• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pustaka

Dalam dokumen AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR DALAM AL-QUR`AN (Halaman 39-43)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap literatur-literatur yang ada hingga saat ini, belum ada penelitian ilmiah yang secara khusus mengkaji masalah karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar dalam perspektif al-Qur`an. Adapun kajian tentang amar makruf nahi mungkar secara umum, penulis menemukan buku karya Ibn Taimiyyah yang berjudul

al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar. Dalam buku tersebut, di samping Ibn Taimiyyah membahas pengertian amar makruf nahi mungkar dan hukumnya, ia juga membahas syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, di antaranya adalah: amar makruf nahi mungkar harus dilakukan dengan menggunakan ilmu karena suatu amal tidak dianggap shaleh bila dilakukan tanpa ilmu, harus berdasarkan jalan yang lurus (al-shirât al-mustaqîm), harus dilakukan dengan lemah lembut, serta harus dengan santun dan sabar.15

Menurut Ibn Taimiyyah, pemahaman yang baik, kesabaran, serta sifat santun dan lemah lembut harus dimiliki oleh orang yang terjun ke bidang amar makruf nahi mungkar terhadap masyarakat. Begitu pula sifat berani dalam membela kebenaran tidak boleh tidak harus dimilikinya juga. Dengan modal ini, perintah dan larangan bisa diharapkan mencapai sasaran dan tujuannya. Yang dimaksud dengan keberanian di sini bukanlah kekuatan fisik atau ketegaran otot, tetapi keberanian hati dan kekuatan jiwa yang bersumber dari kepercayaan dan keyakinan yang penuh kepada Allah.

Dalam kaitannya dengan syarat-syarat dan sifat-sifat tersebut, Ibn Taimiyyah mengatagorikan orang-orang yang melakukan amar makruf nahi

15 Ibn Taimiyyah, al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar (diterjemahkan

dengan judul: Amar Ma'ruf Nahi Munkar – Mengajak Kepada Kebaikan dan Mencegah Keburukan), (Jakarta: Penerbit Aras Pustaka, 1999), cet. ke-1, h. 25.

mungkar dengan lisan atau tangan secara membabi buta tanpa mengerti persoalan, tanpa sopan santun, tanpa kesabaran dan memperhatikan yang berguna dan yang tidak, sebagai orang-orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar dengan keliru.16 Meskipun Ibn Taimiyyah membahas hal-hal tersebut, akan tetapi apa yang disampaikannya itu berbeda dengan apa yang akan dibahas dalam tesis ini, karena yang menjadi masalah utama dalam tesis ini adalah bagaimana karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar menurut perspektif al-Qur`an, dan hal itu sama sekali belum dibahas dalam buku karya Ibn Taimiyyah tersebut.

Penulis juga menemukan buku karya Shâlih ibn 'Abdullâh Darwis yang berjudul al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahyu ‘An al-Munkar wa Wâqi’ al- Muslimîn al-Yaum. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Realisasinya di Dunia Modern yang diterbitkan oleh Pedoman Ilmu. Di samping menjelaskan pengertian dan hukum amar makruf nahi mungkar, buku ini juga membahas tentang pentingnya amar makruf nahi mungkar menurut nash-nash syariat dan pentingnya amar makruf nahi mungkar menurut para ulama. Di antara urgensi amar makruf nahi mungkar menurut nash-nash syariat yang dijelaskan dalam buku tersebut adalah pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam mencegah adzab Allah kepada hamba-hamba-Nya, pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam merealisasikan kebaikan bagi kehidupan umat, dan pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam memelihara kebaikan masyarakat dan memperbaikinya.17

16 Ibn Taimiyyah,

al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar, h. 11.

17Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis, al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘an al-Munkar wa Wâqi’ al-Muslimîn al-Yaum, (alih bahasa: Muhammad ‘Abdul Ghaffâr, Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Realisasinya di Dunia Modern), (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. ke-1.

