• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Internasional2

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 75-80)

Sepanjang tahun 2012, isu fundamental pemburukan ekonomi dan keuangan global serta langkah konkrit guna meredam dampak negatif perlambatan

ekonomi global menjadi fokus pembahasan pada fora kerjasama internasional. Di kawasan Asia Pasiik, fokus pembahasan pada forum ASEAN+3 dan SEACEN (South East Asian Central Banks) diletakkan pada upaya menjaga stabilitas kawasan melalui penguatan dan penyempurnaan jaring pengaman keuangan kawasan. Melalui fora dimaksud, kesepakatan untuk terus menjalankan kebijakan ekonomi makro yang berhati-hati serta meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan juga terus didorong.

Fokus serupa juga mewarnai pembahasan dalam forum menteri keuangan ASEAN. Secara khusus, forum dimaksud menekankan upaya peningkatan stabilitas sistem keuangan dan mobilisasi sumber daya keuangan di kawasan untuk mendukung

investasi dan pertumbuhan. Dalam jangka menengah, para Menteri Keuangan berkomitmen untuk

mengarahkan permintaan domestik sebagai basis pertumbuhan ekonomi (domestic-led growth) yang ditempuh melalui sejumlah reformasi struktural, menjaga keseimbangan pertumbuhan yang kondusif bagi investasi, serta memajukan pembangunan ekonomi yang inklusif. Mobilisasi sumber daya keuangan di ASEAN tersebut bahkan telah mencapai tahapan yang konkret seiring dengan dimulainya operasionalisasi ASEAN Infrastructure Fund (AIF), yang pada tahun 2012, telah berhasil menggalang

dana bersama hingga mencapai 485,2 juta dollar AS. Operasionalisasi AIF itu menjadi momentum istimewa bagi ASEAN untuk melaksanakan proyek infrastruktur yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan.

Sementara itu, menghadapi perkembangan ekonomi dan pasar keuangan global, fora kerja sama SEACEN juga menitikberatkan pada upaya mengidentiikasi dan mencapai kesepahaman mengenai rumusan kebijakan moneter dan makroprudensial yang lebih efektif guna mengantisipasi dampak gejolak eksternal terhadap stabilitas ekonomi negara di kawasan. Komitmen tersebut akan turut melengkapi jaring pengaman keuangan yang telah disepakati negara ASEAN+3 dalam kerangka mendukung penciptaan stabilitas keuangan dan pertumbuhan kawasan.

Penguatan surveillance ekonomi dan sistem keuangan global serta upaya menurunkan risiko sistemik juga menjadi isu utama dalam pertemuan negara anggota IMF dan forum G-20. Berkaitan dengan penguatan surveillance IMF, forum G-20 memandang perlu adanya integrasi yang lebih baik antara surveillance bilateral dan multilateral dengan fokus pada stabilitas global, domestik, dan keuangan, termasuk efek rambatan kebijakan. Selain itu, G-20 memandang penting adanya surveillance yang terkait

kebijakan nilai tukar serta memperluas cakupan

surveillance hingga mencakup likuiditas global, aliran modal, cadangan devisa, iskal, moneter, dan sektor keuangan yang dapat memengaruhi stabilitas eksternal. Sementara itu, untuk memperkuat proses koordinasi kebijakan dan diskusi dalam rangka

akuntabilitas implementasi komitmen kebijakan, G-20 telah menyepakati seperangkat indikator kebijakan iskal, moneter dan nilai tukar yang akan digunakan untuk memperkuat proses peer review negara anggota G-20, sebagai bagian dari Accountability Assessment Framework. Selanjutnya, di tahun 2013, akan dibahas indikator-indikator bagi efek tular kebijakan domestik, implementasi reformasi struktural, dan pencapaian pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang.

Sementara itu, terkait dengan reformasi sektor keuangan, forum G-20 melakukan reformasi regulasi dan supervisi sektor keuangan global untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan dan menurunkan risiko sistemik. Fokus agenda reformasi saat ini antara lain meliputi: (i) implementasi

framework permodalan dan likuiditas Basel III, (ii) regulasi atas lembaga keuangan yang berdampak sistemik serta lembaga Credit Rating, dan (iii) pengaturan pasar derivatif over the counter (OTC).

40 Laporan Perekonomian Indonesia 2012 • BAB 3

Ekonomi Indonesia masih tumbuh cukup kuat, diiringi oleh laju inflasi yang tetap terkendali pada kisaran sasarannya sebesar 4,5%±1%. Pencapaian tersebut mengantarkan Indonesia sebagai salah satu dari sedikit negara di dunia yang masih mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonominya di tengah perlambatan ekonomi global. Perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi juga terlihat pada tingkat pengangguran dan kemiskinan yang semakin menurun. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan laju inflasi Indeks Harga Konsumen yang stabil terjadi hampir di seluruh daerah. Sementara itu, dengan realisasi inflasi yang cukup rendah, tren disinflasi terus berlanjut. Dalam jangka yang lebih panjang, inflasi Indonesia diharapkan dapat setara dengan tingkat inflasi kawasan.

Terjaganya momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 ditopang oleh kinerja

permintaan domestik yang tetap solid. Daya tahan perekonomian nasional didukung oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang cukup kuat. Di satu sisi, kuatnya permintaan domestik mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah melambatnya kinerja ekspor akibat melemahnya perekonomian global dan penurunan harga komoditas. Namun, di sisi lain, kuatnya permintaan domestik juga berimplikasi pada kuatnya pertumbuhan impor. Dari sisi penawaran, sektor-sektor yang berorientasi ekspor tumbuh rendah, tetapi kondisi sebaliknya berlangsung pada sektor-sektor yang berorientasi domestik.

Dengan kondisi ekonomi dunia yang tumbuh melambat dan masih kuatnya permintaan domestik, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat penurunan surplus yang besar. Penurunan surplus NPI diakibatkan oleh defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat cukup tajam, akibat

menyusutnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan melebarnya defisit neraca perdagangan

migas. Meskipun demikian, surplus yang cukup besar pada neraca transaksi modal dan finansial mampu berperan sebagai pengimbang bagi neraca pembayaran untuk tetap mencatat surplus. Kinerja ekonomi domestik yang cukup kuat dan imbal hasil investasi rupiah yang menarik mendorong tingginya aliran masuk modal asing, baik investasi langsung maupun portofolio. Di sisi portofolio, surplus juga didorong oleh peningkatan utang luar negeri pemerintah dan swasta, meskipun masih dalam batas yang cukup aman. Berdasarkan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir tahun 2012 mencapai 112,8 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Sejalan dengan defisit neraca transaksi berjalan, nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi sepanjang tahun 2012. Intensitas tekanan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan masih tingginya sentimen negatif terhadap prospek pemulihan ekonomi global. Namun, sejumlah langkah stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia mampu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Stabilitas nilai

Ketahanan Ekonomi Domestik

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 75-80)