commit to user
i
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA
DI DALAM NOVEL
THE HIGHEST TIDE
DAN
TERJEMAHANNYA: PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
DISERTASI
OLEH M A S D U K I
T140306004
PROGRAM STUDI S3 LINGUISTIK
MINAT UTAMA BIDANG PENERJEMAHAN
PROGRAM PASCASARJANA
commit to user
ii
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA
DI DALAM NOVEL
THE HIGHEST TIDE
DAN
TERJEMAHANNYA: PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
DISERTASI
Untuk Memperoleh
Gelar Doktor dalam Bidang Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan Dipertahankan di Hadapan Dewan Penguji
pada Sidang Senat Terbuka Terbatas
di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta Profesor Dr. Ravik Karsidi, MS
pada Hari Rabu 4 Mei 2011
Oleh: Masduki NIM: T140306004
PROGRAM STUDI S3 LINGUISTIK
MINAT UTAMA BIDANG PENERJEMAHAN
PROGRAM PASCASARJANA
commit to user
iii
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA
DI DALAM NOVEL
THE HIGHEST TIDE
DAN
TERJEMAHANNYA: PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
Oleh
M a s d u k i NIM: T140306004
TIM PEMBIMBING
1. Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana .………. Promotor
commit to user
iv
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA DI DALAM NOVEL THE HIGHEST TIDE DAN TERJEMAHANNYA:
PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
DISERTASI
Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Linguistik Minat Utama Linguistik Penerjemahan
Dipertahankan di Hadapan Dewan Penguji pada Sidang Senat Terbuka Terbatas
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Tanggal 4 Mei 2011
Oleh Masduki (Sekretaris merangkap anggota)
3. Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana (……….) (Promotor merangkap anggota)
4. Prof. Dr. Thomas Soemarno, MPd (……….) (Ko-Promotor merangkap anggota)
5. Prof. Dr. H. D. Edi Subroto (……….) (Anggota)
6. Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo (……….) (Anggota)
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
v
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Masduki
NIM : T140306004
Program : Pascasarjana UNS
Program Studi : S3 Linguistik
Tempat/Tanggal Lahir : Kediri, 01 April 1973
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa disertasi saya yang berjudul:
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA DI DALAM NOVEL THE HIGHEST TIDE DAN TERJEMAHANNYA: PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
adalah asli (bukan cuplikan) dan belum pernah diajukan oleh penulis lain untuk
memperoleh gelar akademik tertentu. Semua temuan, pendapat, atau gagasan orang
lain yang dikutip dalam disertasi ini ditempuh melalui tradisi akademik yang berlaku
dan dicantumkan dalam sumber rujukan dan atau dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, kami sanggup menerima
sanksi yang berlaku.
Surakarta, 4 Mei 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
vi
Be f i r m i n pr i nci pl e, f l ex i bl e i n
c r eat i on, mak e compr omi s es i f nec es sar y …
Buat mut i ar a- mut i ar ak u:
Annaur a Nabi l l a Mas duk i Annaj wa Ahi ma Mas duk i
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadlirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
terselesaikannya penulisan disertasi ini. Disertasi ini mengambil judul “Kesepadanan
Makna dan Gaya di dalam Novel The Highest Tide dan Terjemahannya: Pendekatan
Kritik Holistik”, yang terdiri dari enam bab yaitu (1) pendahuluan, (2) kajian pustaka,
landasan teori, dan kerangka pikir, (3) metodologi penelitian, (4) sajian data,
(5) pokok-pokok temuan dan pembahasan, dan (6) simpulan, implikasi temuan, dan
rekomendasi. Disertasi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan kritik
holistik dengan aspek-aspek yaitu: aspek objektif (dokumen novel The Highest Tide
dan terjemahannya Pasang Laut), aspek genetik (penerjemah novel), dan aspek
afektif (pembaca hasil terjemahan novel).
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya disertasi ini
kepada:
a) Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Solo yang
telah memberikan kesempatan belajar di universitas ini.
b) Prof. Dr. Ir. H. Ariffin, MS, selaku Rektor Universitas Trunojoyo Madura yang
telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan tugas belajar.
c) Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana yang telah
memberikan kesempatan menyelesaikan studi program doktor.
d) Prof. Dr. H. D. Edi Subroto, selaku Ketua Program S3 Linguistik yang telah
commit to user
viii
e) Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, selaku Sekretaris Program S3 Linguistik dan
promotor utama yang penuh ketelatenan dan kesabaran memberikan saran-saran
yang sangat berharga demi terselesaikannya disertasi ini.
f) Prof. Dr. Thomas Soemarno, M.Pd selaku promotor kedua yang penuh kesabaran
telah meluangkan waktunya dan memberikan pencerahan yang sangat berharga
demi terselesaikannya penulisan disertasi ini.
g) Prof. Drs. Nababan, M.Ed., MA., Ph.D, selaku pakar penerjemahan yang telah
memberikan masukan dan saran yang sangat berarti demi terselesaikannya
penulisan disertasi ini.
h) Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo, selaku pakar luar yang dengan sabar dan
ketulusan hati memberikan masukan yang sangat berharga terhadap kelancaran
disertasi ini.
i) Dr. Tri Wiratno, MA, yang telah memberikan masukan dan koreksi yang sangat
berarti di dalam penyempurnaan disertasi ini.
j) Drs. Arif Subiyanto, MA, selaku penerjemah novel The Highest Tide yang telah
bersedia diwawancarai dan memberikan keterangan panjang lebar mengenai novel
yang diterjemahkan.
k) Mas Adiloka dan Mas Sugeng Hariyanto, yang telah banyak membantu dalam
bertukar pikiran secara panjang lebar dan memberikan masukan yang cukup
commit to user
ix
l) Dr. Rochayah Machali dan Dr. Ludmilla Stern, selaku tentative advisors yang telah
banyak membantu menyediakan akses dan referensi di University of New South
Wales Australia.
m) Teman-teman di Fairmount St, Lakemba, New South Wales Australia, yang telah
membantu menyediakan akomodasi demi terselesaikannya disertasi ini.
n) Teman-teman s3, Mbah Wardi, Om Kir, Om Rudi, Mas Aris, Om Kanisulam, dan
Om Karsono yang dengan suka-duka menimba ilmu bersama-sama.
o) Segenap dosen Sastra Inggris Unijoyo yang telah mendorong agar disertasi
cepat-cepat terselesaikan.
p) Terkhusus buat istriku tercinta, Alfiah, yang dengan sabar menunggu hingga
terselesaikannya disertasi ini.
