• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT

4.1. Jumlah dan komposisi penduduk

Secara administratif, jumlah penduduk di Kepulauan Hinako pada tahun 2007 adalah 3.028 jiwa, yang terdiri dari 1.469 laki-laki dan 1.559 perempuan. Jumlah penduduk tersebut tersebar di 12 desa yang berada di empat pulau utama yaitu; Pulau Imana, Pulau Bawa, Pulau Bogi dan Pulau Hinako. Penduduk Pulau Imana berjumlah 560 jiwa, tersebar di dua desa yaitu, Bawasalo’o (332 jiwa) dan Imana (228 jiwa). Penduduk Pulau Bawa berjumlah 729 jiwa tersebar di tiga desa yaitu Kafo-kafo (132 jiwa) Tuwa-Tuwa (270 jiwa) dan Desa Bawasawa (327 jiwa). Sedangkan Pulau Bogi yang hanya terdiri dari satu desa, secara administratif dihuni oleh 116 jiwa. Pulau Hinako yang merupakan pulau yang berpenduduk paling besar (1,623 jiwa), tersebar di enam desa yaitu Balowondrate ( 252 jiwa), Sinene’eto

Bab IV Potret Penduduk Kepulauan Hinako

66

(228 jiwa), Hinako (477jiwa), Lahawa (104jiwa), Hanofa (392jiwa) dan Halamona (170 jiwa). Besarnya jumlah penduduk di Pulau Hinako antara lain disebabkan karena pada masa lalu, wilayah ini menjadi pusat perekonomian penduduk di Kepulauan Hinako sehingga banyak didatangi para pedagang dari berbagai daerah untuk membeli hasil bumi maupun hasil laut. Hal ini dimungkinkan karena pada masa itu pelabuhan utama Kecamatan Sirombu terdapat di pulau ini sehingga wilayah ini banyak disinggahi oleh kapal-kapal pedagang.

Diantara enam desa yang berada di Pulau Hinako, secara administrasi dapat dikatakan bahwa Desa Sineneeto dan Desa Lahawa merupakan desa yang mempunyai wilayah terluas, namun jumlah penduduknya relatif kecil. Sementara Desa Hanofa merupakan desa dengan luas wilayah terkecil dengan jumlah penduduknya relatif besar, sehingga secara administratif desa ini merupakan salah satu desa yang relatif padat penduduknya. Desa Hinako yang sejak masa lalu telah menjadi pusat perdagangan diwilayah ini, merupakan desa yang mempunyai penduduk yang paling banyak dan sekaligus sebagai desa yang paling padat penduduknya.

Tabel 4.1

Luas Wilayah dan jumlah penduduk di Kepulauan Hinako Tahun 2007

Jumlah Penduduk

Desa Luas wilayah

(km2)

Jumlah

dusun Laki-laki Perempuan Total

Bawasalo’o 6,25 2 152 180 332 Imana 2,75 2 106 122 228 Kafo-kafo 3,75 1 61 71 132 Tuwa-tuwa 2,50 1 140 130 270 Bawasawa 6,25 2 183 144 327 Pulau Bogi 4,00 2 57 59 116 Balafondrate 0,90 2 118 134 252 Sineneeto 3,25 2 107 121 228 Hinako 0,90 1 225 252 477 Lahawa 3,25 1 47 57 104 Hanofa 0,75 2 194 198 392 Halamona 1,25 1 79 91 170 JUMLAH 35,8 19 1.469 1.559 3.028

Berbeda dengan wilayah lain di Indonesia, data administrasi kependudukan di wilayah ini tidak selalu mencerminkan jumlah dan komposisi penduduk yang berdomisili di satu desa. Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya (Bab 2), penentuan status kependudukan seseorang di wilayah Kecamatan Sirombu tidak selalu ditentukan oleh dimana orang tersebut bertempat tinggal, tetapi lebih ditentukan oleh asal-usul keluarga dan kepemilikan lahan di desa tertentu. Oleh karena itu, tidak sedikit penduduk yang secara administratif tercatat sebagai penduduk suatu desa, namun berdomisili di wilayah desa lain. Kondisi ini diperparah lagi dengan bencana alam tsunami pada akhir tahun 2004 yang kemudian disusul dengan gempa bumi pada bulan Maret 2005, dimana penduduk di wilayah kepulauan ini berbondong-bondong pindah ke daratan Sirombu. Tidak sedikit masyarakat yang takut untuk kembali dan memutuskan untuk menetap di wilayah daratan. Selain itu kebijakan untuk membangun bantuan perumahan oleh pemerintah maupun LSM untuk korban tsunami dan gempa bumi di daratan Sirombu, telah mengakibatkan hampir 80 % penduduk di desa-desa di Kepulauan Hinako pindah ke daratan Sirombu. Menurut informasi yang diperoleh, di Pulau Bogi misalnya, pada waktu penelitian berlangsung di pulau ini hanya tinggal 2 KK yang masih menetap di pulau ini, selebihnya telah pindah ke Sirombu. Namun secara administratif pada tahun 2007, jumlah penduduk wilayah ini masih tercatat sebanyak 116 jiwa. Kondisi yang serupa juga ditemui di semua desa di wilayah kepulauan ini.

