• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA

2.2 Deskripsi Teori

2.2.5 Hakikat Modul

Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yag mudah dipahami oleh siswa, sesuai usia dan tingkat pengetahuan mereka agar mereka dapat belajar secara mandiri dengan bimbingan minimal dari pendidik (Prastowo, 2011:104). Dalam diklat Direktorat Tenaga Kependidikan (2008:3), modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya

telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung memberi pelajaran atau mengajarkan sesuatu kepada para murid-muridnya dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini.

Daryanto (2013:9) menjelaskan modul sebagai salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat bahwa modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Oleh karena itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar, yang akan dicapai pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik. Di pihak lain, Prastowo (2011: 104) mengemukakan isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi, dan balikan terhadap hasil evaluasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terdapat hal-hal penting dalam mendefinisikan modul yaitu media belajar mandiri, membantu siswa menguasai tujuan belajarnya secara mandiri tanpa pengajar, dan bahan ajar yang dikemas dan disusun secara sistematis untuk kepentingan belajar siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa modul merupakan bahan ajar yang dikemas dan disusun secara sistematis sebagai

media belajar. Oleh karena itu, siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing.

2.2.5.1Karakteristik Modul

Modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik yang diperlukan sebagai modul agar mampu menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi penggunannya. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008: 4-7), modul yang akan dikembangkan harus memperhatikan lima karaktersistik sebuah modul yaitu self instruction, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly. Berikut penjelasan lebih rinci mengenai kelima karakteristik modul.

1. Self Instruction, siswa dimungkinkan belajar secara mandiri dan tidak tergantung

pada pihak lain. Artinya, modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas; materi pembelajaran disajikan dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik; tersedianya contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran; memuat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya; kontekstual; bahasanya sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami pembelajar; memuat rangkuman materi pembelajaran; terdapat instrumen penilaian mandiri; serta adanya umpan balik atas penilaian siswa; dan adanya informasi tentang rujukan.

2. Self Contained, modul memuat seluruh materi yang dibutuhkan. Hal ini

dimaksudkan agar siswa dapat mempelajari materi pembelajaran secara tuntas.

3. Stand Alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau

tidak perlu bahan ajar lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

4. Adaptive, modul yang dikembangkan dapat digunakan sampai kurun waktu

tertentu.

5. User Friendly (bersahabat/akrab), modul memiliki instruksi dan paparan

informasi bersifat sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan. Penggunaan bahasa sederhana dan penggunaaan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

2.2.5.2Sistematika Modul

Direktorat Tenaga Kependidikan (2008: 21-26) menjelaskan struktur penulisan suatu modul sering dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup. Berikut rincian struktur penulisan modul.

1. Bagian pembuka

Bagian pembuka meliputi judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi, dan tes awal. Judul modul harus dibuat menarik dan memberi gambaran tentang materi yang dibahas dan mengambark an isi materi. Daftar isi menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-topik tersebut diurutkan berdasarkan urutan kemunculan dalam modul. Pembelajar dapat melihat secara keseluruhan, topik-topik apa saja yang tersedia dalam modul. Daftar isi juga mencantumkan nomor halaman untuk memudahkan pembelajar menemukan topik.

Selanjutnya peta informasi berupa kaitan antara topik-topik yang dibahas. Modul perlu menyertakan peta Informasi. Pada daftar isi akan terlihat topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topic tersebut. Pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan antar topik-topik dalam modul. Peta informasi yang disajikan dalam modul dapat saja menggunakan diagram isi bahan ajar yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian Penulisan tujuan kompetensi membantu pembelajar untuk mengetahui pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran. Yang terakhir tes awal. Pembelajar perlu diberi tahu keterampilan atau pengetahuan awal apa saja yang diperlukan untuk dapat menguasai materi dalam modul. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pre-tes. Pre-tes bertujuan untuk memeriksa apakah pembelajar telah menguasai materi prasyarat untuk mempelajari materi modul. 2. Bagian Inti

