• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terik panas matahari di atas langit Bandung Utara tidak membuat Lida meninggalkan ke- asyikannya. Kedua tangan bocah 10 tahun ini sibuk mengaduk serbuk gergaji. "Saya belum kepikir mau bikin apa," kata murid Kelas IV Sekolah Dasar (SD) Islam Terpadu Salman AI Farisi itu, sambil mengernyitkan dahi.

Siang itu, Rabu dua pekan Ialu, halaman

yang sedang bermain. Sebagian murid tengah bermain bola. Ada pula yang sekadar berlari- lari. Saat itu, mereka mengisi waktu usai makan siang. Sebentar lagi, bocah-bocah cilik itu mema suki jadwal salat Lohor berjemaah.

Teman-teman Lida lainnya antre di tempat wu du. Ada juga yang menyiapkan tempat salat di dalam kelas. Meja-meja ditepikan, Ialu di-

500 kata murid menyimpan buku, satu setel baju, per -

lengkapan mandi, dan makanan kecil. Sete lah semua siap, azan dikumandangkan. Seorang murid memimpin jadi imam.

Sumber: Gatra, Maret 2001

Lohor adalah salat kedua di sekolah itu. Pagi hari, pukul 07.30 WIB, kegiatan belajar dibuka dengan salat duha. Acara ini dilanjutkan dengan ceramah duha berbentuk diskusi. "Isinya ditekankan pada masalah akhlak," kata Ivan Fachrudin, guru SD Salman AI Farisi. Nilai- nilai sosial yang tercakup dalam ilmu penge- tahuan sosial diselipkan di sini.

Metode serupa juga berlaku untuk ilmu pengetahuan alam. Sewaktu menerangkan sifat benda cair, misalnya, guru membawa beberapa wadah. "Bentuk air kan bergantung tempat nya," tutur Silvia Aria Yam, guru SD Hikmah Teladan. Untuk menjelaskan air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, murid dibawa ke kolam.

Begitu pula, ketika belajar matematika. Tiga puluh murid dalam satu kelas itu dibagi dua ke- lompok. Kelompok pertama ditugasi membuat rumah-rumahan dari kardus. Ukurannya di- ten tukan. Kelompok lain membuat setengah dari ukuran tadi, tapi tidak diberi tahu angka panjang, lebar, dan tingginya. Rumah-rumahan itu disusun menyerupai kompleks. Di sini, guru Ialu memasukkan nilai-nilai bertetangga.

Setiap tiga bulan, para murid diajak study tour. Misalnya, ke Museum Geologi atau ke tem pat peneropongan bintang.

Ketika sedang berlangsung balap sepeda Tour'de ISSI, murid dibawa ke jalan utama kota Bandung. Di tepi jalan, mereka menonton

pesepeda yang berlomba menyusuri Jawa Barat itu melintas.

Sekolah dengan metode seperti yang dite rapkan di Salman itu disebut SD terpadu. Di Bandung dan sekitarnya, saat ini terdapat 20 sekolah semacam itu. SD Salman merupakan pelopornya. Sekolah ini berdiri pada 1989 di atas tanah wakaf seluas 5.000 m2. Gagasan pen-

diriannya muncul karena porsi pendidikan agama di sekolah umum hanya dua jam pelajaran tiap pekan. "Selain itu, metode pendidikan selama ini cenderung teoretis," kata Yanti Sriyulianti, Direktur Lembaga Konsultan Manajemen, di

#BOEVOH:BOUJBEBMBIKVHB1SPKFDU0GàDFS4%

Terpadu Hikmah Teladan.

Di sekolah terpadu, murid-murid belajar mulai pukul 07.30 sampai 14.00. Pengajarnya rata-rata sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (Un pad), dan Universitas Pen didikan Indonesia (UPI). Ketika masuk, murid dipungut uang bangun an sekitar Rp1 juta sampai Rp1,2 juta. Setiap bulan, mereka harus mem bayar iuran Rp30.000,00 hingga Rp70.000,00 ditambah lagi uang makan yang ber kisar Rp60.000,00 per bulan. Orangtua masih harus menyiapkan dana jika sewaktu-waktu ada, kegiatan ekstra kurikuler.

