• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan berorientasi prestasi: pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mendorong karyawan untuk mencapai kinerja terbaik

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 111-125)

Teori-teori dalam Kepemimpinan

4. Kepemimpinan berorientasi prestasi: pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mendorong karyawan untuk mencapai kinerja terbaik

mereka. Pemimpin percaya bahwa karyawan cukup bertanggung jawab untuk mencapai tujuan yang menantang. Gaya ini sama dengan pandangan teori penetapan tujuan.

Dalam penerapannya, efektifnya gaya pemimpin, tergantung pada dua faktor contingency (ketidapastian) yaitu: (1) karakteristik karyawan dan (2) karakteristik lingkungan kerja.

1. Karakteristik karyawan (Subordinate contingency Factors): Ini termasuk faktor-faktor seperti kebutuhan karyawan, fokus kontrol, pengalaman, kemampuan dirasakan, kepuasan, keinginan untuk meninggalkan organisasi, dan kecemasan. Misalnya, jika pengikut memiliki ketidakmampuan tinggi, maka gaya kepemimpinan direktif mungkin tidak diperlukan, melainkan pendekatan suportif yang lebih mengena. Jadi karakteristik karyawan sangat menentukan bagaimana bereaksi terhadap perilaku pemimpin serta sejauh mana mereka melihat perilaku pemimpin tersebut sebagai sumber langsung dan potensial untuk memuaskan kebutuhan mereka.

2. Karakteristik lingkungan kerja (Enviromental Contigency Factor): Ini termasuk faktor-faktor seperti struktur tugas dan dinamika tim yang berada di luar kendali karyawan. Misalnya, melakukan tugas-tugas sederhana dan rutin, gaya kepemimpinan suportif jauh lebih efektif daripada gaya kepemimpian direktif. Demikian pula, gaya partisipatif bekerja lebih baik untuk tugas non-rutin daripada yang non-rutin. Jadi karakteristik lingkungan kerja berhubungan dengan sejauh mana pekerjaan bersifat rutin dan terstruktur, atau bersifat non rutin dan tidak terstruktur.

Ketika kohesivitas tim rendah, gaya kepemimpinan suportif yang digunakan dalam situasi dimana kinerja yang berorientasi norma tim yang ada, gaya direktif atau gaya berorientasi prestasi bekerja lebih baik. Pemimpin harus menerapkan gaya direktif untuk menghadapi norma-norma tim yang menentang tujuan resmi tim. Jika semakin terstruktur suatu pekerjaan, tujuannya akan jelas dan terbangun rasa percaya diri bawahan, maka upaya untuk terus-menerus menjelaskan suatu ekerjaan atau pengarahan merupakan tindakan pemimpin yang tidak diharapkan oleh bawahan. Namun, ketika pekerjaan tidak terstruktur secara baik, tujuan tidak jelas, dan bawahan kurang pengalaman, kemudian gaya kepemimpinan direktif akan lebih diterima oleh para bawahan.

J. Gaya Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard (1982)

Gaya kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Teori ini pada awalnya diperkenalkan sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”, kemudian pada pertengahan 1970an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti

dengan sebutan “Situational of Theory Leadership “. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey-mengembangkan Situational Leadership Model dan Blancard-mengembangkan Situational Leadership Model II.

Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.

Dalam kepemimpinan Situasional, terdapat tiga dasar yang dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaannya karena saling terkait satu dengan yang lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard sebagai berikut: Situational leadership is based on an interplay among:

1. The amount of guidance and direction (task behavior) a leader give

2. The amount of socioemotional support (relation behavior) a laeder provides. 3. The readiness (maturity) level that followers exhibit in performing a specific

task, fungtion or objective. (Hersey dan Blanchard dalam Hasibuan, 2005:205) Artinya kepemimpinan situasional didasarkan pada saling pengaruh antara lain:

1. Sejumlah petunjuk dan pengarahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh pimpinan.

2. Sejumlah dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang diberikan oleh pimpinan

3. Tingkat kesiapsiagaan (kematangan) yang para bawahan tunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi dan sasaran.

