• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR DALAM AL-QUR`AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR DALAM AL-QUR`AN"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR

DALAM AL-QUR`AN

TESIS

Oleh: Fatkhurozi 03.2.00.1.05.01.0032

Pembimbing:

Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA Dr. Abdul Wahib Mu'thi, MA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR

DALAM AL-QUR`AN

TESIS

Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana

Konsentrasi Tafsir-Hadis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Magister Agama

Oleh:

Fatkhurozi 03.2.00.1.05.01.0032

Pembimbing:

Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA Dr. Abdul Wahib Mu'thi, MA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fatkhurozi

NIM : 03.2.00.1.05.01.0032

Program Studi : Pengkajian Islam

Konsentrasi : Tafsir-Hadis

Alamat : Jl. H. Zaenuddin No. 82 A Gandaria Utara

Rt. 02 Rw. 14 Kebayoran Baru Jakarta Selatan

menyatakan bahwa karya tesis yang berjudul ”Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an” adalah benar hasil karya asli tulisan saya dan bukan merupakan jiplakan. Apabila ternyata di kemudian hari tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar dari Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat, semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat.

Jakarta, 10 Februari 2008 Yang menyatakan,

(4)

ABSTRAK

Kesimpulan besar yang dihasilkan dari tesis ini adalah bahwa amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an adalah menyuruh orang lain melakukan sesuatu yang dipandang baik oleh akal dan syariat serta mencegahnya dari sesuatu yang dipandang buruk oleh keduanya. Amar makruf nahi mungkar sangat penting dan menduduki posisi sebagai control system dalam Islam, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Rasyîd Ridhâ. Hal ini sangat terkait dengan perannya dalam mencegah terjadinya pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri, baik dengan meninggalkan perintah-perintah Allah Swt. maupun dengan melakukan larangan-larangan-Nya.

Melalui tesis ini, penulis juga menemukan bahwa harus ada kelompok yang memfokuskan perhatiannya pada tugas amar makruf nahi mungkar. Mereka disebut dengan istilah pengemban amar makruf nahi mungkar. Penulis juga menemukan bahwa ada karakteristik-karakteristik tertentu yang perlu dimiliki oleh pengemban amar makruf nahi mungkar, yaitu: Karakteristik umum yang terdiri dari: beriman kepada Allah dan hal-hal lain yang wajib diimani serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya; Kemudian karakteristik khusus yang meliputi: menjaga nilai-nilai akhlak, bertaubat, selalu memuji Allah, memiliki semangat jihad atau semangat juang dan bersegera melakukan kebajikan. Karakteristik-karakteristik ini perlu diketahui sehingga dapat menjadi pedoman bagi orang-orang yang ingin berkecimpung secara khusus dalam bidang amar makruf nahi mungkar. Bila para pengemban amar makruf nahi mungkar benar-benar memiliki karakteristik-karakteristik seperti itu, maka amar makruf nahi mungkar yang merupakan control system dalam masyarakat dapat berjalan secara optimal dan sesuai harapan. Di sisi lain, para pengemban amar makruf nahi mungkar tersebut benar-benar akan menjadi unsur utama pembentuk khair ummah

seperti yang disebutkan dalam Q.S. Âli ‘Imrân (3): 110.

(5)

berjudul Metode Dakwah Dalam Perspektif al-Qur`an (Suatu Tinjauan Dalam Surah al-Nahl: 125) yang ditulis oleh Salmadanis. Titik persamaannya terletak pada pembahasan tentang wawasan amar makruf nahi mungkar. Hanya saja, ada dua hal yang membedakan antara tesis ini dengan karya-karya ilmiah tersebut, yaitu adanya pembahasan tentang beberapa hal yang dapat menjadi fokus utama gerakan amar makruf nahi mungkar pada masa sekarang ini, tentunya disebabkan karena hal-hal tersebut dipandang sebagai hal-hal makruf yang untuk saat ini cukup penting bagi umat Islam. Selain itu, pembahasan mengenai masalah kedua merupakan hal utama yang membedakan tesis ini dengan karya-karya ilmiah sebelumnya.

Untuk dapat memahami ayat-ayat amar makruf nahi mungkar, penulis menggunakan beberapa kitab tafsir yang bernuansa adabi ijtimâ'i

(sosiologi) seperti Tafsîr fî Zhilâl al-Qur`ân karya Sayyid Quthb, Tafsîr al-Qur`âni li al-Qur`ân karya 'Abd al-Karîm al-Khathîb dan Tafsîr al-Manâr

karya Muhammad Rasyîd Ridhâ; tentunya didukung oleh kitab-kitab tafsir lain seperti Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm karya Ibn Katsîr, Jâmi’ al-Bayân fî Ta`wîl al-Qur`ân karya Ibn Jarîr al-Thabari, Tafsîr al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyari, Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîr al-Qur`ân wa al-Sab’i al-Matsânî

(6)

ABSTRACT

The issue that the writer discusses in this thesis is within the concept of amar makruf nahi mungkar (enjoining good and forbidding evil) and the guardian’s/caretaker’s characteristic according to the Holy Koran. The first issue has been discussed in previous articles or books, such as al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘An al-Munkar by Ibn Taimiyyah, al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahyu ‘An al-Munkar wa Wâqi’ al-Muslimîn al-Yaum by Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis, al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘An al-Munkar: al-Hatstsu ‘Alâ Fi’lihi wa al-Tahdzîr min Tarkihi by Sulaimân ibn Qâsim al-‘Îd, a dissertation titled Perspektif al-Qur’an Tentang Masyarakat Ideal written by Ali Nurdin and a dissertation called Metode Dakwah Dalam Perspektif al-Qur’an (Suatu Tinjauan Dalam Surah al-Nahl: 125) written by Salmadanis. Even though, there are two things that differentiate this thesis with those scientific works, which are: there’s a discussion about a few things that can be the

The conclusion as a result from this thesis is that amar makruf nahi mungkar (enjoining good and forbidding evil) according to the Holy Koran is telling other person to do something which is good according to the mind and the syariat/Islam Law and keeping the person away from bad things according to them. From the understanding towards the verses that contains amar makruf nahi mungkar’s (enjoining good and forbidding evil) lafazh/wording we can concludes that amar makruf nahi mungkar (enjoining good and forbidding evil) is a unity that can not be break/divided, because in amar makruf/the enjoining good there’s and understanding of nahi mungkar/forbidding evil, and it goes the other way around/vice versa.

(7)

forbidding evil) guardian/caretaker really have those characteristics, then amar makruf nahi mungkar (enjoining good and forbidding evil which is a control system in the society can work optimally and according to expectation. On the other side, these amar makruf nahi mungkar’s (enjoining good and forbidding evil guardian/caretaker are going to be the main elements in forming khair ummah/good society as mentioned in Q.S. Âli Imrân (3): 110.

(8)

ﺪﻳﺮﲡ

(9)

ﻥﺎﻋﻮﻧ

:

ﲔﻤﻠﺴـﳌﺍ ﻰـﻠﻋ ﺐﳚ ﱵﻟﺍ ﺀﺎﻴﺷﻷﺍ ﺾﻌﺑﻭ ﷲﺎﺑ ﻥﺎﳝﻹﺍ ﻲﻫﻭ ﺔﻣﺎﻋ ﺺﺋﺎﺼﺧ ﻮﻫ ﻝﻭﻷﺍ ﻉﻮﻨﻟﺍ

ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ﷲﺎﺑ ﺔﻋﺎﻄﻟﺍ ﰒ ،ﺎ ﻥﺎﳝﻹﺍ

.

ﻰـﻠﻋ ﺔـﻈﻓﺎﶈﺍ ﻲـﻫﻭ ﺔﺻﺎﺧ ﺺﺋﺎﺼﺧ ﻮﻬﻓ ﱐﺎﺜﻟﺍ ﻉﻮﻨﻟﺍ ﺎﻣﺃﻭ

ﺇ ﺔﺑﻮﺘﻟﺍﻭ ،ﺔﳝﺮﻜﻟﺍ ﻕﻼﺧﻷﺍ

،ﷲﺍ ﻞﻴﺒـﺳ ﰲ ﺩﺎـﻬﺠﻠﻟ ﺔﺳﺎﻤﳊﺍﻭ ،ﻝﺍﻮﺣﻷﺍ ﻊﻴﲨ ﰲ ﻪﻴﻠﻋ ﺀﺎﻨﺜﻟﺍﻭ ،ﷲﺍ ﱃ

ﺕﺍﲑﳋﺍ ﰲ ﺔﻋﺭﺎﺴﳌﺍﻭ

.