q) Pemerintah RI melalui Dirjen Dikti yang telah memberikan beasiswa BPPS dan
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
PEMERTAHANAN DISERTASI ii
PROMOTOR DAN KO-PROMOTOR iii
PENGESAHAN iv
PERNYATAAN v
MOTTO vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR BAGAN xvii
DAFTAR GAMBAR xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
DAFTAR SINGKATAN xx
ABSTRAK xxi
ABSTRACT xxiiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
commit to user
xi
1.3 Rumusan Masalah 11
1.4 Tujuan Penelitian 11
1.5 Manfaat Penelitian 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
DAN KERANGKA PIKIR 14
2.1Kajian Pustaka 14
2.2 Landasan Teori 21
2.2.1 Penerjemah 21
2.2.2 Proses Penerjemahan 25
2.2.3 Makna dan Gaya dalam Penerjemahan 32
2.2.3.1. Definisi Meaning, Denotation, Reference, dan Sense 33
2.2.3.2 Makna Literal dan Makna Figuratif 38
2.2.3.3 Jenis-jenis Makna dalam Penerjemahan 42
2.2.3.4 Gaya 48
2.2.4 Hakikat Susastra 55
2.2.4.1Novel 58
2.2.4.2Resume Novel The Highest Tide 63
2.2.4.3Bagian-bagian Substansi di dalam Novel The Highest Tide 66
2.2.4.3.1 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan dengan Budaya Materi 66
commit to user
xii
2.2.4.3.3 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan dengan Budaya Sosial 68
2.2.4.3.4 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan dengan Gaya Bahasa 71
2.2.5 Penerjemahan Novel 78
2.2.6 Teori Polisistem 86
2.2.7 Konsep Norma 89
2.2.8 Konsep Kesepadanan 94
2.2.9 Evaluasi Kualitas Terjemahan 103
2.2.10 Parameter Kualitas Terjemahan 108
2.2.11 Pendekatan Kritik Holistik 120
2.3 Kerangka Pikir 122
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 126
3.1 Strategi dan Jenis Penelitian 126
3.2 Sumber Data dan Jenis Data 128
3.3 Teknik Cuplikan 131
3.4 Teknik Pengumpulan Data 133
3.5 Validitas Data 137
3.6 Teknik Analisis Data 139
BAB IV SAJIAN DATA 148
4.1 Sajian Data 148
commit to user
xiii
4.1.1.1 Bagian-bagian Substansi di dalam Novel The Highest Tide 149
4.1.1.1.1 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan dengan Budaya Materi 150 4.1.1.1.2 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan denganIstilah Ekologi 151 4.1.1.1.3 Ungkapan-ungkapan yang berhubungan denganBudaya Sosial 154 4.1.1.1.4 Ungkapan-ungkapan yang Berhubungan dengan Gaya Bahasa 158 4.1.1.2 Jenis-jenis Makna dan Gaya di Dalam Penerjemahan Novel
The Highest Tide 160
4.1.1.2.1 Jenis-jenis Makna 161
4.1.1.2.1.1 Makna Leksikal 162
4.1.1.2.1.2 Makna Situasional atau Kontekstual 164
4.1.1.2.1.3 Makna Tekstual 167
4.1.1.2.1.4 Makna Sosiokultural 170
4.1.1.2.1.5 Makna Implisit 174
4.1.1.2.2 Gaya 177
4.1.1.2.2.1 Penggunaan Pilihan Kata 179
4.1.1.2.2.2 Penggunaan Ekspresi Idiomatik 182
4.1.1.2.2.3 Penggunaan Gaya Bahasa 185
4.1.1.2.2.4 Penggunaan Jenis Bahasa Tertentu 187
4.1.1.2.2.5 Penggunaan Tanda Baca 190
4.1.1.3 Kualitas Kesepadanan 193
4.1.1.3.1 Terjemahan Hampir Sempurna (THS) 195
commit to user
xiv
4.1.1.3.3 Terjemahan Baik (TB) 201
4.1.1.3.4 Terjemahan Cukup (TC) 205
4.1.1.3.5 Terjemahan Kurang (TK) 210
4.1.2 Deskripsi mengenai Penerjemah 213
4.1.2.1 Latar Belakang Penerjemah 213
4.1.2.2 Langkah-langkah Penerjemah dalam Menerjemahkan
Novel The Highest Tide 226
4.1.2.3 Strategi Penerjemah dalam Menerjemahkan Hal-hal yang
Khusus dalam Novel The Highest Tide 231
4.1.3 Pemahaman Pembaca 233
BAB V POKOK-POKOK TEMUAN DAN PEMBAHASAN 243
5.1 Pokok-pokok Temuan 243
5.2 Pembahasan 246
5.2.1 Kesepadanan Makna dan Gaya 246
5.2.2 Penerjemah 256
5.2.2.1 Persiapan 260
5.2.2.2 Menerjemahkan 264
5.2.2.3 Mengedit 270
5.2.3 Tanggapan Pembaca 276
commit to user
xv
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI TEMUAN, DAN REKOMENDASI 284
6.1 Simpulan 284
6.2 Implikasi Temuan 285
6.3 Rekomendasi 289
DAFTAR PUSTAKA 292
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Terjemahan (Rochayah, 2000) 113
Tabel 2.2 Skala dan Definisi Kualitas Terjemahan (Nababan, 2004) 114
Tabel 2.3 Skala Relevansi (Zhonggang, 2006) 117
Tabel 2.4 Kriteria Penilaian Terjemahan dalam Penelitian ini 119
Tabel 5.1: Rekapitulasi Makna dan Gaya di dalam Novel The Highest Tide
yang Mengandung Ungkapan-ungkapan Budaya Materi, Istilah
Ekologi, Budaya Sosial, dan Gaya Bahasa (N=115) 247
commit to user
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses Penerjemahan (Nida, 1975) 26
Bagan 2.2 Proses Penerjemahan (Nababan, 2003:25) 27
Bagan 2.3 Hubungan Sintakmatik 36
Bagan 2.4 Hubungan Paradigmatik 37
Bagan 2.5 Initial Norm 90
Bagan 2.6 Preliminary Norms 91
Bagan 2.7 Operational Norms 92
Bagan 2.8 Pendekatan Kritik Holistik (Sutopo, 2006:145) 121
Bagan 2.9 Kerangka Pikir 125
Bagan 3.1 Triangulasi Sumber 139
Bagan 3.2 Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006:120) 140
Bagan 5.1 Jenis-jenis Makna dalam Terjemahan Bagian-bagian Substansi
Novel The Highest Tide 248
Bagan 5.2 Parameter Gaya dalam Terjemahan Bagian-bagian Substansi
Novel The Highest Tide 249
commit to user
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Sea Star atau Starfish 153
Gambar 4.2 Trivial Pursuit 156
Gambar 4.3 Dolar Pasir 169
Gambar 4.4 The Easter Bunny, Santa, The Tooth Fairy 173
Gambar 4.5 Marlboro Man 174
Gambar 5.1 Outline Program TRADOS 2006 263
Gambar 5.2 Contoh Catatan Kaki Penerjemahan Novel HT 266
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a Data mengenai Budaya Materi 1
Lampiran 1b Data mengenai Istilah-istilah Ekologi 5
Lampiran 1c Data mengenai Budaya Sosial 9
Lampiran 1d Data mengenai Gaya Bahasa 29
Lampiran 2a Data Makna Leksikal di dalam Novel HT 43 Lampiran 2b Data Makna Situasional di dalam Novel HT 50
Lampiran 2c Data Makna Tekstual di dalam Novel HT 53 Lampiran 2d Data Makna Sosiokultural di dalam Novel HT 54 Lampiran 2e Data Makna Implisit di dalam Novel HT 83 Lampiran 3a Data Paramater Gaya: Penggunaan Pilihan Kata di dalam Novel HT 87 Lampiran 3b Data Paramater Gaya: Penggunaan Ekspresi Idiomatik di dalam Novel HT 114
Lampiran 3c Data Paramater Gaya: Penggunaan Gaya Bahasa di dalam Novel HT 123
Lampiran 3d Data Paramater Gaya: Penggunaan Bahasa Tertentu di dalam Novel HT 126
Lampiran 3e Data Paramater Gaya: Penggunaan Tanda Baca di dalam Novel HT 130
Lampiran 4a Data Terjemahan Hampir Sempurna (THS) Novel HT 111
Lampiran 4b Data Terjemahan Sangat Bagus (TSB) Novel HT 149
commit to user
xx
Lampiran 4d Data Terjemahan Cukup (TC) Novel HT 170
Lampiran 4e Data Terjemahan Kurang (TK) Novel HT 173
Lampiran 5 Kuesioner Pembaca 175
Lampiran 6a Kisi-kisi Format Wawancara dengan Penerjemah 177
Lampiran 6b Kisi-kisi Format Wawancara dengan Pakar Penerjemahan 179
Lampiran 7 Hasil Analisis Kuesioner 180
commit to user
xxi
DAFTAR SINGKATAN
Bb : Bab
Bsa : Bahasa Sasaran
Bsu : Bahasa Sumber
Chap : Chapter
Hal : Halaman
HT : The Highest Tide
Ind : Indonesia
Ing : Inggris
Pg : Page
PL : Pasang Laut
THS : Terjemahan Hampir Sempurna
Tsa : Teks Sasaran
TSB : Terjemahan Sangat Bagus
Tsu : Teks Sumber
TB : Terjemahan Baik
TC : Terjemahan Cukup
TK : Terjemahan Kurang
005.HT.Chap16.Pg117: Mengandung makna bahwa nomor urut data adalah 005 dan
data ini terdapat dalam novel HT (The Highest Tide) pada
Chapter 16 Page 117
PL.Bb16.Hal161 : Mengandung makna bahwa data ini terdapat dalam novel PL
commit to user
xxii
ABSTRAK
Masduki. T14036004. Kesepadanan Makna dan Gaya di dalam Novel The Highest Tide dan Terjemahannya: Pendekatan Kritik Holistik. Disertasi. Surakarta 2011. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Tim Pembimbing: Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana (Pembimbing I), Prof. Dr. Thomas Soemarno, M.Pd (Pembimbing II).