Beberapa ahli manajemen yang menyatakan bahwa tak ada satu sistem pun yang paling baik. Jauh lebih efektif bila anda menggunakan beberapa sistem manajemen, dimana sistem itu disebut dengan “manajemen situasional”. Dalam implementasinya oleh para leadership, pendekatan ini dikenal dengan “situational leadership” atau kepemimpinan situasional.

Pada kepemimpinan situasional, manajer dianjurkan untuk mengubah sistem kemanajemenannya tergantung pada jawaban atas dua pertanyaan berikut: 1) Seberapa kompeten karyawan anda menyelesaikan tugas-tugasnya?

2) Seberapa mandiri karyawan anda melakukan tugas-tugasnya sendiri? Keefektifan dari seorang manajer tidak ditentukan oleh sistem apa yang cocok bagi dirinya, melainkan apakah sistem manajemen tersebut cocok bagi karyawannya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Fiedler dalam Budi Paramita (1992), “Tampaknya akan lebih memenuhi harapan apabila kita senantiasa belajar mengetahui situasi dimana kita dapat menunjukkan prestasi terbaik, yaitu dengan memodifikasi situasi untuk menyesuaikan sistem kepemimpinan kita”. Oleh karena itu Fiedler tertarik untuk mengembangkan falsafah perekayasaan organisasi (organizational engineering) didalam manajemen, dengan prinsip “lebih mudah mengubah lingkungan kerja seseorang daripada mengubah kepribadian atau sistem seseorang dalam berhubungan dengan orang lain”.

Manajemen situasional yang diterapkan dalam pendekatan sistem kepemimpinan situasional terdiri dari empat macam sistem:

(1) Directing atau pengarahan,

(2) Cosultative atau coaching atau konsultasi/bimbingan, (3) Supporting/dukungan, dan

(4) Delegating/delegasi.

Adapun kepemimpinan situasional dapat diuraikan sebagai berikut:

Kepemimpinan situasional directing atau pengarahan dalam teori kepemimpinan Situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey, profesor dan penulis buku Situational Leader dan Ken Blanchard, penulis buku The One Minute Manager saat mereka terlibat pada edisi pertama buku Management of Organizational Behavior .

Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa seseorang pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya (leadership style) dengan tahap pengembangan para bawahannya (follower development level) yakni berdasarkan sejauh mana kesiapan dari para bawahan tersebut untuk melaksanakan suatu tugas yang akan mencakup di dalamnya kebutuhan akan kompetensi dan motivasi.

Fondasi dasar teori kepemimpinan situasional adalah tidak ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik. Model Gaya Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard terletak pada dua konsep dasar yaitu perpaduan antara gaya kepemimpinan dan tahap pengembangan/tingkat kematangan individu atau kelompok.

Menurut Harsey dan Blanchard, terdapat empat gaya kepemimpinan (S1 sampai S4) yang disesuaikan dengan tahap pengembangan karyawan (D1 sampai D4). Gaya kepemimpinan yang akan diterapkan oleh seorang pemimpin akan menentukan keberhasilan tugas yang dilakukan oleh orang yang dipimpinnya.

D4 D3 D2 D1

S4

S3 S2

S1

High LEADERSHIP STYLES

Low Directive Behavior

Decelopment Level of the Individual

S UP PO R TIVE B EH A VI O R High Developing Developed High Competence High Commitment Moderate to High Competence Variable Commitment Low to Some Competence Low Commitment Low Competence High Commitment Low Directive and High

Supportive Behavior "Lets Talk D3 Decides"

"D4 Decides" Low Directive and Low

Supportive Behavior

"Leader Decides" High Directive and Low Supportive Behavior

High Directive and High Supportive Behavior "Lets Talk Leader Decides"

DELE

GATI

NG

SU

PP

OR

TIN

G CO

AC

H

IN

G

D

IRE

CT

ING

Situasi Kepemimpinan S1 (Telling/Directing). Situasi ini terjadi pada saat bawahan tidak mampu menjalankan tugas dan tidak mau atau takut untuk mencoba sesuatu yang baru, sehingga harus diarahkan untuk menjalankan peran yang sangat besar dan memerintahkan apa yang harus dilakukan para bawahan. Ini biasanya terjadi pada karyawan baru yang belum mengetahui seperti apa sebuah pekerjaan dilakukan. Pada tahap ini perhatian perlu ditujukan untuk mengembangkan kompetensi bawahan yang belum terbangun dengan baik. Atasan juga akan mengembangkan struktur pekerjaan tentang bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dan bagaimana pengendalian dilakukan dengan baik. Pada intinya pada situasi seperti ini bawahan hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasan. Situasi Kepemimpinan S2 (Selling/Coaching). Situasi ini terjadi pada saat

