KAWASAN WISATA PESISIR ”SAMUDERA BARU” BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
7.2. Identifikasi Permasalahan Penguatan Kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata Pesisir
Dalam rangka penyusunan program kegiatan pada pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal melalui pendekatan kelembagaan, maka analisis terhadap permasalahan-permasalahan terkait dengan Kelompok Pengelola Kawasan Wisata yang dapat menghambat pengembangan kawasan wisata secara berkelanjutan menentukan masukan bagi penyusunan rencana kegiatan secara partisipatif.
Identifikasi permasalahan kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata ”Samudera Baru” dalam upaya pengembangan kawasan wisata berbasis komunitas lokal ditelaah dari aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerjasama dan pengetahuan yang dimiliki. Hasil analisis atau telaahan terhadap aspek-aspek tersebut disimpulkan permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam kelompok yang mempengaruhi munculnya permasalahan-permasalahan dalam pengembangan kawasan wisata.
Identifikasi terhadap profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata ”Samudera Baru”, terkait dengan aspek-aspek : (1) tujuan; kelompok yang lebih berorientasi pada aspek ekonomi telah menumbukan isu kritis terkait dengan berkembangnya fenomena prostitusi; kerusakan keindahan dan kelestarian lingkungan di kawasan wisata; (2) kepemimpinan; lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa ketua merupakan pelopor gagasan pengembangan kawasan, penyandang dana sekaligus menjabat sebagai kepala desa menumbuhkan pengelolaan atau manajemen kelompok yang cenderung tidak profesional; menumbuhkan dominasi ketua dan ketergantungan anggota terhadap pemimpin atau ketua; kelompok dipandang milik pribadi dan seakan menjadi bagian terpisah dari komunitas serta belum memberikan manfaat atau kontribusi ekonomi bagi masyarakat secara luas. Kondisi demikian menumbuhkan isu kritis terkait dengan kekurangtransparanan (intransparency) pihak management dan kekurang- responsifan (non-responsiveness) pihak management terhadap komunitas, (3) pembagian tugas dan peranan; bersifat sederhana dan belum berfungsi sebagaimana mestinya, belum berfungsi sebagaimana mestinya, didasarkan pada instruksi lisan ketua kelompok, tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatan pencatatan dan pelaporan. Kondisi demikian menumbuhkan isu kritis terkait
dengan kekurangtransparanan (intransparency) pihak management dan kekurangresponsifan (non-responsiveness) pihak management terhadap komunitas; (4) pola hubungan dan komunikasi; lebih didasarkan pada hubungan personal informal (kekerabatan dan pertemanan) menyulitkan untuk bersikap tegas, menegakkan disiplin, teguran dan sanksi serta mengabaikan hal- hal yang sifatnya formal, termasuk dalam melaksanakan pola hubungan dengan pihak UPTD PKP dalam memanfaatkan tanah timbul sebagai kawasan wisata. Kondisi demikian telah memumbuhkan isu kritis terkait dengan munculnya potensi konflik pertanahan; (5) kerja sama; dasar pertimbangan hubungan kerjasama, baik dalam bentuk diskusi atau konsultasi dilakukan dengan pihak- pihak yang sekiranya membawa manfaat ekonomi atau karena hal-hal yang sifatnya mendesak. Kondisi-kondisi ini telah menumbuhkan isu kritis terkait dengan kekurangresponsifan (non-responsiveness) pihak management terhadap komunitas; (6) pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan atau manajemen dan pengembangan kawasan wisata selama ini diperoleh atas dasar pemikiran-pemikiran sendiri. Kelompok Pengelola Kawasan Wisata
(Management) merasa membutuhkan informasi dan wawasan tentang bagaimana pengelolaan kawasan wisata yang semestinya dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang dimiliki. Anggota kelompok dan para pedagang di lokasi wisata memahami bahwa suatu kawasan wisata dapat berkesinambungan apabila mampu memberikan manfaat ekonomi bagi mereka. Tetapi, belum disadari sepenuhnya bahwa manfaat ekonomi akan tetap berkelanjutan apabila didukung oleh adanya kepastian hukum tanah timbul yang selama ini digunakan, terpeliharanya luas daratan dari ancaman abrasi air laut dan adanya keseimbangan atau keharmonisan dengan nilai-nilai dan norma-norma serta harapan-harapan dan aspirasi komunitas.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikategorisasikan menjadi permasalahan-permasalahan atau isu kritis (critical issue) terkait dengan aspek ekonomi, sosial, ekologis dan keagrariaan. Isu kritis terhadap masalah keagrariaan menyebabkan munculnya potensi konflik pertanahan; terhadap masalah sosial menyebabkan munculnya perilaku kurang responsif (non- responsiveness) pihak management terhadap komunitas dan berkembangnya fenomena prostitusi serta mabuk-mabukan; terhadap masalah ekonomi menyebabkan permasalahan kurang transparannya (intransparency) pihak
management dan masalah-masalah ekologis telah menyebabkan munculnya isu kritis terkait dengan kerusakan lingkungan dan keindahan kawasan wisata.
