• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen

PADA BERBAGAI UMUR DI PETERNAKAN RAKYAT DIAH TUWI RAMSIYATI, SRIYANA, DAN BAMBANG SUDARMADI

HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen

Pada setiap perkawinan, volume semen sangat menentukan jumlah spermatozoa yang diperlukan untuk pembuahan. Selama pengamatan, rata-rata volume semen yang diperoleh dalam dua kali ejakulasi sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1.

0 1 2 3 4 5 6 7 I1 I2 I3 Umur (Bulan) PO PO x Lim PO x Sim

84 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Dari hasil percobaan diperoleh bahwa rata-rata volume semen sapi pada berbagai tingkatan umur tidak menunjukkan perbedaan, yaitu I1 = 4,69 ml, I2 = 5,12 ml, dan I3 = 3,40 ml. Dengan demikian, apabila tanpa memperhatikan perbedaan umur, maka rata-rata volume semen sapi PO lebih tinggi daripada persilangan PO x Limousin maupun PO x Simmental, yaitu berturut-turut 5,02 ml; 3,36 ml; dan 4,75 ml.

pH Semen

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pH semen tidak dipengaruhi oleh umur maupun bangsa sapi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. pH semen sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkatan umur

Umur Bangsa I1 I2 I3 Rata-rata --- (ekor) --- PO 6,97 7,00 7,08 7,01 PO x Lim 6,90 6,90 7,00 6,91 PO x Sim 6,93 6,88 7,20 6,93 Rata-rata 6,94 6,93 7,09 Warna Semen

Warna semen erat hubungannya dengan kekentalan semen, sedangkan kekentalan semen berhubungan dengan konsentrasi spermatozoa. Warna semen sapi PO dan persilangannya yang diperoleh dari hasil penelitian seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Warna semen sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkatan umur Umur

Bangsa

I1 I2 I3

PO Cream Cream Cream

PO x Lim Putih Putih Putih

PO x Sim Cream Putih Putih

Dari hasil percobaan nampak bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi PO diduga lebih tinggi daripada persilangannya. Hal ini ditunjukkan oleh warna semen cream pada sapi PO dibandingkan warna putih pada sapi PO x Limousin dan PO x Simmental.

Gerakan Massa

Gerakan massa spermatozoa dalam satu kelompok mempunyai kecenderungan bergerak ke satu arah dengan membentuk gelombang. Ketebalan gelombang dapat digunakan sebagai indikator jumlah spermatozoa di dalam semen. Toelehere (1981) membedakan empat kriteria ketebalan gelombang, yaitu (1) sangat baik (3+), yaitu gelombang besar, tebal dan aktif; (2) baik

(2+), yaitu gelombang kecil, tipis dan jarang; (3) sedang (1+), gelombang aktif dan progresif; dan (4) buruk (0-) yaitu tidak ada gerakan individu. Hasil pengamatan gerakan massa terhadap sapi PO dan persilangannya ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rataan gerakan massa sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkatan umur Umur Bangsa I1 I2 I3 Rata-rata PO 3,00 2,60 2,80 2,81 PO x Lim 2,40 1,00 2,00 2,00 PO x Sim 1,67 2,17 1,00 1,90 Rata-rata 2,50 2,15 2,43 Keterangan: - : 0 + : 1 ++ : 2 +++ : 3

Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa gerakan massa sapi PO lebih baik dibandingkan sapi persilangan, yaitu PO = 2,81; PO x Lim = 2,00; dan PO x Sim = 1,90; sedangkan gerakan massa tidak dipengaruhi oleh perbedaan umur.

Motilitas

Motilitas diukur dari gerak individu spermatozoa. Toelehere (1981) mengelompokkan gerak individu menjadi enam, yaitu (1) tidak bergerak/imotil, (2) gerak an berputar di tempat, (3) gerakan berayun melingkar = <50% bergerak progresif, tidak ada gelombang, (4) bergerak progresif dan menghasilkan gelombang = 50 – 80 % (5) gerakan progresif yang gesit dan membentuk gelombang = 90 % dan (6) gerakan sangat progresif,gelombang sangat cepat = 100% aktif. Hasil evaluasi motilitas pada sapi PO dan persilangannya seperti ditunjukkan Gambar 2. 0 20 40 60 80 100 I1 I2 I3 Umur (Bulan) PO PO x Lim PO x Sim

Gambar 2. Motilitas semen sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkatan umur

Hasil pengamatan terhadap motilitas semen diperoleh bahwa sapi-sapi yang berbeda umur tidak menunjukkan perbedaan dalam hal motilitas, yaitu I1 = 79,64%, I2 = 72,23%, dan I3 = 79,03%. Namun demikian, apabila ditinjau dari perbedaan bangsa, semen sapi PO menunjukkan motilitas paling tinggi dibandingkan sapi PO x Lim dan sapi PO x Sim, yaitu masing-masing 84,33%; 71,63%; dan 68,50%.

