• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek, Tantangan, dan Arah Kebijakan Perekonomian Indonesia pada tahun

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 32-42)

diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi, mencapai kisaran 6,3%-6,8% . Permintaan domestik diperkirakan tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi konsumsi maupun investasi. Dari sisi konsumsi, perbaikan daya beli dan keyakinan konsumen, serta meningkatnya aktivitas terkait dengan penyelenggaraan Pemilu tahun 2014, merupakan faktor yang mendorong pertumbuhan. Sementara itu, kontribusi ekspor dalam pembentukan PDB diperkirakan juga akan meningkat sejalan

dengan membaiknya perekonomian dunia dan meningkatnya harga komoditas global. Berbagai perkembangan tersebut diperkirakan juga akan memberikan dampak positif bagi peningkatan investasi. Dari sisi lapangan usaha, sektor-sektor utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tetap mondominasi perkembangan perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan secara sektoral akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan global.

Di sisi eksternal, sejalan dengan upaya Bank Indonesia dan Pemerintah untuk mempercepat penyesuaian keseimbangan eksternal, rasio deisit neraca transaksi berjalan terhadap PDB diprakirakan akan menurun. Sementara dari sisi transaksi modal dan inansial, masih akan mencatat surplus yang cukup besar, terutama dalam bentuk PMA seiring dengan iklim investasi yang tetap kondusif.

Untuk menjangkar ekspektasi inlasi masyarakat, Pemerintah (berkoordinasi dengan Bank Indonesia) pada tahun 2012 menetapkan sasaran inlasi jangka menengah, yaitu 4,5%±1% tahun 2013, 4,5%±1% tahun 2014, dan 4,0%±1% tahun 2015. Dengan dukungan bauran kebijakan yang terus diperkuat serta koordinasi dengan Pemerintah yang semakin erat, inlasi pada 2013 diprakirakan akan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasarannya. Inlasi inti

diprakirakan relatif terkendali dengan dukungan peningkatan kapasitas produksi dan ekspektasi inlasi yang semakin terjangkar. Tekanan inlasi yang berasal peningkatan permintaan diperkirakan relatif moderat diikuti dengan ekspektasi inlasi yang terjaga. Sementara itu, inlasi volatile food, diprakirakan akan tetap terkendali, sejalan dengan prakiraan perbaikan produksi dan distribusi. Kenaikan upah minimum provinsi dan tarif tenaga listrik diprakirakan akan meningkatkan tekanan inlasi pada tahun 2013, meskipun tidak signiikan.

Namun sejumlah tantangan dan risiko perlu diantisipasi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Pertama, konsumsi BBM yang terus meningkat di tengah semakin menurunnya produksi migas dalam negeri akan terus meningkatkan impor migas dan beban subsidi sehingga semakin menambah tekanan terhadap kesinambungan iskal dan deisit transaksi berjalan. Kedua, di sisi struktural, struktur perekonomian dengan ketergantungan impor yang tinggi khususnya untuk barang modal dan bahan baku, dalam jangka pendek dapat menimbulkan kerentanan terhadap keseimbangan eksternal ketika kegiatan investasi terus mengalami peningkatan. Dari sektor perbankan, tantangan yang dihadapi berupa masih relatif

tingginya ineisiensi dalam sektor perbankan dan perlunya perluasan akses masyarakat ke layanan jasa perbankan. Dari pasar valas, tantangan, yang dihadapi adalah mendorong pendalaman pasar.

Dengan kondisi tersebut, kebijakan Bank

Indonesia akan diarahkanpada upaya pencapaian keseimbangan internal dan eksternal. Dalam kaitan tersebut, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inlasi dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan. Pertama, kebijakan moneter akan ditempuh secara konsisten dengan prakiraan inlasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan rupiah sesuai

dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung terjaganya

keseimbangan internal maupun eksternal. Kebijakan tersebut juga akan dilengkapi oleh kebijakan-

kebijakan lain di bidang mikroprudensial perbankan dan sistem pembayaran. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan.

