• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 103-111)

3.4

serta pembangunan prasarana dan sarana fisik. Kinerja sektor konstruksi di KTI dan Jakarta tertinggi dibandingkan kawasan lainnya dengan pertumbuhan di atas 10% pada 2012. Sektor jasa terutama jasa keuangan juga berkontribusi cukup besar pada pertumbuhan ekonomi 2012, secara khusus di Jakarta sebagai pusat finansial dan di KTI yang salah satunya didukung oleh adanya program keuangan inklusif.

Pertumbuhan ekonomi semakin berkualitas dengan membaiknya perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan. Perkembangan ketenagakerjaan yang positif antara lain tercermin dari penurunan tingkat pengangguran terbuka seiring dengan perbaikan pendidikan dan peningkatan pangsa tenaga kerja di sektor formal. Sementara, kesejahteraan membaik tercermin dari berkurangnya jumlah dan persentase penduduk miskin.

Porsi Pekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Kawasan

Tabel 3.5 Angkatan Kerja dan Pengangguran

Kegiatan Utama 2010 2011 2012

Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Penduduk Usia Produktif (15+) 171,0 172,1 170,7 171,7 172,9 173,9

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 67,8 67,7 70,0 68,3 69,7 67,9

Angkatan Kerja 116,0 116,5 119,4 117,4 120,4 118,0

Pekerja Penuh (%) 64,3 64,3 64,6 64,0 64,2 64,8 Pekerja Paruh Waktu (%) 15,1 15,5 15,5 17,9 17,2 18,2 Setengah Penganggur (%) 13,2 13,1 13,2 11,5 12,3 10,8 Penganggur Terbuka (%) 7,4 7,1 6,8 6,6 6,3 6,1

Ketenagakerjaan

Perekonomian yang tumbuh cukup baik

menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas ketenagakerjaan. Tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 6,1% dari 6,6% pada periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 3.5).7 Kualitas

ketenagakerjaan juga membaik seiring meningkatnya porsi tenaga kerja pada sektor formal, meskipun porsi tenaga kerja sektor nonformal masih mendominasi (Grafik 3.32). Dari sisi pendidikannya, jumlah tenaga kerja yang berpendidikan menengah-tinggi meningkat, sementara yang berpendidikan dasar terus berkurang (Tabel 3.6). Kebijakan pemerintah di

7 Berdasarkan publikasi BPS, Agustus 2012

juta orang (kecuali dinyatakan lain)

Sumber : BPS

Graik 3.32 Graik 3.33

bidang pendidikan berkontribusi terhadap perbaikan pendidikan tenaga kerja8. Permintaan terhadap

tenaga kerja juga semakin mengarah kepada pekerja dengan jenjang pendidikan tinggi tercermin pada penurunan tingkat pengangguran pada jenjang universitas, berbalik dengan tingkat pengangguran yang meningkat pada jenjang SD dan di bawahnya. Struktur ketenagakerjaan yang membaik ini

berpotensi mendukung kuatnya konsumsi rumah tangga melalui perbaikan daya beli.

8 Kebijakan di bidang pendidikan antara lain anggaran pemerintah untuk pendidikan yang meningkat digunakan untuk bantuan operasional sekolah, pembangunan infrastruktur sekolah, dan peningkatan mutu tenaga pengajar. Program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah turut memberikan kontribusi perbaikan tingkat pendidikan tenaga kerja.

perkotaan yang turun menjadi 8,6% dari 9,1%. Namun rasio jumlah penduduk miskin masih tetap dominan ada di kawasan pedesaan (63,2%).

Tren penurunan jumlah penduduk miskin didukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan inflasi yang menurun. Pertumbuhan ekonomi menunjang perbaikan penghasilan masyarakat seiring dengan meningkatnya upah dan serapan tenaga kerja. Sementara itu, inflasi yang menurun menuju tingkat yang lebih rendah menjaga daya beli masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

Penurunan penduduk miskin diiringi perbaikan kesenjangan pendapatan yang ditunjukkan oleh perbaikan indeks kedalaman kemiskinan10 dan indeks

keparahan kemiskinan11. Perbaikan dalam indeks

kedalaman kemiskinan turun menjadi 1,90 dari tahun sebelumnya 2,1 (Tabel 3.7). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan sehingga lebih berpotensi keluar dari kelompok penduduk miskin. Sedangkan kondisi kesenjangan antarpenduduk miskin yang tercermin dari indeks keparahan kemiskinan yang membaik. Indeks keparahan kemiskinan turun menjadi 0,48 dari 0,53 pada tahun sebelumnya (Tabel 3.8). Meskipun

10 Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin.