Selanjutnya profil Kelompok Pengelola Kawasan Wisata dikaji atau dianalisis berdasarkan isu kritis yang muncul, akar masalah, kelembagaan atau norma yang mengatur, pihak yang terlibat dalam pengaturan, mekanisme dan efektivitas. Penjelasan tentang profil kelompok dalam kajian ini adalah :
1. Isu kritis menunjukkan atau mengambarkan tingkat kemendesakan suatu masalah untuk segera diatasi atau dipecahkan.
2. Akar masalah merupakan bentuk ide, gagasan atau perilaku yang dianalisis sebagai sumber terjadinya masalah.
3. Indikasi merupakan bentuk ide, gagasan atau perilaku yang menunjukkan atau menggambarkan suatu permasalahan.
4. Kelembagaan atau norma yang mengatur menyangkut nilai-nilai ataupun aturan-aturan baik formal maupun informal sebagai jawaban atau solusi atas masalah yang terjadi.
5. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang, kelompok, kelembagaan baik lokal maupun pemerintah yang mendukung atau terlibat dalam pengaturan atau penegakkan aturan.
6. Mekanisme merupakan sistem pelaksanaan yang terjadi diantara pihak-pihak yang terlibat dengan masalah atau sumber masalah yang terjadi.
7. Efektivitas menyangkut sejauhmana potensi yang ada dilaksanakan dalam suatu mekanisme tertentu dengan melibatkan pihak-pihak terkait didasarkan pada masalah yang terjadi dalam Kelompok Pengelola Wisata yang menyebabkan munculnya isu kritis dengan kelembagaan atau norma yang mengatur.
Analisis atau identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan ini memberikan masukan bagi penentuan alternatif pengembangan strategi pemberdayaan guna mendukung terwujudnya kawasan wisata berkelanjutan sesuai dengan konteks lokal yang ada.
Analisis atau identifikasi terhadap profil kelompok menyangkut aspek-aspek tujuan, kepemimpinan, pembagian tugas dan peranan, pola hubungan dan komunikasi, kerjasama dan pengetahuan yang dipandang sebagai permasalahan atau hal yang dapat menghambat upaya pengembangan kawasan wisata ini dapat dilihat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23 Identifikasi Permasalahan Kelembagaan Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru”
No. Aspek dan Profil Kelompok Masalah/Isu Kritis (Critical Issue) Akar Masalah Indikasi Kelembagaan/ Norma yang Mengatur
Pihak yang terlibat
dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03 04 05 06 07 08 09 1. Tujuan : Terfokus pada upaya-upaya untuk meningkat- kan pendapatan Tumbuh dan berkembangnya fenomena prostitusi Mengabaikan keta-
atan terhadap norma- norma dan nilai-nilai masyarakat
Muncul tersamarkan
dalam pertunjukan karaoke, organ tung- gal, dangdutan, jaipo- ngan
Secara formal :
dilarang oleh Perda Kabupaten Karawang No. 26 dan 27 Tahun 2001 tentang Pembe- rantasan Kemaksia- tan Secara Formal : -Sie. PMD Kecamatan Pedes -Polsek Kecamatan Pedes -Dinsos dan PMD Kabupaten Karawang -Depag Kabupaten Karawang -Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang -UPTD Kesehatan Kecamatan Pedes Secara Informal : Kelembagaan-kelem- bagaan lokal di tingkat komunitas
Secara Formal :
Belum ada upaya- upaya penegakkan Perda Kabupaten Karawang No. 26 dan 27 Tahun 2001 oleh instansi terkait.
