• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sinyal Suara Pada Penderita Nodul Pita Suara

Dalam dokumen M01459 (Halaman 145-151)

Hertiana Bethaningtyas1, Firda Nurmalida2, Imam Abdul Mahmudi3, Suwandi4, RianFebrian Umbara5

1

Program Studi Teknik Fisika, Fakultas TeknikElektro, Universitas Telkom,

hertiana@ittelkom.ac.id

2

Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

,

fnurmalida@yahoo.com

3

Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

imamabdulm@outlook.com

4

Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

suwandi@rocketmail.com

5

Program Studi IlmuKomputasi, FakultasInformatika, Universitas Telkom

rianum123@gmailcom

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi sinyal suara pada penderita nodul pita suara. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mendesain perangkat perekam suara dengan dilengkapi ADC (Analog to Digital Converter) yang mudah dipindah dengan dimensi dan bobot yang ringan. Kemudian perangkat tersebut dihubungkan dengan perangkat lunak yang berfungsi untuk melakukan analisa suara yang telah direkam. Tahapan selanjutnya dilakukan pengambilan data suara pasien dan diikuti dengan validasi oleh dokter spesialis THT. Data suara diproses sehingga menghasilkan nilai jitter, shimmer, dan HNR (Harmonic to Noise Ratio). Dimana nilai tersebutdijadikan masukan untuk tahapan learning menggunakan algoritma Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Sehingga diperoleh model prediksi yang digunakan untuk memprediksi data suara yang baru apakah menderita nodul pita suara atau tidak.

Kata Kunci : analisis sinyal suara, kelainan pita suara, jaringan syaraf tiruan

1. Pendahuluan

Pita suara adalah organ yang memproduksi suara melalui pergerakan bolak-balik otot pita suara dan interaksi dengan organ lain. Gangguan yang sering terjadi pada pita suara adalah nodul pita suara. Nodul pada pita suara terbentuk akibat pemakaian suara yang berlebihan, terlalu keras atau terlalu lama yang sering ditandai dengan suara parau (Kusumaningrum, Arifianto, Sekartedjo, 2010).

Suara parau adalah suatu istilah umum untuk perubahan suara akibat adanya gangguan. Suara parau dapat ditandai dengan ciri-ciri, suara terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, dan ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak suara (laring).

Terdapat beberapa kendala dokter dalam melakukan diagnosa. Selain terbatasnya peralatan yang tersedia, kesulitan penegakan diagnosa juga terjadi pada dokter spesialis THT yang harus melakukan dengan memasukkan kabel optis elastis (laringoskopi) ke tenggorokan karena bersifat invasif, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (Saenz-Lechon, 2008). Pada penelitian ini dilakukan perancangan alat tanpa sentuh yang mudah digunakan untuk melakukan identifikasi penderita nodul pita suara.

146

Selain itu dilakukan juga perancangan dan implementasi aplikasi untuk diagnosa apakah seseorang menderita nodul pita suara atau tidak dengan menggunakan algoritma JST. Mencari ciri (feature) yang dapat dijadikan tolak ukur akurat untuk menentukan tipe dan tingkat parah-tidaknya kelainan pada pita suara, merupakan tantangan tersendiri mengingat sifat sinyal suara manusia yang berubah secara waktu (non-linear time- varying). Teknik yang dipakai adalah pasien diminta mengucapkan vokal (misal /a/) secara kontinu dalam satu tarikan nafas (Koike, 1969).

Karakteristik suara yang dihasilkan pembicara memiliki dua kategori. Pertama adalah melalui persepsi bersifat subyektif pendengar. Misalnya pitch, dimana satu orang memiliki suara dasar yang rendah/berat sedangkan yang lain lebih tinggi walaupun keduanya memiliki jenis kelamin yang sama. Kriteria kedua adalah karakteristik fisis (obyektif) dari emisi akustik gelombang suara, misalnya frekuensi dasar dengan satuan hertz.

Gambar 1. Frekuensi Dasar Suara Normal (kiri) dan Suara Parau (kanan) Dalam menentukan kualitas patologi suara manusia dibutuhkan suatu metode untuk menghitung nilai variasi dari frekuensi dasar dan amplitudo, yaitu dengan cara menghitung nilai jitter, shimmer, dan HNR (Harmonics to Noise Ratio). Nilai yang diperoleh dapat menjadi salah satu aspek karakterisasi suara tertentu.

Jitter merupakan modulasi frekuensi suara yang menghasilkan nilai variasi perbedaan frekuensi secara berturut-turut pada frekuensi dasar (Moran, 2006).

(1) Dimana Fimerupakan magnituda frekuensi F0 yang diekstrasi dan N adalah banyaknya

frekuensi yang diekstrasi.