bawahan memiliki kompetensi yang kurang tetapi mereka memiliki keinginan untuk bekerja yang kuat dan mau mencoba hal-hal baru. Pada situasi ini pemimpin lebih berperan memberikan saran mengenai pelaksanaan berbagai pekerjaan daripada memerintah bawahan untuk mengerjakan pekerjaan secara detail.

Dengan demikian pemimpin harus mencoba “menjual” berbagai ide mengenai cara melaksanakan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien, agar motivasi yang sudah dimiliki oleh bawahan yang dipimpinnya dapat lebih ditingkatkan lagi agar pekerjaan yang diberikan kepada bawahan dapat diselesaikan dengan baik dan benar.

Situasi Kepemimpinan S3 (Participating/Supporting). Pada situasi ini, bawahan memiliki kompetensi yang tinggi tetapi mereka enggan atau memiliki perasaan tidak aman untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dalam situasi seperti ini pemimpin harus menunjukkan perintah apa yang harus dikerjakan oleh para bawahan dan meminta untuk bekerja sama melaksanakan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban, karena para bawahan memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Dalam situasi ini, pemimpin juga harus memberikan motivasi/ mendorong karyawan dengan tujuan meningkatkan percaya diri yang mereka miliki bahwa mereka mampu melaksanakan tugasnya.

Situasi Kepemimpinan S4 (Delegating/Observing). Pada situasi ini karyawan memiliki kompetensi dan juga komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan tugas, sehingga pemimpin dapat melakukan pendelegasian pekerjaan kepada para bawahan. Akibatnya para pemimpin dalam situasi ini memiliki fokus terhadap pekerjaan dan hubungan kerja yang rendah dengan bawahannya. Para bawahan dalam situasi ini memerlukan dukungan yang kecil dari para pemimpin karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan secara mandiri

Cosultative atau coaching atau konsultasi/bimbingan

Coaching atau pelatihan adalah sebuah proses membimbing atau bimbingan yang diberikan kepada staff yang bertujuan untuk melatih dan memperkenalkan kondisi kerja dan membantu untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mencapai prestasi kerja. Salah satu tujuan dilakukannya coaching adalah untuk membantu staff dalam mengatasai kesulitan didalam melakukan tugas dalam bekerja atau performance yang tidak mencapai standart, meningkatkan keahlian atau ketrampilan tertentu didalam bekerja.

Dalam coaching, pemimpin memiliki peran sebagai coach. Sebagai coach, pemimpin memiliki beberapa peranan, antara lain:

• Menciptakan lingkungan yang nyaman sehingga staff dapat melihat dengan jelas dirinya sendiri. Caranya adalah dengan mendengarkan, bertanya, merefleksikan kembali, memberikan tantangan dan membekali staff.

• Menjelaskan tujuan dari coaching.

• Mengidentifikasi jarak antara kemampuan staff saat ini dengan apa yang diharapakan.

• Membantu staff dalam membuat perencanaan dan tindakan untuk menghilangkan jarak yang ada.

• Memahami dan mengantisipasi hambatan yang ada.

• Memberikan dukungan untuk memastikan semua berjalan.

Untuk melaksanakan peran tersebut, sorang pemimpin harus memiliki beberapa kemampuan yang dibutuhkan dalam melakukan coaching. Kemampuan tersebut antara lain:

• Kemampuan pemimpin untuk observasi

• Keahlian pemimpin untuk mendukung, mengatur anggota team

• Keahlian pemimpin untuk menyimak

• Keahlian pemimpin untuk berkomunikasi dengan anggota team

• Pemimpin harus mempunyai rasa emphati yang kuat

• Pemimpin harus mempunyai kesabaran

• Memimpin tanpa menghakimi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan coaching yang dilakukan mengalami kegagalan, antara lain:

• Tidak menemukan masalah yang sesungguhnya.

• Tidak jelas mengenai apa yang diharapkan.