Penelitian ini mengkaji masalah utama mengenai kesepadanan makna dan gaya di dalam novel The Highest Tide (HT) dan terjemahannya. Analisis kesepadanan makna dan gaya ini difokuskan pada teks di dalam novel HT dan terjemahannya yang mengandung ungkapan-ungkapan budaya materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa. Penelitian ini dipaparkan secara holistik yang digali dari tiga faktor utama, yaitu faktor objektif (novel HT dan terjemahannya), faktor genetik (penerjemah novel HT), dan faktor afektif (pembaca novel HT).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan kritik holistik. Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: (1) dokumen berupa novel HT dan terjemahannya Pasang Laut (PL), (2) penerjemah novel HT, dan (3) pembaca buku terjemahan. Jenis data di dalam penelitian ini adalah: (1) kata-kata, frase-frase, atau kalimat-kalimat yang mengandung ungkapan-ungkapan: budaya materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa yang terdapat pada novel HT; dan (2) kata-kata, frase-frase, atau kalimat-kalimat dari jawaban kuesioner dan hasil wawancara dengan penerjemah novel, pakar
penerjemahan novel, dan para pembaca novel terjemahan. Sumber data yang dicuplik adalah sumber data afektif (para pembaca novel) dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik simak dan catat, kuesioner, dan wawancara mendalam, dengan teknik analisis model interaktif.
Pokok-pokok temuan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, jenis-jenis makna yang ditemukan di dalam penerjemahan ungkapan-ungkapan budaya materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa di dalam novel HT adalah makna leksikal (9,57%), situasional (4,35%), tekstual (1,74%), sosiokultural (70,43%), dan implisit (13,91%). Kedua, parameter gaya yang
digunakan yaitu berupa penggunaan pilihan kata (64,35%),ekspresi idiomatik (20%), gaya bahasa (1,74%), kata/ekspresi sesuai tipe teks (8,70%), dan tanda baca (6,96%).
commit to user
xxiii
profesional, teknis, dan instrumental. Keenam, strategi penerjemahan dilakukan dengan mengungkapkan konteks yang melingkupi kata atau frase yang akan diterjemahkan, membuat catatan kaki, menetralisir atau menaturalisasi kata, dan menciptakan sendiri kata atau frase yang sepadan. Ketujuh, menurut pakar penerjemahan, secara umum penerjemahan novel HTsangat baik karena teksnya mengalir lancar seperti bukan terjemahan dan cara penerjemah mengurangi atau menambahkan makna pada teks sasaran membuat hasil terjemahan lebih hidup.
Kedelapan, hasil dari sampel pembaca menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan terasa enak dibaca, mengalir dengan lancar, teks di dalam novel terjemahan sangat jelas, dan kata-kata yang digunakan sesuai dalam menyampaikan informasi di dalam novel terjemahan.
Berdasarkan pokok-pokok temuan dan pembahasan secara holistik, disimpulkan bahwa makna dan gaya ungkapan-ungkapan budaya materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa di dalam novel sumber The Highest Tide diterjemahkan ke dalam novel sasaran Pasang Laut dengan kualitas terjemahan baik (74,04%) dan berada sedikit di bawah kategori terjemahan sangat baik. Hasil
klasifikasi menunjukkan bahwa penggunaan makna sosiokultural dengan gaya berupa penggunaan berbagai pilihan kata di dalam teks sasaran sering muncul di dalam penerjemahan novel HT. Persentase tersebut tidak mengindikasikan dominasi atau superioritas, namun hanya menunjukkan tingkat keseringan kemunculan penggunaan makna dan gaya di dalam terjemahan novel HT. Kualitas terjemahan yang baik tersebut didukung oleh latar belakang akademik, pengalaman profesi penerjemah, strategi yang dilakukan penerjemah, pendapat pakar penerjemahan, dan pemahaman dari sampel pembaca. Namun demikian, terdapat kegagalan penerjemahan novel HT di dalam menjembatani perbedaan karakteristik bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yaitu ketidakajegan penerjemah di dalam menerjemahkan istilah-istilah khusus. Implikasi dari temuan penelitian ini adalah bahwa penerjemah novel yang profesional dengan latar belakang akademik yang baik dan pengalaman profesi yang kuat berdampak positif terhadap kualitas terjemahan yang dihasilkan dan kepandaian penerjemah di dalam mentransfer budaya bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia berdampak positif dan dapat dicontoh oleh penerjemah yang lain di dalam
commit to user
xxiv ABSTRACT
Masduki. T14036004. The Equivalence of Meaning and Style in The Novel The Highest Tide and Its Translation: Holistic Criticism Approach. Dissertation. Surakarta 2011. Postgraduate Program University of Sebelas Maret. Board of Advisors: Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana (Advisor I), Prof. Dr. Thomas
Soemarno, M.Pd (Advisor II).
This research investigated the equivalence of meaning and style in the novel The Highest Tide (HT) and its translation. Analysis on the equivalence of meaning and style was focused on specific features of the novel HT and its translation,
namely: (1) material culture, (2) ecological terms, (3) social culture, and (4) figures of speech. This research was taken holistically from three main factors, consisting of genetic factor (the translator of HT novel), objective factor (the HT novel and its translation), and affective factor (the reader of the novel translation).
This research constituted as qualitative descriptive study with the approach of holistic criticism. Sources of data applied in this research were: (1) the translator of the novel HT, (2) source texts of the novel HT and its translation Pasang Laut (PL), and (3) the readers of translation.Types of data used in this research were: (1) words, phrases, or sentences containing features: (1) material culture, (2) ecological terms, (3) social sulture, and (4) figures of speech in the novel HT; and 2) words, phrases, or sentences collected from questionnaire’s responses and in- depth interview of the translator, the expert, and the readers. Sources of data were sampled purposively.The data were collected using document analysis, questionnaire distribution, and in-depth interview, with the analysis technique of interactive model.
The findings of this research were: First, types of meaning realized in translating novel HT were lexical meaning (9,57% ), situational or contextual meaning (4,35%), textual meaning (1,74%), socio-cultural meaning (70,43%), and implicit meaning (13,91%). Second, styles realized in translating novel HT were the usage of choices of words (64,35%), of idiomatic expression (20%), of figure of speech (5,22%), of suitable words/expressions in target texts relevant to its type of text (8,70%), and of punctuation mark (1,74%). Third, quality of translation of the novel HT into PL viewed on criteria of translation quality assessment categorized in good translation with the score 61-75. Meanwhile, since there was no perfect
commit to user
xxv
specific terms in novel HT were to vouch for contexts of words or phrases being translated, create footnotes, neutralize or naturalize words being translated, and create his own equaivalent words. Seventh, according to the translation expert, in general the translation of the novel HT was very good, and the ways how the translator reduced or added meaning in target texts made the texts alive. Eighth, data from samples of readers showed that language used in novel translation was good to read, texts were very clear, and words used were relevant to convey information.
Based on research findings and the discussion, it can be concluded that meaning and style on specific features of the novel HT and its translation in terms of material culture, ecological terms, social culture, and figures of speech is in category of good translation. It is supported by the translator’s academic
background in translation study and applied linguistics, professional experience in translating, and strategies applied by the translator, the statement from the expert of translation, and the statement from the readers. Meanwhile, there is fruitlessness in translating the novel HT in bridging the characteristics differences of English language and bahasa Indonesia, namely the inconsistency of the translator in translating the specific terms. Implications from the research findings are that the professional novel translator having qualified academic background and experience in the field generates positive impact toward the translation quality and the capability of the translator in trasfering English culture into Bahasa Indonesia generates
commit to user
xxvi
KESEPADANAN MAKNA DAN GAYA
DI DALAM NOVEL
THE HIGHEST TIDE
DAN
TERJEMAHANNYA: PENDEKATAN KRITIK HOLISTIK
Oleh M a s d u k i NIM: T140306004
Disertasi ini telah direvisi sesuai masukan para Penguji dan disetujui untuk diajukan pada sidang senat terbuka terbatas.
Tim Penguji pada ujian tertutup:
1. Prof. Drs. Suranto, MSc., Ph.D (……….) (Ketua merangkap anggota)
2. Dr. Tri Wiratno, MA (……....……….) (Sekretaris merangkap anggota)
3. Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana (……….) (Anggota)
4. Prof. Dr. Thomas Soemarno, MPd (……….) (Anggota)
5.Prof. Dr. H. D. Edi Subroto (……….) (Anggota)
6. Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo (……….) (Anggota)
7. Prof. Drs. MR Nababan, MA., MEd., Ph.D (……….) (Anggota)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Linguistik S3
commit to user
xxvii
Kepada YTH:
Prof. Dr. Thomas Soemarno, M. Pd
d/a. Griyan RT 2 RW 10
Jl. Bangle no 4 Pajang Utara
Laweyan Solo
Pengirim:
Masduki
(Mahasiswa S3 Linguistik Penerjemahan UNS)
d/a. Perum Seruni C-5 Banyuajuh
commit to user
xxviii ISI POWER POINT
BAB I BAB II
Kajian Pustaka: Pen. relevan
Kesepadanan (Vinay &Darbelnet dan Jakobson) Makna (sumarno)
Gaya (Bolanos)
Bagian-bagian khas (Newmark) Pend. Kritik Holistik
commit to user
xxix BAB IV
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa menerjemahkan novel
tidaklah mudah. Seorang penerjemah novel diharapkan untuk memahami bahasa
sumber dengan sebaik-baiknya, karena pada dasarnya karya susastra lebih
mengandung unsur ekspresi pengarang dan kesan khusus yang ingin
ditimbulkannya terhadap si pembaca. Karya susastra juga mengandung
unsur-unsur emosional, efek keindahan kata dan ungkapan, efek keindahan bunyi,
dengan segala nuansa yang mengiringinya.