Di bidang perbankan, kebijakan difokuskan pada 3 koridor utama yaitu (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi. Di dalam koridor kebijakan penguatan fungsi intermediasi, Bank Indonesia akan mendorong perluasan akses layanan perbankan secara

nonkonvensional, antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi, telekomunikasi, dan kerjasama keagenan (branchless banking) sehingga layanan perbankan diharapkan dapat menjangkau segala lapisan masyarakat tanpa perlu menghadirkan isik kantor bank. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan akan tetap diarahkan untuk meningkatkan keamanan dan eisiensi sistem pembayaran serta kesetaraan akses dalam sistem pembayaran dengan memerhatikan aspek perlindungan konsumen. Di bidang pengelolaan uang, kebijakan diarahkan untuk menjaga ketersediaan uang layak edar di seluruh wilayah NKRI, meningkatkan kualitas uang dan eisiensi pengelolaan rupiah serta implementasi UU Mata Uang.

Dalam jangka menengah, Bank Indonesia berupaya untuk terus menurunkan inlasi pada level yang setara dengan negara kawasan. Dalam 3 tahun ke depan, sasaran inlasi Bank Indonesia ditetapkan menurun secara bertahap. Dengan tingkat inlasi yang rendah dan stabil, pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan di atas 7% diperkirakan dapat tercapai.

Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inlasi 2012 Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inlasi 2012 Boks 1

Boks 1

Pada tahun 2012, inlasi IHK dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada dalam kisaran sasarannya (4,5% ± 1%).Inlasi mencapai 4,3% (yoy), didukung oleh terjaganya inlasi inti (4,4%, yoy), terkendalinya inlasi volatile food pada level yang rendah (5,7%, yoy) serta rendahnya inlasi administered prices (2,7%, yoy). Perkembangan demikian diharapkan membantu mempercepat proses disinlasi, yakni menuju sasaran inlasi jangka panjang yang lebih rendah setara dengan tingkat inlasi negara-negara mitra dagang yang rendah. Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang dilakukan secara proaktif dan terkoordinasi secara baik di level pusat maupun daerah dapat mengatasi berbagai sumber tekanan inlasi selama 2012.

Dinamika perekonomian global mempengaruhi tekanan inlasi sepanjang tahun 2012,

sementara berbagai faktor domestik secara umum kondusif bagi pencapaian sasaran inlasi. Perekonomian global yang melemah, sementara permintaan domestik masih cukup kuat, menyebabkan tekanan terhadap deisit neraca transaksi berjalan. Kondisi ini pada gilirannya memberikan tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Sejalan dengan pelemahan ekonomi global tersebut, harga komoditas global secara umum cenderung turun. Namun memasuki paruh kedua tahun 2012, beberapa harga pangan global meningkat akibat kekeringan yang terjadi di beberapa negara produsen utama. Kondisi ini memberikan tekanan pada harga sejumlah komoditas pangan domestik. Sementara itu, secara umum kondisi dalam negeri masih cukup kondusif bagi perkembangan harga- Pada tahun 2012, inlasi IHK dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada dalam kisaran sasarannya (4,5% ± 1%).Inlasi mencapai 4,3% (yoy), didukung oleh terjaganya inlasi inti (4,4%, yoy), terkendalinya inlasi volatile food pada level yang rendah (5,7%, yoy) serta rendahnya inlasi administered prices (2,7%, yoy). Perkembangan demikian diharapkan membantu mempercepat proses disinlasi, yakni menuju sasaran inlasi jangka panjang yang lebih rendah setara dengan tingkat inlasi negara-negara mitra dagang yang rendah. Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang dilakukan secara proaktif dan terkoordinasi secara baik di level pusat maupun daerah dapat mengatasi berbagai sumber tekanan inlasi selama 2012.

