• Tidak ada hasil yang ditemukan

LALAT CHRYSOMYA BEZZIANA DI LABORATORIUM LILIS SOLIHAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein merupakan kebutuhan esensial bagi pertumbuhan lalat C. bezziana dalam menyelesaikan metamorfosisnya. Kandungan protein yang kurang dalam suatu pakan sangat

berpengaruh terhadap bobot larva dan pupa sehingga ukuran lalat dewasa cenderung mengecil dan kurang aktif bergerak (Prijono, 1988).

Hasil perbandingan rata-rata bobot badan larva antara yang di pelihara dalam LRM dan LRM modifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Bobot badan larva instar I (LI) tidak menunjukkan perbedaan diantara dua perlakuan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena media LI lebih banyak memerlukan MBM. Umumnya larva belum seluruhnya bermigrasi menuju media LRM atau LRM modifikasi.

L 1 L 2 L 3 Pupa LRM Modifikasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 B o bot lar v a (mg) stadium perkembangan jenis media LRM Modifikasi

Gambar 2. Bobot larva dan pupa (mg) yang dipelihara pada media LRM dan LRM- modifikasi.

Perbedaan yang nyata terlihat pada larva instar II (L2) dan L3 (p<0,05). Media LRM modifikasi mampu menambah bobot badan 1,4 (L2) dan 1,5 (L3) kali lebih berat di bandingkan larva yang di pelihara dalam LRM. Kondisi ini di duga karena pasokan protein dalam tepung darah berkurang dibandingkan dengan darah segar/marus. Berkurangnya komposisi protein di duga terjadi pada saat pemrosesan menjadi tepung darah.

Di tinjau dari laju pertumbuhannya, L2 menunjukan pertumbuhan yang pesat yaitu 31 (LRM) dan 32,5 (LRM modifikasi) kali lipat dari L1. Stadium L2 merupakan stadium pertumbuhan organ-organ fisiologis dan reproduksi sehingga membutuhkan protein yang tinggi. Berbeda dengan L2, pertumbuhan menjadi L3 cenderung tidak ekstrim, yaitu 1,1 (LRM) dan 1,25 (modifikasi). Semua organ fisiologis dan reproduksi mengalami pematangan pada stadium L3 sehingga tidak membutuhkan protein sebanyak L2. Larva instar III melakukan penyimpanan energi di dalam tubuhnya sebagai persediaan untuk menjadi pupa hingga lalat dewasa.

Hasil perbandingan rata-rata panjang larva antara yang dipelihara di LRM dan LRM modifikasi dapat di lihat pada Tabel 2. Secara keseluruhan, larva yang di pelihara dalam media LRM modifikasi memiliki panjang tubuh yang berbeda dengan larva yang di pelihara dalam LRM (p<0,05). Larva instar I pada media modifikasi 0,36 mm lebih panjang di bandingkan larva yang di pelihara pada media LRM.

56 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Tabel 2. Panjang larva dan pupa (mm) yang dipelihara pada media LRM dan

LRM modifikasi. Panjang ± SE Stadium LRM LRM modifikasi L1 L2 L3 Pupa 3,39±0,07a 11,45 ± 0,13 a 11,7 ± 0,21 a - 3,75 ± 0,06 b 12,58 ± 0,17 b 12,99 ± 0,12 b 7,99 ± 0,05

Keterangan : Superskrip pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Larva instar II dan III berbeda 1,13 dan 1,29 mm lebih panjang dari media LRM. Kondisi ini membuktikan bahwa media LRM modifikasi mampu memicu pertumbuhan pada semua stadium menjadi lebih optimal. Menurut Wardhana & Muharsini (2004) bahwa panjang larva tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan menjadi pupa. Kendati demikian bobot larva mempunyai korelasi positif dengan bobot pupa dan bobot lalat dewasa.

Perkembangan panjang dari L1 menjadi L2 juga cenderung tinggi yaitu 3,37 (LRM) dan 3,35 (LRM modifikasi) kali sedangkan dari L2 menjadi L3 hampir sama yaitu 1,03 dan 1,02 kali. Hasil ini sesuai dengan hasil pertambahan bobot badan larva dari L1 manjadi L2 selanjutnya berkembang menjadi L3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak berkembangnya L3 menjadi pupa pada media LRM di duga karena struktur fisik tepung darah yang digunakan banyak mengandung partikel-partikel kasar seperti arang bekas pembakaran dan bentukan serat kasar yang menyerupai rumput. Di samping itu, warna tepung darah sudah menghitam meskipun belum melampaui batas kadaluarsanya. Tepung darah yang sama juga pernah dicoba pada penelitian sebelumnya dan dihasilkan pupa sebesar 25,8 mg, hanya saja tidak dilakukan pengukuran terhadap panjangnya (Sukarsih et al., 2000b). Dalam penelitian yang dilakukan di Malaysia dengan menggunakan LRM diperoleh rata-rata bobot pupa 35 mg (Mahon, 2001), sedangkan pada penelitian ini dihasilkan rata-rata bobot pupa sebesar 37,94 mg dengan menggunakan LRM modifikasi.

