• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Esensi Keunggulan Sumber Daya Manusia

Dalam dokumen PEMBAHASAN KAPITA FIKS DI INDONESIA (Halaman 68-73)

RAGAM TEORI DAN GAYA BELAJAR DALAM OPTIMALISASI HASIL BELAJAR

C. TEORI DAN GAYA BELAJAR MENENTUKAN MODUS BELAJAR INDIVIDU

2. Indikator Esensi Keunggulan Sumber Daya Manusia

Kelima indikator esensin keunggulan sumber daya manusia (human resources) diera pengetahuan diatas merupakan acuan dasar mengelola sumberdaya manusia yang berdimensi kaffah , yaitu memiliki keunggulan kompetensi dan berkarakter dalam bidang teknologi. Indikator keunggulan sumberdaya manusia yang berdimensi kaffah sebagai tuntutan era global meliputi dimensi godly character, excellent competence, kemandirian berfikir, kemampuan emulasi dan sustainable self-learning, dan memiliki spiritual discerment (Oentoro, 2000; Tasmara, 2001; Paisak, 2006, dalam Mukhadis, 2013).

69 a. Godly Character

Dimensi sumberdaya manusia yang memenuhi persyaratan ini adalah memiliki kemampuan mengembangkan budi pekerti yang standar sehingga dalam upaya pemanfaatan dan pengembangan teknologi mampu berakhlak pada multi latar. Representasi berakhlak pada multi latar yaitu berakhlak kepada Sang Pencipta, berakhlak kepada diri sendiri, berakhlak kepada keluarga, kepada masyarakat, negara dan bangsa serta berakhlak pada alam (lingkungan). Disamping itu, didukung oleh tingkat kepekaan emosi dan intelektual, kemampuan empati, baik empati horizontal, maupun empati vertikal, serta teguh jati diri.

b. Excellent Competence

Dimensi sumberdaya yang memenuhi persyaratan ini adalah mampu untuk mengembangkan dan menerapkan kefasihan dan keakraban dengan teknologi sebagai sarana pemecahan masalah yang dihadapi. Kefasihan dan keakraban terhadap teknologi ini ditandai oleh empat hal. Keempat hal tersebut meliputi sebagai berikut.

1) Pemahaman bermakna, merupakan suatu pemahaman terhadap teknologi pada tingkat hasil belajar yang bermakna (meaningful). Menurut Yamin & Ansari (2008) menyatakan guru perlu melakukan belajar bermakna dan hakikat belajar. Pada pandangan dan paradigma ini, makna dan hakikat belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama dengan orang lain. Proses itu disaring dengan presepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Dengan demikian, siswa dalam mendapatkan pemahaman yang bermakna dalam proses belajarnya perlu membangun membangun pemahaman terhadap informasi dan pengalaman.

2) Keterampilan(skills),merupakan kemampuan menerjemahkan dalam bentuk langkah-langkah pemecahan masalah. Menurut Shoimin (2014: 135-136) untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kemampuan-kemampuan-

70 kemampuan yang ada kaitannya dengan masalah tersebut. Pengetahuan- pengetahuan dan kemampuan-kemampuan itu harus diramu dan diolah secara kreatif dalam memecahkan masalah yang bersangkutan. Dengan demikian, problem solving merupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisis situasi, dan mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan keputusan untuk mencapai sasaran. Problem solving berlangsung individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga menemukan adanya kesulitan.

3) Internalisasi, merupakan proses menginternalisasi dalam sikap-nilai (internalized on value and atitude) dalam wujud berfikir, bersikap, dan bertindak. Untuk wujud berfikir, bersikap, dan bertindak meliputi opportunity creator (pencipta peluang); innovator (pembaharuan); dan calculate risk taker (menejemen resiko); memiliki kemampuan untuk melakukan sustainable self-learning (budaya belajar), kualitas pribadi yang baik (soft skills) (Schumpeter dalam Wibowo, 2011); (Barmawi dan Arifin, 2012, dalam Mukhadis 2013). Dari kelima esensi tersebut, maka dijadikan acuan dasar sumberdaya manusia yang kaffah, yaitu memiliki kompetensi yang unggul dan berkarakter, sehingga diharapkan mampu kreatif-produktif serta mempunyai nilai-nilai karakter yang baik dalam kehidupannya.