ﻢﻬﻣﺎـﻤﺘﻫﺍ ﻦﻳﺰﻛﺮﻤﻠﻟ ﺎﺟﺎﻬﻨﻣ ﻥﻮﻜﺗ ﱴﺣ ﺎﻬﺘﻓﺮﻌﻣ ﻦﻣ ﺪﺑ ﻻ ﺺﺋﺎﺼﳋﺍ ﻩﺬﻫﻭ

ﺮـﻜﻨﳌﺍ ﻦﻋ ﻥﻮﻫﺎﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﳌﺎﺑ ﻥﻭﺮﻣﻵﺍ ﺀﻻﺆﻫ ﻥﺎﻛ ﺍﺫﺇﻭ ،ﺮﻜﻨﳌﺍ ﻦﻋ ﻲﻬﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﳌﺎﺑ ﺮﻣﻷﺍ ﻝﺎﳎ ﰲ

 ﻥﻮﻤﺴﺘﻳ

ﻑﻭﺮﻌﳌﺎـﺑ ﺮـﻣﻷﺍ ﻦﻣ ﻪﺑ ﻥﻮﻣﻮﻘﻳ ﺎﳑ ﺔﻤﻌﺘﳑﻭ ﺓﺪﻴﺟ ﺔﺠﻴﺘﻧ ﻰﻠﻋ ﻥﻮﻠﺼﺤﻴﻟ ﺺﺋﺎﺼﳋﺍ ﻩﺬ

ﺔﻣﺃ ﲑﺨﻛ ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻣﻷﺍ ﻦﻳﻮﻜﺗ ﺮﺻﺎﻨﻋ ﻦﻣ ﺎﻴﺳﺎﺳﺃ ﺍﺮﺼﻨﻋ ﻥﻮﺤﺒﺼﻴﺳﻭ ،ﺮﻜﻨﳌﺍ ﻦﻋ ﻲﻬﻨﻟﺍﻭ

ﺖﺟﺮﺧﺃ

ﺱﺎﻨﻠﻟ

ﺔﻳﻵﺍ ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺁ ﺓﺭﻮﺳ ﰲ ﱃﺎﻌﺗ ﷲﺍ ﻝﻮﻗ ﺎﻫﺪﻛﺃ ﺎﻤﻛ

١١٠

.

ﻆﻔﻟ ﺎﻬﻴﻓ ﱵﻟﺍ ﺔﻴﻧﺁﺮﻘﻟﺍ ﺕﺎﻳﻵﺍ ﻢﻬﻔﻟﻭ

ﺚـﺣﺎﺒﻟﺍ ﻡﺪﺨﺘﺳﺍ ،ﺮﻜﻨﳌﺍ ﻦﻋ ﻲﻬﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﳌﺎﺑ ﺮﻣﻷﺍ

ﲑﺴـﻔﺘﻟﺍﻭ ،ﺐﻄﻗ ﺪﻴﺴﻠﻟ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻝﻼﻇ ﰲ ﲑﺴﻔﺗ ﻞﺜﻣ ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻹﺍ ﺏﺩﻷﺍ ﻥﻮﻟ ﻦﻣ ﲑﺴﻔﺘﻟﺍ ﺐﺘﻛ ﺾﻌﺑ

ﺐﺘﻜﻟﺍ ﻚﻠﺗ ﺚﺣﺎﺒﻟﺍ ﺪﻳﺆﻳ ﺎﻌﺒﻃﻭ ،ﺎﺿﺭ ﺪﻴﺷﺭ ﺪﻤﶈ ﺭﺎﻨﳌﺍ ﲑﺴﻔﺗﻭ ،ﺐﻴﻄﳋﺍ ﱘﺮﻜﻟﺍ ﺪﺒﻌﻟ ﻥﺁﺮﻘﻠﻟ ﱐﺁﺮﻘﻟﺍ

ﺁﺮﻘﻟﺍ ﲑﺴﻔﺗ ﻞﺜﻣ ﻯﺮﺧﻷﺍ ﲑﺳﺎﻔﺘﻟﺎﺑ

ﺮـﻳﺮﺟ ﻦﺑﻻ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻞﻳﻭﺄﺗ ﰲ ﻥﺎﻴﺒﻟﺍ ﻊﻣﺎﺟﻭ ،ﲑﺜﻛ ﻦﺑﻻ ﻢﻴﻈﻌﻟﺍ ﻥ

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah adalah kalimat yang paling tepat untuk penulis ucapkan sebagai wujud syukur kepada Allah Swt., karena berkat taufik-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini di tengah kesibukan kerja dan aktifitas sehari-hari. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw., para sahabat dan kerabat, serta orang-orang yang menjadi pengikut beliau hingga datangnya hari Kiamat.

Pada kata pengantar ini, penulis ingin berterima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa dan telah membantu penulis dalam menempuh studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, antara lain:

1. Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di sekolah tersebut.

2. Ustadzah Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA, selaku pembimbing I tesis ini dan Ustadz Dr. Abdul Wahib Mu'thi, MA, selaku pembimbing II, atas masukan-masukan dan saran-saran yang telah diberikan demi penyempurnaan tesis ini.

3. Ayahanda dan ibunda tercinta, Bapak Khafas dan Ibu Tursinah; isteri penulis, Nofita Satriani; serta kakak-kakak dan adik penulis.

(11)

5. Teman-teman kelas Tafsir-Hadis Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2003: M. Najmil Husna, Badruttaman, Hafizurrahman, Irwansyah, Mujahid, Faisal Asdar Bakri, Masna, A. Fawaid dan lain-lain.

6. Rekan-rekan di Najma Center: Nashirul Haq, Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rosyadi dan lain-lain.

7. Seluruh pihak yang pernah memberikan dukungan, saran dan bantuan kepada penulis, yang tak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu.

Kepada mereka semua, kupersembahkan tesis ini. Juga kepada orang-orang yang sedang mencari kebenaran dalam rangka mendekatkan diri kepada Sang Pencipta alam, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berbagai kritik, saran dan masukan, sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini dan pengembangannya di masa mendatang.

Jakarta, 15 Agustus 2007

(12)

PERSETUJUAN

Tesis dengan judul “Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an , yang ditulis oleh Fatkhurozi, NIM 03.2.00.1.05.01.0032, telah lulus Ujian Tesis pada 24 Oktober 2007 dan sudah diperbaiki sesuai saran-saran Tim Penguji.

Pembimbing I / Penguji,

Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA

(13)

PERSETUJUAN

Tesis dengan judul “Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an , yang ditulis oleh Fatkhurozi, NIM 03.2.00.1.05.01.0032, telah lulus Ujian Tesis pada 24 Oktober 2007 dan sudah diperbaiki sesuai saran-saran Tim Penguji.

Pembimbing II / Penguji,

Dr. Abdul Wahib Mu'thi, MA

(14)

PERSETUJUAN

Tesis dengan judul “Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an , yang ditulis oleh Fatkhurozi, NIM 03.2.00.1.05.01.0032, telah lulus Ujian Tesis pada 24 Oktober 2007 dan sudah diperbaiki sesuai saran-saran Tim Penguji.

Penguji I,

Prof. Dr. Amani Lubis, MA

(15)

PERSETUJUAN

Tesis dengan judul “Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an , yang ditulis oleh Fatkhurozi, NIM 03.2.00.1.05.01.0032, telah lulus Ujian Tesis pada 24 Oktober 2007 dan sudah diperbaiki sesuai saran-saran Tim Penguji.

Penguji II,

Dr. Yusuf Rahman, MA

(16)

PERSETUJUAN

Tesis dengan judul “Amar Makruf Nahi Mungkar dalam Al-Qur`an , yang ditulis oleh Fatkhurozi, NIM 03.2.00.1.05.01.0032, telah lulus Ujian Tesis pada 24 Oktober 2007 dan sudah diperbaiki sesuai saran-saran Tim Penguji.

Ketua Sidang / Penguji,

Prof. Dr. Suwito, MA

(17)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam tesis ini adalah pedoman transliterasi Arab-Latin yang ada di buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press dengan sedikit modifikasi.