Agar sekolah terpadu itu tidak berjalan sendiri-sendiri, tahun lalu ditunjuk SD Asih Putra di Jalan Cibabat, Cimahi, sebagai per- contohan. Sekolah yang berdiri pada 1995 ini dinilai unggul karena memiliki sistem terpadu, yang menggabungkan beberapa mata pelajaran. Setiap pelajaran disampaikan sambil bermain.

Metode bermain menuntut sekolah dasar seperti ini punya areal yang lebih luas. Mereka harus punya ruang kelas dan perpustakaan. Lapangan bola, kebun, saung panggung (dangau), kolam, dan alat bermain juga harus tersedia di tempat lapang.

Sangat berbeda dengan di tepian Sungai Musi, di sebuah sudut Kota Palembang, Sumatra Selatan. Saat itu, daun-daun dan rerumputan masih basah diguyur hujan lebat semalaman. Pagi hari, Muhammad Yasin, bocah berusia 11 tahun, ber siap ke sekolah. Yasin me ma kai topi, celana, dan dasi merah. Bajunya putih. Ia tak memakai sepatu.

Yasin melompat ke sampan kecil yang ia tam batkan di tepi sungai. Tangan mungilnya me raih dayung. Perlahan ia mengayuh sampan menuju SD Negeri 199, kira-kira 800 meter dari rumahnya, tempat ia bersekolah. Bangunan itu terletak di sebuah pulau di tengah Sungai Musi. Persisnya di Kampung Selat Punai, Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Ilir Barat 11, Palembang.

Panorama pulau itu sebagaimana layaknya daerah pedalaman. Terpencil. Sekitar 100 rumah semipermanen bergerumbul di situ. Jangan

TBMBITBOHLBTFDBSBHFPHSBàTEFTBJUVCFSBEB

di Kota Palembang, ibu kota Sumatra Selatan. Warganya bekerja sebagai petani, pencari ikan, buruh mu siman, atau kuli bangunan.

Sekolah tempat Yasin dan 108 temannya me nimba ilmu itu kondisinya amat merana. Ge- dungnya berupa rumah panggung lapuk. Dari sembilan ruang, hanya dua yang layak ditempati. Empat lainnya bisa dipakai, tapi harus ekstra hati-hati. Kayu-kayunya gampang ambrol. Tiga ruang kelas sisanya tak bisa difungsikan sama sekali. Atap sengnya bolong-bolong. Lantainya rapuh, di sana-sini keropos. Kalau tidak awas, murid-murid bisa terperosok ke kolong rumah, terce bur ke tanah becek.

Kesan nelangsa terasa kembali, manakala menyaksikan peralatan yang dipakai. Kursi, papan tulis, dan meja sudah reyot. Papan tulis, yang seharusnya hitam pekat, pada bagian tertentu sudah kecokelat-cokelatan, sesuai dengan warna dasar tripleks.

Di luar sekolah, kegiatan anak-anak sangat terbatas. Upacara hari Senin tak pernah dilaku- kan. Olahraga "formal" seperti sepak bola dan badminton tak bisa dilaksanakan. Bagaimana mau bermain-main di halaman, tanahnya saja selalu basah. Di malam hari, Sungai Musi selalu pasang naik. Airnya menggenangi areal sekolah.

Lebih miris lagi, di sekolah itu hanya ter- dapat dua guru dan satu kepala sekolah. Dua pengajar berstatus pegawai negeri, lainnya honorer. Tapi, yang hadir di kelas tiap hari adalah yang ho norer, yakni Dewi Hartarti, 27 tahun, penduduk asli setempat.

Selain itu, pendapatan di daerah ini sangat sem rawut. Karena dukungan data lemah, Suparno tidak tahu secara persis cukup tidaknya duit itu.

"Ya, harus pandai mengguna kannya. Kan, biaya pendidikan juga ditanggung masyarakat," tutur Suparno, alumni IKIP Yogyakarta, 1964 itu.