Dinamika perekonomian global mempengaruhi tekanan inlasi sepanjang tahun 2012,

sementara berbagai faktor domestik secara umum kondusif bagi pencapaian sasaran inlasi. Perekonomian global yang melemah, sementara permintaan domestik masih cukup kuat, menyebabkan tekanan terhadap deisit neraca transaksi berjalan. Kondisi ini pada gilirannya memberikan tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Sejalan dengan pelemahan ekonomi global tersebut, harga komoditas global secara umum cenderung turun. Namun memasuki paruh kedua tahun 2012, beberapa harga pangan global meningkat akibat kekeringan yang terjadi di beberapa negara produsen utama. Kondisi ini memberikan tekanan pada harga sejumlah komoditas pangan domestik. Sementara itu, secara umum kondisi dalam negeri masih cukup kondusif bagi perkembangan harga-

harga. Kondisi permintaan domestik yang kuat masih dapat direspons dengan baik oleh sisi produksi, antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya produksi pangan, khususnya beras. Stabilnya harga-harga juga didukung oleh ekspektasi inlasi yang relatif terkendali meskipun sempat meningkat di awal tahun terkait dengan kebijakan di bidang energi. Selain itu, minimalnya kebijakan Pemerintah terkait administered prices turut mendukung terkendalinya inlasi tahun 2012.

Terjaganya stabilitas ekonomi makro di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih cukup kuat tidak terlepas dari koordinasi kebijakan yang semakin baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui forum TPI dan TPID. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengelola ekonomi makro untuk membawa inlasi ke dalam sasaran yang ditetapkan. Sementara itu, kebijakan Pemerintah diarahkan untuk mengatasi tekanan inlasi yang berasal dari keterbatasan pasokan dan hambatan distribusi, khususnya bahan pangan dan energi.

Kebijakan moneter diarahkan agar pergerakan inlasi ke depan tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Dengan pertimbangan inlasi dapat dijaga pada sasarannya, pada awal 2012 Bank

Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75% untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi di tengah harga. Kondisi permintaan domestik yang kuat masih dapat direspons dengan baik oleh sisi produksi, antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya produksi pangan, khususnya beras. Stabilnya harga-harga juga didukung oleh ekspektasi inlasi yang relatif terkendali meskipun sempat meningkat di awal tahun terkait dengan kebijakan di bidang energi. Selain itu, minimalnya kebijakan Pemerintah terkait administered prices turut mendukung terkendalinya inlasi tahun 2012.

Terjaganya stabilitas ekonomi makro di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih cukup kuat tidak terlepas dari koordinasi kebijakan yang semakin baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui forum TPI dan TPID. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengelola ekonomi makro untuk membawa inlasi ke dalam sasaran yang ditetapkan. Sementara itu, kebijakan Pemerintah diarahkan untuk mengatasi tekanan inlasi yang berasal dari keterbatasan pasokan dan hambatan distribusi, khususnya bahan pangan dan energi.

Kebijakan moneter diarahkan agar pergerakan inlasi ke depan tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Dengan pertimbangan inlasi dapat dijaga pada sasarannya, pada awal 2012 Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75% untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi di tengah

menurunnya kinerja ekonomi global. Dalam perkembangan selanjutnya, ekonomi Indonesia dihadapkan pada melambungnya ekspektasi inlasi yang dipicu oleh berkembangnya wacana kebijakan Pemerintah terkait subsidi BBM dan meningkatnya tekanan neraca pembayaran. Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro, Bank Indonesia sejak Maret 2012 mempertahankan BI Rate pada tingkat 5,75% dan mengambil langkah lanjutan melalui penguatan operasi moneter untuk mengendalikan likuiditas jangka pendek, kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah, kebijakan makroprudensial, serta penguatan komunikasi kebijakan.

Selanjutnya, dengan semakin besarnya

tekanan pada nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melakukan kebijakan stabilisasi nilai tukar sesuai dengan kondisi fundamentalnya untuk mendukung penyesuaian keseimbangan eksternal, memperkuat operasi moneter untuk mendukung stabilitas nilai tukar dan pengendalian likuiditas1, dan meningkatkan