• Tidak memiliki cukup informasi.

• Tidak fleksibel.

• Kehilangan kendali.

• Mengambil sikap bertahan.

• Tidak menampung gagasan atau pemecahan masalah dari karyawan.

• Tidak mendengarkan.

• Gagal mencatat perkembangan masalah kinerja.

• Gagal meminta pertanggung jawaban karyawan.

• Gagal memperkuat perbaikan kinerja.

Pengarahan merupakan suatu proses pembimbingan, pemberi petunjuk, dan intruksi kepada bawahan agar mereka bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengarahan (Direction) adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Termasuk didalamnya memberitahukan orang lain apa yang harus dilakukan dengan nada yang bervariasi mulai dari nada tegas sampai meminta atau bahkan mengancam. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik. Para ahli banyak berpendapat kalau suatu pengarahan merupakan

fungsi terpenting dalam manajemen. Karena merupakan fungsi terpenting maka hendaknya pengarahan ini benar-benar dilakukan dengan baik oleh seorang pemimpin. Karena pemimpin adalah manajemen pengarahan yang berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan dan saran kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing, maka pengarahan ada hubungannya dengan kepemimpinan atau seorang manager yang akan memberikan pengarahan dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Pengarahan pada hakikatnya adalah keputusan-keputusan pimpinan yang dilakukan agar kegiatan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik. Dengan pegarahan (directing) diharapkan:

1. Adanya kesatuan perintah (unity of command)

Dengan pengarahan ini akan diperolah kesamaan bahasa yang harus dilaksanakan oleh para pelaksana. Sehingga tidak tercapai kesimpangsiuran yang dapat membingungkan para pelaksana.

2. Adanya hubungan langsung dengan bawahan

Dengan pengarahan yang berupa peutnjuk atau perintah atasan yang langsung kepada bawahan, tidak akan terjadi miskomunikasi. Disamping itu pegarahan yang langsung ini dapat mempercepat hubungan antara atasan dan bawahan. 3. Adanya umpan balik yang langsung.

Pimpinan dengan cepat memperoleh umpan balik terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Selanjutnya umpan balik ini dapat segera digunakan untuk perbaikan.

Salah satu alasan pentingnya pelaksanaan fungsi pengarahan dengan cara memotivasi bawahan adalah:

a) Motivasi secara implisit, yakni pimpinan organisasi berada di tengah-tengah para bawahannya dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan.

b) Adanya upaya untuk mensingkronisasikan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi dari para anggota organisasi.

c) Secara eksplisit terlihat bahwa para pelaksana operasional organisasi dalam memberikan jasa-jasanya memerlukan beberapa perangsang atau insentif. Selain itu ada cara-cara pengarahan yang dapat dilakukan, diantaranya

1. Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.

2. Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada

Body Language

Body language atau yang sering disebut dengan bahasa tubuh adalah gerakan tubuh yang menggambarkan perasaan, kepribadian dan kecerdasan pribadi seseorang. Mengatur bahasa tubuh yang baik dan positif adalah hal yang sangat penting, manfaatnya selain Anda akan terlihat bagus oleh orang-orang, juga bahasa tubuh yang baik akan membuat Anda bisa lebih positif. Bahkan dengan memiliki bahasa tubuh yang baik dan tepat maka bisa menjadi kunci penting menggapai kesuksesan. Memberhatikan bahasa tubuh yang baik adalah hal yang penting dan tidak boleh diremehkan, karena seringkali seseorang menilai kepribadian orang lain dari bahasa tubuhnya. Bahasa tubuh sering dijadikan tolok ukur bahwa seseorang memiliki daya tangkap dan tingkat kecerdasan yang baik. Selain itu bahasa dan gerak tubuh bisa menjadi daya pikat dan menghasilkan aura yang positif. Berikut cara menggunakan bahasa tubuh yang baik sekaligus dapat dipakai untuk membaca bahasa tubuh kepribadian seseorang:

1. Saat Berdialog atau Komunikasi, Arahkan Badan Anda ke Lawan Bicara

Orang-orang dapat dengan mudah menerka tentang reaksi dan tingkat perhatian Anda terhadap mereka. Saat Anda beremu dengan seseorang (apalagi orang yang baru dikenal),

maka arahkan tubuh Anda sepenuhnya pada mereka. Dengan begitu mereka akan merasa bahwa Anda memberikan perhatian penuh pada diri mereka, hal ini akan berdampak positif bagi diri Anda karena orang-orang nantinya akan lebih menghargai diri Anda, sebagai balasan dari perlakukan baik Anda kepada mereka.

