• Tidak ada hasil yang ditemukan

int erdisipliner.”

Dalam dokumen Majalah Peradilan Agama Edisi XI (Halaman 31-33)

yang belum dewasa atau masih kurang umur dan orang-orang yang telah ditaruh dibawah pengawasan

curatele , yang selalu harus diwakili

oleh orangtuanya, walinya atau kuratornya.

Ketentuan hukum yang mengatur tentang batas umur orang yang belum dewasa atau dibawah umur diatur secara beragam dalam beberapa perundang-undangan. Menurut pasal KU( Perdata, orang dikatakan dibawah umur apabila ia belum mencapai usia tahun, kecuali ia sudah kawin. Jika sudah kawin ia tidak akan menjadi dibawah umur lagi, meskipun perkawinannya itu diputus bercerai sebelum ia mencapai usia tahun. Batas umur KU( Perdata ini sama dengan ketentuan yang ada dalam pasal ayat Kompilasi (ukum )slam K() .

Menurut pasal ayat UU Nomor tahun tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa orang dikategorikan sebagai anak belum dewasa jika belum berumur tahun. Ketentuan ini sama dengan ketentuan yang ada dalam pasal UU Nomor tahun tentang Perkawinan, pasal ayat UU Nomor Tahun tentang (ak Asasi Manusia dan pasal

huruf h UU Nomor Tahun tentang kewarganegaraan Republik )ndonesia.

Walau tidak seragam tentang batas umur dewasa, tapi semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas sepakat bahwa jika seseorang sudah menikah maka orang tersebut sudah dianggap dewasa dan dinilai cakap hukum walau usianya belum mencapai atau tahun.

Berdasarkan fakta hukum yang dirumuskan oleh majelis kasasi di atas terbukti bahwa pewakaf wakif

sudah menikah sehingga cakap hukum. Karena pewakaf menikah dan cakap hukum maka tidak terbukti bahwa pada saat mewaka kan

hartanya pewakaf dalam kondisi keterbelakangan mental atau gila.

Surat hasil pemeriksaan psikiatri

No / /Psi/ tertanggal

Januari yang dikeluarkan oleh RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tidak bisa serta merta membuktikan bahwa pada saat perwakafan pewakaf mengalami keterbelakangan mental dan bisa dijadikan dasar untuk membatalkan ikrar wakaf. (al ini dikarenakan surat tersebut dibuat pada tahun dan perwakafan dilakukan ada tahun . (arusnya

judex facti menggali dan menganalisa

secara kritis kenapa surat tersebut dibuat pada saat Rr Fatimah berusia tahun, jauh setelah proses proses perwakafan oleh Rr Fatimah? Padahal Penggugat menganggap Rr fatimah sudah mengalami keterbelakangan mental sejak kecil usia tahun .

Pewakaf juga tidak terbukti pada saat mewaka kan dibawah pengampuan Penggugat karena penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor /Pdt.P/ / PN.YK yang menetapkan bahwa Penggugat sebagai wali pengampu dari pewakaf dijatuhkan pada tahun , sedangkan perwakafan dilakukan pada tahun .

Penetapan PN yang dijadikan rujukan putusan PTA Yogyakarta dapat membatalkan perbuatan hukum yang sudah dilakukan sejak lima belas tahun yang lalu. Seharusnya majelis hakim PTA Yogyakarta melihat, kenapa surat penetapan PN Yogyakarta baru keluar tahun sedangkan perbuatan hukum tahun . (arusnya PTA Yogyakarta menilai ada apa di balik surat Penetapan PN Yogyakarta tentang perwalian tersebut? (al ini tidak pernah dinilai oleh Majelis (akim PTA Yogyakarta.

Putusan ini sekaligus menjadi contoh yang baik bahwa kasus sengketa wakaf pada umumnya itu kompleks dan mengharuskan

hakim menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu.

(akim harus menggunakan berbagai disiplin ilmu hukum dalam menyelesaikan sengketa wakaf, serta dibutuhkan logika penafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum. Jika hakim menggunakan pendekatan monodisipliner dengan hanya menguasai dan memakai ilmu wakaf saja, maka putusan yang dihasilkan rentan tekstual dan tidak mampu memberikan keadilan yang sesungguhnya.

Dalam kasus sengketa wakaf yang dikaji ini, misalnya, hakim seharusnya tidak hanya menguasai hukum wakaf yang ada dalam UU Wakaf saja, akan tetapi hakim juga harus menguasai dengan baik hukum tentang subyek yang tidak cakap hukum dan hukum pengampuan dalam hukum perdata.

Jika hukum tentang subyek yang tidak cakap hukum dan hukum pengampuan tidak dikuasai dan hakim hanya menggunakan pendekatan monodisipliner hukum wakaf saja, tidak interdisipliner, maka potensi kesalahan dalam mempertimbangkan alat bukti dan dalam merumuskan kesimpulan hukum akan terjadi sehingga keadilan yang sesunguhnya sulit terwujud.

P U T U SA N JU D EX FA C T I

S

umber-sumber pengaturan wakaf di )ndonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. Tahun tentang Perwakafan Tanah Milik, Permendagri No. Tahun tentang tata cara pendaftaran tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik, Undang- Undang No. Tahun tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah No. Tahun tentang Perwakafan, Kompilasi (ukum )slam di )ndonesia K() dan Kompilasi (ukum Ekonomi Syariah.

Obyek wakaf adalah harta benda. Berdasarkan Undang-Undang Wakaf Pasal ayat disebutkan bahwa harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau menfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari ah yang diwaka kan oleh waqif,

dan harta wakaf tersebut tidak dapat ditarik lagi oleh wakif.

Dalam perspektif Fiqh )slam dan perspektif Kompilasi (ukum )slam, wakaf harus memenuhi empat rukun unsur : Wakif, yakni orang yang

berwakaf; Mauquf Bih, yakni

benda yang diwaka kan; Nadzir,

yakni penerima wakaf; ‘Aqad atau

Lafaz atau Sighat, yakni pernyataan

penyerahan wakaf dari pihak wakif kepada orang atau tempat berwakaf

mauquf ‘alaih . Selain unsur itu,

tidak ada lagi unsur lain dalam perkara wakaf.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah tidak ada syarat lain untuk pelaku wakaf, tentang kemampuan ekonomi sebagai salah satu syarat melaksanakan wakaf? Dan dapatkan harta wakaf tersebut ditarik kembali oleh wakif dan/atau dibatalkan oleh pihak lain karena alasan tertentu?

Gambaran pertanyaan diatas terdapat dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor / Pdt.G/ /PA.Ska. tanggal Maret

, tentang perkara sengketa

“Regulasi tentang wakaf

Dalam dokumen Majalah Peradilan Agama Edisi XI (Halaman 31-33)