• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Psikologi Konstruktivisme

Dalam dokumen PEMBAHASAN KAPITA FIKS DI INDONESIA (Halaman 135-141)

LANDASAN PSIKOLOGI DALAM MENCAPAI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN BERMAKNA

C. ORIENTASI PSIKOLOGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN 1 Pengertian Psikologi Kognitif

1. Pengertian Psikologi Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005 :70) bahwa “konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya”.

136 Karli dan Yuliariatiningsih (2003: 2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi dengan lingkungannya.

Dalam perkembangannya, konstruktivisme memang banyak digunakan dalam pendekatan-pendekatan pembelajaran.Konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan pada aktivitas siswa dengan untuk menciptakan, menginterpretasikan, dan mengorganisasikan pengetahuan dengan jalan individual (Windschitl) dalam (Abbeduto, 2004).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwakonstruktivisme adalah suatu pandangan yang mendasarkan bahwa perolehan pengetahuan atau konstruksi (bentukan) dari orang yangsedang belajar yang diawali dengan terjadinya konflik kognitif yangpada akhir proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh melaluipengalamannya dari hasil interkasi dengan lingkungannya.Pengetahuan berkembang dari buah pikiran manusia melaluikonstruksi berfikir, bukan melalui transfer dari guru kepada siswa.Oleh karena itu siswa tidak dianggap sebagai tabula rasa atau berotakkosong ketika berada di kelas.Ia telah membawa berbagai pengalaman,pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengkonstruksikanpengetahuan baru atas dasar perpaduan pengetahuan sebelumnya danpengetahuan yang baru itu dapat menjadi milik mereka.

Pandangan yang berkembang adalah bahwa ilmu pengetahuanmerupakan hasil rekayasa manusia, teori konstruktivisme meyakinibahwa di dalam proses pembelajaran para peserta didik yang harusaktif membangun pengetahuan di dalam pikirannya, dan para peserta didikyang pasif tidak mungkin membangun pengetahuannya sekalipun diberiinformasi oleh para pendidik (Sarkim, 2005: 155). Agar informasi yangditerima berubah menjadi pengetahuan, seorang peserta didik harusaktif mengupayakan sendiri agar informasi itu menjadi bagian daristruktur pengetahuannya. Pandangan demikian diperkirakan bersumberdari karya awal Jean Piaget yang berjudul ”The Child’s Conception of TheWorld”

137 (Sarkim, 2005: 156). Gagasan dasar konstruktivisme tentangbelajar tersebut diterima oleh kedua aliran konstruktivisme.Mengingat ilmu pengetahuan harus dibangun secara aktif olehpeserta didik di dalam pikirannya, hal itu berarti bahwa belajar adalahtanggungjawab subjek didik yang sedang belajar.Maka menjadi sangatpenting motivasi instrinsik yang mendorong peserta didik memilikikeinginan untuk belajar.Dalam hal ini pendidik sebagai pengelolakegiatan pembelajaran dapat memberikan sumbangan yang berartidalam memotivasi para peserta didik.

Menurut Brooks dalam Slavin (2000:256) mengatakan “the essence of contructivist theory is the idea that learners must individually discover and transform complek information if they are to make it their own.Menurut Von Glasersfeld dalam Suparno (1997) “Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita konstruksi (bentukan) kita sendiri’. Hal ini berarti bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan merupakan akibat dari suatu kunstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Dalam kontruktivis menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri, maka mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain bahkan secara prinsipil.Menurut Slavin (2000:256) contructivist theories of learning, theories that state that state that learners must individually discover and transform complekkx information, cheking new information against old rules and revising rules when they no longer work. Jadi teori konstruktivis adalah teori yang menyatakan bahwa perolehan pengetahuan atas bentukan sendiri dari pebelajar untuk menjadi miliknya dan mentransfer informasi secara komplek menjadi sederhana bermakna, agar menjadi miliknya sendiri.Implikasi prinsip-prinsip belajar tersebut dalam proses pembelajaran diantaranya bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari pembelajar kepada pebelajar, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan pebelajar membangun sendiri pengetahuannya sendiri, mengajar berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.