2. Hindari Mengangguk Terlalu Sering

Sebenarnya hal yang bagus ketika lawan bicara menjelaskan sesuatu lalu Anda mengangguk sebagai isyarat bahwa Anda mengerti. Namun jika keseringan mengangguk (seperti burung pelatuk) maka anggukan kepala tersebut akan tampak seperti dibuat-buat, sehingga memberikan kesan kurang baik pada lawan bicara. Jika Anda berlebihan dalam mengangguk maka suasana pembicaraan menjadi terasa aneh, dan juga memberikan kesan negatif kepada lawan bicara. Sebenarnya dengan sesekali mengangguk sebagai tanda mengerti maka itu sudah cukup.

3. Jangan Lupa Untuk Tersenyum

Sebenarnya tersenyum adalah suatu tindakan yang sangat mudah, sederhana, dan yang paling menyenangkan di dunia. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak terseyum. Bahkan dengan terseyum maka Pengertian lain dari Directing adalah kegitan yang dilakukan oleh pimpinan

untuk membimbing, mengarahkan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan usaha.

Dalam pembahasan mengenai Directing ini ada beberapa hal yang harus dibahas, yaitu:

1. Tingkah laku (perilaku) manusia (human behavior) 2. Hubungan manusia (human relation)

3. Motivasi (motivation) 4. Kepemimpinan (leadership) 5. Komunikasi (communication)

Kelima hal ini harus dapat dimengerti dengan baik agar directing dapat dilaksanakan dengan baik pula.

akan membuat Anda lebih bahagia, dan membuat Anda bisa memiliki banyak teman yang baik-baik Gagal untuk tersenyum saat bertemu dengan orang lain (apalagi orang yang baru dikenal) maka akan memberikan kesan bahwa Anda tidak tertarik melakukan pembicaraan dengannya

4. Lakukan Kontak Mata yang Baik

Melakukan kontak mata bisa mempererat hubungan pembicaraan. Namun tentunya kontak mata yang dilakukan yaitu tidak dengan cara menatapnya secara tajam karena ini justru membuat lawan bicara menjadi tidak nyaman. Kontak mata dilakukan dengan santai. Apabila Anda akan mengalihkan pandangan sejenak, maka lakukan secara lembut dan perlahan, lalu lakukan kontak mata kembali. Dengan bahasa tubuh seperti ini akan memberikan kesan bahwa Anda adalah orang yang cerdas dan memiliki wawasan luas.

5. Buatlah Bahu Untuk Selalu Rileks

Saat kondisi jiwa sedang tegang, maka Anda akan merasakan kedua bahu juga ikut terasa tegang dan kaku. Hal ini bisa dirasakan dan terlihat dari posisi bahu yang agak terangkat dan cenderung maju ke depan. Kondisi bahu yang tegang seperti ini, jika dibiarkan saja maka akan membuat rasa tegang yang dialami semakin memburuk. Selain itu, gesture bahu juga akan terlihat kurang baik. Oleh karena itu, usahakan agar Anda merilekskan dan mengendurkan ketegangan pada bahu. Hal ini ternyata bisa membantu untuk meredakan rasa tegang, dan juga mencegah Anda terlihat kurang baik.

6. Hindari Menyilangkan Tangan atau Kaki

Menyilangkan tangan atau kaki bisa memberikan kesan bahwa Anda orang yang tertutup dan terlalu waspada terhadap lawan bicara, sehingga hal ini tidak menimbulkan hubungan pembicaraan yang baik. Oleh karena itu, bukalah posisi tangan dan kaki Anda (jangan disilangkan), sehingga Anda terhindar dari dicurigai sebagai orang yang tertutup, terlalu berhati-hati, atau bahkan orang yang sombong.

