• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Literasi Media Digital Mahasiswa saat Diterpa Hoaks

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI KALANGAN MAHASISWA (Halaman 139-145)

Tangga Apresiasi Estetika

5.5 Kemampuan Literasi Media Digital Mahasiswa saat Diterpa Hoaks

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang peneliti lakukan terhadap para informan, menunjukkan bahwa kemampuan literasi digital para informan sudah bagus. Hal ini peneliti simpulkan setelah menyamakan persepsi dengan Baran dan Denis, dimana mereka mendefinisikan literasi media sebagai adanya kontrol individu atas media yang di gunakan, dan itu yang peneliti dapatkan dari para informan penelitian ini. Informan sudah memahami bahwa sebelum

membagikan informasi ataupun tautan berita di media sosial, mereka harus memahami informasi tersebut terlebih dahulu. Informan juga paham bahwa setiap informasi yang beredar di media sosial pastilah ada kepentingannya, hanya ada keuntungan bagi si pembuat informasi ataupun berita yang disebarkan, sebaliknya bagi para penyebar yang ada hanya kerugian karena telah di manfaatkan. Belum lagi ketika informasi hoaks yang mereka sebarkan, ternyata merugikan seseorang ataupun kelompok tertentu, dan pihak yang dirugikan tadi membawa ke ranah hukum, maka mereka pun ikut menanggung akibatnya.

Semua informan dalam penelitian ini pernah secara tak sengaja ikut menyebarkan hoaks, namun mereka menyadari hal tersebut secepatnya, dan kemudian mengevaluasi tindakan mereka agar kedepannya tak mengulanginya lagi.

Albert Bandura, seorang psikolog, melalui teori pembelajaran sosialnya menyatakan bahwa sebagian besar orang belajar melalui pengamatan dan mengingat tingkah laku orang lain. Lingkungan sekitarnya akan memberikan peneguhan dan ia akan melakukan pembelajaran peniruan. Bandura menyatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Kardi, S bahwa proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model adalah tindakan belajar. Jika kita sambungkan ke pembahasan kita mengenai informasi hoaks yang banyak beredar di media sosial, maka lingkungan media sosialnya lah yang akan dijadikan para pengguna media sosial sebagai tempat untuk melakukan pembelajaran sosialnya.

Bayangkan jika lingkungan media sosial mereka dipenuhi oleh informasi hoaks, maka perilaku mereka pun lambat laun berubah menjadi negatif.

Dengan adanya mata kuliah yang mengenalkan literasi media, di akui para informan turut membantu mereka untuk menyadari pentingnya literasi media, yang salah satu diantaranya adalah, mengidentifikasi informasi hoaks yang beredar di media sosial. Ini juga mengubah perilaku mereka dalam menggunakan media sosial menjadi lebih kritis. Namun mereka berpendapat bahwa, sosialisasi mengenai literasi media sangat mendesak untuk di sampaikan kepada khalayak umum. Intan berpendapat, Indonesia saat ini sedang menuju digitalisasi, dimana hampir semua keperluan masyarakat, bisa di akomodir oleh internet. Maka dari itu ketimbang tergilas oleh kemajuan teknologi, masyarakat harus dibekali dengan kesadaran bermedia agar dapat memanfaatkan kemajuan teknologi hingga bisa memberikan keuntungan kepada orang-orang di sekitar mereka.

Abdul punya alasan lain, kenapa dia mendukung adanya sosialisasi kesadaran bermedia. Menurut Abdul, dikarenakan Indonesia mempunyai sumber daya alam yang tinggi, banyak negara lain yang menginginkannya. Ini membuat mereka tak senang jika masyarakat Indonesia bersatu, bagi mereka masyarakat Indonesia harus terpecah belah, dan salah satu cara memecah belah masyarakat Indonesia adalah melalui hoaks. Atas dasar pemikiran itulah Abdul mendukung adanya sosialisasi kesadaran bermedia.

Dina merasakan pentingnya kesadaran bermedia khususnya literasi media digital untuk di sosialisasikan, karena konten dan informasi yang ada dan beredar di media sosial, sama sekali tak mempunyai batasan umur. Ini membuat informasi mengenai contohnya pacaran, justru dikonsumsi oleh pengguna media sosial yang sebenarnya belum cukup umur untuk mengakses informasi mengenai pacaran.

