• Tidak ada hasil yang ditemukan

Literasi Media

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI KALANGAN MAHASISWA (Halaman 51-57)

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

2.3.3. Literasi Media

Menurut Baran dan Denis (2010) literasi media adalah suatu rangkaian kegiatan melek media, yaitu gerakan melek media dirancang untuk meningkatkan kontrol individu terhadap media yang mereka gunakan untuk mengirim dan menerima pesan. Hal senada juga disampaikan oleh Apriadi Tamburaka (2013), bahwa literasi media berasal dari bahasa Inggris yaitu Media Literacy terdiri dari kata

‗media‘ yaitu tempat pertukaran pesan, dan ‗literacy‘berarti melek, kemudian dikenal dalam istilah Literasi Media yang mana melek dapat diartikan pada kemampuan khalayak terhadap media dan pesan media massa dalam konteks komunikasi massa.Kemudian, dalam hal ini melek media dipandang sebagai sebuah keterampilan yang bisa berkembang di dalam sebuah rangkaian, dimana kita tidak selalu melek terhadap media dalam semua situasi, setiap waktu serta terhadap semua media.

Menurut Aspen dalam bukunya berjudulMedia Literacy Leadership Institute (1992), literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, meneliti, mengevaluasi dan menciptakan kemampuan tiap-tiap individu dalam beragam tahapan aktivitas literasi media.Barry Duncan (dalam Guntarto & Dina, 2002) berpendapat, bahwa literasi media sangat perhatian dalam hal membantu para siswa mengembangkan

suatu pemahaman yang penuh informasi dan kritis mengenai sifat (the nature) dari media massa, teknik-teknik yang digunakan, dan dampak dari teknik-teknik tersebut.

Rubin (dalam Baran, 2004) menyatakan, bahwa literasi media adalah pemahaman terhadap sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang diproduksi, dan seleksi, interpretasi, dan akibat dari pesan-pesan tersebut, sementara Astuti (2007) menyatakan, bahwa media literacy perlu dibedakan pengertiannya dari media education. Media education memandang media dalam fungsi yang senantiasa positif, yaitu sebagai a site of pleasure—dalam berbagai bentuk, sedangkanmedia literacy yang memakai pendekatan inocculationistberupaya memproteksi anak-anak dari apa yang dipersepsi sebagai efek buruk media massa.

Jika kemudian kita simpulkan, maka definisi literasi media secara umum adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media.Literasi media merupakan seperangkat perspektif yang digunakan secara aktif saat mengakses media masa untuk menginterpretasikan pesan yang dihadapi, dan literasi media berhubungan dengan bagaimana khalayak dapat mengambil kontrol atas media.Literasi media merupakan skill untuk menilai makna dalam setiap jenis pesan, mengorganisasikan makna itu sehingga berguna, dan kemudian membangun pesan untuk disampaikan kepada orang lain.

Intinya adalah literasi media berusaha memberikan kesadaran kritis bagi khalayak ketika berhadapan dengan media.Kesadaran kritis menjadi kata kunci bagi

gerakan literasi media.Literasi media sendiri bertujuan untuk memberikan kesadaran kritis terhadap khalayak, sehingga lebih berdaya di hadapan media.

Art Silverblatt menekankan pengertian literasi media pada beberapa elemen, di antaranya: (1) Kesadaran akan pengaruh media terhadap individu dan sosial; (2) Pemahaman akan proses komunikasi massa; (3) Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media; (4) Kesadaran bahwa isi media adalah teks yang menggambarkan kebudayaan dan diri kita sendiri pada saat ini; dan (5) Mengembangkan kesenangan, pemahaman, dan penghargaan terhadap isi media.

Kelima elemen Silverblatt ini kemudian dilengkapi oleh Baran dengan pemahaman akan etika dan kewajiban moral dari praktisi media; serta pengembangan kemampuan produksi yang tepat dan efektif.

Gambar 2.3.3.1.Aspek-Aspek Media Literasi.

Gambar di atas menjelaskan bahwa media memengaruhi produser maupun khalayak, dan sebaliknya.Media memengaruhi pikiran produser tentang produksi media.Sementara produser juga mengonstruksikan isi media. Media memengaruhi khalayak dalam level sosial dan individual. Meski demikian, khalayak memiliki kemampuan untuk meng-handle media.Kemampuan tersebut berkaitan dengan bagaimana memilih media yang tepat, mengatur penggunaan media, kemampuan untuk memobilisasi media, serta bagaimana menginterpretasikan isi media.Literasi media bergerak dalam keempat hubungan di atas.

Penggunaan media dan produk media sebagai bagian dari proses belajar-mengajar, misalnya mempelajari cara memproduksi film independen atau menggunakan surat kabar sebagai sumber penelusuran data, tergolong dalam media education. Adapun media literacy bergerak lebih jauh dari itu. Dengan pendekatan yang lebih kritis, media literacy tidak hanya mempelajari segi-segi produksi, tetapi juga mempelajari kemungkinan apa saja yang bisa muncul akibat kekuatan media.

Literasi media mengajari publik memanfaatkan media secara kritis dan bijak.