Semrawutnya pendataan terjadi juga di Sulawesi Tengah. Hingga Maret lalu, hanya Kabupaten Tolitoli yang menyerahkan data lengkap kondisi sekolah di sana. Dari laporan itu terungkap, 63,06% dari ruang kelas di 214 SD di Tolitoli ternyata rusak. Misalnya, SD Negeri 2 di Kecamatan Dampal mengalami kerusakan parah. "Kalau hujan terpaksa libur, karena atapnya bocor," kata Kepala Sekolah Juhrana A.K. Juhrana sudah mengajukan ang- garan perbaikan, tetapi belum dijawab.

Lahamuddin Lahatta, Kepala Sub-Dinas Gedung Bangunan, Dinas Pendidikan Sulawesi Tengah, mengakui kondisi buruk di banyak sekolah di Tolitoli. Kejadian serupa kemung-kinan besar terjadi pula di daerah lain. "Sayangnya, dinas-dinas kabupaten lain agak tertutup," katanya.

Ketika dikunjungi Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, terbukti kondisi sarana sekolah tidak tercatat dengan rapi. "Data lengkap ada di kecamatan, saya sendiri tak tahu persis," kata pemimpin proyek bangunan SD Kabupaten Dong gala, Sutomo Lagadi. Meski begitu, dia memperkirakan, 40% dari 800 sekolah dasar di sana rusak. "Sayangnya, hanya 30 sekolah yang akan diperbaiki, sehingga 300 lainnya tetap telantar," katanya.

Memang, pendataan penting untuk peren- canaan, tetapi perbaikan kondisi pendidikan ujung -ujungnya uang yang menentukan. Kesulitan pendanaan bukan hanya dialami pengelola SD, melainkan juga sekolah lanjutan. Di Padang, Sumatra Barat, SMA Yayasan Pendidikan Islam (Yapi), sejak berdiri 1976 lalu, mengalami masalah anggaran terus-menerus.

Uang yang dikumpulkan dari siswa, Rp20.000,00 per bulan, tidak memadai untuk kegiatan operasional. Uang sumbangan tadi dipakai untuk menggaji 38 guru. Kebetulan, sebanyak 32 pengajar di antaranya adalah guru honorer. Bayarannya cukup murah. Satu orang digaji Rp6.000,00 per jam tiap bulan. Jadi, kalau seorang guru mengajar 10 jam selama satu bulan, dia di bayar Rp60.000,00. Dengan pe- masukan yang seret itu, praktis tak ada biaya

Setelah membaca teks tersebut, berapakah kecepatan membaca Anda? Jika waktu membaca Anda kurang lebih tiga menit, Anda telah berhasil membaca dengan cepat. Nah, sekarang jawablah pertanyaan sesuai bacaan dengan tidak melihat teks.

Berikut ini contoh beberapa pertanyaan berdasarkan bacaan di atas. Jawablah tanpa melihat teks bacaan!

1. Apa nama sekolah dalam teks tersebut?

2. Sebutkan contoh metode ketika belajar ilmu pengetahuan alam? 3. Bagaimana metode belajar matematika dalam teks tersebut? 4. Kapan SD Salman berdiri?

5. Apa gagasan pendirian sekolah tersebut? 6. Siapakah pengajar pada sekolah tersebut? 7. Berapakah pengajaran pada sekolah tersebut?

8. Mengapa di SD Terpadu Hikmah Teladan belum mempunyai sistem pelajaran yang baku?

9. Ada berapa orang guru yang ada di SD Negeri 199? 10. Bagaimana keadaan SD Negeri 199?

untuk merawat gedung. Jumlah siswa SMU 160 murid, hanya tersedia empat ruang kelas.

Untunglah, sejak program Jaring Pengaman Sosial diluncurkan, sekolah itu menerima bantuan Rp150.000,00 bagi tiap siswa tidak mampu. "Dana itu sangat membantu siswa dari ke luarga miskin yang sering menunggak SPP," kata Darman Sinapa, Kepala SMA Yapi. Sejak dua tahun Ialu, sekolah yang dipimpinnya juga me nerima dana bantuan operasional Rp10 juta per tahun dari pemerintah pusat.

Menghadapi otonomi daerah, Darman malah waswas kalau berbagai subsidi peme- rintah itu akhirnya dihapus. "Pendidikan ini kan kerja sosial. Jadi, pemerintah harus tetap mem beri

subsidi," katanya. Menurut perhitung an Darman, dari seluruh biaya pengelolaan SMA Yapi, 20%- nya berasal dari berbagai bantuan pemerintah.