138 konstruktivisme juga mempunyai pandangan tentang belajar dan mengajar.Berdasarkan sejumlah literatur tentang konstruktivisme, Widodo (2004), mengidentifikasi lima hal penting berkaitan dengan belajar dan mengajar, sebagai berikut.

a. Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal.

Tidak ada pembelajar yang otaknya benar-benar kosong. Pengatahuan awal yang dimiliki pembelajar memainkan peran penting pada saat dia belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa yang telah diketahui.

b. Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengatahuan berdasarkan pengatahuan yang telah dimiliki.

Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari suatu sumber ke penerima, namun pembelajar sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan.

c. Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar.

Karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuan awal siswa sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini “benar” atau agar pengetahuan awal siswa bisa berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang lebih besar.

d. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu.

Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam otak masing-masing individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab individu tidak terpisah dari individu lainnya.

e. Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.

Guru atau siapapun tidak dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun yang bisa “mengatur” proses berpikir orang lain. Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri.

139 2. Ciri-Ciri Atau Karakteristik Pembelajaran Konstruktivistik

Yulaelawati (2004: 54), mengemukakan ciri-ciri pembelajaran konstruktivis menurut beberapa literatur yaitu sebagai berikut.

a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia

c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.

d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.

e. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.

Suparno (1997) menyatakan proses belajar menurut konstruktivisme antara lain bercirikan sebagai berikut.

a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai

b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

140 e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep konsep, tujuan, dan motivasiyang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Menurut Suparno (1997: 49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Dalam proses itu, menurut Glasersfeld dalam (Suparno, 1997: 20), diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut: (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Winataputra (2007) mengemukakan beberapa karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar konstruktivisme dalam pembelajaran sebagai berikut.

a. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.

Siswa perlu dibiasakan untuk dapat mengakses informasi dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, koran, pengamatan, wawancara, dan dengan menggunakan internet. Sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa, mereka perlu belajar menganalisis informasi, sejauh mana kebenarannya, asumsi yang melandasi informasi tersebut, bagaimana mengklasifikasikan informasi tersebut, dan menyederhanakan informasi yang banyak. Dengan kata lain, siswa dilatih bagaimana memproses informasi.

141 Dalam proses belajar akan muncul pendapat, pandangan, dan pengalaman yang beragam. Dalam menjelaskan suatu fenomena, di antara siswa pun akan terjadi perbedaan pendapat yang dipengaruhi oleh pengalaman, budaya dan struktur berpikir yang dimiliki.

c. Peran utama siswa dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam usaha untuk menyusun pemahaman, siswa harus aktif dalam kegiatan belajar bersama. Siswa perlu terlatih untuk mendengarkan dan mencerna dengan baik pendapat siswa lain dan guru. Sesuai dengan tahap perkembangan emosi dan berpikirnya, dia perlu dapat menganalisis pendapat tersebut dikaitkan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran.

Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada siswa untuk mencapai apa yang harus dipahami dari apa yang sekarang sudah diketahui. Siswa dilatih selangkah demi selangkah dengan intensitas bimbingan yang semakin berkurang. Dengan cara ini, kemampuan berpikir siswa akan semakin berkembang.

e. Peranan pendidik/guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.

Dalam hal ini terjadi perubahan paradigm dari „pembelajaran berorientasi guru‟ menjadi pembelajaran berorientasi siswa‟. Siswa diharapkan mampu secara sadar dan aktif mengelola belajarnya sendiri. f. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.

Kegiatan belajar yang otentik adalah seberapa dekat kegiatan yang dilakukan dengan kehidupan dan permasalahan nyata yang terjadi dalam masyarakat yang dihadapi siswa ketika berusaha menerapkan pengetahuan tertentu.

Dalam dokumen PEMBAHASAN KAPITA FIKS DI INDONESIA (Halaman 135-141)