• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Kelola yang Baik di Bidang Pelayanan Pendidikan Dasar

Dalam dokumen 198e8947 8ee9 4450 89e6 805e4fc52e66 (Halaman 133-136)

Isu Pelayanan Publik Kinerja USAID

A. Tata Kelola yang Baik di Bidang Pelayanan Pendidikan Dasar

Prioritas utama pemerintah pusat, maupun daerah adalah tercapainya Tujuan Pembangunan Milenium dan Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan dasar yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Dukungan untuk memenuhi tujuan pembangunan millennium dan pemenuhan SPM dilakukan melalui pelaksanaan paket-paket Pendidikan tertentu. Paket sektor pendidikan Kinerja memanfaatkan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), serta para mitra pembangunan untuk mencapai kualitas yang lebih baik dalam pengelolaan pendidikan di tiga bidang yaitu: distribusi guru secara proporsional, analisis biaya operasional satuan pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah. Ketiga pendampingan ini dipilih oleh pemerintah daerah karena dianggap sebagai usaha yang penting untuk peningkatan pelayanan pendidikan dasar dan capaian SPM pendidikan. Kebutuhan akan dukungan ini diperkuat oleh hasil kajian Kinerja di tingkat kabupaten/kota.

1. Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

mengalami kekurangan guru, dan meminta penambahan jumlah guru maupun guru mata pelajaran tertentu. Permintaan ini didasarkan pada kebutuhan rasio guru: murid secara nyata serta didorong oleh upaya untuk pencapaian SPM. Proyek percontohan BERMUTU di Kementerian Pendidikan Nasional yang didanai dengan dukungan dari Bank Dunia dan DBE memfasilitasi dinas pendidikan untuk mengkaji, menganalisis dan mengembangkan rekomendasi pengelolaan guru. Rasio yang ada seringkali memperlihatkan bahwa kabupaten- kabupaten mengalami kecukupan rasio guru dan murid, tetapi terdapat ketimpangan yang besar untuk distribusi guru antara kota, kecamatan dan sekolah.

Guru tidak tersebar secara proporsional dan umumnya terkonsentrasi di sekolah- sekolah perkotaan, dan sedikit yang bersedia mengajar di daerah pedesaan, apalagi daerah terpencil.

Kinerja membantu pemerintah daerah mengatasi masalah-masalah tersebut melalui kerja sama dengan SKPD dan Bappeda, serta pemangku kepentingan/Multi Stakeholder Forum (MSF) termasuk Dewan Pendidikan, DPRD dan pemerhati pendidikan, melalui:

a. Analisis data pendidikan kabupaten dengan menggunakan pendekatan yang telah terbukti yang dikembangkan oleh program BERMUTU dan DBE (yang didukung USAID), serta indikator-indikator SPM sehubungan dengan distribusi guru.

b. Penyusunan rekomendasi serta alternatif pemecahannya dan membahasnya dengan

pemangku kepentingan, serta penyiapan draft kebijakan pendukungnya.

c. Pengembangan rencana aksi distribusi guru.

Bagaimana media mengangkat isu terkait program ini?

Penjelasan mengenai program ini belum tentu memberi daya tarik bagi jurnalis maupun media untuk mengangkat. Oleh karenanya, diperlukan melihat lebih jauh lagi apa dampak jika program ini tidak dijalankan, ataupun dijalankan namun tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan publik.

Beberapa pertanyaan kunci di bawah ini dapat memberi gambaran dan pemahaman kepada peserta untuk dapat mendorong lebih jauh pemikiran dan pemahaman mengenai dampak jika program di atas tidak dijalankan ataupun jika meskipun dijalankan namun tidak sesuai dengan tujuannya. Peserta perlu diajak untuk melihat dampak khususnya kepada penerima manfaat program, misalnya dalam hal ini kualitas layanan pendidikan bagi murid-murid yang minim menerima layanan jasa dari guru.

Beberapa pertanyaan ataupun isu yang dapat dikembangkan antara lain:

a. Apakah di sekolah yang Anda tahu telah tercapai kecukupan jumlah dan distribusi gurunya? Apakah pernah ada keluhan terkait dengan hal itu dari murid atau orang tua murid? b. Ketimpangan jumlah guru di wilayah perkotaan

dan di wilayah pedesaan dan remote area. c. Apakah pernah menjumpai kasus adanya surat

pejabat agar ditempatkan di tempat strategis (dekat dengan kota/tempat tinggal)?

d. Bagaimana praktik dan kehadiran guru di wilayah pedesaan maupun di remote area? e. Adakah insentif yang diberikan kepada guru

yang bekerja di wilayah terpencil? Apakah wajar jika guru tidak bersedia bekerja di daerah yang jauh dari tempat tinggalnya/kota?

f. Apakah ada kebijakan daerah mengisi

kekurangan/distribusi yang kurang proporsional atas keberadaan baik di kota maupun di desa. g. Bagaimana nasib sekolah dan murid yang

kekurangan guru?