pendalaman pasar valas2. Sementara itu,

1 Langkah ini dilakukan melalui penyempitan koridor bawah suku bunga operasi moneter Bank Indonesia menjadi 4,00% di Agustus 2012 dan penguatan struktur suku bunga instrumen moneter. Pembentukan struktur suku bunga, khususnya jangka menengah-panjang, yang lebih kompetitif diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi pada sekuritas domestik dan dapat mendorong pasokan valas pada pasar keuangan domestik, sehingga pada gilirannya dapat membantu stabilisasi nilai tukar. 2 Dilakukan melalui penguatan pasokan valas, yaitu: (a) Ketentuan penerimaan Devisa hasil ekspor (DHE) mulai efektif pada Januari 2012 dalam rangka penguatan pasokan valuta asing yang lebih berkesinambungan; (b) lelang Term Deposit (TD) Valas secara reguler sejak Juni 2012 untuk memperkuat struktur pasokan devisa dan (c) melakukan relaksasi terhadap ketentuan Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank untuk mendukung penguatan pasokan valuta asing melalui

Pemerintah melanjutkan kebijakan tax holiday

untuk mendorong investasi yang dapat

menghasilkan barang modal untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk untuk

mengurangi ketergantungan terhadap impor barang jadi.3

Kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung keseimbangan eksternal. Untuk mencegah terjadinya risiko pada stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari meningkatnya secara tajam kredit perbankan, khususnya di sektor perumahan dan otomotif, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan makroprudensial melalui pengaturan besaran rasio loan-to-value ratio (LTV) dan minimum down payment (DP). Kebijakan tersebut mengatur tentang besaran rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) dan

minimum down payment (DP) untuk kredit

pendalaman pasar valuta asing domestik. Perubahan Peraturan Bank Indonesia dilakukan sebagai salah satu upaya dengan memberikan leksibilitas bagi pelaku pasar dalam melakukan lindung nilai (hedging) atas kegiatan ekonomi di Indonesia. Hal ini juga merupakan upaya memperkuat keterkaitan antara transaksi valuta asing di pasar domestik dengan kegiatan ekonomi sehingga dapat meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif dan mendukung upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. 3 Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Wajib Pajak yang dapat

diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan antara lain merupakan industri pionir yang mencakup industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam; industri permesinan; industri di bidang sumberdaya terbarukan; dan/atau industri peralatan komunikasi.

kendaraan bermotor (KKB) yang berlaku pada Juni 2012. Kebijakan makroprudensial LTV dan minimum DP juga mendukung upaya menekan impor guna mengurangi tekanan terhadap deisit transaksi berjalan.

Sementara itu, koordinasi kebijakan yang solid telah mendorong stabilitas harga kelompok pangan. Inlasi kelompok volatile food tahun 2012 cukup rendah yakni mencapai 5,7% (yoy), didukung oleh inlasi beras yang jauh menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya dan inlasi pangan lain yang relatif terkendali. Harga beras mengalami inlasi sebesar 6,0% (yoy), jauh menurun dari tahun sebelumnya 10,8% (yoy) dan rata-rata historisnya 13,1% (yoy).4 Melambatnya inlasi beras terutama

didukung oleh pasokan yang meningkat. Produksi beras tahun 2012 meningkat sebesar 4,9%, dibandingkan tahun lalu yang mengalami penurunan produksi (-1,07%). Kinerja ini

pada gilirannya mempengaruhi besarnya pengadaan beras Bulog yang pada tahun 2012 mencapai sebesar 3,55 juta ton, dua kali lipat dari pengadaan tahun 2011 sebesar 1,7 juta ton. Membaiknya pengadaan beras Bulog juga didukung penetapan kebijakan HPP yang diputuskan sebelum memasuki panen raya serta perbaikan strategi pengadaan beras domestik yang lebih baik. Dalam hal yang terakhir ini, langkah yang dilakukan Bulog antara lain melalui pendekatan langsung ke petani dan tidak hanya ke penggilingan. Untuk memperkuat stabilitas harga dan menjamin kecukupan kebutuhan Raskin, Pemerintah juga melakukan impor beras. Stabilitas harga beras juga didukung oleh penyaluran Raskin hingga 13 kali yang lebih tepat waktu.

