penggunaan teknik konsep
cerita memberikan dampak positif pada keterampilan menulis cerpen siswa kelas
sepuluh. Peningkatan keterampilan dapat dilihat dari perbaikan organisasi
penulisan, teknik penulisan, penggunaan bahasa pada menulis kreatif (kelancaran,
fleksibilitas, munculnya ide baru, dan perluasan ide).
Pardede (2011) melakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan cerita
pendek untuk mengajarkan keterampilan berbahasa. Pardede menggunakan cerpen
untuk mengajarkan empat keterampilan berbahasa. Metode yang digunakan
adalah dengan memilih dua kelas untuk diberikan teks yang berbeda. Kelas yang
pertama diberikan teks nonsastra, sedangkan kelas yang lain diberikan teks sastra
yaitu cerpen.
Selanjutnya dilakukan tes pada masing-masing kelas, tes tersebut meliputi
keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Pada tes keterampilan
membaca diberikan tiga macam soal yaitu mengisi tabel kelas kata berdasarkan
teks yang sudah dibaca. Soal yang kedua adalah mengisi sinonim atau definisi
dari kata yang terdapat pada teks, dan yang terakhir adalah melengkapi kalimat
rumpang menggunakan sinonim kata pada soal sebelumnya.
Pada tes keterampilan menulis, siswa diberikan soal untuk menulis sebuah
dialog antara seorang anak dan ayahnya. Selanjutnya dialog tersebut
dikembangkan menjadi sebuah cerpen yang berisi tokoh, setting, klimaks, dan
resolusi. Untuk tes keterampilan berbicara, siswa diperintahkan untuk membaca
membaca teks dan siswa menyimak teks yang dibacakan guru. Selanjutnya guru
memberikan pertanyaan berdasarkan teks yang dibacakan.
Hasil yang dicapai dengan penggunaan cerpen adalah bertambahnya
perbendaharaan kata pada keterampilan membaca, pada keterampilan menulis
siswa menjadi lebih kreatif, cerpen dapat menjadi sumber belajar pada
keterampilan menyimak dan berbicara.
Ratmandani (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Peningkatan
Keterampilan Menulis Cerpen Berdasarkan Teks Berita Melalui Model
Pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada Siswa Kelas X 2 SMA
N 1 Karanggede. Berdasarkan analisis dan Penelitian keterampilan menulis cerita
pendek dengan model pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada
siswa kelas X 2 SMA N 1 Karanggede mengalami peningkatan dari siklus I ke
Siklus II sebesar 15,74% atau 24,49%. Dengan nilai rata-rata pada siklus I sebesar
64,25 % dan siklus II sebesar 79,99%.
Penelitian yang dilakukan Ratmandani memiliki persamaan dan perbedaan
dengan judul yang diangkat oleh peneliti, persamaannya adalah kedua penelitian
ini mengangkat topik tentang keterampilan menulis cerpen. Perbedaannya terletak
pada penggunaan model dan media, selain itu kurikulum yang diterapkan juga
berbeda. Model yang digunakan Ratmandani adalah
Team-Assisted-Individualization (TAI) dengan teks berita sebagai acuan dalam menulis cerpen.
Peningkatan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa kelas X 2
SMA N 1 Karanggede diikuti perubahan perilaku belajar yang positif dari
pembelajaran, selain itu siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran
menulis cerita pendek. Namun, pada siklus II siswa sudah terlihat lebih aktif siswa
tidak ragu lagi untuk menanyakan materi yang kurang dipahami siswa juga lebih
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
Berkenaan dengan penggunaan strategi Think-Talk-Write (TTW),
Miftahurrohim (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Strategi
Think-Talk-Write untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan
argumentasi pada siswa Kelas X-9 SMA Nasional Pati penggunaan strategi TTW
mampu meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi dan dapat
mengubah perilaku siswa keals X-9 SMA Nasional Pati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran
menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW, keterampilan siswa
mengalami peningkatan sebesar 23,94 %. Skor rata-rata kelas pada tahap prasiklus
sebesar 58,67 % dan mengalami peningkatan sebesar 16,96% menjadi 75,63 pada
siklus I. Kemudian pada siklus II, skor rata-rata kelas meningkat sebesar 6,98%
menjadi 82,61. Pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW
dapat mengubah perilaku siswa, siswa yang sebelumnya merasa kurang siap dan
kurang aktif dalam pembelajaran menjadi siap dan lebih aktif mengikuti
pembelajaran.