Perbedaan yang mencolok antara jumlah penduduk secara administratif dengan jumlah penduduk yang berdomisi di desa juga ditemui di ketiga desa yang menjadi lokasi penelitian ini yaitu Desa Hinako, Sineneeto dan Desa Halamona di Pulau Hinako. Dalam pendataan yang dilakukan dengan cara sensus (mendata semua penduduk), jumlah penduduk di tiga desa tersebut hanya sekitar 427 jiwa, terdiri dari 212 laki-laki dan 215 perempuan. Penduduk di Desa Hinako terdiri dari kurang lebih 55 KK dengan jumlah penduduk sekitar 254 jiwa, Desa Sineneeto terdiri dari 52 KK yang menetap di desa hanya sekitar 11 KK dan Desa Halamona terdiri dari 47 KK dan

Bab IV Potret Penduduk Kepulauan Hinako

68

yang tinggal di desa hanya sekitar 31 KK. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk desa yang secara administratif terdaftar sebagai penduduk ketiga desa ini berdomisili di luar Pulau Hinako. Menurut beberapa narasumber, hampir semua penduduk tersebut pindah ke Sirombu, menempati rumah bantuan korban tsunami dan gempa bumi yang dibangun di wilayah ini. Sedangkan penduduk ketiga desa yang masih menetap di Pulau Hinako tersebar di enam desa yang ada di pulau ini. Sebagai contoh, meskipun jaraknya relatif jauh, setidaknya ada dua KK penduduk Desa Halamona, berdomisili di wilayah Desa Hinako, sedangkan beberapa KK penduduk Desa Hinako dan Desa Sineneeto juga berdomisili di luar wilayah desa mereka.

Tabel 4.2

Jumlah penduduk Desa Hinako, Sineneeto dan Desa Halamona yang masih berdomisili di Pulau Hinako berdasarkan kelompok umur dan

jenis kelamin, tahun 2007 Jenis Kelamin (%) Kelompok Umur Laki-laki (N= 212) Perempuan (N= 215) Total (%) N=427 0-4 tahun 9 10,7 9,8 5-9 tahun 16,5 10,7 13,6 10-14 tahun 15,6 12,1 13,8 15-19 tahun 8,0 9,8 8,9 20-24 tahun 9,4 7,4 8,4 25-29 tahun 9,4 5,1 7,3 30-34 tahun 3,3 7,9 5,6 35-39 tahun 5,7 7,4 6,6 40-44 tahun 7,1 3,7 5,4 45-49 tahun 4,2 4,7 4,4 50-54 tahun 4,7 7,9 6,3 55-59 tahun 1,9 2,3 2,1 60 + tahun 5,1 10,5 7,7 TOTAL 100 100 100 Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang

Tabel 4.2 menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di ketiga desa penelitian yang masih berdomisili di Pulau Hinako. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa secara keseluruhan berdasarkan struktur umur, penduduk di Pulau Hinako berstruktur umur muda. Lebih dari separuh penduduk di ketiga wilayah tersebut adalah mereka yang berusia sangat muda (0-14 tahun). Meskipun demikian, proporsi penduduk kelompok umur 15-24 tahun relatif kecil. Hal ini mungkin disebabkan tingkat migrasi yang tinggi dikalangan penduduk usia ini, baik untuk melanjutkan pendidikan maupun untuk bekerja. Seperti telah disinggung sebelumnya, di pulau ini tidak terdapat sekolah menengah atas, sehingga mereka yang ingin melanjutkan pendidikan harus pindah ke Sirombu atau ke Gunung Sitoli. Beberapa penduduk yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka terpaksa mengirim anaknya untuk ‘indekost’ di Sirombu atau di Gunung Sitoli untuk melanjukkan pendidikan ke SLTA atau perguruan tinggi.

Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di ketiga desa ini tidak jauh berbeda, dalam arti jumlah penduduk perempuan dengan jumlah penduduk laki-laki relatif sebanding. Namun bila dilihat dari struktur umur penduduk laki-laki dan perempuan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Penduduk laki-laki di wilayah ini cenderung lebih muda dibandingkan dengan penduduk perempuan. Lebih dari dua pertiga (67,8%) penduduk laki-laki berada pada kelompok umur dibawah 30 tahun, sedangkan proporsi penduduk perempuan pada kelompok usia yang sama hanya sekitar 55, 8 %. Hal yang sebaliknya ditemui pada kelompok penduduk berusia 60 tahun keatas, dimana proporsi penduduk perempuan pada kelompok usia ini, dua kali lipat dari proporsi penduduk laki-laki.

Kondisi ini mungkin dipengaruhi oleh adanya kecenderungan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibanding dengan usia harapan hidup laki-laki. Selain itu dari pengamatan pada waktu penelitian, kebiasaan sehari-hari sebagian besar penduduk laki-laki untuk minum minuman berkadar alkohol tinggi ditengarai dapat berakibat buruk pada kesehatan mereka. Pada waktu penelitian berlangsung, hampir setiap hari ditemui beberapa kelompok laki-laki

Bab IV Potret Penduduk Kepulauan Hinako

70

yang mabuk karena pengaruh minuman beralkohol. Menurut beberapa narasumber, sebagian besar penduduk laki-laki dewasa diwilayah ini pernah mabuk, namun keadaan ini tidak ditemui dikalangan perempuan.

Komposisi penduduk yang sebagian besar masih berusia balita dan usia sekolah, tentunya memberi konsekuensi terhadap kebijakan penduduk di wilayah ini. Fasilitas kesehatan dan pendidikan yang memadai tentunya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas penduduk dimasa yang akan datang. Dari aspek kesehatan, kondisi kesehatan seseorang pada usia balita dan kanak-kanak akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pada usia dewasa. Hal yang sama juga berlaku untuk pendidikan.

4.2. Pendidikan dan ketrampilan

Sebagaimana telah disinggung di atas kondisi pendidikan, khususnya pendidikan formal merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menggambarkan kualitas penduduk di suatu wilayah. Oleh karena itu informasi tentang pendidikan formal yang ditamatkan oleh penduduk di suatu wilayah perlu diperhatikan dalam mempersiapkan suatu program intervensi. Pada waktu penelitian telah diusahakan untuk memperoleh data kependudukan di tingkat kecamatan yang menunjukkan kondisi pendidikan penduduk di wilayah ini namun informasi tersebut belum tersedia. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi kantor Kecamatan Sirombu yang masih darurat akibat rusak parah karena gempa, ditambah dengan belum berjalannya sistem pendataan kependudukan yang memadai di tingkat desa. Informasi mengenai kondisi pendidikan dan ketrampilan penduduk di Kepulauan Hinako dalam studi ini diperoleh dari pendataan penduduk di ketiga desa penelitian.

Tabel 4.3 menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang berumur 5 tahun keatas berdasarkan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan di tiga desa penelitian. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kondisi pendidikan penduduk di wilayah ini relatif rendah. Hampir dua pertiga dari keseluruhan penduduk yang berusia 5 tahun ke atas

hanya berpendidikan SD tamat atau di bawahnya. Mengingat bahwa sarana pendidikan di tingkat SD dan SLTP diwilayah ini pada dasarnya sudah tersedia relatif lama, kondisi ini cukup memprihatinkan. Kesadaran orang tua untuk mendorong anaknya untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi tampaknya masih sangat perlu ditingkatkan.

Tabel 4.3

Penduduk usia 5 tahun keatas berdasarkan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan di tiga desa penelitian, tahun 2007

Jenjang Pendidikan Jumlah penduduk Persentase (%)

Belum/tidak sekolah 36 9,9 Belum/tidak tamat SD 95 26,1 SD Tamat 98 27 SLTP Tamat 67 18,5 SLTA Tamat 67 18,5 TOTAL 363 100

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2007.

Kurangnya minat penduduk untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi antara lain dapat disebabkan karena jenis pekerjaan umumnya penduduk yang berdomisili di wilayah ini tidak memerlukan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Sebagaimana umumnya masyarakat yang hidup di wilayah kepulauan di Indonesia, sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah sebagai nelayan atau bertani. Banyak orang tua yang telah membiasakan anaknya yang masih kecil untuk ikut melaut atau berkebun. Beberapa jenis pekerjaan pertanian, seperti memetik cengkeh banyak dilakukan oleh anak-anak berusia sekolah di wilayah ini. Seorang narasumber yang berprofesi sebagai guru SD mengatakan bahwa beberapa muridnya tidak masuk sekolah atau tidak melanjutkan sekolah karena lebih tertarik untuk mencari uang daripada sekolah. Ketika penelitian

Bab IV Potret Penduduk Kepulauan Hinako

72

berlangsung, ditemui beberapa anak-anak berusia 10-16 tahun yang putus sekolah karena memilih untuk bekerja. Kebijakan nasional tentang wajib belajar selama 9 tahun tampaknya masih belum terlaksana sepenuhnya di wilayah ini.

