• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemunculan Pewarta Warga

Dalam dokumen 198e8947 8ee9 4450 89e6 805e4fc52e66 (Halaman 51-55)

Gairah untuk membuat, menggunakan, dan menyebarluaskan informasi merupakan

perkembangan yang menggembirakan. Kegiatan pewarta warga dapat dimaknai sebagai bentuk desentralisasi informasi. Sebelumnya pengelolaan informasi terpusat di tangan media. Kini, pewarta warga mampu menjadi “anjing penjaga” saat media arus utama tidak berfungsi.

Dewi (2008) mengatakan kegiatan pewartaan warga memiliki dampak positif. Pertama, pewarta warga memberikan ruang bagi peran serta warga dalam pengelolaan informasi. Keterlibatan warga sebagai pewarta membuktikan adanya pergerakan yang dilakukan oleh para pelaku media dan pembacanya.

Kedua, bagi media arus utama, pewartaan warga

menyediakan potensi untuk meningkatkan loyalitas dan hubungan saling percaya dengan pembacanya. Pewartaan jenis ini, ungkapnya, mampu

memberikan ruang bagi warga untuk menegakkan hak-hak informasi mereka.

Mengapa perkembangan pewarta warga bisa demikian pesat? Menurut Hermanto (2008) sebagian besar pewarta warga awalnya dari tindakan iseng, lama-kelamaan mereka sadar bahwa pengelolaan dan berbagi informasi sebagai sebuah pilihan. Apabila warga mampu berbagi informasi maka pengetahuan dan kemampuan mereka dalam menyelesaikan permasalahan akan meningkat. Selain itu, kegiatan ini mengubah cara pandang perwartaan yang sebelumnya yang hanya menempatkan warga sebagai objek pemberitaan. Lewat kegiatan pewartaan warga, warga tidak hanya menjadi objek atau konsumen media semata, tapi warga juga dapat menjadi produsen informasi.

Di Indonesia, pewartaan warga dipengaruhi oleh kegiatan radio siaran. Pada 1983, Radio Suara Surabaya (SS) memiliki program siaran informasi lalu-lintas. Lalu, program itu berkembang menjadi konsep interaktif. Konsep ini mengubah cara kerja radio, apabila sebelumnya komunikasi yang bersifat satu arah, yaitu radio ke pendengar, konsep interaktif memberikan kesempatan pada pendengar untuk aktif memberikan informasi dan menyampaikan pendapatnya. Konsep interaktif menciptakan hubungan dua arah, yaitu antara pendengar dengan penyiar dan pendengar dengan pendengar. Siapapun pendengar bisa memberi tanggapan atau komentar dari pernyataan narasumber maupun pendengar lainnya. Itulah yang disebut dengan demokrasi dalam siaran radio (Suparyo, 2008).

Hal serupa dipopulerkan oleh Radio Elshinta, Jakarta, melalui program laporan pendengar. Pendengar bisa menyampaikan informasi melalui telepon ke radio layaknya seorang pewarta. Program ini mendapat respon bagus para pendengarnya. Sembari menunggu kemacetan lalu-lintas, warga saling bertukar informasi mengenai situasi lalu- lintas di sekitarnya. Dari situlah ragam berita mulai berkembang luas, dari pewartaan peristiwa yang bersifat lokal hingga peristiwa-peristiwa nasional.

Kemajuan teknologi informasi dewasa ini juga memengaruhi minat warga pada kegiatan peliputan atau pewartaan. Kapan pun dan di mana pun, semua orang dapat merekam dan mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Lewat kamera digital, kamera tangan (handycam), atau perekam suara, informasi dapat direkam dan dibagikan pada warga lainnya.

Kelahiran radio komunitas di pelbagai pelosok daerah semakin menguatkan posisi pewartaan warga. Ketika pengguna internet makin meluas, warga yang mempunyai akses makin menemukan saluran untuk menyampaikan pendapatnya. Tak heran jika lantas bermunculkan blog atau web yang menerapkan model pewartaan warga, seperti

suarakomunitas, siar, forumwarga, pasarkomunitas,

dan lain-lain.

Bagaimana dampak pengelolaan informasi yang secara langsung didapatkan oleh warga? Hermanto (2008) menggambarkan dampak kegiatan perwartaan warga sebagai berikut:

Sukiman, pegiat Radio Komunitas Lintas Merapi tampak sumringah. Ia baru saja menerima surat elektronik dari sejumlah warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang yang menyatakan kesediaannya ikut menggelontorkan dana untuk kegiatan penanaman pohon di desanya, Sidorejo, yang habis terlibas awan panas dan lahar saat kawah Gunung Merapi aktif pada pertengahan 2006. Awalnya ia iseng mengunggah tulisan tentang rencana kegiatan penanaman pohon sebagai upaya penyelamatan sumber air di lereng Gunung Merapi dalam portal Jalin Merapi Ia tak menyangka tulisannya ditanggapi oleh pembaca. Ada yang menyumbang bibit, uang, maupun tenaga. Idenya pun cukup ‘nakal’, setiap keluarga di sepanjang jalan yang ditanami pohon berkewajiban untuk merawat pohon itu.”

