• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model-Model Penilaian Efektifitas Pelatihan

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 195-200)

Proses evaluasi itu sendiri bisa mendorong para pegawai untuk meningkatkan produktifitasnya. Untuk mengetahui dampak dari pelatihan itu secara keseluruhan terhadap hasil atau performansi seseorang atau suatu kelompok tertentu, umumnya terdapat dua pilihan model penilaian yaitu:

1. Uncontrolled model.

Model pertama ini biasanya tidak memakai kelompok pembanding dalam melakukan penilaian dan dampak pelatihan terhadap suatu hasil atau performansi kerjanya.

2. Controlled model.

Sedangkan model kedua adalah model yang dalam melakukan penilaian efektivitas program pelatihan menggunakan sistem membanding yaitu membandingkan hasil dari orang atau kelompok yang tidak mengikuti pelatihan.

Perancangan pengembangan program dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan analisa pekerjaan untuk menemukan apa yang harus dipelajari. Tujuan dari analisa ini adalah untuk menetapkan isi dari program latihan yang menekankan pada keahlian yang diperlukan untuk menyelenggarakan pekerjaan. Dalam tugas analisa ini operasi yang akan dilaksanakan dipecahkan kedalam berbagai unit yang lebih rinci. Agar lebih efektif maka analisa tugas harus memuat tujuan latihan spesifik yang dicerminkan kedalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati, seperti penghitungan presentase.

2. Menyusun program latihan dengan perhatian khusus pilihan media instruksi, teknik dan pengurutan unit belajar. Keputusan penting dalam merancang program terletak pada pilihan teknik dan media instruksi. Pilihan harus dibuat dalam berbagai krieria interaksi yang telah diketahui dengan isi yang akan dipelajari dan sifat–sifat yang relevan. Pertimbangan yang lain adalah keefektifan biaya dari berbagai media. Proses dasar dari persiapan program latihan adalah pengurutan komponen, hal ini bermanfaat untuk mengurangi kesalahan dan memaksimalkan

penguat positif sehingga meningkatkan motivasi serta memberikan sikap–sikap positif terhadap tugas pekerjaan tersebut.

3. Evaluasi pelatihan dilakukan secara objektif dan sistematis. Kriteria untuk mengevaluasi efektifitas harus diambil dari analisa tugas, berhasil atau tidaknya latihan dapat ditentukan hanya berdasarkan tujuan spesifik dari program. Kriteria untuk mengevaluasi efektifitas dari program latihan industri dapat diklasifikaskan dalam empat tingkatan yaitu:

a. Reaksi–reaksi peserta terhadap program latihan itu sendiri b. Mempelajari isi program itu sendiri

c. Perubahan–perubahan dalam job-perfomance d. Akibat terhadap hasil–hasil organisasi

(Anne Anastasi, 1990: 159-161). Menurut (Dessler: 2004: 217). Program pelatihan terdiri dari lima langkah:

Pertama : Langkah analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisa keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan perestasi.

Kedua : Merancang instruksi, untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas.

Ketiga : langkah validasi, yaitu program pelatihan dengan menyajikan kepada beberapa orang yang bisa mewakili.

Keempat : menerapkan program itu, yaitu melatih karyawan yang ditargetkan. Kelima : Langkah evaluasi dan tindak lanjut, dimana manejemen menilai

keberhasilan atau kegagalan program ini.

3.7.3 Pembekalan Karyawan dengan Training Motivasi

Bekerja pada suatu perusahaan sekalipun di sebuah perusahaan favorit kita dengan bidang pekerjaan yang sudah sesuai dengan background pendidikan selalu menjadikan rasa bangga dan kebahagiaan sekalipun mendapati diri harus terbenam dalam tumpukan pekerjaan dengan deadline yang cukup berdekatan.

Namun, sebahagia apapun rasa dan semangat dalam bekerja tetap saja akan ada suatu masa dimana diri kita merasa jenuh dan lelah dengan semua aktivitas dan rutinitas yang selalu saja sama kita lakukan setiap harinya.