Rendahnya tingkat pendidikan penduduk di wilayah Kepulauan Hinako juga dapat dipengaruhi oleh mobilitas penduduk yang berpendidikan tinggi ke luar wilayah. Belum tersedianya sarana pendidikan ditingkat SLTA telah memaksa penduduk untuk pindah ke wilayah lain untuk melanjutkan pendidikan. Selain itu keterbatasan lapangan kerja yang tersedia telah membuat penduduk yang berpendidikan tinggi meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan. Dengan demikian hanya mereka yang berpendidikan relatif rendah saja yang tetap tinggal di desa.

Mobilitas keluar penduduk usia dewasa yang berpendidikan tinggi mungkin salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan penduduk kelompok umur dewasa di wilayah ini. Tabel 4.4 yang menunjukkan kondisi pendidikan penduduk di ketiga desa penelitian berdasarkan kelompok umur. Pada kelompok usia 40 tahun ke atas, proporsi mereka yang mengaku tidak pernah sekolah cukup tinggi, bahkan lebih dari separuh penduduk berusia 60 tahun keatas mengaku tidak pernah sekolah. Kondisi yang lebih baik ditemui pada penduduk yang berumur 29 tahun kebawah, dimana hampir semua mengaku pernah bersekolah, meskipun tidak sedikit diantara mereka yang berusia 20-29 tahun hanya tamat SD, bahkan beberapa diantara mereka tidak tamat SD.

Tabel 4.4

Proporsi penduduk usia 5 tahun keatas berdasarkan kelompok umur dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan

di Pulau Hinako

Jenjang pendidikan terakhir yang diperoleh Kelompok Umur Blm/ tdk Sek Blm/ tdk tamat SD SD Tamat SLTP Tamat SLTA tamat + TOTAL 5-9 tahun 8,3 91,7 0 0 0 100 10-14 tahun 1,7 54,2 44,1 0 0 100 15-19 tahun 0 2,6 26,3 60,5 10,5 100 20-24 tahun 0 5,6 22,2 33,3 38,9 100 25-29 tahun 0 3,2 22,6 16,1 58,1 100 30-34 tahun 4,2 8,3 33,3 29,2 58,1 100 35-39 tahun 3,6 7,1 21,4 17,9 50,0 100 40-44 tahun 13 21,7 26,1 17,4 21,7 100 45-49 tahun 21,1 21,1 31,6 15,8 10,5 100 50-54 tahun 22,2 22,2 37 14,8 3,7 100 55-59 tahun 11,1 18,2 15,2 9,1 3,0 100 60 + tahun 54,5 26,2 27,0 18,5 18,5 100 Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia,

2007.

Berbeda dengan mereka yang telah berusia dewasa, kondisi pendidikan penduduk remaja, yaitu mereka yang berusia 15-19 tahun relatif cukup baik. Hampir dua pertiga diantara mereka mengaku telah tamat SLTP atau SLTA. Hal ini tentu saja merupakan hal yang cukup menggembirakan dan sekaligus merupakan tantangan bagi pemerintah setempat untuk menyertakan kelompok usia muda yang berpendidikan relatif tinggi ini dalam program pembangunan. Bila hal ini tidak dilakukan, tidak mustahil bila mereka akan ikut meninggalkan desa.

Selain pendidikan formal, tingkat ketrampilan penduduk juga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas penduduk disuatu wilayah. Pendidikan ketrampilan biasanya tidak diperoleh dari pendidikan formal, namun dapat berupa pelatihan atau pengajaran dilakukan secara turun-temurun. Salah satu ketrampilan yang dimiliki oleh hampir semua penduduk di Pulau Hinako adalah membuat kopra dan

Bab IV Potret Penduduk Kepulauan Hinako

74

ikan kering dengan cara dijemur atau diasapi. Menurut pengakuan beberapa penduduk, ketrampilan membuat kopra dan mengeringkan ikan ini diperoleh secara turun temurun atau dengan cara melihat orang lain melakukannya. Sebagai salah satu wilayah penghasil kopra terbesar di Kecamatan Sirombu, kegiatan membuat kopra ini telah berkembang cukup lama. Namun ketrampilan membuat ikan kering tampaknya masih perlu dikembangkan. Meskipun menurut informasi bahwa sebagian besar masyarakat nelayan di wilayah ini mahir membuat ikan asin atau ikan asap, kegiatan ini hanya dilakukan untuk konsumsi keluarga. Mereka lebih suka menjual ikan dalam keadaan segar daripada menjual ikan kering asin.