Peneliti lain yang menggunakan Think-Talk-Write (TTW) adalah Anisa
(2010) dengan judul penelitian Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan
Narasi dengan Mengubah Teks Wawancara melalui Model Think-Talk-Write
bahwa keterampilan menulis karangan narasi dengan mengubah teks wawancara
siswa pada tahap prasiklus sebesar 60,7 dengan kategori cukup. Setelah dilakukan
tindakan melalui model TTW pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai sebesar
66,3 dengan kategori cukup. Tindakan dan nilai rata-rata pada siklus I belum
mencapai tujuan yang akan dicapai yaitu sebesar 70. Oleh karena itu peneliti
melakukan tindakan siklus II.
Pada siklus II ini rata-rata yang dicapai sebesar 77,8 dengan kategori baik.
Hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar 17,1 atau 28,1 % dari prasiklus ke
siklus II. Selain itu perilaku-perilaku negatif maupun yang kurang sesuai dengan
prinsip-prinsip TTW mengalami perubahan ke arah positif dari siklus I ke siklus
II. Dari hasil pembehasan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
keterampilan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi siswa kelas VII
A SMP N 2 Cepiring setelah dilakukan pembelajaran mengubah teks wawancara
menjadi karangan narasi dengan model TTW. Selain itu, perubahan perilaku
dalam penelitian ini adalah para siswa tampak senang, lebih semangat, aktif
mengikuti pembelajaran, antusias dalam bertanya, serta sangat memperhatikkan
penjelasan guru.
Berkaitan dengan penelitian keterampilan menulis cerpen menggunakan
strategi Think-Talk-Write (TTW) sudah dilakukan oleh Nadiya (2010) dengan
judul Penggunaan Strategi Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan
keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X 4 SMA N 1 Welahan Kabupaten
II, baik berupa data tes maupun data nontes. Dari data tes dapat diketahui
peningkatan nilai menulis cerpen dengan strategi TTW.
Nilai rata-rata pada siklus I mencapai 69,26. Setelah dilakukan siklus II
meningkat menjadi 79,20 atau meningkat sebanyak 14,35% dari siklus I. Begitu
juga dengan nilai per aspeknya yang mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II. Berdasarkan data nontes yang terdiri atas observasi, hasil jurnal siswa,
hasil jurnal guru, wawancara dengan siswa, dan dokumentasi foto yang diambil
saat kegiatan pembelajaran berlangsung terlihat adanya perubahan perilaku siswa
yang terlihat lebih tertarik, lebih serius, dan bersemangat dalam melaksanakan
kegiatan menulis cerpen.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nadiya mempunyai beberapa
kelemahan antara lain, (1) langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan tidak
sesuai dengan tahap-tahap strategi TTW, (2) pada tahap think dalam strategi TTW
kegiatan yang dilakukan siswa salah satunya adalah membuat catatan kecil
tentang ide-ide dengan bahasanya sendiri, pada pembelajaran yang dilakukan
Nadiya tahap think tidak ada kegitan tersebut, (3) Pada aspek peranan dan tugas
guru dalam strategi TTW masih kurang lengkap, langkah pembelajaran yang
dilakukan nadia tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan
ide secara lisan sesuai dengan peranan guru dalam TTW.
Keunggulan penelitian ini dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu
adalah pengembangan yang dilakukan pada strategi yang digunakan. Tahap think
pada strategi TTW yang pertama adalah dengan memberikan soal pada siswa,
video kemudian siswa mengidentifikasi unsur-unsur pembangun cerita dalam
video yang ditayangkan. Setelah itu siswa membuat catatan kecil tentang hasil
identifikasi untuk dibawa ke forum diskusi kelompok. Penggunaan video adalah
sebagai bahan rangsangan bagi peserta didik agar lebih mudah dalam
melaksanakan pembelajaran dengan teknik yang telah dikombinasikan dengan
strategi TTW.
2.2Landasan Teoretis
Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah (1) Hakikat cerita
pendek, mencakup pengertian dan unsur pembangun cerita pendek, (2) Hakikat
teks cerita pendek, mencakup pengertian teks cerpen, struktur teks cerpen, dan
kaidah kebahasaan teks cerpen, (3) Hakikat menulis teks cerita pendek, mencakup
pengertian menulis teks cerpen dan tahap-tahap menulis teks cerpen, (4) Strategi
Think-Talk-Write (TTW), (5) Teknik meneruskan cerita, (6) Media audiovisual,
(7) Sikap religius dan sikap sosial, (8) Penerapan strategi TTW dan teknik
meneruskan cerita melalui media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks
cerpen.
2.2.1 Hakikat Cerita Pendek 2.2.1.1Pengertian Cerita Pendek
Cerita pendek adalah cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku
cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam,
Haryati (2011:21) cerita pendek adalah cerita yang berbentuk cerita yang
berbentuk prosa yang relatif pendek. Predikat pendek di sini bukan ditentukan
oleh panjang pendeknya halaman untuk mewujudkan cerita itu atau sedikitnya
tokoh yang terdapat di dalamnya, melainkan disebabkan oleh ruang lingkup
permasalahan yang ingin disampaikan lewat bentuk karya itu.
Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7) mengungkapkan bahwa cerpen
adalah karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah pendek yang
mengandung kisah tunggal. Jakob Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7)
mendeskripsikan cerpen sebagai cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan
berupa analisis argumentasi dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta
relatif pendek. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentunya yang jauh lebih
pendek dari novel, melainkan dari aspek masalahnya.
Batasan panjang karangan sebuah cerpen Nugroho Notosusanto (dalam
Kusmayadi 2010:7) menyatakan bahwa panjang cerpen sekitar 5.000 kata atau
kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap. Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi
2010:8) mengatakan umumnya panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata.
Sedangkan untuk cerpen-cerpen anak tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun
ceritanya tidak terlalu panjang kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal,
tengah, dan akhir cerita).
Pendapat lain menyebutkan bahwa pedoman umum cerpen terdiri atas
2.000 kata 10.000 kata. Penggolongannya adalah sebagai berikut : cerita pendek
(short story), cerita pendek yang pendek (short, short story), cerita pendek yang
sampai 1.000 kata cerpen jenis ini biasanya disebut cerita mini. Adapun cerpen
yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut dengan cerpan (Kusmayadi
2010:8).
Cerpen memiliki ciri yang berbeda dengan jenis prosa yang lain, ciri
cerpen yang diungkapkan oleh Kusmayadi (2010:8) adalah (1) cerita pendek
merupakan sebuah kisahan pendek yang dibatasai oleh jumlah kata atau halaman,
(2) cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada peristiwa. Artinya,
peristiwa yang diceritakan hanya satu (tunggal), (3) cerita pendek mempunyai
satu alur, (4) latar dalam cerita pendek biasanya tunggal. Terkadang latar tidak
begitu penting perannya, hanya sebagai pelengkap cerita saja karena tidak
dideskripsikan secara lengkap, (5) cerita pendek memuat jumlah tokoh yang
terbatas, penokohan dalam cerita pendek terfokus pada tokoh utama saja.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek
adalah karya sastra berbentuk prosa yang berisi cerita mengenai seorang tokoh
dan peristiwa yang dialaminya, konfliknya sederhanya dan memiliki kesan
tunggal.
2.2.1.2Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek
Dalam cerita pendek terdapat unsur-unsur yang membangun cerita tersebut
dari dalam sehingga dapat membentuk suatu cerita yang menarik dan susunan
peristiwanya jelas. Unsur-unsur pembangun cerita pendek mencakupi tema,
tokoh/penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat
a. Tema
Tema adalah pokok permasalah sebuah cerita, makna cerita, gagasan
pokok, atau dasar cerita. Tema adalah gagasan sentral yakni sesuatu yang hendak
diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi, tema suatu karya sastra dapat
tersurat dan dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas
dinyatakan oleh pengarangnya, disebut tersirat apabila tidak secara tegas
dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang (Baribin
1985:59).
Suharianto (2005:17) tema adalah permasalahan yang merupakan titik
tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus
merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu.
Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita
(Kusmayadi 2010:19).
Dalam sebuah cerpen tema yang menarik sangatlah penting, dengan tema
yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk membacanya. Sebuah
tema merupakan hal yang menghubungkan cerita dari awal sampai akhir. Tokoh,
alur, latar, dan unsur lainnya sangat bergantung pada tema saat penulisan sebuah
cerpen. Pemilihan kata juga sangat berhubungan dengan tema, penggunaan
kata-kata yang berlebihan bisa jadi akan mengaburkan inti cerita tersebut. Penceritaan
yang fokus pada sebuah inti cerita, tidak melebar tanpa suatu kejelasan akan
Dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau sentral dari
keseluruhan cerita yang disampikan pengarang. Pengarang dapat menyampaikan
cerita secara tersirat maupun tersurat.