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

tidak dilambangkan

dh

b

th

t

zh

ts

' (koma di atas)

j

gh

h

f

kh

q

d

k

dz

l

r

m

z

n

s

w

sy

h

sh

` (apostrof)

y

Keterangan tambahan:

(18)

b. Vokal Rangkap khair

ﲑﺧ

c. Mâd al-mukminîn

ﲔﻨﻣﺆﳌﺍ

d. Ta` Marbûthah al-shalâh

ﺓﻼﺼﻟﺍ

e. Syaddah al-Kasysyâf

ﻑﺎﺸﻜﻟﺍ

f. Kata Sandang - Yang diikuti oleh huruf qamariyyah: al-Baqarah

ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ

- Yang diikuti oleh huruf syamsiyyah: al-Nisâ`

ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ

g. Hamzah ya`muru

ﺮﻣﺄﻳ

h. Penulisan Kata min li al-tabyîn

ﲔﻴﺒﺘﻠﻟ ﻦﻣ

i. Huruf Kapital al-A’râf

ﻑﺍﺮﻋﻷﺍ

Dâr al-Ulûm

ﻡﻮﻠﻌﻟﺍ ﺭﺍﺩ

Ibn Katsîr

ﲑﺜﻛ

ﻦﺑﺍ

j. Idhâfah (ditulis terpisah)

'Abd al-Karîm

ﱘﺮﻜﻟﺍ ﺪﺒﻋ

'Abd al-Bâqî

ﻲﻗﺎﺒﻟﺍ ﺪﺒﻋ

Kecuali 'Abdullâh

ﷲﺍ ﺪﺒﻋ

(19)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI i

KATA PENGANTAR vii

PERSETUJUAN ix

PEDOMAN TRANSLITERASI xiv

DAFTAR ISI xvi

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 10

D. Kajian Pustaka 11

E. Metodologi Penelitian 15

F. Sistematika Penulisan 17

BAB II: WAWASAN AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR

DALAM AL-QUR`AN 19

A. Pengertian Amar Makruf Nahi Mungkar 19

B. Ruang Lingkup Amar Makruf Nahi Mungkar 23

C. Ayat-ayat Amar Makruf Nahi Mungkar dalam al-Qur`an 31

BAB III: PELAKU AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR 67

A. Individu 68

B. Umat 80

C. Negara 91

BAB IV: KARAKTERISTIK PENGEMBAN AMAR MAKRUF

(20)

A. Karakteristik Umum 97 1. Beriman Kepada Allah dan Hal-hal Yang Wajib

Diimani 97

2. Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya 107

B. Karakteristik Khusus 116

1. Menjaga Nilai-nilai Akhlak 116

2. Bertaubat 123

3. Selalu Memuji Allah 128

4. Memiliki Semangat Jihad (Juang) 132

5. Bersegera Mengerjakan Kebajikan 136

C. Analisis Terhadap Gerakan Amar Makruf Nahi Mungkar

di Indonesia 140

BAB V : PENUTUP 148

A. Kesimpulan 148

B. Saran-saran 149

DAFTAR PUSTAKA xviii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP xxiv

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an al-Karîm dan Terjemahnya.

‘Abd al-Bâqi, Muhammad Fu`âd, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur’ân al-Karîm, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th..

'Abd al-Qâdir, Hisyâm Ibn, Mufsidât al-Ukhuwwah, Kairo: Dâr al-Shafwah, 1418 H, cet. ke-1.

Abû Zahrah, Muhammad, Ushûl Fiqh, Beirut: Dâr al-Fikr al-'Arabi, t.th..

Afîfi, Thal'at Muhammad, Shafhât Musyriqât Min Hayât al-Shahâbiyât, Mesir: Dâr al-Salâm, 2005, cet. ke-1.

Ahmad, 'Abd al-Jabbâr Ibn, Syarh al-Ushûl al-Khamsah, Kairo: Maktabah Wahbah, 1996, cet. ke-3.

Al-Alûsi, Abû al-Fadhl Syihâbuddîn, Rûh Ma’ânî fî Tafsîr Qur`ân al-‘Azhîm wa al-Sab’i al-Matsânî, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001 M, cet. ke-1.

Al-Anshari, Muhammad ibn Muhammad ibn al-Amîn, Manhaj Da’wah al-Islâmiyyah fî Binâ` al-Mujtama', Riyâdh: Maktabah al-Anshâr, 1984.

Al-Ashfahâni, al-Râghib, Mufradât Alfâzh al-Qur`ân, Damaskus: Dâr al-Qalam, 2002.

'Âsyûr, Muhammad Thâhir Ibn, al-Nizhâm al-Ijtimâ'i fî al-Islam, Mesir: Dâr al-Salâm, 2005, cet. ke-1.

Azad, Mawlânâ Abul Kalâm, The Opening Chapter of The Qur`ân (Sûrah al-Fâtihah), Malaysia: Islamic Book Trust, 2004, cet. ke-2.

Baidan, Nashruddin, Tafsîr Maudhû'i: Solusi Qur`ani Untuk Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001, cet. ke-1.

Al-Bainûni, Muhammad Abû al-Fattâh, al-Madkhal Ilâ ‘Ilm al-Da’wah,

Beirut, Mu`assasah al-Risâlah, 1991, cet. ke-1.

(22)

‘Abdul Ghaffar, Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Realisasinya di Dunia Modern, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet. ke-1.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, cet. ke-1.

Effendi, Syahrul, Yudi Pramuka, Habib-FPI Gempur Playboy, Jakarta: Yudi Pramuka, 2006.

Al-Fahd, Qâsim ibn Shâlih, 10 Durûs Fî Tadabburi Ma'ânî Aqwâl al-Shalâh, Riyadh: Dâr Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzî', 2005, cet. ke-3.

Al-Fairûzabâdi, Majd al-Dîn, al-Qamûs al-Muhîth, Beirut: Dâr al-Jail, t.th..

Fâiz, Ahmad, Tharîqah al-Da’wah, Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1992, cet. ke-13.

Al-Faramâwi, ‘Abd al-Hayy, al-Bidâyah fi al-Tafsîr al-Maudhû’i: Dirâsah Manhajiyyah Maudhû’iyyah, Mesir: Mathba’at al-Hadhârat al-‘Arabiyyah, 1977, cet. ke-2.

Farîd, Ahmad, Tharîq al-Sa'âdah, Iskandaria: Dâr al-'Aqîdah, 2006, cet. ke. 1.

Al-Fayyûmi, Ahmad ibn Muhammad al-Muqrî, al-Mishbâh al-Munîr, Kairo: al-Mathba’ah al-Misyriyyah, 1928.

Fazhur Rahmân, Major Themes of The Qur`an, alih bahasa: Anas Wahyuddin, Tema Pokok al-Qur`an, Bandung: Penerbit Pustaka, 1996, cet. ke-2.

Ghanîm, Wajdî, Sulûk al-Muslim, Mesir: Dâr al-Salâm, 2005, cet. ke-1.

Al-Ghazâli, Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn,

Mesir: al-Maktabah al-Misriyyah, 1998.

Hafiduddin, Didin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani, 1998, cet. ke- 1. Harian Umum Republika, 17-02-07.

(23)

____________, Binâ` al-Îmân min Khilâl al-Qur`ân, Kairo: Mu`assasah Iqra`, 2005.

Al-Hiyâli, Ra'd Kâmil, Khilâfât Zaujiyyah fî Dhau` Kitâb wa al-Sunnah, Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1994, cet. ke-1.

Husain, Muhammad, Thifl Mâ Qabla al-Madrasah, Iskandariah: Dâr al-Da'wah, 2004, cet. ke-1.

Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2002.

Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, Dâr al-Ma’ârif, t.th..

Ibn Taimiyyah, al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar; diterjemahkan dengan judul: Amar Ma'ruf Nahi Munkar – Mengajak Kepada Kebaikan dan Mencegah Keburukan, Jakarta: Penerbit Aras Pustaka, 1999, cet. ke-1.

Al-‘Îd, Sulaimân ibn Qâsim, al-Amr bi al-Ma’rûf wa al-Nahy ‘An al-Munkar, Riyadh: Dâr al-Wathan Li al-Nasyr, 2000, cet. ke-1.

Ilyâs, Maulânâ Muhammad, Pedoman Bertabligh Bagi Umat Islam, Seruan Kepada Kaum Muslimin, Yogyakarta: al-Shaff, 2003, cet. ke-2.

Al-Jibrin, Abdullâh ibn Abdurrahmân, Hâjat al-Basyar Ilâ al-Amr bil Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar, alih bahasa: Ummu Rania, Lc, Tanya Jawab Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, cet. ke-1.

Karîm, Sa'ad, al-Îmân wa Atsaruhû fî Tarbiyyah al-Aulâd, Iskandaria: Dâr al-'Aqîdah, 2002, cet. ke-1.

Al-Khathîb, 'Abd al-Karîm, al-Tafsîr al-Qur`âni li al-Qur`ân, Dâr Fikr al-‘Arabi, t.th..

Mahmûd, Ali ‘Abd al-Halîm, Manhaj Tarbiyyah ‘Inda Ikhwân al-Muslimîn, alih bahasa: Syafril Halim, Ikhwanul Muslimin, Konsep Gerakan Terpadu, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, cet. ke-1.

(24)

Al-Munawwar, Sa’id Agil Husin, al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002, cet. ke-1.

Nadwi, Sayyid Abû Hasan ‘Ali, Maulânâ Muhammad Ilyâs, alih bahasa: Maroahkan Ahmad: Riwayat Hidup dan Usaha Dakwah Maulânâ Muhammad Ilyâs, Yogyakarta: al-Shaff, 2005, cet. ke-3.

Al-Naisâbûri, Abû al-Hasan Ali ibn Ahmad al-Wâhidi, Asbâb al-Nuzûl, Beirut: Dâr al-Fikr, 1991.

Nasir, Muhammad, Fiqh al-Dakwah, Jakarta: Media Dakwah, 2000, cet. ke-11.

Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. ke-1.

