• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI DAERAH

BAB VI. KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL

PARIWISATA ESTATE

6.2 TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI DAERAH

Dalam salah satu misi pembangunan jangka menengah, pemerintah provinsi telah menetapkan sektor pariwisata sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian NTT. Menurut BPS, pada tahun 2019, sektor pariwisata NTT yang diproksikan oleh lapangan usaha Akomodasi dan Makan Minum, mampu mencapai Rp 520 milyar (ADHK) dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya. Namun demikian, kontribusi yang disumbangkan oleh sektor ini tehadap PDRB masih sangat kecil yaitu hanya 0,75 persen dalam 2 tahun terakhir.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kontribusi sektor ini sehingga bisa menjadi lokomotif penggerak perekonomian di NTT nampaknya masih perlu extra effort dan akan menghadapai tantangan yang tidak mudah. Selanjutnya, untuk mengetahui dan memetakan faktor yang menjadi penghambat sekaligus faktor yang menjadi pendorong dalam peningkatan penyaluran pembiayaan ultra mikro di Nusa Tenggara Timur akan dijelaskan melalui pendekatan Force Field Analysis (FFA) sebagaimana gambar. Gambar 6.6 Hasil Analisis Permasalahan Menggunankan Force Field Ananysis

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Force Field Analysis (FFA), dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menjadi pendorong (driving forces) dalam rangka mewujudkan sektor pariwisata menjadi prime mover peningkatan ekonomi NTT. Faktor pendorong atau faktor yang perlu lebih dioptimalkan antara lai (1) telah adanya dukungan kebijakan pemerintah, (2) adanya dukungan fiskal dari pemerintah, (3) Keberagaman daya tarik

MEWUJUDKAN SEKTOR PARIWISATA MENJADI PRIME MOVER PENINGKATAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR

88

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

wisata, (4) Perkembangan Media sosial yang sangat cepat. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor penghambat (restraining forces) terwujudnya sektor pariwisata menjadi prime mover peningkatan ekonomi NTT yang perlu diminimalisir, yaitu (1) minimnya infrastruktur pendukung pariwisata, (2) minimnya atraksi dan event pariwisata, (3) keterlibatan mayarakat di daerah wisaya msih rendah, (4) Belum meratanya kualitas SDM pariwisata.

Angka koefisien pada masing-masing faktor tersebut menunjukkan skala prioritas penanganan jika terdapat keterbatasan sumber daya. Semakin besar nilai koefisien menunjukkan semakin pentingnya tingkat penanganannya (perlu disegerakan). Selanjutnya, akan diuraikan lebih rinci mengenai hal krusial dari masing-masing faktor pendorong maupun faktor penghambat untuk dapat mengetahui tindakan yang tepat dalam implementasinya.

6.2.1 Faktor Pendorong (Driving Forces)

Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah memiliki blue print pengembangan pariwisata sebagai penggerak ekonomi baru.

Dari sisi pemerintah daerah, NTT telah meluncurkan program Pariwisata Estate. Pariwisata Estate merupakan konsep pembangunan kawasan pariwisata yang serba lengkap dimana semua barang dan jasa serta kelengkapan pariwisata yang dibutuhkan wisatawan terdapat dalam satu kawasan wisata (5A) yang pengelolaannya mengedepankan community based tourism.

Gambar 6.7 Prioritas Pembangunan Pariwisata Nusa Tenggara Timur

89

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Dukungan Fiskal Dari Pemerintah

Dengan adanya kebijakan pengembangan pariwisata yang telah ditetapkan, tentunya hal ini juga diiringi dengan penyediaan lokasi belanja pada APBN maupun APBD untuk pembiayaannya. Pada APBN tahun 2019, realisasi belanja infrastruktur untuk mendukung pariwisata yang bersumber dari APBN dan dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan Labuan Bajo dan Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XIII telah mencapai Rp 48 miliar. Belum lagi realisasi yang bersumber dari DAK Fisik bidang pariwisata yang mencapai Rp 18 miliar.

