• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kamal Bangkalan Madura

KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian penerjemahan haruslah dilakukan secara menyeluruh (holistik), yaitu yang melibatkan faktor genetik, faktor objektif, dan faktor afektif. Namun demikian, beberapa penelitian penerjemahan, khususnya kesepadanan makna dan gaya pada bagian-bagian khas karya susastra novel sejauh ini masih belum dilakukan secara ekstensif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan memiliki relevansi dengan permasalahan yang diteliti di dalam penelitian ini dipaparkan lebih lanjut di bawah ini. Beberapa penelitian mengenai novel ataupun mengenai penerjemahan, namun tidak memiliki keterkaitan dengan analisis

penerjemahan secara holistik, maka beberapa penelitian tersebut tidak dipaparkan. Di dalam bahasa Indonesia, beberapa penelitian penerjemahan secara holistik yang melibatkan faktor genetik, objektif, dan afektif yang dapat

ditemukan sejauh ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nababan, dkk. (2004), Martha Budianto (2007), dan AP. Sudarno (2008). Penelitian oleh Nababan, dkk.

(2004) dengan judul Keterkaitan Antara Latar Belakang Penerjemah dengan

Proses Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Penerjemah Profesional di Surakarta) merupakan penelitian penerjemahan secara holistik yang melibatkan tiga aspek penting dalam penelitian, yaitu aspek genetik (bersumber pada penerjemah), aspek objektif (karya terjemahan), dan aspek

commit to user

afektif (pembaca teks bahasa sasaran). Ketiga aspek tersebut saling terkait satu sama lain. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa para penerjemah memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai untuk menjadi

penerjemah, pengetahuan mereka tentang konsep dan proses penerjemahan sangat memadai, dan beberapa hasil terjemahan sudah tergolong terjemahan yang

berkualitas dengan indikator bahwa pesan yang disampaikan sudah cukup akurat dan teks terjemahan mudah dipahami oleh pembaca.

Penelitian oleh Martha Budianto (2007) dengan judul Kajian

Penerjemahan Film (Subtitling) berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (Sebuah Studi Kebijakan) juga melibatkan tiga aspek penting dalam penelitian kualitatifnya, yaitu aspek genetik (bersumber pada penerjemah film), aspek objektif (dialog film bahasa sumber ke teks film bahasa sasaran), dan aspek afektif (pengamat terjemahan film). Ketiga aspek tersebut saling terkait satu sama lain. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa secara umum proses subtitling yang selama ini diterapkan di Indonesia sudah benar. Proses subtitling dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu proses persiapan, proses penerjemahan, dan proses penyelarasan. Di dalam penelitian tersebut ditemukan beberapa kesulitan, yaitu kesulitan teknis dan strategi untuk mengatasinya, kesulitan karena budaya bahasa sumber yang berbeda dengan budaya bahasa sasaran, kesulitan karena kompetensi penerjemah film, dan keterbatasan subtitles.

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh AP. Sudarno (2008)

dengan judul Evaluasi Terjemahan Buku-buku Teks di Bidang Rancang Bangun.

commit to user

dan kesepadanan hasil terjemahan dari buku-buku teks bahasa sumber ke dalam terjemahan bahasa Indonesia, mendeskripsikan dan mengklasifikasikan penilaian hasil terjemahan yang digolongkan tepat, tepat tetapi masih memerlukan

perbaikan, tidak tepat, serta menerangkan sebab-sebab terjadinya terjemahan yang dianggap tidak tepat. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa hasil

penerjemahan pada frase-frase pada kalimat tunggal dan majemuk ada yang tepat, ada yang tepat tetapi masih memerlukan perbaikan susunan dan ada yang tidak tepat. Pada frase-frase yang bukan istilah teknik biasanya penerjemahannya sudah tepat tetapi pada frase-frase yang di dalamnya terkandung istilah teknik, frase- frase tersebut diterjemahkan kurang tepat. Hal ini disebabkan karena penerjemah tidak melibatkan pakar teknik atau pakar yang membidangi ilmu tersebut, terdapat kesalahan terjemahan dalam tataran kalimat dari buku yang diterjemahkan, pada tataran kalimat yang banyak terjadi kesalahan adalah pada kalimat majemuk dan kompleks karena kalimat tersebut terdiri dari banyak klausa, tiga atau lebih yang hubungan antar klausanya satu dengan yang lain sangat rumit sehingga sulit diterjemahkan; dan istilah-istilah teknik yang khas banyak terdapat dalam buku- buku tersebut dan kadang-kadang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia.