Secara Informal :
-Upaya pernyataan kekhawatiran sudah diungkapkan oleh to- koh masyarakat dan tokoh agama -Muncul toleransi dari
tokoh pemuda bahwa pertunjukan boleh di- gelar mulai dari pukul 21.00 s.d. 01.00 WIB
Secara formal,
(melalui Perda dan instansi terkait) maupun secara informal, (melalui tokoh masyarakat, tokoh agama serta tokoh pemuda) be- lum sepakat dan efektif dalam me- nanggapi dan me- ngatasi munculnya fenomena prostitu- si di kawasan wisata tersebut
Kerusakan pelestarian
dan keindahan lingku- ngan di kawasan wisata
Pengembangan
kawasan wisata lebih berorientasi pada manfaat ekonomi Adanya kekurang- tanggapan pihak Management dan para pedagang di lokasi wisata terha- dap upaya-upaya menjaga keindahan dan kelestarian ling- kungan di kawasan wisata
Rusaknya pohon-
pohon mangrove se-
bagai upaya untuk memperindah sekali- gus memelihara ke- lestarian lingkungan di kawasan wisata dari abrasi air laut
Pengelolaan sampah
yang tidak tertata
Penataan area parkir
yang tidak tertib
Sarana MCK yang
tidak memadai
Luas kawasan yang
semakin menyempit
UU No. 22 Tahun
1999 tentang otonomi luas kepada daerah termasuk pembangu- nan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. (Psl 10 Ayat 1)
Perda No. 4 Tahun
2000 tentang Peng- gunaan Sumber Daya Alam (SDA) secara Berkelanjutan UPTD PKP Kecama- tan Pedes Dinas PKP Kabupaten Karawang Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang Upaya pelestarian
kawasan pesisir, baik secara alamiah, yaitu melalui penanaman
pohon mangrove
maupun secara ce- pat, yaitu melalui pe- nuraban telah dilaksa- nakan oleh UPTD PKP Kecamatan Pe- des dengan sumber pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan Propinsi Upaya-upaya ala- miah mengalami hambatan berupa “konsistensi pe- meliharaan”, baik dari instansi PKP itu sendiri maupun dari pihak
Management
Kelompok Penge-
lola Kawasan Wi- sata tidak me- ngetahui dan ti- dak memahami Perda No. 4 Ta- hun 2000 tersebut
Lanjutan Tabel 23
No. Aspek dan Profil Kelompok
Masalah/Isu Kritis
(Critical Issue) Akar Masalah Indikasi
Kelembagaan/ Norma yang Mengatur
Pihak yang terlibat
dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03 04 05 06 07 08 09 2. Kepemimpinan : Ditetapkan atas dasar pertimba- ngan bahwa : ketua kelompok adalah pemilik ide utama, se- bagai penyan- dang dana seka- ligus menjabat kepala desa dan masih aktif Non-Responsiveness pihak Management terhadap komunitas Munculnya sense sebagai pelopor dalam pengemba- ngan kawasan wi- sata sehingga ke- lompok dipandang sebagai milik priba- di, manfaat atau keuntungan finan- sial hanya dinikma- ti secara pribadi atau kelompok
Tidak ada ketentu-
an atau kebijakan yang mengatur bera- pa persen keuntu- ngan bagi kas desa
Keputusan yang
dilaksanakan oleh
Management tidak melibatkan : anggota kelompok dan ke- lembagaan lokal yang ada
Kelembagaan
Musyawarah Desa, berupa rapat atau minggon desa yang diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Pihak Management Wisata Kelembagaan Lokal Sie. PMD Kecamatan Pedes UPTD PKP Kecamatan Pedes Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang Kelembagaan lokal dan musyawarah desa semestinya berfungsi dalam memperjuangkan kepentingan warga Kelembagaan lokal dan musyawarah desa belum atau tidak dapat ber- fungsi sebagai wahana dalam memperjuangkan kepentingan ma- syarakat Intransparency pihak Management Ketua Kelompok merangkap jabatan sebagai Kepala Desa
Tidak ada laporan
