• Tidak ada hasil yang ditemukan

Premi Premi Swap Swap Graik 5.7 Graik 5.9 Indeks Risiko dan Selisih Imbal Hasil Indeks Risiko dan Selisih Imbal HasilGraik 5

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 138-148)

Faktor Faktor yang Memengaruh

Graik 5.8 Premi Premi Swap Swap Graik 5.7 Graik 5.9 Indeks Risiko dan Selisih Imbal Hasil Indeks Risiko dan Selisih Imbal HasilGraik 5

Sementara dari sisi domestik, ekspektasi akselerasi inflasi di awal tahun terkait dengan rencana

pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sempat meningkatkan tekanan pada rupiah. Peningkatan tekanan pada rupiah ini tercermin dari sempat melebarnya spread antara bid dan ask rupiah serta

premi swap (Grafik 5.6). Faktor risiko domestik juga turut mengalami peningkatan hingga triwulan II 2012.

Credit Default Swap (CDS) Indonesia pada semester I 2012 sempat mencapai 250,6 yang kemudian mengalami konsolidasi pada semester II 2012 seiring mulai membaiknya faktor risiko global (Grafik 5.7).

Pada semester II 2012, risiko global mengalami perbaikan. Penurunan risiko global terefleksi dari perkembangan indikator risiko global yang mengalami penurunan, khususnya setelah data perkembangan terkini ekonomi makro AS dan China yang positif. Indeks MSCI World dan VIX (Grafik 5.8)1

serta CDS negara utama Eropa (Grafik 5.9) cenderung bergerak menurun sejak semester II 2012. Sementara CDS Indonesia ditutup menjadi 130, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang sebesar 208. Selain itu, selisih imbal hasil antara surat utang Indonesia dan

US T-Note juga mengalami penurunan menjadi 3,8%

1 msci= Morgan Stanley Capital Investment vix = volatility index

(ptp) dari 4,2% di tahun 2011. Intensitas tekanan nilai tukar rupiah juga turut termoderasi sebagaimana terlihat dari penurunan volatilitas nilai tukar rupiah dari 0,38% sepanjang semester I 2012 menjadi 0,18% di semester II 2012. Namun, nilai tukar rupiah masih terus mengalami tekanan pelemahan akibat dari pertumbuhan kinerja ekspor yang terus termoderasi, sementara penyesuaian disisi impor berjalan relatif lambat (Grafik 5.10).

Relatif kompetitifnya imbal hasil aset Indonesia dibandingkan dengan negara kawasan serta

CDS Kawasan Eropa

Graik 5.11

Indeks Risiko Global

Graik 5.10

Nilai Tukar terhadap Dolar AS

terjaganya kinerja sumber-sumber pertumbuhan dari sisi domestik berhasil menopang keyakinan investor terhadap perekonomian Indonesia.

Indikator imbal hasil investasi pada aset rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (Uncovered Interest Parity - UIP) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa Negara di kawasan regional Asia (Grafik 5.11). Bahkan jika memperhitungkan premi risiko, daya tarik dalam rupiah masih tetap tinggi. Indikator imbal hasil yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (Covered Interest Parity - CIP) secara umum masih lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia (Grafik 5.12).

Imbal hasil aset rupiah yang kompetitif tersebut didukung pula oleh sustainabilitas fiskal yang terjaga, serta cadangan devisa yang cukup kokoh sebagai bantalan (cushion) bagi perekonomian nasional dalam menghadapi berbagai risiko, khususnya yang bersumber dari sisi eksternal. Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia tersebut menjadi basis bagi perolehan peringkat layak investasi (investment grade)

serta afirmasi peringkat oleh lembaga pemeringkat internasional. Perolehan peringkat investasi dan afirmasi peringkat tersebut menanamkan optimisme bagi investor atas resiliensi prospek perekonomian

Indonesia yang sekaligus berperan sebagai penopang atas berlanjutnya aliran dana nonresiden ke pasar keuangan domestik terutama ke obligasi pemerintah (Grafik 5.13).