Shimmer adalah modulasi amplitudo suara yang dinyatakan sebagai perubahan amplitudo peak to peak dalam desibel (dB) (Michaelis, 1997).

(2) dengan Ai adalah data amplitudo peak to peak yang diekstraksi.

HNR biasa digunakan untuk mengetahui tingkat kejelasan dari sinyal suara yang diukur. Dengan mencari harga harmonisasi amplitudo sinyal dalam desibel (dB). Terdapat beberapa variasi perhitungan parameter dalam menentukan HNR. Namun pada identifikasi sinyal suara biasanya penentuan HNR didapatkan dari parameter spectogramberupa NFFT dengan persamaan (Moran, 2006):

(3)

Dimana Simerupakan nilai-nilai harmonik yang diperoleh dari spektrum daya yang

dihasilkan. Sedangkan Ni adalah nilai-nilai noise yang terdapat pada daerah harmonik

yang didapat dari estimasi noise fllr. Semakin besar nilai HNR yang diperoleh maka semakin harmonis sinyal yang digubakan(Kusumaningrum, Arifianto, Sekartedjo, 2010). Algoritma jaringan sayaraf tiruan merupakan algoritma yang meniru cara kerja otak manusia. Dalam algoritma JST terdapat arsitektur dan algoritma yang berbeda-beda. Salah satu yang sering digunakan adalah arsitektur Multilayer Perceptron (MLP) yang

147

menggunakan algoritma pembelajaran Backpropagation. Pada arsitektur MLP terdapat layer input, hidden, dan output. Untuk algoritma pembelajaran Backpropagation akan dilakukan proses pengubahan bobot dengan perhitungan maju dan mundur sehingga diperoleh nilai bobot akhir yang akan digunakan untuk melakukan pengujian dan prediksi. Perancangan dan implementasi pada sistem ini meliputi prosedur pengambilan data, kriteria pasien, peralatan yang dipakai serta kondisi eksperimen (experimental setup), dan perancangan aplikasi.

Gambar 2. Prosedur Penelitian

Dalam penelitan ini perancangan alat dilakukan dengan menghubungkan mikrofon Roland DR-30 yang memiliki respon frekuensi rata pada rentang frekuensi suara manusia (speech). Mikrofon dihubungkan dengan ADC/DAC M-Audio Fast Track C400 yang berfungsi untuk mengkonversi sinyal analog yang diterima oleh mikrofon menjadi sinyal digital yang dapat terbaca oleh PC yang berfungsi sebagai penyimpan data digital dan pengolahan data.

Gambar 3. Desain Perancangan Alat dan Sistem

Setelah dilakukan perancangan alat dan sistem yang digunakan, kemudian dilakukan proses perekaman suara partisipan. Sebelum perekaman dilakukan, pasien dijelaskan

Pengumpulan data dan literatur, beserta teori-teori yang terkait

Perancangan alat perekaman

Pengumpulan

Pengumpulan data eksperimen

(jenis data, metode pengukuran, hasil pengukuran)

Pengolahan dan pemrosesan data (jitter, shimmer, HNR)

148

prosedur pengambilan data. Partisipan diminta dengan satu tarikan nafas, melafalkan fonem /a/ secara kontinu sesuai kapasitas paru. Pada orang sehat, sekitar 12-14 detik fonasi. Pada penderita pita suara umumnya memiliki kapasitas paru yang lebih pendek tergantung stadium penyakit. Semakin parah penyakit yang diderita, semakin pendek durasi dari fonasi pada pelafalan.

Data suara kemudian dikarakterisasi secara digital dengan memproses nilai jitter, shimmer, dan HNR yang terbentuk. Dari data tersebut dilakukan klasifikasi yang dapat membedakan data suara partisipan normal dengan penderita nodul pita suara. Data yang telah diperoleh dijadikan inputan untuk dilakukan proses learning pada aplikasi prediksi.

2. Pembahasan

Gambar 4. Spektogram Suara Parau (kiri) dan Suara Normal (kanan)

Gambar4 menunjukkan perbedaan antara spektogram suara parau dengan suara

normal.Padaspektogramsuaraparaumemilikifrekuensi yang

lebihrendahyaitupadarentangfrekuensi 0-2000 Hz, sedangkansuara normal cenderungberfrekuensitinggidanmemilikirentangfrekuensi 0-10000Hz. Dari hasil perekaman diperoleh 18 record data suara normal dan 14 record data penderita nodul pita suara. Pada keseluruhan data yang telah direkam, dilakukan analisa statistik pada frekuensi dan amplitudo data berupa nilai jitter dan shimmer untuk mengetahui presentase nilai simpangan data yang terjadi. Dimana juga dilakukan analisa nilai perbandingan harmonisasi sinyal suara pasien dengan noise yang terjadi pada perekaman data suara pasien dengan memperhitungkan nilai dari HNR seperti pada gambar 5. Pada gambar 5 terlihat nilai jitter dan shimmer suara parau (ditandai dengan titik warna jingga) lebih tinggi dibandingkan dengan suara normal, sedangkan nilai HNR suara parau lebih rendah dibandingkan dengan suara normal.