Untuk itu disaat rasa jenuh dan bosan dengan pekerjaan membuat karyawan dalam suatu perusahaan butuh diberi suntikan semangat dan motivasi agar mendapatkan kembali energinya dalam bekerja seperti saat awal masuk .

Ada banyak sekali cara yang bisa dipilih dan dilakukan oleh sebuah perusahaan yang ingin melakukan pemberian semangat dan motivasi untuk para karyawannya secara berkala salah satunya adalah dengan cara memberikan pelatihan SDM tentang motivasi.

Pelatihan motivasi untuk meningkatkan semangat dan rasa percaya diri dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan bidangnya adalah positif. Bekerja dengan rutinitas dan kegiatan yang selalu sama disetiap harinya tentu sangat membosankan, jika dibiarkan maka kinerja karyawan sudah pasti akan menurun. Dengan diadakan training motivasi perusahaan peduli untuk meningkatkan soft skill yang ada pada karyawan sehingga aura untuk bekerja dengan baik.

Beberapa tujuan yang positif mengapa setiap karyawan disebuah perusahaan berhak atas sebuah training dan motivasi yang baik:

• Dengan adanya training motivasi sangat berpengaruh terhadap penyegaran pikiran karyawan yang jenuh dengan pekerjaan

• Training motivasi juga sangat baik untuk membantu karyawan terus semangat dalam bekerja sehingga target dari perusahaan bisa dicapai dengan angka yang maksimal

• Etos kerja akan tercapai karena karyawan kembali semangat dan bergairah untuk bekerja meningkatkan performa pekerjaannya

• Bagi perusahaan training motivasi juga bermanfaat sebagai salah satu cara pendorong dan peningkat produktivitas pekerjaan semua karyawan yang bekerja di bawahnya

Training motivasi juga bisa menjadi ajang berkumpulnya seluruh anggota perusahaan dari semua lapisan jabatan dan antar karyawan, pimpinan bisa sekaligus mengenal satu sama lain dan mempererat tali silaturahmi.

Ada banyak perusahaan jasa yang bergerak dibidang pemberian training motivasi. Anda bisa memilih salah satu dari perusahaan jasa tersebut yang memiliki misi sejalan dengan perusahaan Anda. Pemberian pelatihan karyawan tentang motivasi seharusnya diselingi dengan banyak kegiatan menarik seperti permainan antar kelompok, games, role play, diskusi kelompok, kegiatan out door seperti out bond dan kegiatan lain yang berfungsi sebagai kegiatan penyegaran otak, fisik sehingga semua peserta training setelah mengikuti serangkaian kegiatan tersebut akan merasa puas, lega dan dapat kembali mendapatkan semangat yang sempat hilang.

Untuk waktu idealnya dalam pemberian training motivasi biasanya dilakukan paling tidak 6 bulan atau 1 tahun sekali. Bisa dipilih memberi training pada akhir tahun atau awal tahun dimana pasti semua jajaran jabatan dan lapisan bidang kerja harus berkutat dengan laporan akhir tahun dan target atau perencanaan awal tahun yang

cukup padat. Untuk lamanya waktu training bisa disesuaikan dengan kebutuhan setiap perusahaan. Ada yang hanya one day training tetapi ada yang sampai 2 hari.

Training motivasi ini dilakukan diluar kompleks perkantoran dan biasanya dilakukan di tempat terbuka seperti bumi perkemahan, villa, pegunungan,dll. Untuk itu perlu diadakan sosialisasi atau persiapan terlebih dahulu bagi setiap karyawan yang akan diikutkan training agar tidak mendadak dalam pemberian schedule atau jadwal sehingga karyawan dapat mengatur jadwal kegiatannya terutama untuk mereka yang sudah berkeluarga dan memiliki banyak aktivitas diluar dunia pekerjaannya.