Selama tahun 2012, investor nonresiden

membukukan beli neto di pasar Surat Belanja Negara (SBN) sebesar 4,9 miliar dolar AS, melanjutkan akumulasi kepemilikan pada tahun sebelumnya yang sebesar 2,8 miliar dolar AS. Meskipun sempat menurun hingga semester I 2012 seiring dengan meningkatnya faktor risiko global yang mendorong

Uncovered Interest Parity (UIP) Covered Interest Parity (CIP)

Aliran Dana Nonresiden pada Portofolio Rupiah

Graik 5.14 Graik 5.13

terjadinya portfolio rebalancing, investor nonresiden kembali meningkatkan porsi dan nominal kepemilikan SBN pada semester II 2012 (Grafik 5.14). Aliran dana ke SBN sedikit terkoreksi di bulan Agustus 2012 seiring meningkatnya spekulasi memburuknya neraca perdagangan Indonesia. Sementara itu, di bursa saham, aliran dana asing tercatat sebesar 1,26 miliar dolar AS atau menurun dibandingkan dengan jumlah beli neto pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,84 miliar dolar AS. Pada akhir tahun 2012, posisi kepemilikan nonresiden pada instrumen SBN naik menjadi 28,08 dolar AS miliar (31,6%) dari 24,62 miliar dolar AS (29,8%) pada tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, investor nonresiden menjadi investor terbesar kedua pada instrumen SBN. Sementara itu, kepemilikan investor nonresiden di SBI terus mengalami penurunan hingga hanya mencapai 42 juta dolar AS seiring dengan kebijakan masa endap 6 bulan kepemilikan SBI tahun lalu sebagai upaya Bank Indonesia untuk melakukan pendalaman pasar keuangan dan mengurangi tekanan risiko pembalikan yang tiba-tiba (sudden reversal).

Dari sisi ketahanan eksternal terhadap potensi

capital reversal, posisi cadangan devisa saat ini masih mampu memenuhi 1,94 kali akumulasi kepemilikan nonresiden pada portfolio investasi rupiah. Kemampuan cadangan devisa tersebut telah

Kepemilikan Nonresiden pada SBN memperhitungkan pemenuhan kebutuhan tiga

bulan impor barang dan jasa. Namun, apabila tidak memperhitungkan kebutuhan untuk impor, rasio cadangan devisa terhadap kepemilikan nonresiden menjadi 4,1 kali.

Meskipun neraca pembayaran keseluruhan

mencatatkan surplus, defisit yang terjadi pada neraca berjalan telah memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah terkait dengan risiko kerentanan pasokan valas di dalam negeri. Survei BIS menunjukkan turn over

transaksi harian pasar valas Indonesia pada tahun 2010 hanya sebesar 3,38 miliar dolar AS, tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pasar valas di kawasan (Grafik 5.15). Relatif masih dangkal dan tersegmentasinya pasar valas domestik mendorong perbankan dan korporasi melakukan penempatan valas di luar negeri sehingga mendorong peningkatan risiko kerentanan pasokan valas di dalam negeri. Dalam periode yang sama, instrumen pasar valas dalam negeri juga didominasi instrumen Spot yang mengonfirmasi perlunya pendalaman pasar dan upaya mengurangi segmentasi pasar valas antarbank (Grafik 5.16).

Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia telah mengambil sejumlah langkah kebijakan untuk memperkuat pasokan valas di domestik yang

Graik 5.16

Turn Over Harian Pasar Valas Kawasan

Instrumen Pasar Valas Dalam Negeri

Graik 5.18

sekaligus di tujukan untuk memperdalam pasar valas domestik. Kebijakan- kebijakan tersebut antara lain adalah kewajiban pelaporan Devisa Hasil Ekpor (DHE), penerbitan Term Deposit Valas (TD Valas) dan relaksasi ketentuan mengenai tenor lindung nilai.

Bab 6

Inlasi

L

aju inflasi dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2012, inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan berada dalam kisaran sasaran. Terkendalinya inflasi didukung oleh penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang tepat dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam mendorong kestabilan harga. Sejalan dengan langkah tersebut, inflasi inti dapat tetap terjaga pada level yang relatif rendah. Sementara itu, inflasi volatile food cenderung menurun sejalan dengan kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi. Terkait administered prices, tidak terdapat kebijakan pemerintah terkait harga barang di kelompok ini yang berdampak signifikan pada inflasi.

Pada tahun 2012, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 4,3% (yoy) atau berada di dalam kisaran sasarannya sebesar 4,5%±1%. Realisasi inflasi IHK yang cukup rendah tersebut didukung oleh ketiga komponennya. Inflasi inti, volatile food

dan administered prices masing-masing mencapai 4,4% (yoy), 5,7% (yoy) dan 2,7% (yoy) dan berada di bawah rata-rata historisnya (Grafik 6.1 dan 6.2).1

Tercapainya sasaran inflasi tahun 2012 tidak terlepas

1 Rata-rata tahun 2002 sampai dengan 2011, kecuali tahun 2005 dan 2008 saat terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi.

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 138-148)