Jika dibandingkan dengan penelitian ini maka rata-rata bobot pupa yang di pelihara pada media modifikasi 2,94 mg lebih berat dari pada bobot pupa di Malaysia dan 12,14 mg lebih berat dari pada yang di lakukan oleh Sukarsih et al. (2000b). Gagalnya pembentukan pupa pada media LRM dipenelitian ini diduga karena faktor variasi individu. Kondisi L1 yang di gunakan pada awal pemeliharaan menunjukan kondisi yang kurang sehat.

Meskipun semua larva yang di gunakan pada penelitian ini kurang aktif tetapi pada media LRM modifikasi ketersediaan sumber-sumber protein sudah cukup. Larva mampu berkembang dan melewati stadium metamorfosisnya secara sempurna. Larva yang di pelihara dalam media LRM memperoleh nutrisi protein yang terbatas sehingga berakibat pada perkembangan stadium selanjutnya.

Bobot L3 pada media LRM adalah 31 mg. Data ini merupakan bobot L3 di bawah standar yang mampu menetas menjadi lalat dewasa. Menurut Wardhana dan Muharsini (2004) bahwa bobot L3 terendah yang mampu membentuk pupa dan menetas menjadi lalat dewasa berkisar 32 – 33 mg.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas maka media modifikasi dapat di gunakan sebagai media pengganti LRM untuk memelihara lalat C. bezziana di laboratorium. Sampai saat ini, LRM modifikasi masih terus digunakan untuk memelihara lalat C. bezziana di Balitvet. Koloni-koloni ini di gunakan untuk keperluan uji kontrol biologis, uji obat-obatan secara in vivo dan in vitro serta untuk analisis molekuler.

KESIMPULAN

Darah marus sapi dapat di gunakan sebagai pengganti tepung darah pada media LRM. Harga darah marus sapi jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan tepung darah. Selain itu, media yang dimodifikasi mampu menghasilkan larva-larva yang lebih sehat dan mempunyai bobot badan yang lebih stabil dalam tiap-tiap periode pemeliharaannya dibandingkan dengan media LRM.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Sri Muharsini yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini dan Bapak April Hari Wardhana, SKH., MSi yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan makalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Eko Prasetyo yang telah banyak membantu selama kegiatan di laboratorium berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Humphrey, J.D., Spradbery, J.P and Tozer, R.S. 1980. Chrysomya bezziana; pathology of old world screwworm fly infestations in cattle. Exp. Parasitol. 49: 381 – 397.

Mahon, R.J. 2001. The Malaysian project – entomological report. Proceeding of the Screwworm Fly

Emergency Preparedness Conference, Canberra.

Maya Sunarya, I.G.Md. 1998. Penyakit myasis di Propinsi NTB. Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional bantuan EIVSP Pemerintah Australia. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTB, Mataram.

Prijono, D. 1988. Pengujian Insektisida: Penuntun Praktikum. Jurusan Hama & Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

S.H.,Sigit & Partoutomo,S. 1981. Myasis in Indonesia. Bull.off.Int.Epiz. 93 (1-2): 173-178.

Spradbery, J.P., Tozer, R.S. and Pound, A.A. 1983. Efficacy of some acaricides against screwworm fly larvae. Aust.Vet.J. 60: 57-58.

Spradbery, J.P., Tozer, R.S. and Pound, A.A. (1991). The efficacy of insecticides against the screwworm fly(Chrysomya bezziana).Aust. Vet. J. 68: 338-342.

Sukarsih, R.S. Tozer and M.R.Knox. 1989. Collection and case incidence of the old world screwworm fly, Chrysomya bezziana, in three localities in Indonesia. Penyakit Hewan 21 (38): 114 – 117.

58 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Sukarsih, S.Partoutomo, R.Tozer, Satria,E. G. Wijffels, and G.Riding. 2000a. Establishment and

maintenance of a colony of the old world screwworm fly Chrysomya bezziana at Balitvet in Bogor, West Java, Indonesia. JITV.Spec.Ed. : 144-149.

Sukarsih, S. Partoutomo, G. Wijffel, and P. Willadsen. 2000b. Vaccination trials in sheep against

Chrysomya bezziana larval using the recombinant peritrophin antigens Cb15, Cb42 and Cb48. JITV. Spec. Ed. : 192-196.

Urech, R., Green, P.E., Brown, G.W., Sukarsih, A.H. Wardhana, R.S. Tozer, J.P. Spradbery. 2002. Improvements to screwworm fly surveillance traps. Final report to AQIS.

Voucolo, T.F., Supriyanti,S., Muharsini,S. and G. Wijffels. 2000. cDNA library construction and isolation of genes for candidates vaccine antigens from Chrysomya bezziana (Old World Screwworm fly). JITV. Spec. Ed. : 160-168.

Wardhana. A.H., Muharsini,S dan Suhardono. 2003. Koleksi dan kejadian myasis yang disebabkan oleh Old World Screwworm fly, Chrysomya bezziana di daerah endemis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 235-239.

Wardhana, A.H. dan Muharsini,S. 2004. Studi pupa lalat penyebab myasis di Indonesia, Chrysomya

bezziana. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. In Press.

Whitten, 2002. The sterile insect technique and its potential for Australia In Proceedings of screwworm fly emergency preparedness conference Canberra. Department of agriculture fisheries and forestry Australia. 58-64.

SISTEM MANAJEMEN ANALISIS DATA DALAM MENUNJANG