4) Ujuk kerja, merupakan representasi dalam bentuk tindakan nyata pemecahan yang dihadapi secara profesional (profesional performance).

c. Kemandirian Berfikir

Dimensi sumberdaya manusia yang memenuhi persyaratan ini adalah memiliki kemampuan untuk berfikir, baik secara analitik, sintetik, maupun praktikal. Representasi keterampilan berfikir analitik dalam berintersksi dengan lingkungan bidang teknologi, baik dalam proses pengembangan maupun pemanfaatan. Keterampilan berfikir sintetik yaitu kemampuan berfikir alternatif dalam memilih dan pada akhirnya menetapkan alternatif pemecahan masalah yang

71 dihadapi. Keterampilan berfikir praktikal yaitu kemampuan berfikir untuk melakukan instropeksi dan/atau mawas diri terhadap keputusan yang telah diambil, baik dari pihak internal maupun eksternal, representasi dalam unjuk kerja yang dapat diamati dan diukur kemandirian berfikir ini adalah adanya kemauan dalam menjawab persoalan yang dihadapi, dan mempertanyakan kebenaran pertanyaan yang dijawab.

d. Kemampuan Emulasi

Dimensi sumberdaya manusia yang memenuhi persyaratan ini adalah memiliki kemampuan untuk melakukan analitis, sintesis, dan sinergi secara komprehensif dan holistik atas berbagai fenomena (teknologi, informasi, produk, sistem atau jasa) sehingga mampu menghasilkan teknologi, informasi, produk, sistem atau jasa yang baru memiliki nilai tambah dari sisi keuangan kompetitifnya. Keunggulan kompetetif dapat berupa tampilan, kapasitas, kualitas, mobilitas, dan kepraktisan bila dibandingkan dengan teknologi, informasi, produk, sistem atau jasa yang ada sebelumnya. Kemampuan emulasi dalam bidang teknologi ini, akan lebih optimal bila didukung dengan keterampilan learning how to learning (learning, un-learning, dan re-learning).

e. Kemampuan Spiritual Discerment

Dimensi sumberdaya manusia yang memenuhi persyaratan ini adalah memiliki kemampuan atau kesadaran atas hubungan antara sang Choliq dan mahkluknya dalam menjalankan perannya sebagai khalifah di jagat raya ini. Untuk itu, ia harus mampu menepatkan pola pikir dalam pengembangan teknologi sebagai sarana pemecahan masalah, dan berbagai hasil yang diperoleh dalam berbagai aktifitas dengan berdasarkan pada kewajiban melakukan ‘ikhtiar’ secara optimal. Keterampilan ini, lebih tampak dalam sikap pengembangan ipteks melalui ikhtiar secara optimal dengan cara-cara yang ‘barokah’ hukumnya wajib bagi manusia, tetapi begitu melakukan interpretasi atas hasil yang diperoleh dipandang sebagai hak “sang pencipta”, atau hak ‘alloh’. Mindset ini mengantarkan kitapada pola berfikir, bertindak dan bersikap dalam memanfaatkan dan mengembangkan teknologi lebih mengacu pada kemauan transendental akibat sikap kedekatan dan ‘tawaduq-nya’terhadap ‘Sang Pemberi Hidup’. Kemampuan ini dalam konteks era global, khususnya dalam pemanfaatan dan pengembangan

72 bidang teknologi menjadi penting karena dapat menumbuhkan kesadaran akan hasil pengembangan teknologi hanya sebagai alat (tools), sedangkan tingkat kemanfaatan dari teknologi dalam pemecahan masalah sangat tergantung pada kualitas moral dan kebribadian manusia pengguna teknologi tersebut.

3. Kompetensi

Dalam memaknai hasil belajar yang bermakna siswa dituntut memiliki kompetensi seperti yang dimaksudkan dalam dimensi yang kaffah. Menurut Mulyasa (2013: 62-64) kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Johnson (2004), mengemukakan bahwa... competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired conditional. Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Memahami uraian diatas ternyata kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi menunjukan kepada performa dan pembuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas... dikatatakan rasional karena mempunyai arah atau tujuan, sedangkan performa merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati saja, tetapi meliputi sesuatu yang lebih jauh dari itu, bahkan menembus sesuatu yang tidak kasatmata.

Memahami uaraian diatas, beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.

Misalnya seorang peserta didik menangkap pembelajaran atau informasi yang disampaikan oleh guru atau dari sumber belajar sesuai kebutuhan belajarnya.

b. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang peserta didik mampu menerima informasi yang sesuai disampaikan oleh guru dan mampu mengingat atau menerapkan maksud dari informasi yang disampaikan dalam pembelajaran.

73 c. Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan peserta didik melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dan mengerjakannya sesuai yang diharapkan pada tugas tersebut.

d. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan serasa psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku peserta didik dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).

e. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang/tidak senang, suka/tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap permasalahan dalam keluarga, perasaan tidak merasa diperhatikan oleh orang tuanya akibat broken home.

f. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

Analitis diatas, sesuai dengan kepmendiknas No. 045/U/2002 dalam Mulyasa (2013: 64) yang mengungkap bahwa kompetensi adalah seperangkan tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Ketentuan diatas dapat diimplementasikan bahwa ijazah hanya dikeluarkan oleh lembaga pendidikan formal terakreditasi, sedangkan sertifikat kompetensi diberi oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Di luar negeri, sertifikat kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, misalnya sertifikat kompetensi juru gambar, juru kawih (penyanyi), programmer, dan montir mobil.

E.PERAN TEORI DAN GAYA BELAJAR DALAM MENCAPAI HASIL

Dalam dokumen PEMBAHASAN KAPITA FIKS DI INDONESIA (Halaman 68-73)