• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pendapatan Per Kapita

2.2 INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Salah satu outcome dari suatu kebijakan fiskal yang telah dilaksanakan baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat pada suatu wilayah adalah perbaikan kualitas kesejahteraan yang umumnya terefleksikan pada indikator Indeks Pembangunan Manusia, Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan.

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dikelompokkan dalam beberapa kategori, IPM < 60 (Rendah), 60 ≤ IPM < 70 (sedang), 70 ≤ IPM < 80 (Tinggi), IPM ≥ 80 (Sangat Tinggi). Perkembangan IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010s.d. 2017dijelaskan dalam Grafik 2.8.

Grafik 2.8 Perkembangan IPM Indonesia dan NTT, 2010 s.d. 2019

Sumber: BPS, data diolah

Selama sepuluh tahun terakhir, IPM NTT meningkat secara gradual sejalan dengan yang pencapaian nasional. Kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan kualitas sumber daya manusia Nusa Tenggara Timur.

Meskipun demikian, dari tahun ke tahun, IPM NTT selalu menjadi yang terendah jika dibandingkan dengan provinsi dalam koridor Bali Nusra lainnya. Pada tahun 2019

18

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

tecatat IPM NTT mencapai 65,23 (sedang) tertinggal dari NTB (68,14), Bali (75,38) dan IPM nasional (71,92).

Peningkatan IPM ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah melalui intrumen belanja negara untuk penyediaan akses dan pelayanan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan peningkatan standar kehidupan yang layak bagi masyarakat sudah on the track.

Secara spasial, realita ini juga terlihat dari peningkaan IPM pada tingkat Kab/Kota dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara umum terjadi peningkatan niali IPM pada semua kab/kota. Disamping itu terdapat 2 kabupaten yakni Kabupaten Manggarai Timur (IPM 60,47) dan Kabupaten Malaka (IPM 60,34) yang telah berhasil naik kategori menjadi level “sedang” dari tahun sebelumnya. Nilai IPM tertinggi masih terdapat pada Kota Kupang sebesar 79,55 dan menjadi satu-satunya daerah yang berada dalam kategori “tinggi”. Sedangkang IPM terendah dimiliki oleh Kabupaten Sabu Raijua dengan nilai IPM sebesar 56,66 dan menjadi satu-satunya daerah dengan IPM berkategori “rendah” di NTT. Sisanya, sebanyak 20 kab/kota masih berada pada kategori “sedang”.

2.2.2 Tingkat Kemiskinan

Penurunan tingkat kemiskinan adalah salah satu ukuran keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Perbaikan kesejahteraan penduduk miskin tidak hanya tercermin pada penurunan angka kemiskinan saja namun juga terdapat perbaikan kualitas hidup penduduk miskin. Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010 s.d. 2019 sebagaimana Grafik 2.9.

19

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sejak tahun 2015, secara gradual angka kemiskinan di NTT berhasil diturunkan setiap tahunnya rata-rata sebesar 0,39 persen per tahun. Pada posisi September 2019, jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 1,12 juta penduduk atau turun sebanyak 16.860 jiwa dibandingkan tahun

sebelumnya. Secara prosentase, jumlah penduduk miskin di NTT tercatat sebesar 20,62 persen, turun 0,41 dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Namun jika dibandingkan dengan tingkat nasional yang mencapai 9,22 persen, maka kondisi kemiskinan di NTT perlu menjadi prioritas penanganan oleh pemerintah. Berdasarkan daerah tempat tinggal, kemiskinan tertinggi terjadi di pedesaan dibandingkan dengan penduduk yang diperkotaan.

Meskipun terjadi penurunan, angka disparitas persentase penduduk miskin ini masih sangat tinggi, yaitu 24,45 persen di desa dibandingkan dengan 8,34 persen di kota. Jika dilihat dari jenis komoditas yang berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan, baik di desa maupun di kota masih berada pada kelompok bahan makanan engan angka diatas 70 persen.

Tabel 2.3 Indek Kedalaman Kemiskian (P1) dan Indeks keparahan Kemiskinan (P2) Menurut daerah, periode September 2018 s.d September 2019.