Nûh, Sayyid Muhammad, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islam,

Solo: Citra Islami Press, 1996, cet. ke-1.

Nurdin, Ali, Perspektif al-Qur`an Tentang Masyarakat Ideal, disertasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Al-Nursi, Sa'îd, al-Âyâh al-Kubrâ, Kairo: Syirkah Sozler li al-Nasyr, 2000, cet. ke-3, h. 126.

Pangabean, Syamsurizal, Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, Dalam Organisasi dan Gerakan Islam, t.tp.: t.th..

Al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993, jilid 12.

Quthb, Sayyid, Fî Zhilâl al-Qur`ân, Kairo: Dâr al-Syurûq, 1992, jilid 1, cet. ke-17.

Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Paramadina, 2002, cet. ke-2.

Ridhâ, Muhammad Rasyîd, Tafsîr al-Manâr, Beirut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999, cet. ke-1.

(25)

Ruslan, Masyarakat Islam Dalam Perspektif al-Qur`an, tesis, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Al-Sa’di, Abdurrahmân ibn Nâshir, Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân, Beirut: Mu`assasah al-Risâlah: 2002, cet. ke-1.

Salmadanis, Metode Dakwah Dalam Perspektif al-Qur`an (Suatu Tinjauan Dalam Surah al-Nahl: 125), disertasi, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Saloral, Ziauddin, Jihad Intelektual, Surabaya: Risalah Gusti, 1998, cet. ke- 1.

Al-Shaghîr, Fâlih ibn Muhammad, Hadîts Bâdirû Bi al-A'mâl Sittan: Dirâsah Hadîtsiyyah Da'awiyyah Nafsiyyah, Riyadh: Dâr Ibn al-Atsîr, 1426 H, cet. ke-2.

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur`an; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1996, cet. ke-12.

________________, Tafsîr al-Mishbâh, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000, cet. ke-2.

________________, Wawasan al-Qur`an, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, cet. ke-8.

Suwito, dkk., Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2002, cet. ke-2.

Syahrûr, Muhammad, al-Kitâb wa al-Qur`ân: Qirâ`ah Mu'âshirah, Beirut: Syirkah al-Mathbû'ah li al-Tauzî' wa al-Nasyr, 2000, cet. ke-6.

Al-Syarîf, 'Ashâm ibn Muhammad, Mukhâlafât fî Buyûtinâ, Iskandariah: Dâr al-Îmân, 2004.

Syatawî, Muhammad Rajab, al-Da’wah al-Islâmiyah, Kairo: Dâr al-Thibâ'ah al-Muhammadiyyah, 1990, cet. ke-1.

Al-Thabari, Ibn Jarîr, Jâmi’ al-Bayân fî Ta`wîl al-Qur`ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999, cet. ke-3.

(26)

Thâhir, Hâmid Ahmad, Hayât al-Shahâbah, Kairo: Dâr al-Fajr li al-Turâts, 2004, cet. ke-1, h. 44.

Umar, Nasarudin, al-Qur`an dan Problem Pembangunan Karakter Bangsa, Swara Dipertais, Jum'at, 20 April 2007.

Wensinck, A.J., al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâzh al-Hadîts al-Nabawi, Leiden: E.J Brill, 1943.

Ya’qub, Hamzah, Publistik Islam: Tekhnik Dakwah dan Leadership, Bandung: CV. Diponegoro, 1981, cet. ke-2.

Zaidân, 'Abd al-Karîm, Ushûl al-Da’wah, Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 2001 M, cet. ke-9.

Al-Zamakhsyari, Tafsîr al-Kasysyâf, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995 M, cet. ke-1.

Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsîr al-Munîr, Beirut: Dâr al-Fikr al-Mu’âshir, 1998. Majalah Islam Sabili, edisi no. 21 th. XIII 4 Mei 2006.

Situs Kaum Kiri Indonesia, http://www.rumahkiri.org.

(27)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta I (Program Khusus) (1992-1995)

Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo (1996-2000)

Konsentrasi Tafsir-Hadis Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2003-sekarang)

Koordinator Program Bahasa Arab Di Lembaga Pendidikan Profesi Insan Institute Jakarta (2002-2003)

Tenaga Honorer Direktorat Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (2004)

(28)

Karya-karya:

Modul "Arabic For Beginner" (Diajarkan di Lembaga Pendidikan Profesi Insan Institute Jakarta)

Modul "Arabic Conversation"

Terjemah Buku "Majâlis al-Shâlihîn" (Diterbitkan oleh Maghfirah Pustaka dengan judul "Sumber Inspirasi Orang-orang Saleh", 2006)

Terjemah Kitab Tafsîr Adhwâ` al-Bayân fî Idhâh al-Qur`ân bi al Qur`ân (Diterbitkan oleh Pustaka Azzam, 2006)

Terjemah Buku "100 Mauqif Buthûlî li al-Nisâ`" (Diterbitkan oleh Maghfirah Pustaka dengan judul "Ketika Wanita Lebih Utama Dari Pria", 2005)

(29)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ajaran-ajaran agama Islam, secara umum umat Islam terbagi menjadi dua golongan: golongan yang melaksanakannya dan golongan yang tidak melaksanakannya. Adanya sebagian umat Islam yang tidak melaksanakan ajaran-ajaran agamanya itu bisa disebabkan karena ketidaktahuan mereka akan ajaran-ajaran tersebut atau bisa juga disebabkan karena dorongan hawa nafsu mereka yang begitu kuat sehingga mereka tidak mampu lagi untuk membendungnya, meskipun sebenarnya mereka telah mengetahui.1

Fenomena seperti ini bukan hanya ada di kalangan umat Islam saja, melainkan juga di kalangan umat-umat sebelumnya. Kisah Bani Isra`il yang telah melanggar aturan Allah untuk tidak bekerja pada hari Sabtu, merupakan bukti yang memperkuat pernyataan tersebut. Diriwayatkan bahwa sekelompok orang dari Bani Isra`il tidak menaati perintah Allah untuk tidak bekerja pada hari Sabtu, lalu mereka tidak mengindahkan nasehat sekelompok orang lainnya agar tidak melakukan perbuatan tersebut, maka pada saat itulah Allah menyelamatkan orang-orang yang telah mencegah dari kemungkaran dan menimpakan adzab yang pedih kepada orang-orang yang

1'Abd al-Karîm Zaidân,

(30)

melanggar perintah-Nya.2 Kisah ini telah disebutkan Allah Swt. dalam Q.S.

al-A'râf (7): 165.

Fenomena pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Allah di muka bumi akan tetap ada hingga datangnya hari Kiamat, dan hal ini sangat terkait dengan upaya Iblis beserta bala tentaranya untuk memalingkan manusia dari

al-shirâth al-mustaqîm (jalan yang lurus) dengan menggunakan berbagai macam cara.3 Di satu sisi, sebagai makhluk yang telah diciptakan Allah, manusia dituntut untuk menghambakan diri kepada-Nya, melaksanakan ajaran-ajaran agama-Nya secara keseluruhan, serta tidak mengikuti jejak langkah setan.4 Untuk menghindari terjadinya gap antara realita (adanya sebagian umat Islam yang tidak melaksanakan ajaran-ajaran agama mereka) dan idealita (keharusan melaksanakan ajaran-ajaran agama Allah) ini di kalangan kaum Muslimin, Islam pun menetapkan satu sistem pengontrol (control system) yang dinamakan dengan al-amr bi al-ma'rûf wa al-nahy 'an al-munkar.5

Menurut Muhammad Rasyîd Ridhâ, kedudukan amar makruf nahi mungkar sebagai control system dalam Islam sangat terkait dengan perannya dalam mencegah terjadinya pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri, baik dengan meninggalkan ungkapan amar makruf nahi mungkar. (Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, [Jakarta: Balai Pustaka, 1988], cet. ke-1, h. 26.) Ia merupakan sebuah istilah dalam bahasa Arab yang sudah dapat dianggap sebagai istilah dalam bahasa Indonesia sehingga ia tidak perlu ditransliterasikan. (Lihat Suwito, dkk.,

(31)

perintah Allah Swt. maupun dengan melakukan larangan-larangan-Nya. Dengan sistem ini, diharapkan seluruh umat Islam akan berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama mereka. Sebab, ketika mereka hendak ataupun telah melanggar salah satu dari ajaran-ajaran Islam, mereka akan dikembalikan oleh sistem amar makruf nahi mungkar kepada ajaran tersebut.