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh menunjuk pada pelaku cerita, tokoh ialah individu rekaan yang
mengalami peristiwa atau berlakuan dalam cerita. Tokoh pada umunya berwujud
manusia meskipun dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan
(Haryati 2011:25). Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1994:165)
tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan pelaku
dalam sebuah cerita atau bisa disebut juga bahwa tokoh merupakan individu
rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh,
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2009:165). Sedangkan menurut
Suharianto (2005:20) penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh
cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan
hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-sitiadatnya, dan sebagainya. Pendapat
lain dari Stanton (dalam Baribin 1985:54) yang dimaksud perwatakan atau
penokohan dalam suatu fiksi dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu
kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk
individu yang bermain dalam suatu cerita.
Cerpen akan menarik dibaca jika pengarang bisa menciptakan tokoh yang
berkarakter kuat. Penciptaan karakter dapat digali dari nama pelaku, umur,
pekerjaan, tempat tinggal, penampilan, perilaku, status, status sosial,
teman-temannya, obsesinya, dan hal yang dibencinya. Untuk menjaaga efektevitas cerita,
sebuah cerpen sebaiknya tidak memiliki terlalu banyak tokoh. Jika terlalu banyak
tokoh justu bisa mengaburkan jalan cerita.
Penggambaran watak tokoh akan lebih menarik jika tidak dituliskan terlalu
detail. Penggambaran watak tokoh yang sedikit diberikan oleh pengarang akan
menarik pembaca untuk lebih meresapi lagi cerpen yang dibacanya. Pembaca
akan lebih memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh seorang tokoh
misalnya kebiasaan yang dilakukannya, dialog dengan tokoh lain, dan pendapat
tokoh lain untuk mengetahui watak dan karakter tokoh tersebut.
Dari definisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh
adalah individu yang terlibat dalam sebuah cerpen. Tokoh dibedakan menjadi dua
yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Penokohan adalah penggambaran watak
tokoh dalam cerpen, dalam menggambarkan watak tokoh terdapat dua metode
yaitu metode langsung dan tidak langsung.
c. Latar (Setting)
Latar atau disebut juga setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita.
Unsur cerita yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian
tumpu yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi (Kusmayadi 2010:24). Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:216) latar atau setting yang disebut juga
sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Sementara Nuryatin (2010:13) berpendapat bahwa latar adalah gambaran
tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Itu berarti
bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial
terjadinya cerita. Aminuddin (2009:66) setting adalah latar peristiwa dalam karya
fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal
dan fungsi psikologis. Jadi latar atau setting menunjuk pada tempat, waktu, dan
lingkungan sosial terjadinya cerita.
Menurut Kusmayadi (2010:24) secara garis besar latar cerita dapat dibagi
ke dalam tiga bagian, yakni latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan
masalah geografis, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa
terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu pada
saat terjadinya peristiwa. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan
kemasyarakatan, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang
atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya
dalam kehidupan sosial dapat digolongkan menurut tingkatannya.
Dalam penulisan cerpen pemilihan latar yang tepat akan mendukung
jalannya cerita. Pilihlah latar yang berkaitan dengan tokoh dan kejadian yang
tipikal dan tidak mudah ditebak. Pilihlah sebuah latar yang tiba-tiba bisa
memunculkan konflik bagi pelakunya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah tempat dan waktu
tejadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar juga dapat berarti lingkungan
terjadinya cerita.
d. Alur (Plot)
Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah prosa fiksi
yang memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan
keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto 2005:18). Menurut Baribin
(1985:61) alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun secara logis, dalam pengertian ini alur merupakan suatu jalur tempat
lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus.
Stanton (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadiannya itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan peristiwa yang lain. Menurut Forster (dalam Nurgiyantoro
2009:113) plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada
adanya hubungan kausalitas. Sedangkan menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro
2009:113) mengemukakan plot sebgaai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa
itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:113)
peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian
berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik
tertentu. Aminuddin (2009:83) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita.