11 Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Terjaganya kinerja perekonomian daerah dan tumbuh kuatnya ekonomi KTI pada 2012 memberikan

dampak pada dinamika sosial ekonomi dan disparitas antar kawasan. Tingkat Pengangguran Terbuka mengalami penurunan di seluruh kawasan, namun kawasan Sumatera dan KTI mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan kawasan Jawa dan Jakarta (Grafik 3.33). Tingkat Pengangguran Terbuka terendah di daerah Bali dan Nusa Tenggara, sedangkan penurunan Tingkat Pengangguran

Terbuka yang signifikan terjadi di daerah Kalimantan.

Kesejahteraan

Kesejahteraan pada tahun ini tercatat membaik yang tercermin dari berkurangnya jumlah dan persentase penduduk miskin (Grafik 3.34). Penduduk miskin berjumlah 28,6 juta orang (11,7% dari jumlah penduduk)9, menurun dibandingkan dengan

jumlah penduduk miskin pada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 29,9 juta orang (12,4% dari total penduduk). Meskipun penurunan penduduk miskin masih berlanjut, laju penurunannya semakin berkurang sejak tahun 2010. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Secara persentase, penurunan penduduk miskin lebih besar terjadi di pedesaan yaitu dari 15,6% menjadi 14,7% daripada

9 Berdasarkan publikasi BPS, September 2012

Tabel 3.6 Pertumbuhan Angkatan Kerja berdasarkan Pendidikan

Persen, yoy

Tingkat Pendidikan 2010 2011 2012 Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus

SD ke bawah -0,22 -1,27 0,34 -0,61 0,71 -0,55 SMP 2,27 6,40 4,53 0,34 -4,39 -2,32 SMA dan SMK 7,39 8,68 8,80 4,72 2,11 3,00 Diploma I/II/III 7,84 8,24 14,88 4,97 6,02 6,31 Universitas 12,06 12,66 12,15 7,62 30,87 23,54 Total 2,79 3,18 3,60 1,35 1,37 1,03 Sumber : BPS

Tingkat Kemiskinan Berdasarkan Kawasan

Tabel 3.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan Tabel 3.8 Indeks Keparahan Kemiskinan

Data : BPS. 2000-2010; (Maret) Data : BPS. 2000-2010; (Maret)

membaik, laju perbaikan kedua indeks tersebut semakin berkurang terutama sejak krisis tahun 2007/2008. Sementara itu, kesenjangan pendapatan antara penduduk miskin dengan bukan miskin terindikasi memburuk tercermin pada meningkatnya rasio gini dari 0,38 pada 2010 menjadi 0,41 pada tahun 2011.

Secara spasial, kesenjangan angka kemiskinan antar daerah menunjukkan adanya perbaikan walaupun masih terdapat perbedaan yang relatif cukup besar

antara daerah Maluku dan Papua dibandingkan dengan daerah lainnya. Persentase penduduk miskin di Maluku dan Papua sebesar 24,1% relatif lebih besar dibandingkan dengan daerah Kalimantan 6,5%. Berkurangnya angka pengangguran sejalan dengan menurunnya persentase penduduk miskin pada 2012. Adapun penurunan persentase penduduk miskin tertinggi terjadi di Maluku dan Papua. Sedangkan penurunan penduduk miskin di kawasan Jakarta tidak terlalu signifikan pada 2012 seperti halnya di periode sebelumnya (Grafik 3.35).

Tahun Kota Desa Kota + Desa

2000 1,89 4,68 3,51 2001 1,75 4,68 3,42 2002 2,59 3,34 3,01 2003 2,55 3,53 3,13 2004 2,18 3,43 2,89 2005 2,05 3,34 2,78 2006 2,61 4,22 3,43 2007 2,15 3,78 2,99 2008 2,07 3,42 2,77 2009 1,91 3,05 2,50 2010 1,57 2,80 2,21 Mar 2011 1,52 2,63 2,08 Sep 2011 1,48 2,61 2,05 Mar 2012 1,40 2,36 1,88 Sep 2012 1,38 2,42 1,90