atau pertanggung- jawaban kegiatan, baik terhadap kelompok maupun terhadap desa Kelembagaan Musyawarah Desa berupa rapat atau minggon desa yang diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Anggota Management Wisata Kelembagaan Lokal Sie. PMD Kecamatan Pedes UPTD PKP Kecamatan Pedes Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang Pihak-pihak yang
terlibat dalam pe- ngaturan dapat melakukan dialog guna meminta per- tanggungjawaban
Ketua Management
wisata
Pihak-pihak yang
terlibat dalam pe- ngaturan belum atau tidak dapat menyelenggarakan dialog untuk me- minta laporan, per- tanggungjawaban Ketua Manage- ment Intransparency pihak Management Menumbuhkan ketergantungan anggota terhadap pemimpin atau ketua kelompok
Semua kegiatan ter-
kait dengan kawa- san wisata tergan- tung dari keputusan dan instruksi ketua, baik menyangkut ke- uangan, upaya- upaya menjaga ke- indahan dan keles- tarian kawasan
Kelembagaan
Musyawarah Desa berupa rapat atau minggon desa yang diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Anggota Management Wisata Kelembagaan Lokal Sie. PMD Kecamatan Pedes UPTD PKP Kecamatan Pedes Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang Pihak-pihak yang
terlibat dalam pe- ngaturan dapat melakukan dialog bagi pelaksanaan partisipasi dan pe- ran serta anggota kelompok dalam aktivitas wisata
Pihak-pihak yang
terlibat dalam pe- ngaturan belum atau tidak dapat menyelenggarakan fungsi atau meka- nisme tersebut
Lanjutan Tabel 23
No. Profil Kelompok Aspek dan Masalah/Isu Kritis
(Critical Issue) Akar Masalah Indikasi
Kelembagaan/ Norma yang Mengatur
Pihak yang terlibat
dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03 04 05 06 07 08 09 3. Pembagian Tugas dan Peranan : Bersifat implisit, didasarkan pada keputusan atau instruksi ketua kelompok Intransparency pihak management Ketidakjelasan
struktur dan meka- nisme Kelompok Pengelola Kawasan Wisata
Pembagian tugas
hanya berdasarkan pada instruksi lisan ketua kelompok sehingga sulit di- laksanakan kegia- tan pencatatan dan pelaporan serta pertanggungjawa- ban administratif maupun finansial
Tidak ada acuan
bagi anggota atau pengurus kelom- pok untuk menja- lankan tugas dan tanggungjawab- nya
Sulit untuk meng-
evaluasi kegiatan termasuk menge- tahui berapa jum- lah pengunjung dan jumlah retribu- si atau uang yang masuk
Kepmen Budaya dan
Pariwisata Nomor : KEP-012/ MKP/IV/2001 tentang Pedoman Umum Perizinan Usaha Pariwisata
Perda Kabupaten Kara-
wang No. 24 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Usaha Kepariwisa- taan, Tempat Rekreasi dan Olah Raga
Kelembagaan Musya-
warah Desa, berupa rapat atau minggon desa yang diselengga- rakan pada setiap hari Rabu Pihak Management Wisata Kelembagaan Lokal Sie. PMD Kecamatan Pedes Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang Pihak-pihak yang terlibat dalam pengaturan belum berfungsi sebagai mekanisme kontrol dalam upaya memi- nimalisir dampak negatif yang ditim- bulkan dari aktivitas pengembangan kawasan wisata
Kelembagaan lokal,
dalam hal ini tokoh agama, tokoh masya- rakat, ketua LPM secara pribadi sudah berupaya berfungsi sebagai wahana kontrol, tetapi belum menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari pihak
Management 4. Pola Hubungan dan Komunikasi : Bersifat informal, mengatasi per- soalan-persoalan diutamakan se- cara kekeluarga- an Potensi Konflik Pertanahan (Potential /Latent Conflict) Mengabaikan pola-
pola hubungan dan komunikasi yang sifatnya formal sehingga tidak ada legalitas kewena- ngan tentang pe- manfaatan tanah di kawasan wisata
Kawasan wisata