Bagian inti terdiri atas pendahuluan atau tinjauan umum materi, hubungan materi dengan mata pelajaran lain, uraian materi, penugasan, dan rangkuman. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi

Pendahuluan pada suatu modul berfungsi untuk; (1) memberikan gambaran umum mengenai isi materi modul; (2) meyakinkan pembelajar bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka; (3) meluruskan harapan pembelajar mengenai materi yang akan dipelajari; (4)

mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari; (5) memberikan petunjuk bagaimana memelajari materi yang akan disajikan. Dalam pendahuluan dapat saja disajikan peta informasi mengenai materi yang akan dibahas dan daftar tujuan kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari modul.

b. Hubungan dengan materi atau pelajaran yang lain

Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang perlu dipelajari tersedia dalam modul. Namun demikian, bila tujuan kompetensi menghendaki pebelajar mempelajari materi untuk memperluas wawasan berdasarkan materi di luar modul maka pembelajar perlu diberi arahan materi apa, dari mana, dan bagaimana mengkasesnya. Bila materi tersebut tersedia pada buku teks maka arahan tersebut dapat diberikan dengan menuliskan judul dan pengarang buku teks tersebut.

c. Uraian Materi

Uraian materi merupakan penjelasan secara terperinci tentang materi pembelajaran yang disampaikan dalam modul. Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga memudahkan pembelajar memahami materi pembelajaran. Apabila materi yang akan dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam beberapa Kegiatan Belajar (KB). Setiap KB memuat uraian materi, penugasan, dan rangkuman. Adapun sistematikanya misalnya sebagai berikut.

Bagan 2.7 Contoh Sistematika Uraian Materi Modul

Di dalam uraian materi setiap Kegiatan Belajar, baik susunan dan penempatan naskah, gambar, mapun ilustrasi diatur sedemikian rupa sehingga informasi mudah mengerti. Organisasikan antarbab, antarunit dan antarparagraf dengan susunan dan alur yang memudahkan pembelajar memahaminya. Organisasi antara judul, sub judul dan uraian yang mudah diikuti oleh pembelajar.

Pemberian judul atau penjudulan merupakan alat bantu bagi pembaca modul untuk mempelajari materi yang disajikan dalam bentuk teks tertulis. Penjudulan membantu pembelajar untuk menemukan bagian dari teks yang ingin dipelajari, memberi tanda awal dan akhir suatu topik, memberi kesan bahwa topik-topik terkelompok dalam topik yang lebih besar, memberi ciri

Kegiatan Belajar 1

Konsep Dasar Argumentasi menurut Toulmin A. Tujuan Kompetensi B. Uraian Materi C. Tes Formatif D. Tugas E. Rangkuman Kegiatan Belajar 2

Struktur Penulisan Paragraf Argumentasi menurut Toulmin A. Tujuan Kompetensi

B. Uraian Materi C. Tes Formatif D. Tugas

topik yang penting yang memerlukan pembahasan panjang dengan melihat banyak halaman untuk membahas topik tersebut.

Struktur penjudulan mencerminkan struktur materi yang dikembangkan oleh penulis modul. Penjenjangan atau hirarki sebaiknya tidak lebih dari tiga jenjang. Lebih dari tiga jenjang akan menyulitkan pembaca untuk memahami penjenjangan tersebut.

Penjudulan untuk setiap jenjang sebaiknya dituliskan dalam bentuk huruf berbeda. Misalnya:

Bagan 2.8 Contoh Sistematika Penomoran dalam Modul d. Penugasan

Penugasan dalam modul perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang diharapkan setelah mempelajari modul. Jika pembelajar diharapkan untuk dapat menghafal sesuatu, dalam penugasan hal ini perlu dinyatakan secara tegas. Jika pembelajar diharapkan menghubungkan materi yang dipelajari pada modul dengan pekerjaan sehari-harinya maka hal ini perlu ditugaskan kepada pembelajar secara eksplisit. Penugasan juga menunjukkan kepada pembelajar bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.

e. Rangkuman

A. JUDUL 1. Sub Judul

a. Anak Judul (Sub dari sub judul) 1) dan seterusnya

Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagan akhir modul.