Sebagai contoh, salah satu dari ajaran Islam adalah persatuan antar umat Islam sebagaimana dijelaskan oleh Allah Swt. dalam Q.S. Âli ‘Imrân (2): 103, dan untuk menopang serta menjaga persatuan tersebut, Allah telah memerintahkan kepada umat Islam untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Âli ‘Imrân (3): 104, sehingga jika ada sebagian umat Islam yang melakukan perbuatan yang dapat memecah persatuan di antara mereka, maka sebagian umat Islam lainnya akan mencegah mereka dari perbuatan tersebut. 6

Sebagai control system dalam Islam, amar makruf nahi mungkar telah mendapat perhatian serius, baik oleh al-Qur`an maupun hadis Nabi Saw.. Tidak sedikit ayat al-Qur`an ataupun hadis yang menyebutkan secara tegas permasalahan amar makruf nahi mungkar ini, bahkan pada sebagian ayat, amar makruf nahi mungkar dikaitkan dengan aspek keimanan kepada Allah Swt. yang merupakan pondasi utama bagi "bangunan" Islam, seperti pada Q.S. Âli ‘Imrân (4): 110 dan Q.S. al-Taubah (9): 71. Dari sinilah, amar makruf nahi mungkar pun menjadi perhatian serius para ulama, dari dulu hingga sekarang.

Amar makruf nahi mungkar merupakan satu amaliah yang telah disepakati kewajibannya oleh para ulama, meskipun mereka berbeda pendapat apakah termasuk fardhu ‘ain ataukah fardhu kifâyah. Sebagian

6 Muhammad Rasyîd Ridhâ,

(32)

ulama berpendapat bahwa hukum amar makruf nahi mungkar adalah fardhu ‘ain karena huruf min pada Q.S. Âli ‘Imrân (3): 104 adalah min bayâniyyah

(sebagai penjelas saja) sehingga makna dari ayat tersebut adalah: “Dan hendaklah kalian semua menjadi umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar”, sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa hukumnya adalah

fardhu kifayâh karena huruf min pada ayat tersebut adalah min li al-tab’îd

(menunjukkan arti sebagian) sehingga makna dari ayat tersebut adalah sebagai berikut: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.” 7

Pendapat mengenai wajibnya amar makruf nahi mungkar ini tidak hanya di kalangan ulama Ahlus Sunnah saja, melainkan juga di kalangan ulama-ulama lainnya. Bahkan ulama Mu'tazilah menjadikan amar makruf nahi mungkar sebagai salah satu dari lima pilar utama dalam agama (al-ushûl al-khamsah). Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mereka mengenai wajibnya hukum amar makruf nahi mungkar. Perbedaan hanyalah mengenai apakah kewajiban amar makruf nahi mungkar itu diketahui melalui akal ataukah wahyu. Abû 'Ali berpendapat bahwa kewajiban tersebut dapat diketahui melalui akal dan wahyu, sementara Abû Hâsyim berpendapat bahwa kewajiban tersebut hanya dapat diketahui melalui wahyu kecuali hanya dalam satu kondisi, yaitu ketika ada kezhaliman yang dilakukan seseorang terhadap orang lainnya.8 Dalam pandangan ulama Mu'tazilah, tujuan diwajibkannya amar makruf nahi mungkar adalah agar hal-hal yang

7 Sulaimân ibn Qâsim al-‘Îd, al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy ‘an al-Munkar,

(Riyadh: Dâr al-Wathan Li al-Nasyr, 2000), cet. ke-1, h. 10-11.

8 'Abd al-Jabbâr ibn Ahmad,

(33)

makruf tidak disia-siakan (ditinggalkan) dan agar hal-hal yang mungkar tidak dilakukan.9

Amar makruf nahi mungkar merupakan tugas mulia yang memiliki peran besar dalam mempertahankan khairiyyah yang telah disandang oleh umat Islam, dimana mereka akan tetap menjadi umat yang terbaik selama mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt. dalam Q.S. Âli ‘Imrân (3): 110. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa umat Islam merupakan umat terbaik, dimana salah satu faktor yang menyebabkan mereka menjadi umat yang terbaik adalah karena mereka mau melaksanakan amar makruf nahi mungkar.

Dengan amar makruf nahi mungkar pula, umat Islam dapat menjadi umat yang beruntung, seperti yang disinyalir dalam Q.S. Âli ‘Imrân (3): 104. Keberuntungan yang mereka peroleh itu sesuai dengan tugas berat yang mereka emban. Sebagaimana diketahui, tugas mengajak kepada kebaikan, menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar bukanlah tugas yang mudah atau ringan. Karena itu, ketika menafsirkan ayat ini, Sayyid Quthb menegaskan bahwa di antara umat Islam harus ada sekelompok orang yang memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan rasa persaudaraan yang tinggi, yang dengannya mereka dapat menjalankan tugas yang berat tersebut dengan baik. Hal ini disebabkan karena ketika menjalankan tugas tersebut, seseorang pasti akan dihadapkan pada berbagai tantangan, serta kepentingan dan ambisi sebagian orang.10

9 'Abd al-Jabbâr bin Ahmad, Syarh al-Ushûl al-Khamsah, h. 741.

10 Lihat Sayyid Quthb,

(34)

Dari pemahaman terhadap kedua ayat di atas, dapat difahami secara

mafhûm mukhâlafah bahwa jika umat Islam mengabaikan amar makruf nahi mungkar maka mereka tidak dapat lagi menjadi umat yang terbaik dan juga umat yang beruntung, bahkan mereka dapat menjadi umat yang terpuruk dan dilaknat oleh Allah Swt., seperti yang dialami oleh Bani Isra`il. Dalam al-Qur`an, Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir dari Bani Isra`il dilaknat dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.11

Tetapi di balik kemuliaan dan kedudukannya itu, amar makruf nahi mungkar bukanlah tugas yang mudah atau ringan. Oleh karena itu, terlepas dari perdebatan apakah hukum amar makruf nahi mungkar itu fardhu ‘ain

ataukah fardhu kifâyah, pada hakekatnya semua ulama sepakat bahwa harus ada sekelompok orang di antara umat Islam yang mau menekuni bidang amar makruf nahi mungkarini.12

Hal ini tidak lain adalah karena dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar dibutuhkan adanya keberanian dan keteguhan hati. Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, pelaku amar makruf nahi mungkar harus mengenal keadaan orang atau obyek yang menjadi sasaran dari

amaliah amar makruf nahi mungkar tersebut. Sebab pada hakekatnya, amar

11 Q.S. al-Mâ`idah (5): 78-79.

12'Abd al-Karîm al-Khathîb,

(35)

makruf nahi mungkar adalah bagian dari dakwah13, sedangkan keberhasilan dakwah sangat bergantung pada kemampuan dâ’i (seorang juru dakwah) dalam mengenal mad’û (sasaran atau obyek dakwah) beserta media dan seluruh komponen dakwah lainnya. Seorang dâ’i yang mengabaikan salah satu dari komponen dakwah tersebut tidak mungkin mendapatkan hasil yang maksimal dari kegiatannya. Kegiatan dakwah dapat berakhir dengan kegagalan, jika dakwah itu dilaksanakan dengan tanpa mempelajari keadaan

mad’û yang dihadapi.14

Dari sini, maka dapat difahami bahwa harus ada sekelompok orang yang memfokuskan perhatiannya pada tugas amar makruf nahi mungkar. Mereka adalah para pengemban amar makruf nahi mungkar yang memiliki sejumlah karakteristik yang dapat mendukung terlaksananya tugas mulia tersebut.

Penulis beranggapan bahwa karakteristik-karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar ini sangat penting untuk diketahui karena hal itu dapat menjadi acuan bagi orang-orang yang ingin mengemban tugas amar makruf nahi mungkar serta menegakkannya di bumi Allah ini. Atas dasar inilah, maka penulis merasa tertarik untuk mengeskplorasi ayat-ayat yang berkaitan dengan karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar,

sehingga akan diperoleh solusi al-Qur`an mengenai karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar tersebut.

13M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Paramadina, 2002), cet. ke-2,

h. 623.

14Hamzah Ya’qub,

(36)

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Dalam kaitannya dengan tema amar makruf nahi mungkar, ada sejumlah masalah yang dapat diidentifikasi, di antaranya:

1. Konsep amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an.

2. Wawasan amar makruf nahi mungkar dalam al-Qur`an yang meliputi pengertian dan ruang lingkupnya serta hal-hal apa saja yang tergolong makruf dan hal-hal apa saja yang tergolong mungkar pada masa sekarang ini.

3. Hukum amar makruf nahi mungkar.

4. Pelaku amar makruf nahi mungkar atau siapa saja yang memiliki otoritas untuk melakukannya?

5. Cara-cara melakukan amar makruf dan cara-cara melakukan nahi mungkar.

6. Apakah ayat-ayat amar makruf nahi mungkar lebih menekankan aspek amar makruf ataukah nahi mungkar?

7. Karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an.

8. Apakah organisasi-organisasi massa atau kelompok-kelompok yang mengemban tugas amar makruf nahi mungkar pada masa sekarang ini sudah memperhatikan karakteristik-karakteristik tersebut?

(37)

mengenai hal-hal apa saja yang tergolong perbuatan yang makruf dan hal-hal apa saja yang tergolong mungkar pada masa sekarang ini, dengan harapan penjelasan tersebut dapat menghindari terjadinya perbedaan pemahaman antara pembaca dengan penulis.