7. Cara Berjabat Tangan yang Baik

Jabat tangan menjadi cara yang sangat bagus ketika bertemu, baik itu bertemu orang yang dikenal maupun belum dikenal berjabat tangan yang baik, yaitu lakukan kontak mata saat berjabat tangan, dan jangan lupa untuk memberikan senyum tulus. hati, karena berbeda antara senyuman tulus dari hati dengan seyuman yang dibuat-buat (tidak dari hati). Senyuman tulus akan membuat orang lain bahagia dan menjadikan suasana lebih hangat.

8. Pastikan Postur Tubuh Anda Senantiasa Lurus (Tegap)

Dengan posisi tegap maka akan mencegah Anda duduk membungkuk, hal ini membuat Anda akan terlihat bagus oleh orang-orang. Cara mengirimkan pesan bahasa tubuh yang sangat baik yaitu dengan memiliki postur tubuh yang tegap lurus, baik itu Anda sedang duduk maupun berdiri. Postur tubuh tegap juga akan menjadikan Anda terlihat berwibawa, Dan attitude Anda akan terlihat “perfect”. Adapun jika posisi duduk Anda adalah membungkuk maka ini akan memberikan pesan bahasa tubuh yang negatif, Anda akan terkesan oleh orang-orang disekitar sebagai sosok yang tidak enerjik, pemalas, tidak antusias, rendah semangat atau bahkan dituduh tidak menghargai lawan bicara.

9. Perkirakan Perilaku Yang Akan Anda Munculkan

Ketika dalam satu kondisi yang mungkin menjadikan Anda merasa canggung, sehingga tidak tahu hal yang harus dilakukan, dimana “lengan dan tangan” Anda serasa kebingungan untuk diposisikan seperti apa.Tidak jarang orang-orang yang dalam kondisi seperti itu, mencoba menepiskan kecanggungan dengan cara menyilangkan lengan di depan tubuh, memutar-mutar rambut, dan melakukan hal-hal aneh lainnya. Sikap yang terbaik sebenarnya adalah tetap menjaga lengan di samping tubuh. Ketika Anda merasa tidak nyaman, maka pastikan Anda memiliki sesuatu untuk dipegang,

contohnya buku, pulpen, atau lainnya. Hindari menyembunyikan tangan di saku, karena itu merupakan posisi tubuh yang kurang enak dilihat.

10. Hindari Sikap Suka Terburu-buru. Mengambil keputusan tentang suatu hal penting secara terburu-buru akan berdampak buruk. Demikian juga terburu-buru dalam meyalahkan orang lain maka nantinya kita sendiri yang malu karena salah dalam melemparkan tuduhan. Yang namanya terburu-buru itu umumnya tidak baik, dengan membiasakan dan melatih diri agar bersikap selalu tenang, maka Anda akan lebih mudah untuk memiliki bahasa tubuh yang baik. Manfaat lainnya, Anda akan terlihat oleh orang lain sebagai sosok yang penuh ketenangan, selain itu dengan membiasakan diri untuk selalu tenang maka akan mencegah resiko stress.

11. Buatlah Jarak Antara Kedua Kaki

Dalam posisi berdiri maupun duduk, hindari sikap kaki yang terlalu rapat, hendaknya membuat jarak antar kedua kaki secukupnya (jangan terlalu lebar), sehingga hal ini akan membuat Anda terlihat sebagai orang yang cukup percaya diri, serta merasa nyaman dengan posisi duduk atau berdirinya.

12. Jangan Membungkuk

Duduklah dengan tegak, jika duduk dengan posisi membungkuk maka hal ini akan membuat Anda terlihat seperti orang yang tidak bersemangat, tidak memiliki gairah, dan semacamnya. Duduklah dalam posisi tegak, namun tetap dengan sikap yang santai. Sehingga duduk dengan posisi tegak bukan berarti menandakan tegang. Demikian juga saat berdiri, hindari berjalan dengan posisi tubuh membungkuk, berjalanlah dengan tegak namun tetap santai.

13. Saat Bercakap-cakap Sambil Duduk, Condongkan Badan Sedikit kepada Lawan Bicara

Saat bercakap-cakap dalam posisi duduk, maka berikan indikasi bahwa Anda tertarik tentang apa yang disampaikan oleh lawan

bicara, condongkan badan Anda sedikit ke arahnya. Condongkan sedikit saja, jangan terlalu condong karena Anda akan terlihat

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 111-125)