Penelitian-penelitian di atas, setelah diamati secara seksama, memberikan gambaran dan memiliki keterkaitan dengan penelitian di dalam disertasi ini, utamanya mengenai kualitas hasil terjemahan dengan melibatkan aspek-aspek penting di dalam penelitian penerjemahan secara holistik, yaitu yang melibatkan tiga aspek penting berupa aspek genetik, aspek objektif, dan aspek afektif. Namun

commit to user

demikian, masing-masing penelitian di atas memiliki ranah tersendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Nababan, dkk. (2004) lebih memfokuskan pada analisis kualitas penerjemahan teks bahasa, penelitian yang dilakukan oleh Martha Budianto (2007) lebih menitikberatkan pada analisis penerjemahan film, sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh AP. Sudarno (2008) lebih mengarah pada evaluasi ketepatan dan kesepadanan hasil terjemahan buku-buku ilmiah. Ketiga penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang disajikan di dalam disertasi ini. Penelitian di dalam disertasi ini lebih menitikberatkan pada analisis penerjemahan novel secara holistik yang melibatkan aspek genetik, objektif, dan afektif.

Sementara itu, di dalam bahasa Inggris, beberapa penelitian penerjemahan yang berhubungan dengan penelitian di dalam disertasi ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Qusai Anwer Aldebyan (2008), Caixia Yang (2010), dan Xu Minhui (2010). Penelitian oleh Qusai Anwer Aldebyan (2008) dengan judul Strategies for Translating Arabic Cultural Makers into English: A Foreignizing Approach berusaha untuk mengeksplorasi strategi penerjemahan yang digunakan di dalam menerjemahkan budaya dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris, mengeksplorasi pengaruh penggunaan strategi penerjemahan domesticating dan foreignizing terhadap kualitas terjemahan, dan mengeksplorasi penerjemahan dari perspektif budaya dan etnografi. Korpus dari penelitian ini diambilkan dari enam novel bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menerjemahkan budaya adalah sesuatu yang cukup problematik dan menantang, khususnya apabila penerjemahan

commit to user

terjadi antara dua bahasa yang secara linguistik dan budaya berbeda. Strategi penerjemahan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan budaya tersebut adalah dengan menggunakan prosedur komparatif, yaitu masalah-masalah di dalam penerjemahan terlebih dahulu dibahas dan dinalisis dari berbagai perspektif (semantik, pragmatik, studi budaya, sosiolinguistik, teori susastra, dsb).

Kemudian, kedua Tsu dan teks terjemahan dideskripsikan secara kontekstual, semantik, komunikatif, dan estetik sebelum kedua teks tersebut dibandingkan dan dievaluasi. Langkah selanjutnya adalah membandingkan kedua teks tersebut untuk melihat apakah kedua teks tersebut sepadanan atau tidak. Strategi

penerjemahan domesticating tidak cocok untuk menerjemahkan budaya, karena

strategi ini mengarah pada hilangnya informasi sumber, penyimpangan fakta dan kebenaran, dan misrepresentasi nilai budaya. Penerjemahan budaya yang paling berhasil adalah dengan menggunakan strategi penerjemahan foreignizing, karena strategi ini membantu memelihara identitas Tsu dan menjaganya sedekat mungkin dengan teks aslinya. Foreignizing juga mampu memberikan informasi penting dan rinci di dalam memperkenalkan kepada pembaca sasaran mengenai budaya, masyarakat, dan sastra sumber. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

penerjemahan memainkan peranan yang sangat penting di dalam representasi dan misrepresentasi budaya.