Penerjemahan karya susastra sebagai proses pengalihan pesan tidak hanya
melibatkan dua bahasa yang berbeda, yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran,
namun juga melibatkan kondisi sosiobudaya yang berbeda karena suatu teks
dalam penerjemahan berada dalam konteks sosiobudaya yang terkait dengan
bahasa sumber dan bahasa sasaran. Oleh karena itu, penerjemahan karya susastra
tidak bisa dilihat hanya sebagai upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke
teks bahasa lain. Faktor lain yang sangat dibutuhkan adalah adanya suatu
kompetensi mengenai suatu wacana untuk menghasilkan suatu terjemahan yang
benar secara sintaktik, tepat makna, memenuhi unsur kewajaran, keterbacaan, dan
secara sosial berterima di dalam suatu konteks yang didasari budaya. Apabila
yang diupayakan oleh seorang penerjemah adalah pengungkapan kembali pesan
commit to user
dengan teks sumber (Tsu), yaitu dua teks yang isi dan gayanya dapat dipahami
secara sama oleh penerima (pembaca) masing-masing teks dalam bahasa sumber
dan bahasa sasaran.
Sebuah terjemahan yang akurat tidak akan dapat memenuhi tujuan
praktisnya sebagai alat komunikasi antara penulis teks bahasa sumber dan
pembaca teks bahasa sasaran apabila terjemahan yang bersangkutan sulit
dipahami oleh pembaca, begitu pula bahwa sebuah terjemahan yang mudah
dipahami bukanlah terjemahan yang baik apabila pesannya menyimpang dari
pesan teks bahasa sumber. Oleh sebab itu penerjemah karya susastra perlu
mempunyai pengetahuan yang luas tentang latar belakang sosiokultural dari
bahasa sumber tersebut, memiliki pengetahuan dan kualitas khusus (kesusastraan
dan estetika, dan artistika kebahasaan), harus dapat mengidentifikasi unsur-unsur
susastra dan memiliki pemahaman budaya dan nilai-nilai karya susastra yang
diterjemahkan, serta memahami karya susastra secara menyeluruh.
Di dalam menerjemahkan karya susastra, penerjemah perlu memahami
karya itu secara keseluruhan dan harus mengetahui konsep-konsep dasar karya
susastra dan analisis karya susastra (Suryawinata, 1982:85). Konsep dasar karya
susastra adalah bahwa karya susastra sebaiknya dipandang dari fungsinya sebagai
komunikasi. Dengan demikian, karya susastra dilihat sebagai suatu wacana, yaitu
sebagai suatu keutuhan yang mengandung informasi, amanat, ekspresi pengarang,
dan juga unsur fiksi. Kesemua unsur tersebut diserap dan dihayati di dalam
kehidupan dan pengalaman pengarang yang kemudian disusun dan dijalin dengan
commit to user
menggunakan bahasa yang sederhana, segar, tepat, dan hidup sehingga karya yang
dihasilkan tidak membosankan, dapat mengemukakan secara jelas apa yang
dimaksud oleh pengarang sehingga pembaca dapat memahami makna dan pesan
yang diinginkan, dan juga dapat menciptakan suasana yang diinginkan dengan
cara memakai idiom yang sesuai, register yang sesuai, dan pemakaian bahasa
yang benar-benar dapat menggambarkan watak dan kelas sosial. Kesemua unsur
tersebut saling terkait di dalam teks secara keseluruhan. Di samping itu, secara
praktis yang dibutuhkan seorang penerjemah karya susastra bukanlah untuk
mendalami kritik susastra sebagai disiplin ilmu untuk kemudian menjadi seorang
kritikus susastra, namun untuk menginterpretasikan suatu karya susastra dengan
lebih baik dan menyeluruh. Oleh karena itu, yang diperlukan oleh seorang
penerjemah karya susastra adalah pendekatan analisis yang lebih praktis untuk
tujuan pemahaman yang komprehensif dan memadai untuk digunakan di dalam
menerjemahkan nantinya.
Suparman (2003: 142) menjelaskan bahwa di dalam menerjemahkan karya
susastra, misalnya novel bahasa Inggris, penerjemah membaca novel tersebut
secara tuntas dari awal hingga akhir dengan maksud untuk menangkap ide global
dan aspek-aspek yang ada dalam novel tersebut. Bentuk dan jenis kalimat dalam
novel dapat menunjukkan keadaan isi cerita. Pengarang novel sengaja
menuangkan ide-idenya dalam novel dengan kalimat sederhana dan pendek pada
halaman-halaman awal. Pada halaman-halaman tengah, kalimat cenderung lebih
panjang dan kompleks yang mencerminkan bahwa cerita itu mulai problematik
commit to user
menunjukkan masalah yang cukup rumit dengan kalimat yang rumit juga. Dengan
demikian, kalimat cenderung sulit dipahami sebagaimana sulitnya memahami
permasalahan yang ditimbulkan. Pengarang sengaja menggunakan komposisi
kalimat semacam itu untuk merefleksikan bahwa sederhana-rumitnya kalimat
yang dipakai mencerminkan ide cerita.
Menerjemahkan karya susastra, dalam hal ini adalah novel, tidak
dilakukan secara kata per kata, yang secara sepintas enak dibaca, tetapi secara
keseluruhan tidak membawa pesan seperti yang diamanatkan oleh naskah aslinya.
Suatu kalimat di dalam novel tidak sekadar ujaran yang berdiri sendiri, namun
berfungsi sebagai petunjuk akan hadirnya ide-ide yang akan menyusul
(Basnett-McGuire,1980). Apabila penerjemah hanya menerjemahkan kata-kata tersebut
sebagai kata-kata yang berdiri sendiri dan hanya berdasarkan makna dalam setiap
kalimat saja, maka hasil terjemahannya akan terasa dangkal dan kehilangan
keseluruhan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang aslinya kepada para
pembacanya.
Di dalam menerjemahkan novel, sangat mungkin penerjemah menemukan
kesulitan-kesulitan, baik kesulitan dalam aspek budaya, misalnya kesulitan
penerjemah dalam mencari padanan istilah yang berkaitan dengan materi dan
peristiwa budaya, kesulitan dalam aspek susastra, misalnya penerjemahan
karakterisasi tokoh yang sepadan dengan keadaan masyarakat pembaca novel
penerjemahan, maupun juga kesulitan dalam aspek kebahasaan, misalnya dalam
commit to user
Untuk tujuan penelitian ini, peneliti mengkaji sebuah novel yang berjudul
The Highest Tide karya Jim Lynch (2005) yang telah diterjemahkan oleh Arif
Subiyanto. Novel tersebut diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada bulan
Februari 2007 dengan ukuran buku 13.5 x 20 cm dan tebal 328 halaman. Novel
tersebut menarik perhatian peneliti untuk dianalisis karena novel tersebut
merupakan pemenang Pacific Northwest Booksellers Book Award 2006 dan telah
dipublikasikan sehingga menjadi konsumsi publik. Novel The Highest Tide karya
Jim Lynch ini merupakan novel yang ditulis belum lama (tahun 2005) dan
diterjemahkan dalam kurun waktu yang relatif masih baru (tahun 2007) sehingga
bahasa yang digunakan baik dalam bahasa sumber maupun bahasa sasaran adalah
bahasa saat ini, dan novel The Highest Tide ini merupakan sumber data penelitian
yang dianggap sangat bermanfaat untuk menjawab semua permasalahan yang
sudah dirumuskan dan target yang ingin dicapai oleh peneliti.
Novel The Highest Tide ini mengisahkan dua minggu musim panas
dalam kehidupan Miles O’Malley, sang protagonis sekaligus narator yang berusia
hampir empat belas tahun. Dua minggu ini menjadi begitu berarti dengan
sejumlah kejadian yang saling bersilang-sengkarut dalam kehidupan Miles.