Bahkan pada 2020 terdapat kenaikan alokasi untuk beberapa satuan kerja yang terkait pariwisata, antara lain Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BOPLBF) bertambah menjadi sebesar Rp 135 miliar, satker Balai Taman Nasional Komodo yang naik 34% menjadi Rp 39,08 miliar, Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo juga naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp 214,24 miliar, satker PJN Wilayah III Provinsi NTT naik menjadi sebesar Rp 507,26 miliar untuk belanja modal jalan dan jembatan, serta kenaikan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik menjadi sebesar Rp 3,53 triliun di 2020.

Dari pendanaan APBD seluruh Pemda di NTT ,selama tahun 2019 realisasi belanja untuk kepariwisataan mengalami peningkatatan sebesar 185 persen dibandingkan tahun 2018 atau mencapai Rp281,4 miliar. Oleh karena itu, besarnya alokasi fiskal untuk pariwisata ini diharapkan dapat dioptimalkan semaksimal mungkin untuk mencapai output strategis yang telah ditetapkan.

Keberagaman Daya Tarik Wisata dan Peran Media Sosial

Periwisata NTT memiliki beraneka ragam daerah tujuan wisata yang masing-masing memiliki daya tarik sendiri. Dengan sejumlah 443 daerah tujuan wisata, NTT memiliki diversitas daerah wisata baik berupa alam, adat budaya, maupun wisata religi. Daerah wisata Taman Nasional Komodo, Pink Beach, Pulau Padar, Danau Kelimutu, Kampung Adat Bena, PantaiWalakiri, Desa Wae Rebo, Air Terjun Tanggedu, Air Terjun Waimarang adalah sebagian kawasan wisata yang sudah familiar untuk dikunjungi wisatawan. Keberagaman ini tentunya perlu pengorganisasian dan pengelompokkan ke dalam paket-paket wisata dan promosi wisata, sehingga para wisatawan yang hendak ke NTT bisa menyesuaikan dengan lama waktu rencana tinggal mereka.

90

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Pesatnya media sosial saat ini juga memberikan kemudahan promosi bagi pariwisata NTT. Pemanfaatan promosi melalui medsos maupun para influencer perlu terus didorong dan dilakukan dengan strategi khusus yang berkelanjutan.

6.2.2 Faktor Penghambat (Restraining Forces) Minimnya Infrastruktur Pariwisata

Infrastruktur pariwisata di nusa tenggara timur masih sangat terbatas. Minimnya akses jalan menuju tempat wisata potensial, sampai dengan pemenuhan amenities para wisatawan masih sangat kurang. Berdasarkan data terakhir dari BPS, jumlah akomodasi hotel di NTT hanya sekitar 365 hotel dan 8.316 kamar. Dengan jumlah kamar yang kurang dari 10.000 NTT berani menargetkan kunjungan wisatawan mencapai 3 juta kunjungan. Kondisi ini tentunya masih sangat kurang dan telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Permasalahan mahalnya biaya logistik pengiriman bahn bangunan/material untuk pembangunan infrastruktur ini menjadi penyebab minimnya investor swasta tertarik untuk melkukan investasi fisik pariwisata (hotel) di Nusa Tenggara Timur. Selain itu, konektivitas antar destinasi wisata juga sangat minim dan kalaupun ada relatif cukup mahal. Sebagai contoh wisatawan yang berwisata di Sumba kemudia mau ke Alor, maka mereka harus transit dulu via Kupang, karena tidak adanya sarana transportasi yang langsung ke Alor.