Tahun Kota Desa Kota + Desa

2000 0,51 1,39 1,02 2001 0,45 1,36 0,97 2002 0,71 0,85 0,79 2003 0,74 0,93 0,85 2004 0,58 0,90 0,78 2005 0,60 0,89 0,76 2006 0,77 1,22 1,00 2007 0,57 1,09 0,84 2008 0,56 0,95 0,76 2009 0,52 0,82 0,68 2010 0,40 0,75 0,58 Mar 2011 0,39 0,70 0,55 Sep 2011 0,39 0,68 0,53 Mar 2012 0,36 0,59 0,47 Sep 2012 0,36 0,61 0,48 Tingkat Kemiskinan Graik 3.34 Graik 3.35 Persen Persen

Peran Kelas Menengah dalam Perekonomian Indonesia Boks 3.1

Indonesia sejak tahun 2004 sudah bukan lagi termasuk dalam kategori negara miskin (low income country). Meskipun sempat tertunda karena krisis Asia (1997/1998), Indonesia secara resmi telah masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah (middle income country) berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah-bawah (lower middle income country) dengan Pendapatan Nasional Bruto (PNB, Atlas Method – Bank Dunia) di atas 1.025 dolar AS per orang per tahun. Per akhir 2011, PNB per orang per tahun di Indonesia sudah mencapai 2.940 dolar AS. Tingkat pendapatan tersebut terus mendekati batas atas dari kriteria lower middle income group. Hal itu berarti pula bahwa dalam beberapa tahun ke depan jika pertumbuhan PNB per orang per tahun Indonesia dapat terus melaju dengan cukup tinggi maka Indonesia dapat masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah-atas (upper middle income country), dengan pendapatan per kapita antara 4.036 dolar AS – 12.475 dolar AS per orang per tahun. Seiring dengan keluarnya Indonesia dari kategori negara miskin, telah terjadi pula pergeseran struktural yang cukup mendasar dalam stratifikasi pendapatan penduduk di Indonesia. Jumlah orang miskin atau hampir miskin semakin menurun dan secara perlahan digantikan oleh sebuah kelompok baru yang proporsinya semakin meningkat terhadap total penduduk, yaitu kelompok yang dapat

didefinisikan sebagai kelas menengah.

Secara umum, kelompok penduduk kelas menengah dapat didefinisikan sebagai kelompok penduduk dengan tingkat pengeluaran konsumsi antara 2 dolar AS sampai dengan 20 dolar AS per orang per hari1. Dalam ulasan-ulasan terkait kelas menengah,

penduduk dalam kategori ini dapat dipecah lagi

1 Dinyatakan dalam 2005 dolar PPP, lihat misalnya pengklasifikasian yang digunakan dalam Asian Development Bank (2010): Key Indicators for Asia and the Pacific, Special Chapter on“The Rise of Asia’s Middle Class”, ADB, Manila.

lebih lanjut menjadi (i) kelompok penduduk kelas menengah bawah/baru keluar dari kemiskinan, yaitu kelompok penduduk dengan tingkat pengeluaran konsumsi antara 2 dolar AS – 4 dolar AS per orang per hari, (ii) kelas menengah – menengah, yaitu kelompok penduduk dengan pengeluaran konsumsi antara 4 dolar AS – 10 dolar AS per orang per hari, dan (iii) kelas menengah-atas yaitu kelompok penduduk dengan pengeluaran konsumsi antara 10 dolar AS – 20 dolar AS per orang per hari. Kelompok yang tingkat pengeluaran konsumsinya di bawah dari kelompok kelas menengah ini adalah kelompok penduduk yang dikategorikan sebagai kelompok penduduk miskin dan hampir miskin, yaitu kelompok miskin hidup dengan pengeluaran konsumsi di bawah 1,25 dolar AS per orang per hari (garis kemiskinan) dan kelompok hampir miskin yang hidup dengan pengeluaran konsumsi antara 1,25 dolar AS – 2 dolar AS per orang per hari. Pada pengujung 1980an, terdapat setidaknya 9 dari 10 orang Indonesia yang masuk dalam kategori miskin atau hampir miskin berdasarkan kategorisasi di atas. Porsi kelompok ini terus mengecil dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk yang miskin atau hampir miskin tersebut secara bertahap semakin berkurang dan lambat laun telah digantikan oleh kelompok penduduk yang dapat dikategorikan sebagai kelas menengah. Porsi penduduk dalam kategori kelas menengah cenderung meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir. Per akhir tahun 2010, tercatat sekitar 5 dari 10 penduduk Indonesia berada dalam kategori kelas menengah (Grafik 1). Selanjutnya, jika dilihat secara sub-kategorinya, porsi penduduk dalam kelompok kelas menengah yang dominan sampai dengan akhir 2010 adalah yang termasuk dalam kategori kelas menengah bawah atau kelompok penduduk yang baru saja keluar dari kemiskinan, disusul oleh kelompok kelas menengah-menengah dan kelompok kelas menengah atas. Hal ini sejalan dengan posisi Indonesia yang juga baru keluar dari kategori negara miskin dan masuk menjadi negara berpengasilan