Di dalam novel tersebut, penulis novel tidak hanya ingin menyampaikan
kepeduliannya kepada lingkungan setelah melihat penemuan sebuah ikan aneh di
dekat tempat tinggalnya, namun dia juga memberi porsi yang cukup untuk
bagian-bagian lain yang mempengaruhi kehidupan seorang remaja seperti keluarga, hobi,
pertemanan, dan problem seputar pubertas. Dengan dua hal itu, pembaca pun
commit to user
mengasyikkan dan seringkali memaksa pembaca tertawa-tawa sendiri. Dalam
kaitannya dengan kepedulian lingkungan si penulis, di sini Miles digambarkan
sebagai anak yang sangat paham tentang isi laut karena kegemarannya membaca
buku-buku biologi laut Rachel Carson. Begitu bagusnya pemahaman Miles O’
Malley tentang perilaku makhluk laut, sampai-sampai Profesor Kramer
mengatakan “kau membuat ilmuwan dan orang-orang lain tampak bodoh”. Maka,
tidaklah berlebihan jika dikatakan di sampul belakang bahwa buku ini
memperluas wawasan kita tentang dunia kelautan.
Beberapa pemilihan diksi yang dilakukan penerjemah di dalam
menerjemahkan novel The Highest Tide tercermin dalam beberapa contoh
penerjemahan dari Tsu ke dalam Tsa berikut:
(a) Tsu: The G-spot, Squid Boy.(page 30)
Tsa: G-spot, Dasar anak sotong! (halaman 45)
(b) Tsu: Angie sang in a band called “L.O.C.O.” You couldn’t call it “Loco” for some reasons. (page 18)
Tsa: Angie pernah menjadi vokalis untuk band bernama “L.O.C.O.” Entah kenapa bukan “Loco” saja. (halaman 31)
(c) Tsu: Part of the fuss had to be my appearance. I was a pink-skinned, four-foot-eight, seventy-eight-pound soprano. I came off as an innocent nine-year-old even though I was an increasingly horny, speed-reading thirteen-year-old insomniac.(page 2)
Tsa: Kehebohan itu sebagian dipicu oleh penampilanku. Aku hanyalah bocah lelaki dengan kulit kemerahan, tinggi satu meter empat puluh enam, berat tiga puluh sembilan kilo, dan suaraku melengking. Penampilanku mirip bocah sembilan tahun yang masih polos, padahal sebenarnya aku sudah remaja, penderita insomnia tiga belas tahun yang mulai berahi dan kutu buku yang keranjingan membaca. (halaman 9).
Di dalam contoh penerjemahan novel tersebut dapat dilihat bahwa :
commit to user
istilah yang berhubungan dengan kebiasaan serta pemahaman sosiokultural yang
muncul dalam cerita, yaitu dengan sebutan ‘dasar anak sotong’. Padanan makna
dari sebutan di atas sudah tepat dan berterima. Namun padanan gaya, dalam hal
ini adalah padanan struktur kalimat mengalami perubahan, yaitu dari sebuah frasa
dalam Tsu berubah menjadi kalimat eliptik dalam teks terjemahannya. Perubahan
ini mungkin dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan, yaitu sekali pun
dimungkinkan adanya terjemahan harfiah menurut struktur gramatikal,
padanannya tidak wajar atau kaku dalam bahasa sasaran.
(b) Penerjemah menerjemahkan kata-kata khusus dalam Tsu (misalnya nama
tertentu seperti loco) dengan padanan makna dan gaya yang tetap ke dalam bahasa
dan budaya sasaran yaitu loco.
(c) Penerjemahan tokoh atau karakter di dalam teks novel asli di atas ke dalam
karakterisasi yang disesuaikan dengan masyarakat pembaca novel terjemahan
mengalami perbedaan, misalnya kulit badan tokoh pink-skinned diterjemahkan
menjadi kulit kemerahan. Dalam bidang warna, pink memiliki makna yang
berbeda dengan kemerahan. Warna pink terbentuk dari perpaduan antara warna
merah dengan warna putih, sementara kemerahan merujuk pada objek yang
mengarah ke atau menjadi merah. Padanan ini akan menjadi lebih berterima
seandainya kata pink diterjemahkan dengan merah muda. Selain itu, kalimat I was
a pink-skinned juga memiliki efek yang berbeda dengan kalimat aku hanyalah
bocah lelaki dengan kulit kemerahan. Kata was di dalam kalimat sumber memiliki
makna yang berbeda dengan kata hanyalah di dalam kalimat sasaran. Penerjemah
commit to user
mengenai tinggi badan four-foot-eight di dalam kalimat sumber menjadi satu
meter empat puluh enam, berat badan tokoh seventy-eight-pound menjadi tiga
puluh sembilan kilodi dalam kalimat sasaran sudah benar dan berterima.
Padanan istilah yang berhubungan dengan kebiasaan serta pemahaman
sosiokultural yang muncul dalam cerita, kata-kata khusus yang ada dalam Tsu,
dan gaya yang muncul di dalam contoh di atas dan juga di dalam keseluruhan teks
novel The Highest Tide perlu dikaji lebih mendalam, hal ini dimaksudkan untuk
mencari hubungan padanan makna dan gaya antara Tsu dan Tsa, apakah padanan
makna dan gaya antara Tsu dan Tsa tersebut untuk memenuhi tuntutan kewajaran
atau dipaksakan oleh penerjemah yang disebabkan kekurangpahaman terhadap
kedua bahasa.
Hal ini menarik untuk diteliti, karena analisis penerjemahan novel yang
didasarkan pada analisis karya terjemahan semata dapat diduga bahwa kualitas
terjemahan yang dihasilkan tidak akan memberikan pemahaman yang mendalam
dan menyeluruh, hal ini karena karya terjemahan dihasilkan melalui suatu proses
penerjemahan dan baik-tidaknya karya terjemahan sangat tergantung pada
kompetensi dan strategi penerjemah dalam melakukan proses penerjemahan, dan
penerjemah adalah pelaku utama (main agent) proses penerjemahan, karenanya
pembuatan keputusan penerjemah sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan
kompetensinya. Dengan kata lain, penelitian penerjemahan haruslah dipandang
secara menyeluruh (holistik) yang meliputi latar belakang dan kompetensi
penerjemah, produk yang dihasilkan, dan tanggapan pembaca terhadap produk
commit to user
1.2 Pembatasan Masalah
Dengan bertitik tolak pada latar belakang di atas dan untuk menghasilkan
pemahaman masalah secara lebih mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada
kualitas terjemahan novel The Highest Tide (HT) ke dalam novel Pasang Laut
(PL) dengan analisis penerjemahan yang melibatkan kesepadanan antara Tsu dan
Tsa (faktor objektif), penerjemah (faktor genetik), dan pembaca terjemahan
(faktor afektif).
a) Kesepadanan antara Tsu dan Tsa sebagai faktor objektif dibatasi pada
kesepadanan makna (leksikal, situasional, tekstual, sosiokultural, dan/atau
implisit) antara tsu dan tsa yang berhubungan dengan penerjemahan
bagian-bagian substansi di dalam novel HT, yaitu: (1) budaya materi, (2) istilah
ekologi, (3) budaya sosial, dan (4) gaya bahasa ; dan kesepadanan gaya yang
meliputi: pilihan kata, ekspresi idiomatik, gaya bahasa, jenis kata/struktur
kata tertentu, dan tanda baca yang digunakan dalam tsu dan tsa. Sedangkan
kualitas terjemahan dikategorikan berdasarkan: terjemahan hampir sempurna,
terjemahan sangat bagus, terjemahan baik, terjemahan cukup, dan terjemahan
kurang.
b) Penerjemah sebagai faktor genetik dibatasi pada masalah latar belakang
penerjemah, langkah-langkah penerjemah dalam menerjemahkan novel HT,
dan strategi penerjemah dalam menerjemahkan bagian-bagian yang khas
dalam novel HT. Penerjemah yang dimaksud adalah penerjemah profesional
commit to user
c) Pembaca sebagai faktor afektif dibatasi pada pemahaman pembaca terhadap
kualitas terjemahan yang dihasilkan, yaitu novel terjemahan Pasang Laut.
Pemahaman pembaca ini dilandasi dengan pertimbangan bahwa pemahaman
terhadap sebuah teks dapat diukur secara empirik,yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks yang diterjemahkan.