3. Bagian Penutup

Pada bagian penutup, modul diberi glossary atau glosarium. Glossary atau daftar isitilah berisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul. Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali konsep yang telah dipelajari. Selanjutnya ada tes akhir. Tes-akhir merupakan latihan yang dapat pembelajar kerjakan setelah mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes-akhir ialah bahwa tes tersebut dapat dikerjakan oleh pembelajar dalam waktu sekitar 20% dari waktu mempelajari modul. Jadi, jika suatu modul dapat diselesaikan dalam tiga jam maka tes-akhir harus dapat dikerjakan oleh peserta belajar dalam waktu sekitar setengah jam. Yang terakhir modul diberi indeks. Indeks memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman di mana istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam modul supaya pembelajar mudah menemukan topik yang ingin dipelajari. Indeks perlu mengandung kata kunci yang kemungkinan pembelajar akan mencarinya. 2.2.5.3Prosedur Penulisan Modul

Prosedur penulisan modul merupakan proses pengembangan modul yang dilakukan secara sistematis. Penulisan modul dilakukan dengan prosedur sebagai berikut (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008: 12-16).

1. Analisis kebutuhan modul

Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis kompetensi untuk menentukan jumlah dan judul modul yang dibutuhkan dalam mencapai suatu kompetensi tertentu. Berikut ini langkah-langkah dalam menganalisis kebutuhan modul yaitu (a) peneliti menetapkan terlebih dahulu kompetensi yang terdapat di dalam garis-garis besar program pembelajaran yang akan dikembangkan menjadi modul, (b) peneliti mengidentifikasi dan menentukan ruang lingkup unit dan kompetensi yang akan dicapai, (c) peneliti mengidentifikasi dan menentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang disyaratkan, (d) peneliti menentukan judul modul yang akan dikembangkan.

2. Penyusunan draf

Penyusunan draf merupakan proses pengorganisasian materi pembelajaran dari satu kompetensi atau sub kompetensi ke dalam satu kesatuan yang sistematis. Penyusunan draf ini dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu (a) peneliti menetapkan judul modul, (b) peneliti menetapkan tujuan akhir yang akan dicapai pembelajar setelah selesai mempelajari modul, (c) peneliti menetapkan kemampuan yang spesifik yang menunjang tujuan akhir, (d) peneliti menetapkan

outline (garis besar) modul, (e) peneliti mengembangkan materi pada garis-garis

besar, (f) peneliti memeriksa ulang draf modul yang dihasilkan, (g) peneliti menghasilkan draf modul I.

Hasil akhir dari tahap ini adalah menghasilkan draf modul yang sekurang-kurangnya mencangkup judul modul, kompetensi atau subkompetensi yang akan

dicapai, tujuan pembelajar mempelajari modul, materi, prosedur, soal-soal, evaluasi atau penilaian, dan kunci jawaban dari latihan soal.

3. Validasi

Validasi adalah proses permintaan persetujuan pengesahan terhadap kelayakan modul. Validasi ini dilakukan oleh dosen ahli dan dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia. Tujuan dilakukannya validasi adalah mengetahui kelayakan terhadap modul yang telah dibuat.

4. Uji coba modul

Uji coba modul dilakukan setelah draf modul selesai direvisi dengan masukan dari validator. Tujan dari tahap ini adalah memperoleh masukan dari mahasiswa responden uji coba produk untuk menyempurnakan modul. Uji coba penggunaan modul dalam pembelajaran ini dilakukan kepada mahasiswa peserta mata kuliah Keterampilan Menulis Ilmiah di Program Studi PBSI, Universitas Sanata Dharma dengan jumlah subjek 25 orang.

5. Revisi

Revisi atau perbaikan adalah proses perbaikan modul setelah mendapat masukan dari dosen ahli, dosen pengampu dan mahasiswa. Perbaikan modul mencangkup aspek penting penyusunan modul yaitu pengorganisasian materi pembelajaran, penggunaan metode intruksional, penggunaan bahasa dan pengorganisasian tata tulis.