Contoh lain, ketika anak SD, atau SMP yang mengakses berita mengenai

Awkarin, tanpa pengawasan orangtua sama sekali, hal ini ditakutkan anak anak tadi menjadi dewasa sebelum waktunya. Jika saja para orangtua mereka mempunyai kesadaran bermedia yang tinggi, tentu saja mereka tidak akan membebaskan anak mereka bermain gadget dan mengakses hal hal yang seharusnya belum mereka akses.

Sheila turut membagikan pendapatnya mengenai sosialisasi literasi media.

Menurut Sheila, literasi media sangat penting untuk disosialisasikan, hal ini dikarenakan sebagian besar pengguna media sosial adalah generasi Z yang memiliki akses besar terhadap smartphone dan terpapar informasi di umur yang relatif muda. Adanya sosialisasi mengenai kesadaran bermedia akan membantu para pengguna media sosial dalam menyaring, memverifikasi, bahkan merespon suatu isu dengan cerdas.

Yovita juga mendukung adanya sosialisasi literasi media digital.

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyebaran informasi hoaks mencapai puncaknya menjelang pemilihan presiden kemarin, namun nanti ketika akan ada pemilihan kepala daerah lagi, maka penyebaran informasi hoaks pun akan tinggi kembali. Untuk itulah langkah pencegahan dan berkelanjutan di perlukan.

6.1. Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian, yakni untuk memahami kemampuan literasi digital Mahasiswa S1 Program studi Ilmu Komunikasi FISIP USU saat diterpa informasi hoaks melalui media sosial, maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut :

1. Pola penggunaan media sosial para informan, antara lain, menggunakan Twitter untuk mendapatkan informasi, dan menggunakan Instagram untuk aktualisasi diri.

2. Pemahaman para informan terhadap informasi di media sosial meningkat setelah mengikuti mata kuliah yang membahas mengenai literasi media. Mereka sudah bisa mengutamakan sumber informasi yang berasal dari website terpercaya daripada sumber informasi yang berasal dari blogspot, wordpress dan situs abal-abal yang menurut mereka hanya berfokus mencari keuntungan.

3. Para informan memutuskan untuk tidak lagi meneruskan informasi hoaks.

Berdasarkan pengalaman, mereka telah memiliki kontrol individu atas media yang mereka gunakan, seperti menyadari bahwa di dalam sebuah informasi hoaks terdapat beragam kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

6.2 Saran

Adapun mengenai saran, peneliti berharap agar saran-saran peneliti baik itu secara akademis, teoritis, maupun secara praktis, dapat dijadikan masukan yang baik, dan berguna bagi semua pihak.

1. Saran Akademis

Peneliti berharap untuk dimasukkannya literasi media khususnya literasi digital kedalam kurikulum pendidikan kita, mulai dari tingkatan sekolah dasar. Dengan tujuan agar masyarakat Indonesia sedari kecil sudah punya kontrol atas media yang

mereka gunakan. Sehingga kemajuan teknologi tak hanya memberikan dampak negatif, tapi justru menjadi peluang yang memberikan dampak positif untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Adapun saran untuk mahasiswa yakni penelitian ini di maksudkan sebagai batu loncatan awal untuk meneliti literasi media secara lebih komprehensif, melibatkan banyak informan dari berbagai pemangku kepentingan, karena Literasi Media bukan hanya tugas mahasiswa, melainkan tugas setiap anak bangsa.

2. Saran Teoritis

Literasi media khususnya literasi digital merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera disosialisasikan dan diajarkan secara berkelanjutan kepada masyarakat Indonesia. Peneliti berharap penelitian ini mampu memberikan kontribusi nyata terkait hoaks dan literasi media digital.

3. Saran praktis

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap agar pemerintah dan akademisi untuk berperan lebih aktif dalam mengadakan sosialisasi mengenai literasi media digital untuk masyarakat umum, yang bersifat preventif, dan berkelanjutan, seperti iklan layanan masyarakat, penyuluhan ke tiap-tiap instansi dan komunitas, talkshow interaktif tiap minggu, dan sebagainya.

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI KALANGAN MAHASISWA (Halaman 139-145)