Dalam buku tersebut, di samping dibahas kewajiban amar makruf nahi mungkar bagi setiap individu, juga dibahas kewajiban amar makruf nahi mungkar bagi orang-orang yang diberikan keistimewaan jabatan atau pangkat termasuk ulama. Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis menegaskan bahwa berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hajj (22): 40-41, para ulama sepakat bahwa perintah amar makruf nahi mungkar bagi penguasa (pemimpin) dan juga ulama hukumnya adalah fardhu ‘ain.18

Selain itu, ada pula buku berjudul al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy ‘An al-Munkar: al-Hatstsu ‘Alâ Fi’lihi wa al-Tahdzîr min Tarkihi yang ditulis oleh Sulaimân ibn Qâsim al-‘Îd, seorang anggota dewan pengajar pada Fakultas Tarbiyyah Universitas Malik Sa’ud. Sesuai dengan judulnya, buku ini hanya difokuskan pada pembahasan tentang keutamaan melakukan amar makruf nahi mungkar dan bahaya yang akan muncul jika amar makruf nahi mungkartersebut ditinggalkan.

Sampai saat ini, penulis belum menemukan satu tesis atau disertasi yang secara khusus membahas masalah amar makruf nahi mungkar. Pembahasan mengenai amar makruf nahi mungkar ini hanya penulis temui pada dua disertasi, itu pun hanya pada satu sub bab saja. Disertasi pertama adalah berjudul Perspektif al-Qur`an Tentang Masyarakat Ideal yang ditulis oleh Ali Nurdin. Dalam disertasi ini, amar makruf nahi mungkar hanya dibahas dalam kedudukannya sebagai salah satu ciri umum masyarakat ideal, tanpa disinggung sedikit pun mengenai pengemban amar makruf nahi mungkar dan karakteristiknya. Pembahasan ini hampir sama dengan pembahasan mengenai amar makruf nahi mungkar dalam tesis berjudul

18 Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis,

al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘an al-Munkar wa Wâqi’ al-Muslimîn al-Yaum, h. 51.

Masyarakat Islam Dalam Perspektif al-Qur`an yang merupakan karya Ruslan.

Disertasi kedua adalah disertasi yang ditulis oleh Salmadanis dengan judul Metode Dakwah Dalam Perspektif al-Qur`an (Suatu Tinjauan Dalam Surah al-Nahl: 125). Dalam disertasi kedua ini memang disinggung sedikit mengenai pelaku dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang meliputi ummah dan pribadi, tetapi disertasi tersebut tidak membahas tentang karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar. Salmadanis menegaskan bahwa pada hakekatnya yang menjadi pelaku dakwah (termasuk di dalamnya amar makruf nahi mungkar) adalah semua Muslim. Hal ini didasarkan pada Q.S Âli 'Imrân (3): 104, dengan menafsirkan huruf min pada ayat tersebut sebagai min bayâniyyah (sebagai penjelas saja) dan bukan min li al-tab'îdh (menunjukkan arti sebagian), dan juga didasarkan pada hadis tentang perumpamaan orang yang mematuhi aturan-aturan Allah dan orang yang tidak mematuhinya.19 Salmadanis menjadikan ayat dan hadis tersebut sebagai alat untuk menyimpulkan bahwa semua Muslim merupakan subyek dakwah, karena itu dakwah pun wajib hukumnya bagi setiap Muslim.

Berbeda dengan pembahasan tentang amar makruf nahi mungkar pada karya-karya ilmiah sebelumnya, pada tesis ini penulis ingin menjelaskan karakteristik-karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an yang belum dijelaskan pada karya-karya ilmiah tersebut.

19 Diriwayatkan oleh al-Bukhâri pada kitab al-Syirkah, hadis no. 2313; al-Tirmidzi

pada kitab al-Fitan 'An Rasûlillâh, hadis no. 2099; dan Ahmad pada kitab Awwal Musnad al-Kûfiyyîn, hadis no. 17638, 17647, 17653 dan 17685.

Dalam dokumen AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR DALAM AL-QUR`AN (Halaman 39-43)