dibangun di atas tanah timbul yang secara hukum tidak atau belum jelas status pe- manfaatannya
Pemanfaatan
lahan didasarkan pada Izin lisan dari Kepala UPTD PKP Kecamatan Pedes
UU Pokok Agraria No. 5
Tahun 1960 tentang Penentuan Hubungan Hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
Musyawarah Desa,
berupa rapat atau minggon desa yang diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Kelembagaan Lokal
(Desa, BPD, LPM, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda) Kasie. PMD Kecama- tan Pedes UPTD PKP Kecama- tan Pedes Penetapan peman-
faatan tanah timbul dapat ditentukan dalam dialog atau musyawarah desa
Kelembagaan lokal
yang ada belum mengupayakan dialog khusus untuk memba- has tentang solusi dari masalah ini
Lanjutan Tabel 23
No. Aspek dan Profil Kelompok Masalah/Isu Kritis (Critical Issue) Akar Masalah Indikasi Norma yang Mengatur Kelembagaan/ Pihak yang terlibat dalam Pengaturan Mekanisme Efektivitas
01 02 03 04 05 06 07 08 09
5. Kerjasama :
Dasar pertimba-
ngan hubungan kerjasama cende- rung dilakukan de- ngan pihak-pihak yang sekiranya membawa manfaat ekonomi atau kare- na hal-hal yang sifatnya mendesak Non-Responsiveness pihak Management terhadap komunitas Mengabaikan kerja-
sama dengan ke- lembagaan lokal
Tidak pernah memin-
ta saran, pendapat dalam upaya pe- ngembangan kawa- san wisata
Upaya kerjasama
yang sifatnya men- desak dibangun de- ngan pihak UPTD PKP dalam upaya menanggulangi ab- rasi air laut melalui pembibitan dan pe-
nanaman mangrove
Kelembagaan Musya-
warah Desa, berupa ra- pat atau minggon desa yang diselenggarakan pada setiap hari Rabu
Kelembagaan Lokal
(Desa, BPD, LPM, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda)
Pihak Management
Wisata
Kelembagaan lokal
dan pihak Manage-
ment wisata dapat bermusyawarah untuk menampung aspirasi dan harapan komuni- tas terkait dengan pengembangan ka- wasan wisata ke depan
Kelembagaan lokal
dan pihak Manage-
ment belum meng- upayakan dialog atau diskusi untuk mencari solusi dari masalah ini
6. Pengetahuan :
Wawasan, pema-
haman tentang pe- ngelolaan dan pe- ngembangan ka- wasan wisata diper- oleh serta dikem- bangkan atas dasar pemikiran-pemiki- ran sendiri
Kerusakan pelestarian
dan keindahan lingku- ngan di kawasan wisata
Pemikiran, gaga-
san memelihara ke- lestarian dan kein- dahan kawa-san belum dilaksanakan secara optimal
Rusaknya pohon-
pohon mangrove se-
bagai upaya mem- perindah sekaligus memelihara keles- tarian lingkungan di kawasan wisata dari abrasi air laut
Pengelolaan sam-
pah yang tidak tertata
Penataan area parkir
yang tidak tertib
Sarana MCK yang
tidak memadai
Luas kawasan se-
makin menyempit
UU No. 22 Tahun 1999
tentang otonomi luas kepada daerah terma- suk pembangunan wila- yah pesisir secara ter- padu dan berkelanjutan. (Psl 10 Ayat 1)
Perda No. 4 Tahun
2000 tentang Penggu- naan Sumber Daya Alam (SDA) secara Berkelanjutan UPTD PKP Kecama- tan Pedes Dinas PKP Kabupa- ten Karawang Dinas Pariwisata Kabupaten Karawang UPTD PKP Kecama-
tan Pedes dapat menyelenggarakan upaya-upaya pening- katan pengetahuan dan pemahaman kelompok mengenai kegiatan menjaga keindahan dan pe- lestarian lingkungan di kawasan pesisir
Belum dilaksana-
kan upaya-upaya peningkatan pe- ngetahuan dan pe- mahaman kelom- pok mengenai kegi- atan untuk menjaga keindahan dan pe- lestarian lingku- ngan di kawasan pesisir
Kelompok Penge-
lola Kawasan Wi- sata tidak menge- tahui dan tidak me- mahami tentang Perda tersebut
7.3. Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Penguatan Kelembagaan