Peneliti menyadari bahwa di dalam menganalisis penerjemahan suatu
novel haruslah dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain:
kepribadian penerjemah, latar belakang sosial dan budaya penerjemah, dan
berbagai peristiwa di sekitar penerjemah yang berkaitan dengan proses
penerjemahan. Namun dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh
peneliti, beberapa aspek tersebut tidak diteliti. Di samping itu, peneliti tidak
meneliti secara satu per satu kata yang terdapat di dalam novel sumber dan
terjemahannya, namun dibatasi pada analisis penerjemahan bagian-bagian yang
khas yang terdapat di dalam novel. Pembatasan ini selain pertimbangan
keterbatasan waktu, juga dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman masalah
secara lebih khusus dan mendalam, yaitu tidak meneliti terjemahan novel secara
harfiah dan umum saja, namun lebih pada bagian-bagian yang khas atau khusus di
commit to user
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Bagaimanakah kesepadanan makna dan gaya ungkapan-ungkapan budaya
materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa di dalam novel The
Highest Tide dan terjemahannya?
b) Bagaimanakah latar belakang penerjemah dan keterkaitannya dengan
kualitas terjemahan yang dihasilkan?
c) Bagaimanakah pemahaman pembaca dan keterkaitannya dengan kualitas
terjemahan yang dihasilkan?
1.4Tujuan Penelitian
(a) Menganalisis dan mengevaluasi kesepadanan makna dan gaya
ungkapan-ungkapan budaya materi, istilah ekologi, budaya sosial, dan gaya bahasa di
dalam novel The Highest Tide dan terjemahannya.
(b) Menjelaskan dan menganalisis latar belakang penerjemah dan keterkaitannya
dengan kualitas terjemahan yang dihasilkan.
(c) Menganalisis dan mengevaluasi pemahaman pembaca dan keterkaitannya
commit to user
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun praktis.
1.5.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:
(a) Masukan berupa konsep teori yang berhubungan dengan kesepadanan
makna dan gaya ungkapan-ungkapan budaya materi, istilah ekologi, budaya
sosial, dan gaya bahasa antara Tsu dan Tsa.
(b) Kontribusi pemikiran bagi penelitian penerjemahan novel dengan
mempertimbangkan bahwa kualitas penerjemahan novel yang baik
dipengaruhi oleh kualitas penerjemah, yaitu penerjemah yang memiliki latar
belakang akademik bidang penerjemahan, pengalaman profesi penerjemahan,
beragam karya terjemahan, dan pemahaman pembaca novel terjemahan.
(c) Kontribusi pemikiran atau gagasan yang berkaitan dengan penerjemahan
novel dengan mempertimbangkan bahwa proses penerjemahan tidak hanya
menggunakan kompetensi profesional dan teknis saja, namun juga
kompetensi instrumental, dan proses penerjemahan tidak hanya pada makna
saja, tetapi juga gaya dengan memperhatikan bahwa pencarian padanan
makna tanpa penerjemahan gaya yang sesuai akan menghasilkan terjemahan
commit to user
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan:
(a) Sebagai masukan operasional bagi penerjemah mengenai masalah
kesepadanan dalam penerjemahan Tsu sebuah novel ke dalam Tsa sebuah
novel. Penerjemah dapat mempergunakan hasil penelitian ini sebagai
landasan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas terjemahan di
bidang susastra, khususnya penerjemahan novel.
(b) Memberi rangsangan bagi para peneliti lain untuk melakukan penelitian
sejenis, misalnya mengkaji proses decision-making dalam proses
menerjemahkan karya terjemahan novel, mengkaji strategi yang paling
mungkin digunakan dalam menerjemahkan karya terjemahan non-literer, dan
sebagainya.
(c) Sebagai referensi di bidang penerjemahan susatra, khususnya novel, sehingga
dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa yang mendalami bidang
penerjemahan untuk pengembangan dan perbaikan penerjemahan novel
khususnya tentang kesepadanan makna dan gaya antara Tsu dan Tsa yang
commit to user
commit to user
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian penerjemahan haruslah dilakukan secara menyeluruh (holistik),
yaitu yang melibatkan faktor genetik, faktor objektif, dan faktor afektif. Namun
demikian, beberapa penelitian penerjemahan, khususnya kesepadanan makna dan
gaya pada bagian-bagian khas karya susastra novel sejauh ini masih belum
dilakukan secara ekstensif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan
memiliki relevansi dengan permasalahan yang diteliti di dalam penelitian ini
dipaparkan lebih lanjut di bawah ini. Beberapa penelitian mengenai novel ataupun
mengenai penerjemahan, namun tidak memiliki keterkaitan dengan analisis
penerjemahan secara holistik, maka beberapa penelitian tersebut tidak dipaparkan.
Di dalam bahasa Indonesia, beberapa penelitian penerjemahan secara
holistik yang melibatkan faktor genetik, objektif, dan afektif yang dapat
ditemukan sejauh ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nababan, dkk. (2004),
Martha Budianto (2007), dan AP. Sudarno (2008). Penelitian oleh Nababan, dkk.
(2004) dengan judul Keterkaitan Antara Latar Belakang Penerjemah dengan
Proses Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Penerjemah
Profesional di Surakarta) merupakan penelitian penerjemahan secara holistik
yang melibatkan tiga aspek penting dalam penelitian, yaitu aspek genetik
commit to user
afektif (pembaca teks bahasa sasaran). Ketiga aspek tersebut saling terkait satu
sama lain. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa para penerjemah
memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai untuk menjadi
penerjemah, pengetahuan mereka tentang konsep dan proses penerjemahan sangat
memadai, dan beberapa hasil terjemahan sudah tergolong terjemahan yang
berkualitas dengan indikator bahwa pesan yang disampaikan sudah cukup akurat
dan teks terjemahan mudah dipahami oleh pembaca.
Penelitian oleh Martha Budianto (2007) dengan judul Kajian
Penerjemahan Film (Subtitling) berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia
(Sebuah Studi Kebijakan) juga melibatkan tiga aspek penting dalam penelitian
kualitatifnya, yaitu aspek genetik (bersumber pada penerjemah film), aspek
objektif (dialog film bahasa sumber ke teks film bahasa sasaran), dan aspek
afektif (pengamat terjemahan film). Ketiga aspek tersebut saling terkait satu sama
lain. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa secara umum proses subtitling
yang selama ini diterapkan di Indonesia sudah benar. Proses subtitling dibagi ke
dalam tiga tahap, yaitu proses persiapan, proses penerjemahan, dan proses
penyelarasan. Di dalam penelitian tersebut ditemukan beberapa kesulitan, yaitu
kesulitan teknis dan strategi untuk mengatasinya, kesulitan karena budaya bahasa
sumber yang berbeda dengan budaya bahasa sasaran, kesulitan karena kompetensi
penerjemah film, dan keterbatasan subtitles.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh AP. Sudarno (2008)
dengan judul Evaluasi Terjemahan Buku-buku Teks di Bidang Rancang Bangun.
commit to user
dan kesepadanan hasil terjemahan dari buku-buku teks bahasa sumber ke dalam
terjemahan bahasa Indonesia, mendeskripsikan dan mengklasifikasikan penilaian
hasil terjemahan yang digolongkan tepat, tepat tetapi masih memerlukan
perbaikan, tidak tepat, serta menerangkan sebab-sebab terjadinya terjemahan yang
dianggap tidak tepat. Di dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa hasil
penerjemahan pada frase-frase pada kalimat tunggal dan majemuk ada yang tepat,
ada yang tepat tetapi masih memerlukan perbaikan susunan dan ada yang tidak
tepat. Pada frase-frase yang bukan istilah teknik biasanya penerjemahannya sudah
tepat tetapi pada frase yang di dalamnya terkandung istilah teknik,
frase-frase tersebut diterjemahkan kurang tepat. Hal ini disebabkan karena penerjemah
tidak melibatkan pakar teknik atau pakar yang membidangi ilmu tersebut, terdapat
kesalahan terjemahan dalam tataran kalimat dari buku yang diterjemahkan, pada
tataran kalimat yang banyak terjadi kesalahan adalah pada kalimat majemuk dan
kompleks karena kalimat tersebut terdiri dari banyak klausa, tiga atau lebih yang
hubungan antar klausanya satu dengan yang lain sangat rumit sehingga sulit
diterjemahkan; dan istilah-istilah teknik yang khas banyak terdapat dalam
buku-buku tersebut dan kadang-kadang sulit dicarikan padanannya dalam bahasa
Indonesia.