Jangan abaikan pentingnya pemilihan materi training untuk pelatihan SDM agar motivasi yang akan diadakan bisa tepat sasaran sesuai dengan harapan. Beberapa materi yang bisa dipilih seperti budaya perusahaan, visi misi perusahaan dan lainnya. Tidak ada salahnya menyelipkan beberapa kegiatan atau aktivitas yang menarik seperti bermain peran, bernyanyi bersama sehingga tercipta suasana training tidak selalu kaku dan didominasi oleh kegiatan didalam ruangan yang membosankan. Pastikan bahwa training motivasi dipenuhi oleh serangkaian kegiatan yang menyenangkan, memberi semangat dan membuat seluruh peserta training aktif. Jangan sampai training motivasi hanya sebatas judul karena pembicara yang kaku, pembicara yang tidak luwes serta tidak aktif yang membuat seluruh peserta training justru mengantuk dan ingin segera cepat pulang.

1. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Tujuan pelatihan adalah agar para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan serta untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari para karyawan. Training juga mempunyai pengaruh yang besar bagi pengembangan perusahaan, yaitu:

a. Meningkatkan pengetahuan para karyawan atas budaya dan para pesaing luar, b. Membantu para karyawan yang mempunyai keahlian untuk bekerja dengan

teknologi baru,

c. Menurut Dessler (edisi terjemahan:1997:263), Pelatihan memberikan karyawan baru atau lama suatu keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.

“Sejumlah godaan akan datang kepada mereka yang tekun dan rajin, tapi seluruh godaan akan menyerang mereka yang bermalas-malasan.”

Charles H Spurgeon (1834–1892), pendeta asal Inggris”

“Jangan pernah takut pada kesempurnaan karena anda tidak akan pernah bisa mencapainya.”

2. Pelatihan dan Dukungan Sosial

Untuk mendorong keterlibatan, pelatihan harus menjadi proses yang berkelanjutan dan tidak terbatas pada evaluasi kinerja triwulanan atau tahunan. Sebagaimana dicatat oleh Murphy dan DeNisi (2008) sebagian besar intervensi manajemen kinerja yang dirancang untuk memotivasi karyawan dapat tampil lebih baik. Terkadang masalah kinerja memiliki sedikit motivasi daripada kemampuan. Dalam kasus seperti ini pelatihan mungkin menjadi solusi. Disarankan oleh Schaufeli dan Salanova (2007) salah satu kunci untuk menjaga karyawan tetap terlibat adalah memungkinkan mereka untuk terus mengembangkan sepanjang karier mereka. Dalam konteks Kahn (1990) kondisi psikologis, pelatihan ini sangat relevan

untuk menyediakan karyawan dengan sumberdaya yang akan membuat mereka merasa tersedia untuk sepenuhnya terlibat dalam peran mereka (pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas pekerjaan seseorang). Pelatihan juga dapat membuat karyawan merasa lebih aman tentang kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka dengan demikian menurunkan kecemasan dan meningkatkan perasaan ketersediaan. Program pelatihan juga dapat menjadi sumber daya penting untuk mempersiap kan karyawan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan. Dijelaskan oleh Kahn (1990),bahwa individu lebih siap dan tersedia untuk terlibat dalam peran mereka ketika mereka dapat mengatasi berbagai tuntutan dan ketika mereka memiliki kemampuan untuk terlibat dalam strategi .

Schaufeli dan Salanova (2007) menunjukkan bahwa pembinaan karyawan dan membantu mereka dengan perencanaan pekerjaan mereka, menyoroti potensi kesulitan, dan menawarkan saran serta dukungan emosional untuk membantu mendorong keterlibatan. Hal ini juga membantu untuk menanamkan kepercayaan diri atau self-efficacy antara karyawan. Penelitian pada model JD-R telah menemukan bahwa manajer dapat memiliki dampak yang signifikan pada keterlibatan bawahan. Sumber pekerjaan termasuk pembinaan pengawasan dan dukungan telah terbukti terkait dengan keterlibatan karyawan (Hakanen, et al, 2006; Schaufeli & Bakker, 2004; Xanthopoulou, et al, 2009b). Latham et al. (2005) menunjukkan bahwa dalam rangka untuk mempromosikan pengembangan “bisa melakukan” pola pikir, proses pembinaan harus membantu untuk mempromosikan self-efficacy karyawan . Luthans, et al, 2007a, b) berpendapat bahwa Self-efficacy pada kenyataannya adalah salah satu sumber daya pribadi secara lebih komprehensif, membangun tingkat tinggi yang dikenal sebagai modal psikologis (PsyCap).