Keluhan Darman itu dirasakan pula oleh banyak sekolah swasta lain yang hidupnya menggantungkan pada bantuan pemerintah. Nur Choiniah, Kepala SMP Kyai Ageng, Sema- rang, takut kehilangan bantuan keuangan dari pusat kalau otonomi pendidikan diterap kan. "Selama ini, kami mendapat kucuran Rp7 juta per tahun dari pemerintah," katanya. Selain uang, sekolah itu juga menerima bantuan guru negeri. Kalau bantuan itu akhir nya menyusut, sekolah pun bisa bangkrut.

Sumber: Gatra, Maret 2001

Selanjutnya, periksalah hasil jawaban yang sudah diberikan dengan melihat teks atau bandingkanlah jawaban Anda dengan jawaban berikut.

r 4FLPMBIUFSQBEV

r 5JHBQVMVINVSJEEBMBNTBUVLFMBTJUVEJCBHJEVBLFMPNQPL

Kelompok pertama, ditugasi membuat rumah-rumahan dari kardus. Ukurannya ditentukan. Kelompok lain, membuat setengah dari ukuran tadi, tetapi tidak diberi tahu angka panjang, lebar, dan tingginya. Rumah-rumahan itu disusun menyerupai kompleks. Di sini, guru lalu memasukkan nilai-nilai bertetangga. (3)

Setelah Anda periksa, berapa jawaban yang benar? Jika Anda menjawab dengan benar sebanyak delapan nomor, pema haman Anda terhadap teks sudah baik. Apabila kurang dari delapan nomor, Anda harus berlatih lagi.

Untuk lebih jelasnya, Anda dapat menggunakan rumus:

Jika hasil penghitungan dengan menggunakan rumus itu adalah 75% berarti Anda telah ber hasil membaca cepat. Se- lanjutnya, Anda pun dapat menemu kan gagasan pokok dalam teks tersebut. Gagasan pokok teks ter sebut dapat Anda temukan melalui keterkaitan gagasan pokok antar pa ragraf. Ayo, temu- kanlah gagasan pokok tersebut.

Berdasarkan teks tersebut, Anda pun dapat menentukan makna tersurat dan tersirat. Perhatikanlah contoh makna tersu- rat dan tersirat dalam paragraf berikut! Selanjutnya, Anda dapat mencari makna tersurat dan tersirat lainnya.

Jumlah jawaban yang benar

Jumlah seluruh pertanyaan ×100%

Siang itu, Rabu dua pekan lalu, halaman SD Salman Al Farisi diramaikan murid-murid yang sedang bermain. Sebagian murid tengah bermain bola. Ada pula yang sekadar berlari-lari. Saat itu, mereka mengisi waktu usai makan siang. Sebentar lagi, bocah-bocah cilik itu memasuki jadwal salat Lohor ber- jemaah.

Dalam paragraf tersebut, tergambar suasana murid SD Salman Al Farisi pada siang hari menjelang jadwal salat Lohor ber jemaah.

Selanjutnya, dapat diungkap pula makna tersirat dari para graf tersebut, yakni gambaran murid yang merasakan kegembiraan saat sekolah.

membawa beberapa wadah. "Bentuk air 'kan bergantung tempatnya." (2)

r 1BEBUBIVO

r 1BSBTBSKBOBEBSJ*5#6OQBEEBO61*

r (BHBTBO QFOEJSJBOOZB NVODVM LBSFOB QPSTJ QFOEJEJLBO

agama di sekolah umum hanya dua jam pelajaran tiap pekan. (5)

r ,BSFOBCFMVNEVBUBIVOCFSEJSJ r %VBHVSVEBOTBUVLFQBMBTFLPMBI

r 3QTBNQBJEFOHBO3QUJBQCVMBO r ,POEJTJOZB TBOHBU NFNQSJIBUJOLBO (FEVOHOZB CFSVQB

rumah panggung lapuk dan dari sembilan ruang hanya dua ruang yang layak ditempati. (10)

1. Bacalah teks berikut dengan cepat.

Beasiswa, Kunci Mencegah