menengah-bawah. Perbandingan terhadap negara- negara berkembang lainnya di Asia menunjukkan bahwa ekspansi kelas menengah ini juga sedang terjadi di banyak negara berkembang Asia (Grafik 2). Sebagaimana juga yang terjadi di negara lain, konsumen kelas menengah indonesia adalah tipe konsumen yang mau dan mampu “membayar lebih” untuk mendapatkan produk yang lebih bervariasi, berkualitas, dan bernilai tambah tinggi. Hal ini terlihat dari semakin beragamnya permintaan atas barang-barang konsumsi oleh

penduduk dalam 10 tahun terakhir. Hal tersebut ditunjukkan oleh semakin berkurangnya proporsi konsumsi barang-barang non-durables hasil pertanian dalam komposisi konsumsi penduduk. Sementara itu, proporsi permintaan untuk makanan olahan, perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang-barang tahan lama, aneka barang dan jasa serta barang-barang dengan nilai tambah yang berteknologi tinggi semakin besar (Grafik 3). Selain itu, meskipun jumlah penduduk kelas menengah secara absolut belum berada jauh di atas jumlah penduduk kelompok miskin dan hampir miskin; dan mayoritasnya masih kelas menengah bawah; namun ukuran pasar (market size) konsumsi yang tercipta dari kelompok kelas menengah sudah lebih besar dari ukuran pasar konsumsi kelompok miskin dan hampir miskin, dan proporsinya terus meningkat dari waktu ke waktu (Grafik 4). Pada akhir tahun 2010, ukuran pasar yang dibentuk oleh konsumen kelas menengah secara total hampir 3,5 kali lipat ukuran pasar konsumen kelompok miskin dan hampir miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa selain menyebabkan permintaan terhadap barang konsumsi dan jasa yang semakin beragam, munculnya kelompok penduduk kelas menengah telah menyebabkan pula membesarnya ukuran pasar konsumsi domestik dengan segmen pasar yang juga bervariasi.

Tidaklah mengherankan jika kemudian aktivitas investasi di Indonesia dalam setidaknya 7-8 tahun terakhir terlihat sangat kuat. Hal tersebut diindikasikan dari terus meningkatnya rasio investasi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas investasi asing juga mulai terus menunjukkan peningkatan. Keseluruhan peningkatan aktivitas investasi ini akan sangat baik bagi kesinambungan ekspansi kelas menengah. Aktivitas investasi akan mendorong penyerapan tenaga kerja dan selanjutnya akan lebih memperbesar lagi jumlah dan pasar kelas menengah di Indonesia, ad ininitum. Lebih jauh, dengan ekspansi kelas menengah dan aktivitas investasi yang mengikutinya, dapat diharapkan pula bahwa lambat laun akan terjadi perubahan pada karakteristik sektor industri di Indonesia. Pasar domestik dengan kelas menengah yang besar akan menjadi pasar yang menarik bagi kegiatan investasi untuk memproduksi barang- barang dengan nilai tambah tinggi. Kondisi tersebut akan mendorong aktivitas investasi di sektor industri berkembang kearah yang semakin padat penyerapan modal manusia dan padat teknologi. Oleh karenanya, ekspansi kelas menengah yang saat ini sedang terjadi di Indonesia perlu terus dijaga keberlangsungannya. Hal ini dalam banyak hal sangat ditentukan oleh implementasi kebijakan- kebijakan terkait pembangunan manusia sebagai modal dasar pembangunan, seperti kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan, riset dan teknologi.

Bab 4

Neraca Pembayaran

Dalam dokumen Majalah Bank Indonesia tahun 2012 (Halaman 103-111)