Pembahasan mengenai karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar juga dianggap penting karena amar makruf nahi mungkar bukanlah tugas yang mudah atau ringan, seperti yang telah dijelaskan di atas. Untuk itu, diperlukan adanya sekelompok orang yang memfokuskan perhatiannya pada tugas amar makruf nahi mungkar ini, yaitu sekelompok orang yang memiliki sejumlah karakteristik tertentu yang dapat mendukung terlaksananya tugas mereka dengan baik. Penulis berharap penjelasan mengenai hal-hal yang merupakan karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar dapat dijadikan panduan bagi orang-orang yang ingin mengemban tugas mulia tersebut.

Selanjutnya, untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan yang akan diteliti dan agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dengan maksud penulis, maka secara terperinci permasalahannya akan dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa definisi amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an, serta hal-hal apa saja yang tergolong makruf dan hal-hal-hal-hal apa saja yang tergolong mungkar pada masa sekarang ini?

2. Siapa saja yang memiliki otoritas melakukan amar makruf nahi mungkar dan sejauhmana otoritas masing-masing?

(38)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menentukan beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1- Menjelaskan definisi amar makruf nahi mungkar sesuai dengan kandungan ayat-ayat al-Qur`an, serta hal-hal apa saja yang tergolong makruf dan hal-hal apa saja yang tergolong mungkar pada masa sekarang ini.

2- Menjelaskan tentang siapa saja yang menjadi pelaku amar makruf nahi mungkardan sejauhmana wewenang masing-masing.

3- Mengungkap karakteristik-karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar yang dijelaskan di dalam al-Qur`an serta implikasinya terhadap kehidupan bermasyarakat.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1- Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi kaum Muslimin pada umumnya serta dapat memberikan sumbangan keilmuan terutama dalam bidang tafsir dan dakwah.

2- Memberikan informasi dan motivasi bagi orang-orang yang ingin mengemban tugas amar makruf nahi mungkar dan ingin mewujudkan karakteristik-karakteristik tersebut di dalam dirinya.

(39)

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap literatur-literatur yang ada hingga saat ini, belum ada penelitian ilmiah yang secara khusus mengkaji masalah karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar dalam perspektif al-Qur`an. Adapun kajian tentang amar makruf nahi mungkar secara umum, penulis menemukan buku karya Ibn Taimiyyah yang berjudul

al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar. Dalam buku tersebut, di samping Ibn Taimiyyah membahas pengertian amar makruf nahi mungkar dan hukumnya, ia juga membahas syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, di antaranya adalah: amar makruf nahi mungkar harus dilakukan dengan menggunakan ilmu karena suatu amal tidak dianggap shaleh bila dilakukan tanpa ilmu, harus berdasarkan jalan yang lurus (al-shirât al-mustaqîm), harus dilakukan dengan lemah lembut, serta harus dengan santun dan sabar.15

Menurut Ibn Taimiyyah, pemahaman yang baik, kesabaran, serta sifat santun dan lemah lembut harus dimiliki oleh orang yang terjun ke bidang amar makruf nahi mungkar terhadap masyarakat. Begitu pula sifat berani dalam membela kebenaran tidak boleh tidak harus dimilikinya juga. Dengan modal ini, perintah dan larangan bisa diharapkan mencapai sasaran dan tujuannya. Yang dimaksud dengan keberanian di sini bukanlah kekuatan fisik atau ketegaran otot, tetapi keberanian hati dan kekuatan jiwa yang bersumber dari kepercayaan dan keyakinan yang penuh kepada Allah.

Dalam kaitannya dengan syarat-syarat dan sifat-sifat tersebut, Ibn Taimiyyah mengatagorikan orang-orang yang melakukan amar makruf nahi

15 Ibn Taimiyyah, al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar (diterjemahkan

(40)

mungkar dengan lisan atau tangan secara membabi buta tanpa mengerti persoalan, tanpa sopan santun, tanpa kesabaran dan memperhatikan yang berguna dan yang tidak, sebagai orang-orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar dengan keliru.16 Meskipun Ibn Taimiyyah membahas hal-hal tersebut, akan tetapi apa yang disampaikannya itu berbeda dengan apa yang akan dibahas dalam tesis ini, karena yang menjadi masalah utama dalam tesis ini adalah bagaimana karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar menurut perspektif al-Qur`an, dan hal itu sama sekali belum dibahas dalam buku karya Ibn Taimiyyah tersebut.

Penulis juga menemukan buku karya Shâlih ibn 'Abdullâh Darwis yang berjudul Amr bi Ma'rûf wa Nahyu ‘An Munkar wa Wâqi’ al-Muslimîn al-Yaum. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Konsep Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Realisasinya di Dunia Modern yang diterbitkan oleh Pedoman Ilmu. Di samping menjelaskan pengertian dan hukum amar makruf nahi mungkar, buku ini juga membahas tentang pentingnya amar makruf nahi mungkar menurut nash-nash syariat dan pentingnya amar makruf nahi mungkar menurut para ulama. Di antara urgensi amar makruf nahi mungkar menurut nash-nash syariat yang dijelaskan dalam buku tersebut adalah pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam mencegah adzab Allah kepada hamba-hamba-Nya, pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam merealisasikan kebaikan bagi kehidupan umat, dan pentingnya amar makruf nahi mungkar dalam memelihara kebaikan masyarakat dan memperbaikinya.17

16 Ibn Taimiyyah,

al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy 'An al-Munkar, h. 11.

(41)

Dalam buku tersebut, di samping dibahas kewajiban amar makruf nahi mungkar bagi setiap individu, juga dibahas kewajiban amar makruf nahi mungkar bagi orang-orang yang diberikan keistimewaan jabatan atau pangkat termasuk ulama. Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis menegaskan bahwa berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hajj (22): 40-41, para ulama sepakat bahwa perintah amar makruf nahi mungkar bagi penguasa (pemimpin) dan juga ulama hukumnya adalah fardhu ‘ain.18

Selain itu, ada pula buku berjudul al-Amr bi al-Ma'rûf wa al-Nahy ‘An al-Munkar: al-Hatstsu ‘Alâ Fi’lihi wa al-Tahdzîr min Tarkihi yang ditulis oleh Sulaimân ibn Qâsim al-‘Îd, seorang anggota dewan pengajar pada Fakultas Tarbiyyah Universitas Malik Sa’ud. Sesuai dengan judulnya, buku ini hanya difokuskan pada pembahasan tentang keutamaan melakukan amar makruf nahi mungkar dan bahaya yang akan muncul jika amar makruf nahi mungkartersebut ditinggalkan.

Sampai saat ini, penulis belum menemukan satu tesis atau disertasi yang secara khusus membahas masalah amar makruf nahi mungkar. Pembahasan mengenai amar makruf nahi mungkar ini hanya penulis temui pada dua disertasi, itu pun hanya pada satu sub bab saja. Disertasi pertama adalah berjudul Perspektif al-Qur`an Tentang Masyarakat Ideal yang ditulis oleh Ali Nurdin. Dalam disertasi ini, amar makruf nahi mungkar hanya dibahas dalam kedudukannya sebagai salah satu ciri umum masyarakat ideal, tanpa disinggung sedikit pun mengenai pengemban amar makruf nahi mungkar dan karakteristiknya. Pembahasan ini hampir sama dengan pembahasan mengenai amar makruf nahi mungkar dalam tesis berjudul

18 Shâlih ibn ‘Abdullâh Darwis,

(42)

Masyarakat Islam Dalam Perspektif al-Qur`an yang merupakan karya Ruslan.

Disertasi kedua adalah disertasi yang ditulis oleh Salmadanis dengan judul Metode Dakwah Dalam Perspektif al-Qur`an (Suatu Tinjauan Dalam Surah al-Nahl: 125). Dalam disertasi kedua ini memang disinggung sedikit mengenai pelaku dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang meliputi ummah dan pribadi, tetapi disertasi tersebut tidak membahas tentang karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar. Salmadanis menegaskan bahwa pada hakekatnya yang menjadi pelaku dakwah (termasuk di dalamnya amar makruf nahi mungkar) adalah semua Muslim. Hal ini didasarkan pada Q.S Âli 'Imrân (3): 104, dengan menafsirkan huruf min pada ayat tersebut sebagai min bayâniyyah (sebagai penjelas saja) dan bukan min li al-tab'îdh (menunjukkan arti sebagian), dan juga didasarkan pada hadis tentang perumpamaan orang yang mematuhi aturan-aturan Allah dan orang yang tidak mematuhinya.19 Salmadanis menjadikan ayat dan hadis tersebut sebagai alat untuk menyimpulkan bahwa semua Muslim merupakan subyek dakwah, karena itu dakwah pun wajib hukumnya bagi setiap Muslim.