Suharianto (2005:19) berdasarkan susunannya alur dibedakan menjadi tiga
yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. Alur lurus yaitu plot yang
mengisahkan peristiwa-peristiwa dalam cerita bersifat kronologis. Peristiwa yang
pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa selanjutnya. Secara runtut
cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Jenis plot yang kedua yaitu Plot
Sorot Balik (flash-back), urutan kejadian yang dikidahkan tidak bersifat
kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap
tengah atau akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Yang ketiga adalah
alur gabungan yaitu gabungan dari alur lurus dan sorot balik.
Dalam penulisan cerpen paragraf pertama yang menarik akan membuat
pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Paragraf
pertama juga bisa menentukan jenis alur apa yang digunakan oleh pengarang.
Pastikanlah bahwa alur dalam cerpen yang ditulis lengkap, yakni harus ada
pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup. Penutup alur yang tidak terduga
akan membuat pembaca lebih penasaran, pembaca akan menebak-nebak akhir
Jadi dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkain peristiwa yang atau
keseluruhan peristiwa yang membentuk keseluruhan cerita. Menurut susunannya
alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan.
e. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang pada cerita yang
ditulisnya (Sukirno 2010:89). Menurut Kusmayadi (2010:26) sudut pandang pada
dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan
yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita,
sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap
peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang
utuh. Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:248) mengemukakan bahwa sudut
pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan
atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Pendapat lain dari Baribin (1985:75) sudut pandang atau pusat pengisahan
adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia
melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik
pandangan pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita dan
memahami temanya. Aminuddin (2009:90) titik pandang atau sudut pandang
adalah cara pengarang menampilakan para pelaku dalam cerita yang
strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk
mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Dalam sebuah cerpen pengarang bisa terlibat langsung atau tidak terlibat
dalam cerita. Jika pengarang ingin terlibat dalam cerpen yang ditulisnya akan
lebih baik jika penulisannya bukan hanya merupakan ungkapan hati atau
keresahan hati pengarang tanpa adanya konflik yang menarik. Pembaca tentu
tidak akan suka dengan cerpen yang tanpa konflik.
Dari definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut
pandang adalah penempatan posisi pengarang dalam cerita. Pengarang bisa
terlibat dalam cerita maupun tidak terlibat dalam cerita.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang
dalam menggunakan bahasa, tingkah laku berbahasa ini merupakan sarana sastra
yang amat penting (Baribin 1985:64). Menurut Kusmayadi (2010:27) gaya bahasa
adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan
karya sastra yang hidup dan indah, pengolahan bahasa harus didukung oleh
pemilihan kata (diksi) yang tepat.
Aminuddin (2009:72) mengemukakan gaya bahasa mengandung
pengertian cara seorang pengarang menyampaiakan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan
Dalam menulis cerpen gaya bahasa akan membuat ciri khas tersendiri bagi
pengarangnya. Buatlah gaya penulisan tersendiri dalam menulis cerpen agar
penulis mempunyai ciri tersendiri bagi karya-karya yang dibuatnya.
Jadi gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya
melalui bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan pengarang satu
dengan yang lainnya berbeda, karena setiap pengarang mempunyai gaya bahasa
yang khas.
g. Amanat
Amanat cerpen adalah pesan moral pengarang cerpen yang ingin
disampaikan kepada pembacanya agar di akhir cerita itu pembaca dapat memetik
hikmah di balik peristiwa itu (Sukirno 2010:90). Kosasih (2012: 40) menyebutkan
bahwa amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Nurgiyantoro
(2009:320) amanat atau moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah
karya, makna yang disarankan lewat cerita.
Dalam menulis sebuah cerpen tentunya pengarang ingin menyampaikan
pesan kepada pembacanya. Sebuah cerpen yang baik tentunya harus mengandung
ajaran-ajaran moral yang baik yang dapat dipelajari oleh pembacanya. Pesan yang
akan disampaikan bisa secara langsung, misalnya melalui dialog antartokoh dalam
cerita. Bisa juga disampaikan secara tidak langsung, pembaca harus lebih jeli
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan
pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita yang
ditulisnya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara implisit (langsung) dan
eksplisit (tidak langsung).
2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek 2.2.2.1Pengertian Teks Cerita Pendek
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis teks, artinya
pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar. Berbagai macam teks
digunakan sebagai dasar pembelajaran dalam kurikulum 2013, baik teks sastra
maupun nonsastra. Teks cerpen merupakan salah satu teks yang diajarkan dalam
kurikulum 2013 dan harus dikuasai siswa.