Berdasarkan pemaparan di atas, literasi media berarti kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan dalam sebuah variasi yang mendalam dengan tidak hanya mempelajari segi-segi produksi, tetapi juga mampu mempelajari kemungkinan apa saja yang bisa muncul akibat kekuatan media, serta dapat memanfaatkan media tersebut secara kritis dan bijak.

Adapun tingkatan literasi media adalah suatu perspektif (sudut pandang).Untuk mencapai perspektif ini, Anda perlu meningkatkan kesadaran dan kendali Anda terhadap media. Pembahasan ini dimaksudkan untuk membantu Anda

membuat penilaian tentang suatu konten media, yang sangat berkaitan dengan tingkat kesadaran dan struktur pengetahuan Anda sendiri, tentang bagaimana pikiran Anda bekerja, dan tentang kemampuan Anda untuk menerapkan dalam kehidupan bermedia sehari-hari. Ingatlah, bahwa literasi media adalah kunci dari apa yang Anda pikirkan dan bagaimana perasaan Anda saat terlibat dengan media. Semakin aktif dan sadar Anda selama keterlibatan tersebut, semakin banyak pengalaman dan semakin meningkat keterampilan literasi media yang Anda miliki.

Pada tingkat literasi rendah misalnya, orang-orang merasa bahwa tokoh tersebut nyata, sehingga tak jarang meniru apa yang dilakukannya. Mereka tidak bisa menjelaskan mengapa mereka menyukai tokoh ataupun acara itu, karena mereka tidak menganalisisnya (kurangnya struktur pengetahuan mereka), dan mereka pun membiarkannya begitu saja. Contoh: Pemberitaan tentang Valentino, bocah berusia 5 tahun yang terjun dari lantai 19 Apartemen Laguna, Jakarta Utara, lantaran ingin meniru tokoh idolanya Spiderman. Meskipun bukan faktor utama, namun tayangan ini turut menjadi pemicu anak tersebut mempraktikkan adegan yang salah. Apalagi, anak merupakan ‗peniru‘ ulung di usianya (sumber: m.liputan6.com, 1 Mei 2014).

Pada tingkat literasi media yang rendah, kita cenderung menggunakan media sosial untuk mengunggah foto-foto yang kita anggap keren, namun ternyata ‗alay‘

bagi banyak orang. Mereka pun cenderung menggunakan media sosial untuk menambah-nambah daftar pertemanan saja, kemudian memamerkan hal itu kepada teman-temannya yang lain. Juga mereka cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol terkait hal-hal yang tidak penting.Walhasil, mereka

cenderung menghabiskan waktu percuma, cenderung kontra produktif dan menghambur-hamburkan uang.

Pada tingkat literasi menengah, yang sedikit lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya, orang akan menonton atau mendengarkan musik, karena merasa memiliki kesamaan dengan tokoh ataupun lirik lagu yang ditonton dan didengarnya.

Sehingga begitu menikmatinya dan memiliki reaksi emosional yang sama dengan pesan media tersebut. Atau pada tingkat literasi menengah, mereka cenderung menggunakan media sosial untuk menampilkan karya-karya terbaik mereka.Entah dalam bentuk tulisan/cerita singkat ataupun coretan-coretan gambar.Mereka menggunakan media sosial sebagai wadah gratis untuk mendapatkan pujian ataupun kritikan, untuk kemudian menjadi bahan evaluasi, sehingga karya-karya mereka dapat lebih baik kedepannya.

Pada tingkat literasi yang lebih tinggi dari dua tingkat sebelumnya, beberapa orang menyaksikan realitas dalam sebuah film secara berkelompok, sehingga mereka bisa mendiskusikan akting para tokohnya. Hal ini sering kita temukan diantara sekumpulan anak muda yang tergabung dalam komunitas film, dan membahas setiap adegan film yang baru mereka tonton dari berbagai sudut pandang mereka. Atau, mereka yang bertanya kepada teman-teman yang mereka anggap ahli untuk membahas terkait topik-topik penting dalam sebuah pemberitaan.

Atau pada tingkat literasi media yang tinggi, para pengguna media sosial menggunakannya sebagai bahan pencitraan positif ataupun mencari uang.Kami secara pribadi merasa terkesan dengan para blogger, You Tuber yang mendulang keuntungan tidak sedikit dari unggahan mereka.Apalagi jika

unggahan-unggahan tersebut memiliki nilai positif.Tidak sedikit pula politisi dunia yang menggunakan media sosial sebagai ajang unjuk diri dan pemikiran-pemikiran mereka kepada khalayak ramai. Pada akhirnya, apapun media yang kita gunakan hanya akan menjadi tontonan, ataupun menjadi tuntunan, atau malah mendulang keuntungan akan sangat bergantung pada bagaimana kita menggunakan media tersebut. Proses penyikapan itu pun amat-sangat bergantung di tangga belajar mana kita berada, apakah tangga kognitif, tangga emosional, tangga moral, ataupun tangga apresiasi estetika.

Gambar 2.3.3.2. Tangga Belajar Milik James W. Potter

―Tangga belajar mengingatkan bahwa kita dapat meningkatkan derajat literasi media dalam empat bidang: kognisi, emosi, moralitas, dan estetika. Kemajuan pada setiap tangga ini dicapai dengan menguasai keterampilan utama; analisis,

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI KALANGAN MAHASISWA (Halaman 51-57)