• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 50-53)

Perekonomian global secara umum melambat pada tahun 2012. Di kelompok negara maju, negara- negara kawasan Eropa mengalami kontraksi ekonomi, sementara aktivitas ekonomi AS dan Jepang justru mengindikasi pemulihan (Graik 1.3). Di kelompok

emerging market, perlambatan ekonomi terjadi secara merata meskipun pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara-negara emerging market

masih melaju di level yang tinggi.

Kinerja positif ekonomi AS pada triwulan I 2012 sempat memberikan optimisme atas pemulihan ekonomi global. PDB AS tumbuh 2,4% (yoy),

melebihi ekspektasi pelaku pasar dan disertai dengan penurunan angka pengangguran dari kisaran 9% di akhir tahun 2011 menjadi 8,2% pada Maret 2012. Selain itu, bursa saham AS membukukan kenaikan yang cukup solid dan kredit membaik signiikan yang disertai meningkatnya konsumsi. Namun, momentum tersebut meredup pada triwulan II 2012 ketika angka

Graik 1.2 Kinerja Ekspor Negara-Negara

Emerging Market Asia

Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju

pengangguran, khususnya pengangguran jangka panjang, kembali meningkat1 dan diikuti oleh sektor

perumahan yang kembali memburuk dan harga minyak yang meningkat cukup tinggi. Melemahnya performa perekonomian AS pada periode tersebut sejalan dengan meningkatnya krisis utang pemerintah di kawasan Eropa sehingga melemahkan permintaan global. Kombinasi berbagai faktor tersebut telah memangkas pengeluaran konsumen sehingga pada triwulan II ekonomi AS tercatat hanya tumbuh sebesar 2,1% (yoy).

Pada triwulan III 2012, perekonomian AS kembali mencatat adanya perbaikan. Indikator sektor produksi seperti indeks produksi dan Purchasing Manager Index (PMI) sektor manufaktur membukukan peningkatan, sementara konsumsi juga membaik yang tercermin pada peningkatan penjualan eceran dan tingkat keyakinan konsumen. Perbaikan kinerja berbagai indikator makroekonomi tersebut bermuara pada angka pertumbuhan ekonomi yang meningkat mencapai 2,6% (yoy). Sementara itu, untuk mengatasi masih tingginya tingkat pengangguran dan rentannya sektor tenaga kerja, bank sentral AS mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dan kembali melakukan kebijakan moneter nonkonvensional berupa

Quantitative Easing tahap III (QE III). Pada Desember 2012, the Fed juga mengeluarkan kebijakan

pembelian treasury securities sebagai pengganti

operation twist yang berakhir pada penghujung tahun 2012. Kebijakan tersebut turut mendukung perbaikan konsumsi dan produksi pada akhir tahun, meski masih

dibayangi oleh dampak jurang iskal. Penjualan ritel, sebagai indikator konsumsi, terus membaik didukung dengan perbaikan di pasar tenaga kerja, perbaikan pasar perumahan, kenaikan harga rumah, penurunan harga BBM, dan inlasi. Di sisi produksi, PMI baik sektor manufaktur maupun jasa dan industrial production (IP) juga membaik pada triwulan terakhir (Graik 1.4). Secara keseluruhan tahun 2012 PDB AS

1 US Bureau of Labor Statistic: Long-term unemployed: menganggur lebih dari 27 minggu dan masih berkeinginan mendapatkan pekerjaan.

tumbuh 2,3% (yoy), atau lebih tinggi dari tahun 2011 sebesar 1,8% (yoy).

Di kawasan Eropa, negara-negara yang terkena krisis utang Pemerintah telah mengalami resesi pada tahun 2012. Sampai dengan triwulan II, sedikitnya enam negara telah mengalami resesi, termasuk Inggris Raya. Negara-negara yang terkena krisis utang pemerintah terperangkap dalam jebakan lingkaran pertumbuhan ekonomi rendah (Graik 1.5). Baik indikator konsumsi maupun produksi menunjukkan bahwa kinerja ekonomi berada pada fase kontraksi (Graik 1.6). Proses deleveraging oleh bank, korporasi dan rumah tangga telah mengeringkan likuiditas di pasar kredit, baik untuk konsumsi maupun investasi. Hal tersebut memperlemah kondisi sektor riil. Pada saat yang sama, tingkat pengangguran di Eropa yang tinggi merupakan penyebab sekaligus dampak dari lambatnya pemulihan ekonomi. Program penghematan iskal (austerity program) di negara- negara yang mengalami krisis utang seperti Yunani, Portugal, Irlandia, Italia dan Spanyol semakin mengurangi daya dorong pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya menjadikan krisis utang semakin parah. Adapun sektor perbankan mempunyai eksposur yang tinggi pada surat utang pemerintah yang terkena krisis. Kondisi tersebut, dikombinasi dengan lemahnya kinerja sektor riil, meningkatkan

kerentanan di sektor keuangan yang pada giliran kembali memicu proses deleveraging. Sementara itu,

intra-trade di kawasan Eropa yang selama periode sebelum krisis cukup besar volumenya mengalami penurunan dengan melemahnya permintaan di masing-masing negara Eropa. Hal tersebut

berdampak negatif bagi negara yang tidak mengalami krisis. Penurunan ekspor negara-negara tersebut berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Pada awal tahun 2012 beberapa kemajuan telah dibuat oleh para pengambil kebijakan di kawasan Eropa. Kebijakan-kebijan tersebut berhasil meredakan tensi (kenaikan volatilitas harga aset dan biaya

pinjaman antar bank) di pasar keuangan Eropa, terutama melalui kebijakan Long-Term Reinancing Operation (LTRO)2, kesepakatan “Fiscal Compact”,

dan keberhasilan Yunani melakukan pemotongan utang melalui program “Private Sector Involvement” (PSI).3 Selanjutnya indikator keyakinan mulai stabil