Penelitian-penelitian di atas, setelah diamati secara seksama, memberikan
gambaran dan memiliki keterkaitan dengan penelitian di dalam disertasi ini,
utamanya mengenai kualitas hasil terjemahan dengan melibatkan aspek-aspek
penting di dalam penelitian penerjemahan secara holistik, yaitu yang melibatkan
commit to user
demikian, masing-masing penelitian di atas memiliki ranah tersendiri. Penelitian
yang dilakukan oleh Nababan, dkk. (2004) lebih memfokuskan pada analisis
kualitas penerjemahan teks bahasa, penelitian yang dilakukan oleh Martha
Budianto (2007) lebih menitikberatkan pada analisis penerjemahan film,
sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh AP. Sudarno (2008) lebih
mengarah pada evaluasi ketepatan dan kesepadanan hasil terjemahan buku-buku
ilmiah. Ketiga penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang disajikan di
dalam disertasi ini. Penelitian di dalam disertasi ini lebih menitikberatkan pada
analisis penerjemahan novel secara holistik yang melibatkan aspek genetik,
objektif, dan afektif.
Sementara itu, di dalam bahasa Inggris, beberapa penelitian penerjemahan
yang berhubungan dengan penelitian di dalam disertasi ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Qusai Anwer Aldebyan (2008), Caixia Yang (2010), dan Xu
Minhui (2010). Penelitian oleh Qusai Anwer Aldebyan (2008) dengan judul
Strategies for Translating Arabic Cultural Makers into English: A Foreignizing
Approach berusaha untuk mengeksplorasi strategi penerjemahan yang digunakan
di dalam menerjemahkan budaya dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris,
mengeksplorasi pengaruh penggunaan strategi penerjemahan domesticating dan
foreignizing terhadap kualitas terjemahan, dan mengeksplorasi penerjemahan dari
perspektif budaya dan etnografi. Korpus dari penelitian ini diambilkan dari enam
novel bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menerjemahkan budaya adalah
commit to user
terjadi antara dua bahasa yang secara linguistik dan budaya berbeda. Strategi
penerjemahan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan budaya tersebut
adalah dengan menggunakan prosedur komparatif, yaitu masalah-masalah di
dalam penerjemahan terlebih dahulu dibahas dan dinalisis dari berbagai perspektif
(semantik, pragmatik, studi budaya, sosiolinguistik, teori susastra, dsb).
Kemudian, kedua Tsu dan teks terjemahan dideskripsikan secara kontekstual,
semantik, komunikatif, dan estetik sebelum kedua teks tersebut dibandingkan dan
dievaluasi. Langkah selanjutnya adalah membandingkan kedua teks tersebut
untuk melihat apakah kedua teks tersebut sepadanan atau tidak. Strategi
penerjemahan domesticating tidak cocok untuk menerjemahkan budaya, karena
strategi ini mengarah pada hilangnya informasi sumber, penyimpangan fakta dan
kebenaran, dan misrepresentasi nilai budaya. Penerjemahan budaya yang paling
berhasil adalah dengan menggunakan strategi penerjemahan foreignizing, karena
strategi ini membantu memelihara identitas Tsu dan menjaganya sedekat mungkin
dengan teks aslinya. Foreignizing juga mampu memberikan informasi penting dan
rinci di dalam memperkenalkan kepada pembaca sasaran mengenai budaya,
masyarakat, dan sastra sumber. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
penerjemahan memainkan peranan yang sangat penting di dalam representasi dan
misrepresentasi budaya.
Penelitian oleh Caixia Yang (2010) dengan judul Strategies of
Transmitting English Cultural Elements into Chinese: Reflexion on E-C Literary
Translation in China berusaha mengeksplorasi strategi unsur-unsur budaya bahasa
Inggris-commit to user
Cina. Penelitian tersebut didasari pemikiran bahwa di dalam konteks globalisasi
kesadaran untuk saling memahami perbedaan budaya sangat penting dan bahwa
penerjemahan susastra sebagai alat pengalihan informasi budaya memainkan
peranan yang sangat diperlukan di dalam meningkatkan toleransi dan apresiasi
terhadap suatu perbedaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang penerjemah seharusnya
memiliki kepekaan dan memberikan perhatian yang lebih di dalam memetakan
perbedaan budaya di dalam konteks budaya Inggris dan Cina, dan menyampaikan
perbedaan-perbedaan tersebut baik yang kelihatan maupun tidak ke dalam teks
yang diterjemahkan. Penerjemah harus mampu mengenali unsur-unsur budaya di
dalam teks aslinya dan mentransfer informasi budaya dengan akurat dan tepat
dengan menggunakan strategi-strategi yang paling memungkinkan. Strategi yang
dapat digunakan untuk menerjemahkan budaya Inggris-Cina adalah dengan
memasukkan informasi budaya yang relevan ke dalam teks yang diterjemahkan
dan mengalihkannya secara alami, yaitu dengan ekspresi yang tidak kaku dan
informasi yang tidak berlebihan dan menggunakan catatan kaki untuk
mendapatkan hasil yang sepadan.
Penelitian oleh Xu Minhui (2010) dengan judul On Scholar Translators in
Literary Translation: A Case Study of Kinkley’s translation of “Biancheng”
berusaha membahas lebih dalam hasil terjemahan novel melalui tiga perspektif,
yaitu: posisi bahasa sumber dan bahasa sasaran (Cina dan Inggris), posisi penulis
(Shen Congwen), dan posisi penerjemah (Jeffrey Kinkley). Penelitian ini
commit to user
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris Border Town oleh Jeffrey Kinkley,
seorang profesor di St. John’s University di Amerika. Di dalam menerjemahkan
novel Biancheng, Kinkley berusaha menunjukkan sebanyak mungkin ekspresi
unik atau khusus bahasa Cina yang ada di dalam teks sumber dengan cara
memberikan penjelasan yang lengkap yang tersirat di dalam ekspresi tersebut.
Kinkley juga memberikan banyak catatan kaki untuk memberikan informasi yang
berhubungan dengan sejarah dan budaya yang ada di dalam teks sumber. Strategi
tersebut disebut dengan in-text explications dan out-text endnotes.
Hasil penelitian oleh Minhui menunjukkan bahwa karya susastra Cina
(Tsu) dan Inggris (Tsa) memiliki posisi yang berbeda. Karya susastra Cina
memiliki posisi yang marjinal di bidang susastra dunia, sedangkan karya susastra
Inggris memiliki kekuatan yang sangat dominan terhadap karya dari berbagai
bahasa di seluruh dunia. Posisi yang berbeda tersebut memberikan hipotesis
terhadap ketidaksepadanan struktur kedua bahasa dan menyiratkan bahwa
terjemahan dari bahasa Cina ke dalam bahasa Inggris dilakukan berdasarkan
norma yang mengatur penerjemahan dari bahasa yang terdominasi ke dalam
bahasa yang mendominasi. Hasil lain adalah bahwa semakin tinggi latar belakang
seorang penerjemah, maka hasil terjemahannya akan semakin berorientasi pada
teks sumber dan sekali suatu teks dipilih untuk diterjemahkan, maka posisi
penerjemah memiliki kekuatan yang sangat menentukan.
Penelitian-penelitian di atas, sepanjang pengamatan peneliti, tidak meneliti
penerjemahan novel secara holistik namun masih memiliki relevansi dengan
commit to user
Aldebyan (2008) lebih menekankan pada analisis karya terjemahan novel (aspek
objektif) saja, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yang (2010) dan Minhui
(2010) lebih menekankan pada aspek genetik, yaitu memberikan gambaran
analisis hanya pada posisi seorang penerjemah dan strategi yang digunakan di
dalam menerjemahkan novel. Untuk itu, diperlukan lagi penelitian yang lebih
menyeluruh untuk melihat kualitas penerjemahan novel, yaitu penelitian novel
yang diarahkan pada analisis karya terjemahan novel (aspek objektif), penerjemah
novel (aspek genetik), dan pembaca novel (aspek afektif), sebagaimana yang
dieksplorasi di dalam disertasi ini.
2.2 Landasan Teori
Di dalam subbab ini diuraikan secara rinci mengenai teori-teori yang
melandasi dan memberikan kerangka di dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut
meliputi penerjemah, proses penerjemahan, makna dan gaya dalam penerjemahan,
hakikat susastra, penerjemahan novel, teori polisistem, konsep norma, konsep
kesepadanan, evaluasi kualitas terjemahan, parameter kualitas terjemahan, dan
pendekatan kritik holistik.
2.2.1 Penerjemah
Secara sederhana definisi penerjemah adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk mengalihkan pesan tertulis dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa
sasaran (Bsa). Dengan kata lain bahwa menerjemahkan melibatkan dua bahasa
commit to user
hanya sekadar alih kode tetapi juga sebuah profesi yang memerlukan pendidikan
dan pelatihan pada tingkat lanjutan.
Di dalam penerjemahan susastra, penerjemah susastra adalah orang yang
sangat memperhatikan terhadap penerjemahan teks-teks susastra (Kolawole, dkk,
2008:1). Seorang penerjemah susastra secara umum menerjemahkan suatu teks
dengan tulisan yang indah dengan memperhatikan bahasa, bentuk, dan isi teks
(Newmark: 1988:1). Penerjemah karya susastra berperan aktif dalam kegiatan
kreatif penulis dan kemudian menciptakan struktur kalimat dan tanda dengan cara
menyesuaikan teks dalam Bsa dengan teks dalam Bsu sedekat mungkin.
Penerjemah perlu memikirkan dengan mendalam mengenai kualitas teks susastra
yang diterjemahkan dan keberterimaannya dengan pembaca sasaran.
Menurut Nababan (2004:31), seorang penerjemah yang menekuni
pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam penerjemah berdasarkan (1) keahlian,
(2) proses pemahaman dan pemroduksian teks, (3) status profesi, dan (4) sifat
pekerjaan sehari-hari penerjemah.
Nababan (2004:31) menggolongkan penerjemah berdasarkan keahliannya
menjadi lima tipe penerjemah, yaitu penerjemah pemula, penerjemah lanjutan,
penerjemah kompeten, penerjemah mahir, dan penerjemah ahli. Penerjemah,
dilihat dari sudut pandang cara mereka memahami dan menghasilkan teks, dapat
dibagi menjadi associate translator, subordinated translator, compound
translator dan coordinated translator. Keempat jenis penerjemah tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) Associate translator adalah penerjemah yang
commit to user
dari bahasa sumber ke unsur-unsur leksikal bahasa sasaran. Karena proses ini
didasarkan sepenuhnya pada unsur-unsur kebahasaan dan tidak
menghubungkannya dengan proses mental, maka jenis penerjemahan ini tidak
merepresentasikan keseluruhan proses penerjemahan, (2) Subordinated translator
yaitu penerjemah yang menerjemahkan dengan menghubungkan proses mental
hanya dengan salah satu dari dua bahasa, proses yang dilibatkan di sini adalah
menghubungkan unsur-unsur leksikal salah satu bahasa ke unsur-unsur leksikal
bahasa yang lain dan kemudian menghubungkannya dengan proses mental,
(3) Compound translator yaitu penerjemah yang menghubungkan unsur-unsur
leksikal salah satu bahasa dengan repertoir tunggal proses mental dan darinya
hubungan dengan unsur-unsur leksikal dengan bahasa lain dapat ditemukan, dan
(4) Coordinated translator yaitu penerjemah yang menghubungkan unsur-unsur
leksikal salah satu bahasa dengan repertoir proses mental yang dimiliki sendiri
dengan proses mental khusus pada repertoir kedua yang pada akhirnya
dihubungkan dengan unsur-unsur leksikal dari bahasa lain. Dengan kata lain
bahwa masing-masing bahasa memiliki cara paham sendiri dan menghasilkan
informasi sendiri-sendiri.
Lebih lanjut berdasarkan pada cara pandang dan cara menghasilkan
informasi ini maka penerjemah dibedakan ke dalam penerjemah pemula dan
penerjemah ahli. Perbedaan antara penerjemah ahli dan pemula adalah bahwa
(1) penerjemah ahli mempunyai keterampilan khusus kebahasaan, sementara
penerjemah pemula tidak memiliki keterampilan tersebut, (2) penerjemah ahli
commit to user
dalam golongan penerjemah kompaun dan subordinat, (3) penerjemah ahli dapat
mengendalikan interferensi pada saat dia memahami dan menghasilkan informasi,
sementara penerjemah pemula tidak, dan (4) penerjemah ahli cenderung
mempertimbangkan penerjemahan pada tataran teks sedangkan penerjemah
pemula cenderung pada tataran kata.
Di lihat dari sudut pandang status profesinya, penerjemah digolongkan ke
dalam penerjemah amatir, penerjemah semi-profesional, dan penerjemah
profesional. Penerjemah amatir adalah penerjemah yang melakukan tugas
penerjemahan sebagai hobi. Sebaliknya, penerjemah profesional adalah
penerjemah yang menghasilkan terjemahan secara profesional dan menjadikan
kegiatan terjemahan sebagai suatu profesi. Penerjemah semi-profesional adalah
penerjemah yang melakukan tugas penerjemahan untuk memperoleh kesenangan
diri atau hobi dan dampaknya akan mendapatkan imbalan dari hobinya tersebut.
Berdasarkan sifat kerja sehari-hari mereka, penerjemah digolongkan
menjadi penerjemah paruh waktu dan penerjemah penuh waktu. Penerjemah
paruh waktu biasanya melakukan tugas penerjemahan sebagai pekerjaan
tambahan. Sebaliknya, penerjemah penuh melakukan tugas penerjemahan demi
uang. Pembagian ini menyiratkan bahwa penerjemah paruh waktu dapat disebut
penerjemah semi-profesional sedangkan penerjemah penuh dapat disebut
penerjemah profesional. Penggolongan penerjemah di dalam menekuni pekerjaan
sebagaimana tersebut di atas digunakan peneliti sebagai acuan untuk menjelaskan
kategori penerjemah di dalam penelitian ini dan hubungannya terhadap kualitas
commit to user
2.2.2 Proses Penerjemahan
Penerjemahan secara umum dipahami sebagai pengalihan pesan dan gaya
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Untuk itu penerjemah paling tidak
melakukan dua kegiatan, yaitu memahami makna bahasa sumber dan
merekonstruksi makna yang telah dipahaminya itu ke dalam bahasa sasaran.
Untuk memahami makna bahasa sumber, penerjemah tidak dapat hanya
menerapkan pengetahuannya tentang kaidah-kaidah (grammar) bahasa sumber,
tetapi ia juga harus mempertimbangkan konteks digunakannya bahasa sumber itu.
Hal yang sama terjadi ketika ia harus merekonstruksikan makna yang telah
dipahaminya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Ia perlu menyesuaikan
kalimat-kalimatnya dengan pembaca sasaran, materi yang diterjemahkan, tujuan
penerjemahan, dan sebagainya.
Sumarno (1997:13) mengatakan bahwa proses penerjemahan adalah
langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada waktu dia
melakukan penerjemahannya. Hal ini berarti bahwa sebelum menerjemahkan
suatu teks, seorang penerjemah harus melakukan langkah-langkah penerjemahan.
Langkah-langkah penerjemahan yang dimaksud adalah (1) menganalisis,
(2) mentransfer, dan (3) merestrukturisasi.
Proses penerjemahan yang didefinisikan oleh Sumarno di atas selaras
dengan proses penerjemahan yang telah dinyatakan oleh Nida (1975:80) yang
membagi proses penerjemahan menjadi tiga tahap atau langkah, yaitu:
(1) analysis, (2) transfer, dan (3) restructuring, sebagaimana yang digambarkan di
commit to user
Bagan 2.1 Proses Penerjemahan (Nida, 1975)
Sementara itu, Nababan (2003:24-25) mengartikan proses penerjemahan
sebagai (1) serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada
saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran atau
(2) suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Dari definisi Nababan
di atas dapat dilihat bahwa sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah harus
melakukan berbagai langkah atau tahap penerjemahan yang terangkai dalam suatu
sistem di dalam menerjemahkan. Lebih lanjut, tahap-tahap menerjemahkan
menurut Nababan (sebagaimana dikutip dari Suryawinata, 1989:80) terdiri dari
tiga tahap, yaitu (1) analisis teks bahasa sumber, (2) pengalihan pesan, dan
Source language
text
Analysis
Receptor language
text
Transfer
commit to user
(3) restrukturisasi. Ketiga tahap dalam proses penerjemahan itu digambarkan
dalam bagan berikut:
Bagan 2.2 Proses Penerjemahan (Nababan, 2003: 25)
Proses penerjemahan yang didefinisikan oleh Nababan di atas bila
dicermati lebih lanjut memiliki kesamaan gagasan mengenai proses penerjemahan
yang telah dinyatakan oleh Sumarno dan Nida dengan membagi proses
penerjemahan menjadi tiga tahap atau langkah, yaitu: (1) analysis, (2) transfer,
dan (3) restructuring. Lebih lanjut, Nababan menyatakan bahwa di dalam proses
Analisis Restrukturisasi
Teks Bahasa Sasaran Isi
Makna Pesan Isi
Makna Pesan Teks
Bahasa Sumber
Padanan
Pemahaman
Evaluasi dan Revisi PROSES BATIN