2. Analisis Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah diberikan oleh pemerintah pusat ke sekolah, guna mendukung biaya operasional pendidikan. Menurut beberapa survei, dana BOS tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan riil biaya pendidikan dalam mencapai SPM (standar pelayanan minimum). Banyak kabupaten/ kota bersedia menutupi kekurangan ini, tetapi tidak mengetahui cara perhitungannya. BOSP yang difasilitasi oleh program DBE1-USAID sebelum ini, telah mendorong SKPD Pendidikan dan pemangku kepentingan lain untuk menganalisis dan menghitung secara riil kebutuhan BOSP, alokasi anggaran pendidikan dasar, dan komposisi biaya per kabupaten. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan dana, khususnya ketika dana BOS tidak cukup untuk menutupi biaya operasional di

sekolah. Rekomendasi disusun bersama antara SKPD, Dinas Pendapatan dan Keuangan, Bappeda serta pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk dapat memberikan alternatif baik melalaui dana APBD kabupaten atau provinsi, atau dari Peran Serta Masyarakat (PSM).

Penjelasan mengenai program ini belum tentu memberi daya tarik bagi jurnalis maupun media untuk mengangkat isu tersebut. Oleh karenanya, diperlukan melihat lebih jauh lagi apa dampak jika program ini tidak dijalankan, ataupun dijalankan namun tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan publik. Lebih jauh lagi perlu dilihat jenis advokasi macam apa setelah analisis BOSP ini dijalankan dan terlihat bahwa kenyataan dana BOS tidak mencukupi. Tulisan jurnalis warga dan juga jurnalis professional perlu secara lebih jeli melihat sampai kesana.

Beberapa pertanyaan kunci dibawah ini dapat memberi gambaran dan pemahaman kepada peserta untuk dapat mendorong lebih jauh pemikiran dan pemahaman mengenai dampak jika hasil perhitungan ini tidak ditindaklanjuti ataupun jika dijalankan namun tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Beberapa pertanyaan ataupun isu yang dapat dikembangkan antara lain:

a. Apa bentuk transparansi di dalam analisis perhitungan biaya operasional satuan pendidikan? Siapa saja yang terlibat di dalam

b. Apakah publik mengetahui berapa besarnya kebutuhan biaya operasional pendidikan bagi pendidikan dasar (SD dan SMP) di wilayahnya? Jika demikian, apakah publik juga mengetahui bahwa dana yang diberikan pemerintah pusat melalui BOS telah memenuhi kebutuhan operasional satuan pendidikan?

c. Jika terjadi kekurangan dana, advokasi

kekurangan dana operasional satuan pendidikan seperti apa yang harus dijalankan? Darimana sumber-sumber pendanaan yang dapat memenuhi kebutuhan kekurangan tersebut? d. Apa yang pernah didengar terkait dengan dana

BOS bagi sekolah-sekolah di sekitar wilayah Anda? Apakah pernah mendengar keluhan bahwa dana BOS tidak mencukupi untuk operasional sekolah?

3. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Kemendikbud telah mengembangkan kebijakan dan instrument melalui program BOS untuk mendukung sekolah dan pemangku kepentingan sekolah (komite sekolah, orang tua dan pemerhati pendidikan) dalam mengembangkan rencana kerja sekolah (RKS) melalui proses yang lebih partisipatif, serta menyusun laporan keuangan yang terpadu (RAPBS) yang transparan dan akuntabel.

Paket MBS Kinerja memperkaya Panduan Pelaksanaan BOS Kemendikbud:

a. Mendorong warga sekolah untuk dapat menyusun hal-hal di atas dengan

hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dari BOS, hasil analisis Survei Pengaduan, yang

menghasilkan Indeks Pengaduan Masyarakat, dan dijanjikan dalam Janji Perbaikan Layanan /

Service Charter di sekolah.

b. Meningkatkan kapasitas kepala sekolah, guru dan komite sekolah untuk menerapkan pencapaian SPM dalam penyusunan RKS (Rencana Kerja Sekolah).

Penjelasan diatas belum tentu memberi daya tarik bagi jurnalis maupun media untuk mengangkat isu. Oleh karenanya, perlu dilihat lebih jauh apa dampak jika program ini tidak dijalankan, ataupun dijalankan namun tidak sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan publik.

Beberapa pertanyaan kunci di bawah ini dapat memberi gambaran dan pemahaman kepada peserta untuk dapat mendorong lebih jauh pemikiran dan pemahaman mengenai dampak jika program tidak dijalankan ataupun jika meskipun dijalankan namun tidak sesuai dengan tujuannya.

Beberapa pertanyaan ataupun isu yang dapat dikembangkan antara lain:

a. Apakah Komite Sekolah memahami kegiatan RKS dan EDS dan apakah keduanya telah berjalan? Lalu apa peran Komite Sekolah di dalamnya? Bagaimana publik hendak mengetahui RKS dan hasil EDS dijalankan? b. Apakah publik mengetahui SPM mana saja

yang harus dipenuhi sekolah untuk memastikan

stakeholder mendapatkan layanan minimal

tersebut?

c. Sejauhmana Penggunaan Dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) telah diketahui oleh publik dan indicator apa yang memastikan bahwa transparansi penggunaan Dana BOS telah dibangun

d. Apakah publik atau stakeholder sekolah memahami hasil survey pengaduan? Dan hasil maklumat pelayanan sekolah untuk memperbaiki layanan kepada stakeholder sekolah? Apakah publik berhak memantau apakah maklumat pelayanan dijalankan? Bagaimana caranya? e. Apakah stakeholder (orang tua murid, komite

sekolah dan lain-lain) dilibatkan jika sekolah hendak memutuskan berbagai kebijakan strategis apalagi yang menyangkut dukungan orang tua murid?

f. Apakah sekolah telah memiliki saluran dan penanganan keluhan yang jelas dan responsive?

Dalam dokumen 198e8947 8ee9 4450 89e6 805e4fc52e66 (Halaman 133-136)