2.2.5.4Kriteria Penilaian Modul

Modul merupakan paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa sehingga penyusunan modul memiliki ketentuan. Menurut Azhar Arsyad (1997: 87-90) modul sebagai bahan ajar memiliki enam elemen yang harus diperhatikan saat menyusunnya, yaitu konsistensi, format organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.

1. Konsistensi

Konsistensi modul yang dimaksud meliputi (a) konsistensi bentuk dan huruf dari awal hingga akhir, (b) konsistensi jarak spasi, dan (c) konsistensi tata letak dan pengetikan baik pola pengetikan maupun margin/batas-batas pengetikan.

2. Format

Format modul juga disesuaikan berdasarkan beberapa hal, yakni (a) format kolom dibuat tunggal atau multi disesuaikan dengan bentuk dan ukuran kertas yang digunakan, (b) format kertas vertikal/horizontal disesuaikan dengan tata letak dan format pengetikan, (c) tanda-tanda (ikon) yang digunakan mudah dilihat dengan cepat yang bertujuan untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. 3. Organisasi

Organisasi atau penyusunan modul juga disesuaikan berdasarkan beberapa hal, yaitu (a) tampilan peta/bagian menggambarkan cakupan materi yang akan dibahas dalam modul, (b) isi materi pembelajaran urut dan disusun secara sistematis, (c) naskah, gambar, dan ilustrasi disusun sedemikian rupa sehinggga informasi mudah dimengerti oleh siswa, (d) antarunit, antarparagraf, dan antarbab disusun dalam alur

yang mudah dipahami pembelajar, dan (e) antara judul, subjudul, dan uraian diorganisasikan agar mudah diikuti oleh siswa.

4. Daya tarik

Daya tarik modul yang dimaksud meliputi sampul depan mengombinasikan warna, gambar/ilustrasi, bentuk dan ukuran huruf yang sesuai dan isi modul menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar/ilustrasi, huruf tebal, miring, garis bawah atau warna serta tugas dan latihan dikemas secara menarik dan mengarah untuk meningkatkan keterampilan menulis pembelajar.

5. Bentuk dan ukuran huruf

Bentuk dan ukuran huruf yang ideal meliputi beberapa aspek, antara lain (a) bentuk dan ukuran huruf mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum mahasiswa, (b) perbandingan huruf proporsional antara judul, subjudul, dan isi naskah yang sesuai dan tidak berlebihan, (c) modul tidak menggunakan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat membuat proses membaca menajadi sulit.

6. Penggunaan ruang/spasi kosong

Penggunaan ruang atau spasi kosong yang dimaksud meliputi (a) batas tepi (marjin), (b) spasi antarkolom, (c) pergantian antarparagraf, dan pergantian antarbab atau bagian.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pengembangan modul perlu dilakukan penilaian. Penilaian ini bertujuan mengetahui kualitas modul yang dikembangkan. Direktorat Tenaga Kependidikan (2008: 28) menyatakan komponen evaluasi terdiri dari:

1. Komponen kelayakan isi

Komponen ini antara lain mencakup (a) kesesuaian dengan tujuan pembelajaran; (b) kesesuaian dengan perkembangan anak; (c) kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar; (d) kebenaran substansi materi pembelajaran; (e) manfaat untuk penambahan wawasan; (f) kesesuaian dengan nilai moral, dan (g) nilai-nilai sosial.

2. Komponen kelayakan kebahasaan

Komponen kelayakan bahasa antara lain mencakup (a) keterbacaan; (b) kejelasan informasi; (c) kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar; (d) pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat).

3. Komponen kelayakan penyajian

Komponen kelayakan penyajian antara lain mencakup (a) kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai; (b) urutan sajian; (c) pemberian motivasi, (d) daya tarik; (e) interaksi (pemberian stimulus dan respon); dan (f) kelengkapan informasi.

4. Komponen kelayakan kegrafikan

Komponen kelayakan kegrafikan mencakup (a) penggunaan jenis tulisan; (b) penggunaan ukuran tulisan; (c) layout atau tata letak; (d) ilustrasi, gambar, foto; dan (e) desain tampilan.