Kondisi ini tentunya perlu keterlibatan pemerintah untuk melakukan intervensi khususnya terkait pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan khususnya pada kondisi dimana swasta tidak tertarik untuk masuk. Menyadari hal ini, melalui alokasi APBN dan TKDD, pemerintah terus berupaya secara bertahap memperbaiki kondisi infrastruktur pariwisata khususnya di beberapa kawasan sestinasi pariwisata super prioritas, dimana salah satunya ada di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Minimnya Atraksi dan Event Pariwisata

Belum adanya calender kegiatan pariwisata, serta masih kurang memadainya pemetaan destinasi dan referensi detail potensi seni budaya merupakan simpul-simpul utama untuk mulai melakukan perbaikan. Untuk mendukung ini, setiap pemerintah daerah harus memiliki beberapa event/atraksi yang diselenggarakan rutin setiap tahun tentunya disertai dengan narasi yang menjual. Dalam cakupan yang lebih luas, kelembagaan pariwisata di NTT juga masih perlu pembenahan, keterlibatan masyarakat khususnya para pelaku bisnis di bidang pariwisata , masyarakat kawasan wisata,serta pemerintah daerah harus duduk bersama untuk menyusun paket/bundling-bundling pariwisata yang saling terkoneksi.

91

KAJIAN FISKAL REGIONAL TAHUN 2019

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Minimnya Keterlibatan Masyarakat dan masih

Pengembangan pariwisata NTT diarahkan dengan konsep pengelolaan yang mengedepankan community based tourism. Dengan kata lain masyarakat yang berada dalam kawasan wisata harus dapat mendapatkan manfaat ekonomi dari adanya objek wisata di daerahnya. Masyarakat harus berperan serta/ dan terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di daerahnya. Sampai dengan saat ini nampaknya masih minim sekali adanya keterlibatan masyarakat di kawasan wisata. Pemerintah harus bisa memberikan insentif untuk masyarakat dapat berusaha di daerah wisata, apakah itu dengan menyediakan guest house, tour guide, souvenir, warung makan/minum, serta bentuk usaha penunjang pariwisata lainnya.

Menyadari akan hal ini, dalam rangka mendukung terwujudnya community based tourism di NTT, pemerintah terus mendorong para UMKM di sektor pariwisata untuk dapat memanfaatkan kredit program pemerintah baik Kredit Usaha Rakyat maupun Pembiayaan Ultra Mikro yang sampai dengan akhir tahun 2019 telah tersalurkan sebesar Rp1,52 triliun dan UMi sebesar Rp25,9 miliar. Sejalan dengan itu, pemerintah daerah juga tengah berupaya untuk mengoptimalkan peran BUMDes untuk menjadi salah satu motor penggerak aktivitas ekonomi di daerah wisata. Terdapat beberapa BUMDes yang memiliki potensi pengembangan Pariwisata Estate anatara lain Kawasan Mutis (Kab. TTS), Kawasan Kampung Adat Weeleo (Kab. Sumba Barat Daya), Kawasan Kampung Adat Priemadita (Kab. Sumba Timur), Kawasan Lifulada (Kab Rote Ndao), Kawasan Moru (Kab. Alor), Kawasan Lamalera (Kab. Lembata), Kawasan Kelimutu (Kab. Ende).

Belum Meratanya Kualitas SDM Kepariwisataan

Saat ini, dukungan kualitas SDM pariwisata di NTT masih terbatas. Dukungan SDM yang berkualitas di bidang pariwisata mutlak diperlukan dalam mendukung produktifitas sektor ini. Peningkatkan kapasitas SDM dalam rangka mendukung parwisata harus segera diupayakan sehingga desain dan strategi pengembangan sektor pariwisata dapat berjalan maksimal. Program pengembangan serta pembinaan SDM khususnya para pelaku pariwisata oleh pemerintah maupun NGO (Non Government Organization) perlu terus diberdayakan. Oleh karena itu, pemerintah melalui alokasi dalam Dana Desa berupaya mendorong adanya pemberdayaan masyarakat desa di daerah wisata melalui pelatihan dan ketrampilan berwirausaha. Sejalan dengan itu, Pemerintah Provinsi NTT juga telah menjalin kerja sama dalam bidang pengembangan SDM dan Destinasi Pariwisata dengan Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (Stipram) Yogyakarta di akhir tahun 2019.

Prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi yang tertinggi