4 Periode 2003-2011 (kecuali tahun 2005 dan 2008).

Berbagai kegiatan untuk menjaga kelancaran pasokan dan distribusi pangan masyarakat juga tetap dilakukan oleh Pemda, diiringi penyelenggaraan pasar murah dan komunikasi yang intensif di berbagai media di daerah. Relatif stabilnya harga beras menyebabkan penurunan jumlah penyaluran Operasi Pasar (OP) yang pada tahun 2012 hanya mencapai 275.000 ton, atau sekitar dua pertiga dari pelaksanaan tahun lalu yang mencapai 397,739 ton. Rendahnya inlasi volatile food juga dipengaruhi oleh delasi yang terjadi hingga enam kali di sepanjang tahun didukung oleh pasokan domestik yang melimpah yang disertai oleh cuaca yang lebih kondusif. Membaiknya produksi pangan tahun 2012 juga didukung oleh besarnya anggaran subsidi pangan (subsidi pangan, pupuk dan benih) yaitu sekitar Rp33 triliun pada tahun 2012, sama besarnya seperti pada tahun 2011.5 Sementara itu,

pemberlakuan pembatasan impor hortikultura yang diberlakukan mulai tahun 2012, sejauh ini berdampak minimal terhadap inlasi, terutama oleh adanya penundaan implementasi dari semestinya di awal tahun menjadi triwulan III dan langkah sosialisasi yang cukup intensif.

Minimalnya kebijakan pemerintah yang terkait

administered prices strategis menyebabkan rendahnya tekanan inlasi administered prices. Sepanjang tahun 2012, tidak ada kebijakan di bidang harga yang strategis. Di bidang energi, harga BBM bersubsidi tidak mengalami perubahan di tengah tingginya harga minyak dunia, namun alokasi subsidi BBM dalam

5 Di dalamnya mencakup cadangan stabilisasi pangan (cadangan beras pemerintah dan cadangan stabilisasi harga pangan) yang meningkat dari Rp3,6 triliun tahun 2011 menjadi Rp5 triliun tahun 2012 untuk mengantisipasi potensi gangguan pangan.

APBN tahun 2012 meningkat signiikan. Realisasi subsidi energi mencapai Rp 306,5 triliun (151,5% dari APBNP tahun 2012)6 seiring

dengan jumlah kuota BBM bersubsidi yang meningkat dari semula 40 juta kiloliter menjadi 45,2 juta kiloliter. Jumlah tersebut meningkat dari realisasi tahun 2011 yakni sebesar Rp 255,6 trilun (130,9% dari APBNP tahun 2011) untuk kuota BBM bersubsidi sebesar 41,9 juta kiloliter. Disamping itu, Pemerintah juga melakukan berbagai langkah penghematan penggunaan BBM bersubsidi dan diversiikasi energi untuk mengendalikan peningkatan subsidi BBM. Pengendalian penggunaan BBM

6 Menunggu audit BPK

bersubsidi7dilakukan secara bertahap, yaitu

untuk kendaraan dinas, BUMN dan BUMD di wilayah Jabodetabek, efektif per 1 Juni 2012, kemudian dilanjutkan di wilayah Jawa dan Bali pada 1 Agustus 2012, dan selanjutnya pelarangan mobil barang untuk kegiatan perkebunan dan pertambangan untuk jenis minyak solar pada 1 September 2012. Kebijakan pengendalian BBM bersubsidi ini tidak

berdampak signiikan pada perkembangan harga di tingkat konsumen sehingga inlasi relatif terjaga. Selain itu, program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3 kg pada tahun 2012 masih berlanjut dan dilaksanakan di

7 Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak.

provinsi Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Program konversi tersebut juga tidak terindikasi memberikan tekanan pada inlasi. Kebijakan diversiikasi energi lainnya yang dilakukan antara lain pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk sektor transportasi.

Selanjutnya, dalam rangka pembentukan ekspektasi inlasi jangka menengah, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012 telah menetapkan sasaran inlasi untuk tahun 2013, 2014 dan 2015, masing-masing sebesar 4,5%; 4,5%; dan 4,0% dengan deviasi ± 1%. Dalam menetapkan sasaran inlasi ini Pemerintah telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia, sebagaimana mengacu pada undang-undang yang berlaku.

Bagian 1

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 32-42)