86 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Mortalitas

Mortalitas spermatozoa dapat diketahui dengan pewarnaan. Spermatozoa yang mati akan menyerap warna. Dengan menghitung spermatozoa akan diperoleh mortalitasnya. Mortalitas semen sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkat umur dapat lihat pada Gambar 3.

0 20 40 60 80 100 I1 I2 I3 Umur (Bulan) PO PO x Lim PO x Sim

Gambar 3. Mortalitas semen sapi PO dan persilangannya pada berbagai tingkatan umur

Hasil percobaan menunjukkan bahwa mortalitas semen tidak dipengaruhi oleh perbedaan umur, yaitu masing-masing pada I1, I2, dan I3 adalah 83,44%; 78,34%; dan 86,54%. Tetapi mortalitas semen dipengaruhi oleh bangsa sapi, di mana sapi PO mempunyai persentase spermatozoa hidup paling tinggi (87,70%), kemudian diikuti oleh sapi PO x Limousin (83,24%), dan yang paling kecil persentase hidupnya adalah PO x Simmental (72,33%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil percobaan evaluasi semen sapi potong pada berbagai umur di peternakan rakyat dapat disimpulkan bahwa:

1. Volume, warna, gerakan massa, motilitas dan mortalitas dipengaruhi oleh perbedaan bangsa.

2. Perbedaan umur sapi dari I1 sampai dengan I3 tidak mempengaruhi kualitas semen.

3. Sapi PO mempunyai kualitas semen paling tinggi dibandingkan sapi PO x Limousin maupun sapi PO x Simmental.

Dengan memperhatikan hasil-hasil percobaan tersebut, pemilihan bangsa dalam program pengembangan usaha sapi potong disarankan mempertimbangkan keberadaan dan keunggulan sapi lokal, selain daya tampung dan kecukupan pakan dalam agro-wilayah tertentu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan terima kasih kepada Bapak Lukman Affandhy, Bapak Dicky Pamungkas dan teman-teman Teknisi Loka Penelitian Sapi Potong Grati serta ibu Rukmini yang telah membantu dalam penulisan maupun pengetikan makalah ini.

DAFTAR BACAAN

Affandhy, L., A. Rasyid, P. Situmorang, D.B. Wijono dan P.W. Prihandini. 2003. Profil dan Kualitas Semen Pejantan Sapi Peranakan Ongole dan Persilangannya pada Kondisi Usaha Peternakan Rakyat. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sapi Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, 29 Maret 2003, halaman 70 s/d 79.

Coulter, G.H., R.B. Cook, and J.P. Kastelic.1997. Effect of Dietary Energy on Quality and Sprm

Production in Young beef Bulls. J. Anim. Sci.1997,75:1048-1052.

Frandson, R.D.1992. Anatomy and Physiology of Farm Animals , 4th Edition Colorado state Univ. Fort Collins, Colorado. In: Srigandono, B dan Koen Praseno (Penterjemah) Anatomi dan Fisiologi

Ternak. Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta. 969 halaman.

Lunstra, D.D., and G.H. Coulter. 1997. Relationship Between Scrotal Infrared Temperature Patters and

Natural-Mating Fertility In Beef Bulls. J. Anim. Sci.1997,75:768-774

Rasyid, A., L. Affandhy dan D.B. Wijono. 2003. Profil hormon testosteron dan kualitas semen sapi pejantan Peranakan Ongole dan silangan Simmental. Pros. Seminar Nasional Tekonologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor 29-30 September 2003:85-90.

Santoso, U. Beternak Sapi Potong. Penerbit P.T. Balai Pustaka dan P.T. Sarana Panca Karya, Jakarta. (89 halaman).

Setiadi, B. 1997. Plasma Nutfah pada Domba dan Kambing. Modul dan Bimbingan Teknis Manajemen dan Penelitian dan Pengkajian Bidang Peternakan. Puslitbang Peternakan. Bogor.

Soderquist, L., L. Janson, M Haard and S. Elnarsson. 1996. Influence of Season, Age, Breed and Some

Others Factors on The Variation in Sperm Morphological Abnormalition in Swedesh Dairy A.I Bulls. Anim. Repr. Sci. 44 (1996): 91-98.

Sudono, A. dan T. Sutardi. 1969. Pedoman Beternak Sapi Lokal. Direktorat Peternakan Rakyat, Dirjen. Peternakan, Deptan. Jakarta

Tafal, Z.B. 1981. Ranci Sapi. Usaha Peternakan Yang Telah Bermanfaat. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. (148 halaman).

Toelihere, M.R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Wijaya, I.N.S. 1992. Pengaruh Musim dan Umur Terhadap Kualitas dan Kuantitas Air Mani Sapi Friesian Holstein di Balai Inseminasi Buatan Singosari. Fak. Kedokteran Hewan . Univ. Airlangga Surabaya. 51 halaman (Skripsi).

88 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

PEMBUATAN ANTI SERUM K88,987P DAN F41 MONOSPESIFIK

UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT KOLIBASILLOSIS PADA ANAK

BABI