Schaufeli dan Salanova (2008) menunjukkan bahwa meningkatkan keterlibatan dapat dilakukan dengan pelatihan yang memberikan pengalaman yang sesuai dengan kejuruan supaya karyawan sukses, menjadikan dorongan, dan mengurangi rasa takut akan kegagalan. Schaufeli dan Salanova (2007) mempromosikan bahwa

self efficacy adalah landasan pembinaan keterlibatan melalui pelatihan, Lanjutnya bahwa macam macam pengalaman pelatihan yang membangun self-efficacy akan mendorong semua konstruk PsyCap dan menyebabkan tingkat yang lebih tinggi pada keterlibatan. Nilai PsyCap sebagai konstruk tingkat tinggi adalah dampak PsyCap pada hasil kerja diperkirakan akan lebih besar dari kemampuan individu (Luthans,et al, 2007a).

Selain self-efficacy, PsyCap terdiri dari harapan, optimisme, dan ketahanan. Harapan adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menemukan jalur ketujuan seseorang dan menemukan motivasi untuk menggunakan jalurnya (Snyder, et al, 2005). Optimisme melibatkan harapan bahwa hal-hal baik akan terjadi (Carver, et al, 2009). Ketahanan melibatkan penyesuaian yang positif, mengatasi keberhasilan, dan memantulkan kembali ketika menghadapi kondisi yang penuh tantangan, termasuk yang melibatkan perubahan positif (Luthans, 2002a, Luthans & Youssef, 2007, Sutcliffe & Vogus, 2003). Membangun hubungan antara PsyCap dan keterlibatan karyawan merupakan area baru penelitian, namun hasil awal menunjukkan bahwa konstruk berhubungan positif (Sweetman & Luthans, 2010). Empat konstruk PsyCap memiliki bukti secara positif berkaitan dengan keterlibatan (Saks & Gruman, 2010), self efficacy dan optimisme telah terbukti sebagai mediasi hubungan antara sumberdaya kerja dan keterlibatan (Xanthopoulou, et al, 2007). Stajkovic & Luthans, (1998) mengusulkan bahwa untuk mendorong keterlibatan proses pembinaan harus mengembangkan tidak hanya self-efficacy karyawan, tapi empat dari konstruk yang terdiri PsyCap. Metode untuk membina self efficacy termasuk penguasaan inaktif, belajar, persuasi verbal dan gairah psikologis . dan menurut pendapat (Luthans, 2002b; Luthans&Jensen, 2002; Lopez,et al, 2000) bahwa upaya yang dikembangkan melalui pelatihan penetapan tujuan, melalui metodologi, latihan mental, dan regoaling .(Carver, et al., 2009) mengatakan bahwa optimis dapat dipromosikan melalui teknik perilaku yang kognitif . Selanjutnya Sutcliffe dan Vogus (2003) mencatat bahwa ketahanan dipromosikan melalui pelatihan, pengembangan pengetahuan khusus, memiliki kesempatan untuk mengamati model peran, dan memiliki kemampuan untuk melakukan dan memperbaiki dari kesalahan. Pembinaan berkelanjutan yang membantu karyawan mengembangkan keterlibatan sehingga dapat mencapai kinerja yang memuaskan. Coaching atau pelatihan merupakan sumber penting dukungan dari atasan seseorang, tetapi dukungan sosial dari rekan kerja juga penting untuk keterlibatan. Kahn (1990) mengidentifikasi interaksi pentingnya kerja sama bagi kebermaknaan psikologis. Secara khusus, individu kebermaknaan berpengalaman ketika mereka memiliki interaksi interpersonal yang menguntungkan dengan rekan kerja dan klien. Dia juga berpendapat bahwa hubungan interpersonal mendorong keamanan

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 195-200)