Gambar 5. Perbandingan Nilai Jitter (kiri) Shimmer (tengah) dan HNR (kanan) pada Suara Normal dan parau

Setelah mendapatkan nilai jitter, shimmer, dan HNR dari 32 data suara dilakukan pengolahan data menggunakan jaringan saraf tiruan. Pada gambar 6 terlihat simulasi dari jaringan saraf tiruan dan tampilan akhir program.

149

Tabel 1. Data Suara Penderita Nodul Pita Suara

Data Jitter Shimmer HNR (dB)

1 0.944131 1.432820 16.2009 2 0.922248 1.578290 17.8645 3 0.842203 0.690360 19.2367 4 0.788944 0.670322 21.0341 5 0.918504 1.144150 19.8877 6 0.987973 1.543170 16.8208 7 1.013820 0.995480 24.5331 8 0.909954 1.215990 18.2440 9 0.885845 1.322910 18.2036 10 0.952631 0.845852 22.0296 11 0.722036 0.904016 18.7041 12 0.447711 1.156220 19.6340

Tabel 1 merupakan tabel nilai jitter, shimmer, dan HNR pada suara parau setelah dilakukan analisa suara.

Gambar 6. Tampilan Akhir Program (kiri) dan Jaringan Saraf Tiruan (kanan) Arsitekturjaringansyaraftiruan yang digunakanmerupakanBackpropogation Feed Forward

Neural Network (FFNN) Multi Layer Perception

(MLP).Dalamarsitekturinidigunakantigabuahhidden layerdenganjumlahmaksimal data pelatihan (epoch) sebanyak 1000 kali.

150

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, disimpilkan bahwa pada penderita nodul pita suara, menghasilkan nilai jitter 0,7-1 % dan pada shimmer sebesar 0.6-1.5 dB serta diikuti dengan nilai harmonisasi suara yang terbentuk sebesar 16-24 dB.

Adanya parameter tambahan dalam pemberian nilai diperlukan untuk penelitian selanjutnya. Klasifikasi lebih detail mengenai tingkat keparahan serta penentuan berbagai jenis penyakit pita suara dapat dilakukan untuk menambah tingkat ketelitian dalam melakukan deteksi dini penyakit.

DaftarPustaka

1. ArifiantoD., Noveriyanto B., Kusumaningrum H., Sekartedjo, Best Basis Selection for Speech Pathology Identification. ICMNS (The Tihird International Conference on Mathematics Ana natural Sciences), November 2010, Bandung, Indonesia. 2. Kadriyan, Hansum, Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta

Pelaksanaannya, Cermin Dunia Kedokteran, No. 155, 2007.

3. Koike, Yasuo, Vowel Amplitude Modulation Ni Patients Alt Laryngeal Diseases, J. Acoust, Soc. Amer., vol 45, on 4, pp. 839-844, 1969.

4. Kusumaningrum H., Arifianto D., Sekartedjo, Teknik Deteksi Dini Penderita Kelainan Pita Suara Menggunakan Analisa Sinyal Akustik, Proc. ISSN: 2087- 3433, Seminar nasional Teknik Fisika (SNTF 10), October 2010, Surabaya, Indonesia.

5. Kusumaningrum H., Arifianto D., Sekartedjo, Voice Analysis in Determining Vocal Cord Disorder Severity Using Wavelet Transform, Proc. ISSN:2087-328X, 60th International Conference on Biomedical Engineering, BME Days 2010, October 2010, Surabaya, Indonesia.

6. Moran, R. J., Reilly, R.B., Chazal, P., Lacy, P. D., Telephony – Based Voice Pathology Assesment Using Automated Speech Analysis, IEEE Transaction on Biomedical Engineering, vol 53, on. 3, March 2006.

7. Saenz-Lechon N., Osma-Ruiz V., Godigo-Llorente Jl., Blanco-Velasco M., Cntz- Roldan F., Arias-Londono J., Effect of Audio Compression in Automatic Detection of Voice Pathologies, IEEE Tran. Biomed. Eng., vol 55, on. 12, pp. 2831-2835, December 2008.

8. Michaelis, D., Gramss, T., Strube, H W., Glottal-to-Noise Exitation ratio-a New Measure for Describing Pathological Noise, J. Acustica, Ata acustica, vol 83, pp.700-706.,1997.

151

Dalam dokumen M01459 (Halaman 145-151)

Dokumen terkait