Berbeda dengan pembahasan tentang amar makruf nahi mungkar pada karya-karya ilmiah sebelumnya, pada tesis ini penulis ingin menjelaskan karakteristik-karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur`an yang belum dijelaskan pada karya-karya ilmiah tersebut.

19 Diriwayatkan oleh al-Bukhâri pada kitab al-Syirkah, hadis no. 2313; al-Tirmidzi

(43)

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library reseach (penelitian kepustakaan) karena semua datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan topik yang dibahas. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka yang akan menjadi sumber utama adalah al-Qur`an. Dari data utama tersebut, akan dihimpun ayat amar makruf nahi mungkar. Yang penulis maksud dengan ayat-ayat amar makruf nahi mungkar di sini adalah ayat-ayat-ayat-ayat yang mengandung lafazh amar makruf dan nahi mungkar dalam berbagai derivasi dan ragam frasenya. Setelah itu, akan dicari data dari hadis-hadis Nabi Saw. yang berkaitan dengan topik pembahasan tersebut sebagai penjelas dari ayat-ayat al-Qur`an demi tercapainya kesempurnaan dalam pembahasan penelitian ini.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam membahas ayat-ayat al-Qur`an pada penelitian ini adalah pendekatan tafsîr maudhû’i.20 Secara operasional, penulis menetapkan langkah-langkah tafsîr maudû’i sebagai berikut:

1. Menetapkan amar makruf nahi mungkar sebagai tema pembahasan.

2. Menghimpun ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan amar makruf nahi mungkar.

3. Memahami korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang lain, baik dengan ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya.

20Yang dimaksud dengan metode tafsîr maudhû’i (tafsir tematik) adalah membahas

(44)

4. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan.

5. Mengkaji ayat-ayat tersebut secara keseluruhan sehingga penulis dapat menyimpulkan karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar.

Untuk dapat memahami ayat-ayat amar makruf nahi mungkar, penulis menggunakan beberapa kitab tafsir yang bernuansa adabi ijtimâ'i

(sosiologi) seperti Tafsîr fî Zhilâl al-Qur`ân karya Sayyid Quthb, Tafsîr al-Qur`âni li al-Qur`ân karya 'Abd al-Karîm al-Khathîb dan Tafsîr al-Manâr

karya Muhammad Rasyîd Ridhâ; tentunya didukung oleh kitab-kitab tafsir lain seperti Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm karya Ibn Katsîr, Jâmi’ al-Bayân fî Ta`wîl al-Qur`ân karya Ibn Jarîr al-Thabari, Tafsîr al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyari, Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîr al-Qur`ân wa al-Sab’i al-Matsânî

karya al-Alûsi, Tafsîr al-Munîr karya Wahbah al-Zuhaili, serta kitab-kitab tafsir lainnya.

(45)

Mengenai tekhnik penulisan dalam penelitian ini, penulis akan berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi

yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Tahun 2002.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini akan dibagi menjadi 5 bab. Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah pembahasan tentang wawasan amar makruf nahi mungkar yang meliputi pembahasan tentang pengertian amar makruf nahi mungkar, ruang lingkup amar makruf nahi mungkar, serta ayat-ayat amar makruf nahi mungkar baik dilihat dari segi derivasinya maupun ragam frasenya. Hal ini dirasa cukup penting karena dapat menjadi pengantar untuk mengenal seluk beluk atau konsep amar makruf nahi mungkar dalam al-Qur`an.

Bab III adalah pembahasan tentang pelaku amar makruf nahi mungkar yang terdiri dari pembahasan tentang individu, umat dan negara. Bab ini dikaji dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang siapa saja yang memiliki otoritas untuk melakukan amar makruf nahi mungkar dan sejauhmana wilayah masing-masing.

(46)

dalam al-Qur`an yang terdiri dari dua sub pokok bahasan, yaitu: karakteristik umum dan karakteristik khusus, dimana masing-masing sub pokok bahasan tersebut memuat sejumlah karakteristik pengemban amar makruf nahi mungkar. Kemudian di akhir bab ini, penulis memaparkan satu pembahasan yang berkaitan dengan konteks kekinian yaitu analisis terhadap gerakan amar makruf nahi mungkar di Indonesia.

(47)

BAB II

WAWASAN AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR

DALAM AL-QUR`AN

A. Pengertian Amar Makruf Nahi Mungkar

Istilah amar makruf nahi mungkar merupakan sebuah istilah yang terdiri dari dua frase kata, dimana masing-masing frase mengandung pengertian yang berbeda. Frase pertama adalah amar makruf, sedangkan frase kedua adalah nahi mungkar. Kata amar atau al-amr berasal dari kata kerja amara ya`muru yang berarti thalaba (meminta)1, sedangkan kata makruf atau al-ma'rûf merupakan ism maf’ûl dari kata kerja ’arafa ya’rifu

yang berarti mengetahui (to know), mengenal atau mengakui (to recognize), dan melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan (to discern).2 Kata makruf ini kemudian diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, yang dikenal atau yang diakui.3 Kata ini terkadang juga digunakan untuk menunjukkan arti “wajah”, karena setiap manusia dapat dikenali dengan wajahnya.4

Secara terminologis, kata makruf adalah sebuah kata benda yang pengertiannya mencakup setiap hal yang diakui oleh masyarakat baik berupa ketaatan kepada Allah, upaya mendekatkan diri kepada-Nya, maupun

1Ahmad ibn Muhammad al-Muqrî al-Fayyûmi, al-Mishbâh al-Munîr, (Kairo:

al-Mathba’ah al-Misyriyyah, 1928), h. 29.

2Majd al-Dîn al-Fairûzabâdi,

al-Qamûs al-Muhîth, (Beirut: Dâr al-Jail, t.th.), juz 3, h. 178.

3Lihat Ahmad ibn Muhammad al-Muqrî al-Fayyûmi, al-Mishbâh al-Munîr, h.

553.

(48)

berbuat baik kepada sesama manusia.5 Al-Marâghi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan makruf adalah segala sesuatu yang tidak diingkari oleh syariat dan tidak diingkari oleh orang-orang yang mempunyai harga diri, juga bukan termasuk pengkhianatan atau ketamakan.6 Sementara menurut Mawlânâ Abul Kalâm Azad, makruf adalah sesuatu yang bisa diterima oleh semua orang, sedangkan mungkar adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh semua orang.7

Senada dengan itu, Abuddin Nata menjelaskan bahwa yang termasuk katagori makruf adalah segala sesuatu dalam bentuk ucapan, perbuatan, pemikiran dan sebagainya yang dipandang baik menurut syariat (agama) dan akal pikiran, atau yang dianggap baik menurut akal namun sejalan atau tidak bertentangan dengan syari'at. Dengan demikian, kebebasan akal dalam menentukan dan menilai suatu kebaikan dibatasi oleh ketentuan agama. Oleh karena boleh jadi ada sesuatu yang menurut akal baik tapi menurut syari'at buruk. Ketika terjadi keadaan yang menurut akal baik tapi menurut syari'at ini buruk, maka pendapat akal harus dicegah. Sebagai contoh, dapat dikemukakan misalnya hidup bareng sebelum menikah (samenleven) atau kumpul kebo yang didasarkan atas dasar suka sama suka menurut akal adalah baik, sedangkan menurut agama tidak baik. Orang-orang Barat yang hanya berpatokan pada akal saja, misalnya, membolehkan adanya kumpul kebo tersebut.8

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan makruf adalah segala sesuatu yang diakui oleh suatu masyarakat tertentu tetapi tidak bertentangan dengan syariat atau al-Qur`an dan hadis.

5Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, (Dâr al-Ma’ârif, t.th.), jilid 4, h. 2900.

6ِAhmad Musthâfâ al-Marâghi,

Tafsîr al-Marâghi, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), jilid 2, h. 215.

7Mawlânâ Abul Kalâm Azad, The Opening Chapter of The Qur`ân (Sûrah al-Fâtihah),

(Malaysia: Islamic Book Trust, 2004), cet. ke-2, h. 175.

8 Abuddin Nata,

(49)

Konsep makruf ini mengindikasikan adanya kesepakatan umum (common sense) yang berlaku dalam suatu masyarakat. Karena sifatnya yang lokalistik, praksis dan temporal, maka sangat mungkin terjadi perbedaan pemahaman antara satu masyarakat Muslim dengan masyarakat Muslim lainnya mengenai makna makruf, bahkan terkadang antara satu waktu dengan waktu lainnya dalam satu masyarakat. Dengan makna semacam ini, maka kata makruf berbeda dengan kata khair yang mengandung arti kebaikan yang bersifat universal.9 Pengertian ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Muhammad Syahrûr. Ia menjelaskan bahwa konsep makruf dan mungkar merupakan sebuah konsep yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan perbedaan tempat.10

Adapun frase kedua adalah nahi mungkar. Kata nahi atau al-nahy merupakan lawan dari kata al-amr yang berasal dari kata nahâ yanhâ yang berarti mencegah11, sedangkan kata mungkar atau al-munkar berasal dari akar kata nûn kâf râ yang memiliki sejumlah arti diantaranya adalah aneh12, sulit13, buruk14, dan sesuatu yang diingkari oleh orang banyak.15

Secara terminologis, kata mungkar ini sering difahami sebagai segala sesuatu yang dipandang buruk, baik oleh syariat maupun akal yang sehat.16 Mathbû'ah li al-Tauzî' wa al-Nasyr, 2000), cet. ke-6, h. 528.

11Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, jilid 6, h. 4564.

12Makna ini dapat ditemukan dalam Q.S. Hûd (11): 70.

13Makna ini dapat dijumpai pada Q.S. al-Kahf (18): 87.

14Makna seperti ini dapat dijumpai pada Q.S.

Luqmân (31): 19.

15Majd al-Dîn al-Fairûzabâdi, al-Qamûs al-Muhîth, h. 153.

16Al-Râghib al-Ashfahâni,

(50)

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan mungkar adalah setiap perkataan, perbuatan dan niat yang dianggap jelek serta dilarang oleh

Syâri (Allah dan Rasul-Nya). Dari definisi-definisi tersebut, dapat diketahui bahwa ungkapan mungkar memiliki jangkauan pengertian yang lebih luas daripada ungkapan lain yang juga dipakai oleh al-Qur`an untuk menunjuk perbuatan yang buruk seperti ma’shiyah (perbuatan maksiat). Jadi, frase nahi mungkar dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya sesuatu yang dipandang buruk baik oleh syariat maupun oleh akal yang sehat.

Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan amar makruf nahi mungkar adalah upaya untuk menyuruh orang lain mengerjakan sesuatu yang dipandang baik oleh akal yang sehat dan tidak bertentangan dengan syariat serta upaya untuk mencegah orang lain dari sesuatu yang dipandang buruk oleh keduanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, amar makruf nahi mungkar diartikan sebagai perintah kepada orang lain untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan larangan mengerjakan yang keji.17

Kedua frase ini, amar makruf dan nahi mungkar, telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya, dalam perbuatan amar makruf terdapat pengertian mencegah yang mungkar. Sebab jika kebaikan ditegakkan, maka dengan sendirinya yang buruk pun dapat dicegah. Demikian pula sebaliknya, dalam pengertian nahi mungkar tercakup pengertian amar makruf, karena mencegah kejahatan adalah termasuk ke

17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

(51)

dalam perbuatan yang baik.18 Oleh karena itu, jika hanya disebut kata amar makruf saja, maka pengertian nahi mungkar juga tercakup di dalamnya, demikian pula sebaliknya.19

B. Ruang Lingkup Amar Makruf Nahi Mungkar

Amar makruf nahi mungkar sudah ada sejak dulu, bahkan sejak zaman nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.. Ketika sekelompok orang dari Bani Isra`il meninggalkan perintah Allah Swt. untuk tidak bekerja pada hari Sabtu, ada sekelompok orang lainnya yang melarang kelompok pertama untuk melakukan perbuatan tersebut. Pada saat itulah Allah menyelamatkan orang-orang yang mencegah kemungkaran dan menimpakan adzab yang pedih kepada orang-orang yang melanggar perintah-Nya.20

Pada masa Nabi Muhammad Saw. dan Khulafâ` al-Râsyidîn, amar makruf nahi mungkar benar-benar ditegakkan. Tidaklah Rasulullah Saw. melihat seorang sahabat meninggalkan perbuatan makruf kecuali beliau akan menegurnya, dan tidaklah beliau melihat seorang sahabat melakukan suatu kemungkaran kecuali beliau akan mencegahnya dari kemungkaran tersebut. Bahkan, menegakkan amar makruf nahi mungkar telah menjadi satu sifat yang melekat pada diri Rasulullah Saw..21 Demikian pula yang dilakukan oleh empat khalifah sepeninggal beliau, atau yang biasa disebut

Khulafâ` al-Râsyidîn. Sebagai contoh, ketika terjadi peperangan Yamamah

18Sa’id Agil Husin al-Munawwar, al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,

(Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. ke-1, h. 217.

19'Abdurrahmân ibn Nâshir al-Sa’di,

Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân, (Beirut: Mu`assasah al-Risâlah: 2002), cet. ke-1, h. 202.

20

Lihat Q.S. al-A'râf (7): 165.

(52)

antara kaum Muslimin dengan orang-orang murtad, banyak penghafal al-Qur`an yang meninggal dunia, karena itu Umar pun menyuruh Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Qur`an dalam satu mushaf karena dirinya khawatir al-Qur`an akan hilang.22 Apa yang dilakukan oleh Umar ini termasuk salah satu perbuatan amar makruf.

Pada masa-masa berikutnya, amar makruf nahi mungkar tetap dikenal dan ditegakkan di kalangan kaum Muslimin, bahkan ia telah menjadi salah satu perhatian utama kelompok-kelompok tertentu. Sebagai contoh, kelompok Muktazilah sangat keras dalam memegang doktrin ini, yaitu bahwa amar makruf nahi mungkar harus ditegakkan, bahkan kalau perlu dengan menggunakan kekerasan.23 Di lain pihak, kelompok Syiah

memasukkan jihad sebagai rukun Islam keenam. Sebagaimana diketahui, jihad dan amar makruf nahi mungkar mengandung nada maknawi yang sama.24

Pada masa sekarang ini, amar makruf nahi mungkar juga menjadi fokus perhatian sebagian kelompok atau organisasi massa di seluruh penjuru dunia. Di kalangan masyarakat Indonesia, Muhammadiyah terkenal sebagai organisasi massa yang menempatkan doktrin amar makruf nahi mungkar sebagai doktrin aksi. Dalam konsep Muhammadiyah, amar makruf nahi mungkar ditafsirkan sebagai konsep dakwah, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan. Jika kaum Syiah lebih memperhatikan konsep jihad, yang kerap kali diwujudkannya dalam bentuk perjuangan bersenjata itu, Muhammadiyah lebih suka mengambil amar makruf nahi

22Hâmid Ahmad Thâhir,

Hayât al-Shahâbah, (Kairo: Dâr al-Fajr li al-Turâts, 2004), cet. ke-1, h. 44.

23

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Paramadina, 2002), cet. ke-2, h. 620.

(53)

mungkar sebagai dasar perjuangan dengan cara damai, yang disebutnya dengan "dakwah".25 Terhadap masyarakat, dakwah diwujudkan ke dalam usaha-usaha perbaikan dan bimbingan guna menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Konkretnya, Muhammadiyah melakukan berbagai amal usaha, khususnya di bidang pendidikan, sosial (mendirikan panti asuhan, poliklinik, rumah sakit atau memobilisasi dan distribusi zakat), tabligh dan berbagai bentuk penyiaran agama Islam.26

Kegiatan dakwah dalam konteks amar makruf nahi mungkar ini mencakup segenap aspek kehidupan masyarakat, baik bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun bidang-bidang lainnya. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan amar makruf nahi mungkar pada masa-masa lalu dengan masa sekarang bila dilihat dari ruang lingkupnya, maksudnya bahwa amar makruf nahi mungkar dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, hanya saja pada masing-masing masa ada hal-hal tertentu yang menjadi fokus utama dari gerakan amar makruf nahi mungkar, sesuai dengan kondisi yang ada pada masing-masing masa.

Di sini, penulis ingin menyebutkan beberapa hal yang dapat menjadi fokus utama gerakan amar makruf nahi mungkar pada masa sekarang ini, tentunya disebabkan karena hal-hal tersebut dipandang sebagai hal-hal makruf yang untuk saat ini cukup penting bagi umat Islam:

25

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Islam, h. 623.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun Pengaruh Filsafat Terhadap Tingkat Pemahaman Religius Mahasiswa Aqidah dan Islam Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang sejalan

Jika anda tidak mahu LONG atau SHORT pada harga semasa (market order), anda juga boleh membuat tempahan untuk memasuki pasaran pada harga tertentu yang anda suka.. Contohnya

Makna kata yang berubah, tidak akan menyebabkan kesalahpahaman apabila penutur dan pendengar memiliki kemampuan untuk memahami perubahan makna kata tersebut (Yolanda, 2018:

18 Hal ini didasarkan pada gagasan monoteisme (tauhid) yang tidak hanya bermakna individual personal tapi juga sosial, tidak hanya berdimensi transendental tapi

Parvin (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa komunikasi, kepemimpinan dan kompensasi termasuk dalam faktor-faktor penentu kepuasan kerja karyawan. Pemaparan di

Penelitian ini dilatarbelakangi atas maraknya tayangan kekerasan dalam serial kartun yang sangat digemari oleh anak-anak salah satunya adalah serial kartun Naruto. Dari latar

Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ketergantungan didefinisikan sebagai: “penggunaan zat-zat psikoaktif yang membuat seseorang tergantung terhadap suatu zat, dan