Dalam kurikulum 2013 teks tidak diartikan sebagai bentuk bahasa tulis.
Mahsun (dalam Sufanti 2013:38) mengungkapkan bahwa teks itu ungkapan
pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan konteksnya.
Sedangkan Maryanto (dalam Sufanti 2013:38) juga menyatakan bahwa yang
dimaksud teks dalam kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan
multimodal seperti gambar.
Hartoko dan Rahmanto (dalam Sufanti 2013:38) mendefinisikan teks
sebagai urutan teratur sejumlah kalimat yang dihasilkan dan atau ditafsirkan
sebagai suatu keseluruhan yang kait mengait. Kim dan Gilman (dalam Sufanti
pengertian ini mendukung pendapat bahwa teks dapat terdiri atas teks tulis dan
teks lisan.
Dari beberapa definisi teks di atas dapat disimpulkan bahwa teks cerpen
merupakan karya sastra yang berasal dari ungkapan pikiran seseorang berbentuk
prosa, berisi cerita mengenai seorang tokoh dan peristiwa yang dialaminya,
konflikya sederhana, memiliki kesan tunggal, dan bisa disampaikan secara lisan
maupun tulisan.
2.2.2.2Struktur Teks Cerita Pendek
Secara sederhana struktur teks cerita pendek terdiri atas tiga bagian yaitu
orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan
awalan masuk ke tahap berikutnya (Kemendikbud:2013).
Kedua komplikasi, pada bagian ini tokoh utama berhadapan dengan
masalah (problem). Bagian ini merupakan bagian inti dari teks, masalah harus
ada. Jika tidak ada masalah harus diciptakan. Dalam komplikasi disajikan
berbagai peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun
kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Kemendikbud:2013).
Bagian terakhir yaitu resolusi, bagian ini merupakan kelanjutan dari
komplikasi yaitu pemecahan masalah. Masalah harus diselesaikan dengan cara
yang kreatif (Kemendikbud:2013). Struktur teks cerpen dapat dilihat dalam bagan
Struktur Teks Cerita Pendek
Orientasi
Komplikasi
Resolusi Bagan 1 Struktur Teks Cerpen
Sumber
: Kemendikbud (2013)
Menurut Gerot dan Wignell (1994:204) struktur teks cerita pendek terdiri
atas (1) Orientasi, kumpulan adegan, tempat kejadian, dan pengenalan pelaku
dalam cerita, (2) Komplikasi, peningkatan permasalahan, tingkat kegawatan mulai
menanjak, (3) Resolution, masalah telah dipecahkan atau diselesaikan, bisa juga
disebut sebagai peleraian.
2.2.2.3Kaidah Kebahasaan Cerita Pendek
Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang lengkap tersusun atas
unsur-unsur pembangunnya, seperti tokoh, penokohan, latar, dan alur. Selain itu
isi cerita yang ditulis juga harus sesuai dengan tema yang diangkat. Kesesuaian isi
dengan tema yang dipilih menggambarkan bahwa penulis menguasai tema cerita
pendeknya.
Selain unsur pembangun cerita pendek, cerita pendek yang baik sesuai
dengan unsur-unsur kebahasaan. Di antaranya adalah organisasi, kosakata,
1. Organisasi
Gagasan yang disampaikan melalui cerita pendek harus komunikatif, jelas,
padat, tertata dengan baik, dan memiliki urutan cerita yang logis, serta
kohesif.
2. Kosakata
Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang kaya akan penggunaan
kosa kata, menggunakan pilihan kata dan ungkapan yang efektif, dan
menguasai pembentukan kata.
3. Penggunaan Bahasa
Cerita pendek yang baik memiliki konstruksi yang kompleks dan efektif,
serta memiliki sedikit kesalahan dalam penggunaan bahasa baik urutan
maupun fungsi kata.
4. Aturan Penulisan atau Mekanik
Aturan penulisan atau mekanik mengupas mengenai ejaan, tanda baca,
penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf.
2.2.3 Hakikat Menyusun Teks Cerita Pendek 2.2.3.1Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek
Keterampilan menyusun teks cerita pendek merupakan salah satu
kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum 2013 untuk jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP) khususnya kelas VII. Kompetensi dasar yang