2 LTRO merupakan skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan Eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas dan credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun.

3 Fiscal compact adalah kesepakatan para pemimpin Uni Eropa

yang mengatur besaran deisit iskal dan tahapan penurunan rasio utang terhadap PDB ke tingkat yang sustainable dalam jangka panjang. PSI merupakan program keterlibatan kreditor

dan meningkat. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut belum sepenuhnya dapat menyelesaikan permasalahan fundamental yang dihadapi. Hal itu terbukti dengan kembali meningkatnya tekanan krisis utang pada triwulan II 2012 akibat merebaknya sentimen negatif terkait akan keluarnya Yunani dari

Monetary Union (penggunaan mata uang euro) yang muncul pada masa pemilu di Yunani. Gejolak tersebut terjadi di tengah masih rentannya tingkat keyakinan, lemahnya sektor perbankan, berlanjutnya pengetatan iskal, menurunnya permintaan global, tingginya angka pengangguran, dan meningkatnya harga minyak, sehingga menjadikan PDB kawasan Euro terkontraksi 0,5% (yoy) pada triwulan II 2012. Pada triwulan III 2012, eskalasi krisis kembali mereda. hal itu didukung oleh kebijakan Outright Monetary Transaction (OMT) guna mengatasi krisis likuiditas

di sektor perbankan dan ratiikasi European Stability Mechanism (ESM) serta kesepakatan penggunaan ESM secara langsung dalam program rekapitalisasi perbankan sehingga tidak berdampak pada membengkaknya utang pemerintah.4

swasta dalam program debt swap Yunani yang menghasilkan pemotongan utang 53,5%.

4 OMT adalah pembelian SSB oleh ECB dengan jumlah dan jangka waktu yang belum ditentukan (open-ended) guna penyediaan likuiditas di pasar keuangan eropa. ESM merupakan

Indikator Konsumsi dan Produksi Negara Maju

Di Jepang, perekonomian kembali tumbuh positif sebesar 2,0% (yoy), setelah mengalami kontraksi ekonomi pada tahun 2011 akibat bencana gempa bumi dan tsunami serta dampak banjir di Thailand. Masih solidnya sektor konsumsi dan ekspor pada triwulan I 2012 telah menopang pertumbuhan ekonomi melebihi ekspektasi pelaku pasar yaitu sebesar 2.9%. Namun, pada triwulan selanjutnya, Jepang kehilangan momentum pemulihan akibat melemahnya permintaan eksternal dan apresiasi mata uang yen sehingga kinerja ekspor memburuk. Sementara itu, meningkatnya kebutuhan minyak akibat tidak berfungsinya pembangkit listrik tenaga nuklir yang terkena bencana tsunami, mengakibatkan tingginya pertumbuhan impor minyak sehingga untuk pertama kalinya sejak tahun 1981 neraca perdagangan Jepang mengalami deisit (Graik 1.7).

Pada triwulan II 2012, meski kinerja sektor eksternal memburuk, ekonomi Jepang masih dapat tumbuh tinggi mencapai 3,2% yang didukung oleh program pemulihan dan rekonstruksi pasca gempa/tsunami, serta subsidi pembelian kendaraan hemat energi yang berhasil menopang konsumsi swasta tetap solid. Namun, kinerja ekonomi Jepang pada semester II 2012 kembali melemah seiring dengan berakhirnya

mekanisme permanen resolusi krisis bagi negara-negara euro. Untuk lebih lengkap lihat http:/www.esm.europe.eu

Graik 1.7 Neraca Perdagangan Jepang Graik 1.8 Inlasi Negara Maju

program subsidi tersebut dan turunnya konsumsi swata di tengah masih lemahnya kinerja sektor eksternal.

Meskipun aktivitas perekonomian meningkat pada tahun 2012, Jepang masih mengalami delasi. Penurunan harga komoditas akibat lemahnya

permintaan global menjadi penyebab delasi tersebut. Selain Jepang, tekanan inlasi di negara maju secara umum mereda pada tahun 2012 (Graik 1.8). Hal tersebut mendorong bank sentral negara maju untuk tetap mempertahankan kebijakan yang akomodatif dengan menjaga suku bunga kebijakan di level yang sangat rendah. Selain itu, the Fed, ECB, BoE dan BoJ juga melakukan kebijakan quantitative easing dengan melakukan pembelian surat berharga pasar keuangan.

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 50-53)