Hal serupa dialami Muhdi, pegiat radio komunitas Jaringan Tani Mandiri (JTM FM) di Andong, Boyolali. Pria lulusan sekolah lanjutan pertama ini menyebarluaskan hasil wawancara dengan kepala desanya tentang kondisi jalan yang rusak. Imbasnya warga sadar bahwa mereka berhak untuk meminta pelayanan fasilitas umum yang layak pada pemerintah daerah. Sekarang kondisi jalan raya Andong telah beraspal mulus dan nyaman dilalui.

Suatu waktu, informasi dari warga dapat lebih andal dibanding pewarta media arus utama. Pewarta warga tidak direpotkan dengan alat-alat yang beresiko dan harus berhati-hati saat dibawa ke lapangan. Pewarta warga bisa secara spontan merekam peristiwa-peristiwa yang terjadi saat mereka berada di tempat kejadian. Sementara itu, pewarta media arus utama biasanya mendapatkan gambar setelah mendapatkan informasi.

Mimpi Atas Pewartaan yang Berpihak pada Warga Meski awalnya pewartaan warga dimulai dari keisengan, pewartaan warga merupakan geliat baru dalam dunia kepewartaan. Di tengah kegersangan pewartaan media massa arus utama, pewartaan warga muncul sebagai pilihan baru. Warga menangkap peristiwa yang ada di daerahnya lalu menuliskannya tanpa perlu risau dengan tekanan kepentingan ekonomi, kekuasaan, maupun tiras.

Ada kalangan yang khawatir hasil pewartaan warga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena pewarta warga umumnya tidak memiliki bekal pengetahuan kepewartaan yang baik, layaknya pewarta pada media arus utama. Hal tersebut dibantah oleh Hermanto (2008), ia berpendapat secara teknis bisa jadi kemasan pewartaan warga tidak sebagus para pewarta pada media massa arus utama. Namun, isinya mampu menangkap kenyataan yang sesungguhnya. Perhatikan contoh tulisan pewarta warga berikut ini:

Juli tahun lalu, Radisem meninggalkan tanah air dengan perasaan bangga. Ia akan menjadi TKW di Malaysia yang nantinya bisa membawa pulang Ringgit dalam jumlah banyak. Bukan ringgit yang didulang, justru nasib buruk yang diterima. Beberapa hari yang lalu Radisem pulang dalam kondisi mengenaskan.”

Berita di atas ditulis pewarta warga yang kebetulan tetangga korban. Saat media arus utama tidak memuat peristiwa ini, pewarta warga mampu menuliskannya. Kutipan berita di atas menunjukkan keperpihakan pewartanya pada peristiwa tragis yang dialami warga. Peristiwa seperti ini terjadi di pelbagai daerah namun tidak tersebarluaskan oleh media massa arus utama.

Kisah menarik lainnya diwartakan Nurhadi, pewarta warga di Indramayu. Awalnya, warga gembira dengan berlakunya Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan yang menjamin pendidikan warganya terpenuhi. Pemerintah Kabupaten Indramayu mewajibkan warga untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Siapapun yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi kurungan penjara 5 tahun atau denda 50 juta rupiah (Suarakomunitas, 17/11/2008). Perhatikan paragraf berikut ini:

S

ecara spontan warga Indramayu berbondong-bondong menyekolahkan anaknya. Namun, di tengah jalan warga merasa terjebak. Mereka dihantui tagihan biaya sekolah yang semakin mahal. Sementara itu, jaminan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu tidak bisa ditepati pemerintah, anak-anak miskin tidak terbebas dari biaya sekolah.

Ibe, pewarta dari Kowane, Sulawesi Tenggara, menuliskan nasib para siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Satu Atap Saponda, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, yang kekurangan guru.

Siswa kelas 1-3 sekolah ini tidak belajar matematika karena gurunya pergi mendulang emas. Selama ini kegiatan belajar mengajar difasilitasi oleh 5 guru yang semuanya berstatus honorer. Hingga hari ini belum ada upaya serius yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Konawe untuk menambah tenaga pengajar sekolah ini. Pemerintah Kabupaten Konawe seharusnya mau menambah tenaga pengajar dan mengubah status honorer menjadi pegawai negeri bagi para pengajar di sekolahnya.”

Pewartaan warga mampu menggeser dunia pewartaan menuju segi atau cara pandang ala warga. Hal itu sesuai dengan salah satu tugas yang diemban dunia kepewartaan, yaitu memantau kekuasaan dan menyambung lidah mereka

yang tertindas. Memantau kekuasaan bukan berarti melukai mereka yang hidupnya nyaman. “Memantau kekuasaan penting dilakukan agar demokrasi berjalan tegak,” kata Sutawijaya, pegiat Suarakomunitas.

Pengarusutamaan

Dalam dokumen 198e8947 8ee9 4450 89e6 805e4fc52e66 (Halaman 51-55)