Penelitian oleh Caixia Yang (2010) dengan judul Strategies of

Transmitting English Cultural Elements into Chinese: Reflexion on E-C Literary Translation in China berusaha mengeksplorasi strategi unsur-unsur budaya bahasa Inggris ke dalam budaya Cina secara efektif melalui penerjemahan literer Inggris-

commit to user

Cina. Penelitian tersebut didasari pemikiran bahwa di dalam konteks globalisasi kesadaran untuk saling memahami perbedaan budaya sangat penting dan bahwa penerjemahan susastra sebagai alat pengalihan informasi budaya memainkan peranan yang sangat diperlukan di dalam meningkatkan toleransi dan apresiasi terhadap suatu perbedaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang penerjemah seharusnya memiliki kepekaan dan memberikan perhatian yang lebih di dalam memetakan perbedaan budaya di dalam konteks budaya Inggris dan Cina, dan menyampaikan perbedaan-perbedaan tersebut baik yang kelihatan maupun tidak ke dalam teks yang diterjemahkan. Penerjemah harus mampu mengenali unsur-unsur budaya di dalam teks aslinya dan mentransfer informasi budaya dengan akurat dan tepat dengan menggunakan strategi-strategi yang paling memungkinkan. Strategi yang dapat digunakan untuk menerjemahkan budaya Inggris-Cina adalah dengan memasukkan informasi budaya yang relevan ke dalam teks yang diterjemahkan dan mengalihkannya secara alami, yaitu dengan ekspresi yang tidak kaku dan informasi yang tidak berlebihan dan menggunakan catatan kaki untuk

mendapatkan hasil yang sepadan.

Penelitian oleh Xu Minhui (2010) dengan judul On Scholar Translators in Literary Translation: A Case Study of Kinkley’s translation of “Biancheng” berusaha membahas lebih dalam hasil terjemahan novel melalui tiga perspektif, yaitu: posisi bahasa sumber dan bahasa sasaran (Cina dan Inggris), posisi penulis (Shen Congwen), dan posisi penerjemah (Jeffrey Kinkley). Penelitian ini

commit to user

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Border Town oleh Jeffrey Kinkley, seorang profesor di St. John’s University di Amerika. Di dalam menerjemahkan

novel Biancheng, Kinkley berusaha menunjukkan sebanyak mungkin ekspresi

unik atau khusus bahasa Cina yang ada di dalam teks sumber dengan cara memberikan penjelasan yang lengkap yang tersirat di dalam ekspresi tersebut. Kinkley juga memberikan banyak catatan kaki untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan sejarah dan budaya yang ada di dalam teks sumber. Strategi tersebut disebut dengan in-text explications dan out-text endnotes.

Hasil penelitian oleh Minhui menunjukkan bahwa karya susastra Cina (Tsu) dan Inggris (Tsa) memiliki posisi yang berbeda. Karya susastra Cina memiliki posisi yang marjinal di bidang susastra dunia, sedangkan karya susastra Inggris memiliki kekuatan yang sangat dominan terhadap karya dari berbagai bahasa di seluruh dunia. Posisi yang berbeda tersebut memberikan hipotesis terhadap ketidaksepadanan struktur kedua bahasa dan menyiratkan bahwa terjemahan dari bahasa Cina ke dalam bahasa Inggris dilakukan berdasarkan norma yang mengatur penerjemahan dari bahasa yang terdominasi ke dalam bahasa yang mendominasi. Hasil lain adalah bahwa semakin tinggi latar belakang seorang penerjemah, maka hasil terjemahannya akan semakin berorientasi pada teks sumber dan sekali suatu teks dipilih untuk diterjemahkan, maka posisi penerjemah memiliki kekuatan yang sangat menentukan.

Penelitian-penelitian di atas, sepanjang pengamatan peneliti, tidak meneliti penerjemahan novel secara holistik namun masih memiliki relevansi dengan penelitian di dalam disertasi ini. Penelitian yang dilakukan oleh Qusai Anwer

commit to user

Aldebyan (2008) lebih menekankan pada analisis karya terjemahan novel (aspek objektif) saja, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yang (2010) dan Minhui (2010) lebih menekankan pada aspek genetik, yaitu memberikan gambaran analisis hanya pada posisi seorang penerjemah dan strategi yang digunakan di dalam menerjemahkan novel. Untuk itu, diperlukan lagi penelitian yang lebih menyeluruh untuk melihat kualitas penerjemahan novel, yaitu penelitian novel yang diarahkan pada analisis karya terjemahan novel (aspek objektif), penerjemah novel (aspek genetik), dan pembaca novel (aspek afektif), sebagaimana yang dieksplorasi di dalam disertasi ini.