Grafik 2.10 Presentase Penduduk Miskin Menurut Perkotaan dan Perdesaan, 2018 – 2019 (%)

Kontribusi Thd

Garis Kemiskinan Perdesaan Perkotaan

Makanan 80,51 72,13

Bukan Makanan 19,49 27,87

Sumber : BPS NTT

20

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Pengukuran kemiskian tidak hanya berhenti pada jumlah dan persentase penduduk miskin, namun perlu juga diperhatikan dimensi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan akan menggambarkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sedangkan indeks keparahan kemiskinan akan menunjukkan sejauh mana sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Secara total, Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Pada periode September 2018 – September 2019 indeks P1 turun mencapai 0,423 sedangkan indeks P2 juga mengalami penurunan sebesar 0,32 poin. Penurunan ini justru terjadi di pedesaan, sementara untuk di perkotaan kedua indeks ini justru mengalami kenaikan. Kondisi ini diduga merupakan dampak awal dari keberhasilan dana desa pemerintah dimana meskipun belum bisa menurunkan disparitas jumlah penduduk miskin yang signifikan namun paling tidak telah dapat menurunkan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang ada di desa.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan pada September 2019 diantaranya adalah adanya kenaikan daya beli masyarakat sebai akibat adanya kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) yaitu dari 105,63 menjadi 106,26, serta adanya penurunan indeks harga kelompok pengeluaran yang berkontribusi terhadap garis kemiskinan NTT yaitu bahan makanan sebesar -1,98 persen.

2.2.3 Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini)

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek penting sebagai ukuran pemerataan pendapatan masyarakat di suatu daerah. Sebagai ukuran pemerataan yang juga merefleksikan ukuran ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat, biasanya digunakan koefisien Gini (Ratio Gini). Nilai koefisien Gini berkisar antara 0 (sangat merata) sampai dengan 1 (sangat timpang). Adapun kriteria ukuran ketimpangan Gini Ratio meliputi Ketimpangan Rendah (Gini Ratio< 0,3), Sedang (0,3 ≤ Gini Ratio ≤ 0,5) dan Tinggi(Gini Ratio> 0,5). Nilai koefisien Gini Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Indonesia menurut provinsi pada tahun 2011 s.d. 2019 dijelaskan sebagaimana Grafik 2.11.

21

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Grafik 2.11 Nilai Gini Ratio Provinsi NTT periode 2011-2019

Sumber: BPS Provinsi NTT, data diolah

Ketimpangan di Nusa Tenggara Timur masuk dalam kategori “sedang” dengan nilai koefisien Gini mencapai 0,355 pada September 2019, turun tipis 0,04 poin dari periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan

lokasi tempat tinggalnya, kencenderungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan lebih tinggi terjadi pada masyarakat di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan. Secara nasional, ketimpangan pendapatan di NTT masih dibawah rata rata nasional. NIlai Gini Ratio NTT tercatat masih berada di bawah rata-rat Gini Ratio nasional yang mencapai 0,380 (sedang). Lebih lanjut, tingkat ketimpangan NTT juga menjadi yang terendah di wilayah Bali Nusra dimana Provinsi NTB menjadi yang tertinggi dengan Gini Ratio sebesar 0,374 dan Provinsi Bali dengan nilai koefisien sebesar 0,370.

Grafik 2.10 Nilai Gini Ratio Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2019

22

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

2.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran

Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Sebagaimana dalam Grafik 2.12, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT periode Agustus 2019 mencapai 3,35 persen, naik 0,34 poin dari periode yang sama tahun lalu.

Grafik 2.12 Komposisi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT (dalam persen)

Kenaikan pengangguran ini tercatat mencapai 8.300 orang sehingga total pengangguran di NTT mencapai 83 ribu orang dimana jumalah penganggur wanita 0,52 persen lebih banyak daripada laki-laki. Pada tataran nasional, tingkat pengangguran NTT tersebut masih dibawah tingkat pengangguran nasional yang mencapai 5,28 persen di tahun 2019.

Secara spasial, terdapat tiga kabupaten/kota yang ada di Pulau Timor memiliki tingkat pengangguran yang tertinggi, yakni tertinggi pertama berada di kota Kupang (9,78 persen), kedua di Kabupaten Belu (7,19 persen) dan ketiga terjadi di Kabupaten Kupang (4,48 persen). Sementara itu, tingkat pengangguran terendah terdapat pada Kabupaten Manggarai Timur (0,95 persen).

Sumber : BPS NTT

23

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Total penduduk yang bekerja di NTT pada Agustus 2019 mencapai 2,39 juta orang, berkurang 16,9 ribu orang dibandingkan keadaan pada Agustus 2018. Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, distribusi pekerja di NTT mayoritas berada di sektor informal. Tercatat, sebanyak 72,56 % penduduk yang bekerja berada di sektor informal dan sisanya 27,44% berada di sektor formal pada Agustus 2019.

Grafik 2.13 Distribusi Penduduk Yang Bekerja di NTT (dalam persen)

Dari komposisi tersebut, sebagian besar bekerja pada kategori Pertanian yakni sebanyak sebesar 1,17 juta orang (48,70 persen), diikuti kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil danSepeda Motor (10,97 persen) dan Kategori Industri Pengolahan (10,20 persen).

2.3 EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN