• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tenaga fungsional penelitian, dikembangkan untuk secara profesional menciptakan teknologi. Karena itu, pengembangan kemampuan mereka diarahkan pada pencapaian kedalaman ilmu pengetahuan dan spesialisasi. Sebagai akibat dari spesialisasi kemampuan, pendidikan, dan tugas fungsi penelitian maka terben tuk karakteristik individual peneliti-perekayasa. Karakteristik individu yang dicermati dalam penelitian ini adalah yang memiliki hubungan dengan pelaksanaan tugas pokok peneliti-perekayasa dalam menghasilkan inovasi, meliputi unsur pendidikan formal, pendidikan nonformal, jenjang atau tingkat jabatan peneliti-perekayasa, bidang penelitian dan perekayasaan, kelompok peneliti-perekayasa, dan pendapatan.

Pendidikan Formal

Jenjang pendidikan responden terdiri dari tingkat diploma (D3) sampai dengan tingkat doktoral (S3). Tabel 12 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan

responden terbanyak adalah pada tingkat S2, yaitu sebanyak 42 orang (46,7%), diikuti dengan tingkat pendidikan S3, yaitu sebanyak 28 orang (31,1%). Sedangkan responden yang berpendidikan D3, sebanyak 1 orang (1,1%). Kondisi ini disebabkan Badan Litbang Pertanian menyadari pentingnya pembentukan kader peneliti-perekayasa yang berpendidikan tinggi, sehingga tiap tahun dilakukan penugasan belajar bagi SDM Litbang terutama peneliti-perekayasa. Sesuai dengan kriteria pengangkatan tenaga peneliti-perekayasa, Badan Litbang Pertanian telah menetapkan bahwa peneliti-perekayasa minimal harus menyelesaikan pendidikan S1 (Badan Litbang Pertanian 2003d).

Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%)

D3 1 1,1 S1 19 21,1 S2 42 46,7 S3 28 31,1 Jumlah 90 100,0 Pendidikan nonformal

Aspek SDM yang terdidik dan terampil adalah faktor yang fundamental. Sayangnya aspek ini masih merupakan kendala terbesar sehingga perlu diatasi, antara lain dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan (Diklat) dalam berbagai bidang Iptek yang relevan, misalnya Diklat mengenai internet. Hal ini kemungkinan terkait pula dengan kultur masyarakat yang belum technology- minded, dan untuk mengubahnya diperlukan proses yang panjang dan berkesinambungan.

Berdasarkan pernah atau tidaknya responden mengikuti pendidikan dan pelatihan internet, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah mengikuti Diklat internet yaitu sebesar 78,9 persen atau sebanyak 71 orang; dan hanya 19 orang responden (21,1 persen) yang pernah mengikuti Diklat. Hal ini berkaitan dengan pendanaan, dimana tidak setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti Diklat yang dibiayai oleh instansi. Biasanya yang

mendapat kesempatan terlebih dahulu untuk mengikuti Diklat internet dengan biaya pemerintah atau instansi yang bersangkutan adalah para pustakawan, karena mereka dianggap yang paling membutuhkan pengetahuan tersebut. Kemudian, diharapkan pustakawan yang mengikuti Diklat menularkan ilmu yang diperoleh kepada para peneliti-perekayasa maupun staf dari bidang lain melalui jasa bimbingan pengguna. Sedangkan untuk membiayai sendiri untuk dapat mengikuti Diklat, rata-rata responden merasa keberatan, disamping biaya tinggi, juga kesempatan yang terbatas .

Belum pernahnya peneliti-perekayasa yang menjadi responden pada penelitian ini mengikuti Diklat internet, tidak menjadikan mereka tidak bisa mengoperasikan internet. Mereka yang belum pernah mengikuti Diklat internet menyatakan bahwa keterampilan mereka dalam mengoperasikan internet dipelajari secara otodidak (belajar sendiri dari buku), dan lalu mencoba-coba sendiri. Apabila menemukan masalah, baru mereka meminta bantuan kepada rekannya yang lebih ahli. Namun demikian, keterampilan memanfaatkan internet lebih ditentukan oleh pelatihan, karena dengan pelatihan, kemampuan memanfaatkan internet akan semakin meningkat. Lagipula tidak semua pengguna dapat dengan mudah beradaptasi dengan inovasi teknologi informasi seperti internet.

Jenjang atau tingkat jabatan peneliti dan perekayasa

Berdasarkan sebaran responden menurut jabatan fungsional peneliti- perekayasa pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa persentase tertinggi diduduki oleh jabatan fungsional sebagai ahli peneliti yaitu sebanyak 26 orang (28,9%). Sedangkan untuk per ekayasa, yang jumlahnya di Badan Litbang Pertanian memang belum sebanyak peneliti (16 orang perekayasa yang aktif), belum ada satupun yang mencapai tingkat jabatan perekayasa tertinggi (perekayasa utama).

Tabel 13. Sebar an Responden Menurut Jenjang atau Tingkat Jabatan Fungsional

Jenjang atau tingkat jabatan fungsional Jumlah Persentase (%)

Ahli peneliti 26 28,9 Peneliti 13 14,4 Ajun peneliti 14 15,6 Asisten peneliti 24 26,7 Perekayasa utama 0 0,0 Perekayasa madya 6 6,7 Perekayasa muda 2 2 ,2 Perekayasa pertama 5 5,6

Dari 16 orang perekayasa hanya 12 orang yang menjadi responden pada penelitian ini. Adapun jabatan fungsional perekayasa terbanyak diduduki oleh perekayasa madya, yaitu sebanyak 6 orang (6,7%). Pada jabatan fungsional peneliti atau perekayasa yang menjadi responden, ternyata jabatan fungsional terbanyak diduduki oleh jabatan fungsional tertinggi. Artinya dilihat dari proporsinya, Badan Litbang Pertanian telah banyak memiliki peneliti dan perekayasa yang profesional, meskipun untuk perekayasa masih harus ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu jabatan fungsional perekayasa utama.

Maksud dari arti profesional adalah tingkat keahlian peneliti-perekayasa dalam bidangnya dan kemampuan melaksanakan penelitian dan perekayasaan secara mandiri serta tingkat kemampuannya mengelola penelitian pertanian. Peningkatan profesionalisme peneliti-perekayasa merupakan salahsatu kunci keberhasilan bagi peningkatan akuntabilitas Badan Litbang Pertanian. Pengalaman menunjukkan bahwa salahsatu kendala dari kinerja peneliti- perekayasa adalah karena belum optimalnya profesionalisme dan belum adanya kewirausahaan dari peneliti-perekayasa. Selain itu, belum cukup kondusifnya sistem pemberian motivasi kepada peneliti-perekayasa.

Bidang penelitian dan perekayasaan

Terdapat tujuh program utama bidang penelitian termasuk perekayasaan pada Badan Litbang Pertanian. Namun, hanya ada empat bidang penelitian yang

terdeskripsi dari peneliti-perekayasa yang menjadi responden penelitian ini. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tergolong pada bidang penelitian perbaikan potensi komoditas, yaitu sebanyak 47 orang (52,2%). Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar UK, yang meliputi puslitbang-puslitbang maupun UPT yang meliputi Balai-balai besar, Balit, Lolit, BPTP dan BP2TP di Lingkup Badan Litbang Pertanian termasuk kedalam program penelitian perbaikan potensi komoditas.

Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Bidang Penelitian dan Bidang P erekayasaan

Bidang penelitian Jumlah Persentase (%)

Sumberdaya pertanian 14 15,6

Perbaikan potensi komoditas 47 52,2

Bioteknologi 18 20,0

Sosial ekonomi dan kebijakan pertanian 11 12,2

Kelompok Peneliti dan Perekayasa

Dari data dapat diidentifikasi, bahwa responden tersebar pada 25 Kelti dan Kelsa. Seb agai lembaga penelitian, keberhasilan Badan Litbang Pertanian dalam menghasilkan teknologi dan inovasi sangat ditentukan oleh profesionalisme peneliti dan perekayasa. Oleh karena itu dibutuhkan kelompok peneliti- perekayasa pada berbagai disiplin ilmu yang mendukung tugas pokok dan fungsi UK atau UPT. Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa responden terbanyak masuk kedalam Kelti Hidrologi, yaitu sebanyak 7 orang (7,8%), diikuti oleh Kelti ekonomi pertanian dan manajemen agrobisnis, yaitu sebanyak 6 orang (6,7%).

Tabel 15. Sebaran Responden Menurut Kelompok Peneliti dan Kelompok Perekayasa

Kelompok peneliti dan perekayasa Jumlah Persentase (%)

Ekonomi Makro dan Perdagangan Internasional 3 3,3

Ekonomi pertanian dan manajemen agribisnis 6 6,7

Sosio budaya perdesaan pertanian 2 2,2

Pemuliaan, plasma nutfah dan pembenihan 3 3,3

Entomologi dan fitopatologi 4 4,4

Ekofisiologi 2 2,2

Pemuliaan dan plasma nutfah 5 5,6

Nutrisi 3 3,3 Bakteriologi 3 3,3 Virology 2 2,2 Parasitologi 3 3,3 Toksikologi 4 4,4 Patologi 3 3,3 Mesin budidaya 3 3,3

Mesin pengolah hasil pertanian 5 5,6

Teknik tanah, air, dan energi pertanian 5 5,6

Biologi tanah 5 5,6

Agroklimat 2 2,2

Hidrologi 7 7,8

Biologi molekuler 5 5,6

Biokimia 4 4,4

Biologi sel dan jaringan 4 4,4

Pengelolaan sumberdaya genetik 4 4,4

Proses kimia 1 1,1

Analisis kebijakan tanaman pangan 2 2,2

Pendapatan

Dari Tabel 16 diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai pendapatan dari gaji sebesar Rp1.000.000-Rp1.499.999, yaitu sebanyak 28 orang (31,1%), kemudian diikuti oleh responden dengan pendapatan dari gaji sebesar Rp1.500.000-Rp1.999.999. Hal ini dapat dijelaskan karena pendapatan dari gaji ini tergantung dari golongan PNS ditambah dengan tunjangan fungsional. Pendapatan dari gaji tidak akan berb eda bila tingkat atau golongan sama.

Tabel 16. Sebaran Responden Menurut Pendapatan Dari Gaji

Pendapatan dari gaji (Rp) Jumlah Persentase (%)

<1.000.000 7 7,8

1.000.000 -1.499.999 28 31,1

1.500.000 -1.999.999 22 24,4

2.000.000 -2.499.999 16 17,8

=2.500.000 17 18,9

Pendapatan responden dari luar gaji sulit untuk dikelompokkan, karena sangat beragam. Hal ini dikarenakan kegiatan responden untuk menghasilkan pendapatan di luar kantor tidak sama, bahkan sangat jauh perbedaannya. Misalnya, ada beberapa responden yang penghasilan di luar gajinya mencapai Rp20.000.000 per bulan karena selain bekerja sebagai PNS responden juga mengelola perusahaan keluarga, namun ada juga yang tidak memiliki penghasilan lain, selain menerima uang perjalanan apabila mendapat tugas luar atau proyek dari kantor.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akseptabilitas Peneliti dan