• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 102-111)

Teori-teori dalam Kepemimpinan

2.8.5 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

A. Menurut Robbins dan Coulter: Gaya kepemimpinan Kharismatik.

Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan memperlihatkan kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku tertentu

Gaya kepemimpinan transaksional.

Yaitu gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikutnya menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.

Gaya kepemimpinan transformasional.

Ialah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan luar biasa pada pribadi para pengikut.

Gaya kepemimpinan visioner.

Merupakan gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai massa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik.

B. Menurut Hersey dan Blanchard:

a) Mengatakan (Telling), pemimpin mendefinikan peranan-peranan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas dan mengatakan pada pengikutnya apa, dimana, bagaimana, dan kapan untuk melakukan tugas-tugasnya.

b) Menjual (Selling), pemimpin menyediakan instruksi-instruksi terstruktur bagi pengikutnya, tetapi juga suportif.

c) Berpartisipasi (Participating), pemimpin dan pengikut saling berbagi dalam keputusan-keputusan mengenai bagaimana yang paling baik untuk menyelesaikan tugas dengan kualitas tinggi.

d) Mendelegasikan (Delegating), pemimpin menyediakan sedikit pengarahan secara seksama, spesifik atau dukungan pribadi terhadap pengikut-pengikutnya.

C. Menurut Ralph White dan Ronald Lippitt: a) Otoriter

• Semua determinasi “policy” dilakukan oleh pimpinan.

• Teknik-teknik dan langkah-langkah aktivitas ditentukan oleh pejabat satu per satu, hingga langkah-langkah mendatang senantiasa tidak pasti.

• Pemimpin biasanya mendikte tugas pekerjaan khusus dan teman sekerja setiap anggota.

• Dominator” cenderung bersikap pribadi dalam pujian dan kritik pekerjaan setiap anggota; ia tidak turut serta dalam partisipasi kelompok secara aktif kecuali apabila ia memberikan demonstrasi.

Membuat keputusan sendiri (kekuasaan terpusat) yang dipaksakan. Berwenang penuh: anggota ketakutan, Bertanggung jawab sendiri. Pengawasan bersifat ketat, langsung dan tepat. Komunikasi top down. Dapat menjadi otokratis kebapakan (anggota ditangani efektif, pemimpin memberi perintah dan pujian, anggota dituntut loyal)

b) Demokratis

• Semua “policies” merupakan bahan pembahasan kelompok dan keputusan kelompok yang dirangsang dan dibantu oleh pemimpin.

• Perspektif aktivitas dicapai selama diskusi berlangsung. Dilukiskan langkah-langkah umum ke arah tujuan kelompok dan apabila diperlukan nasihat teknis, maka pemimpin menyarankan dua atau lebih banyak prosedur-prosedur alternatif yang dapat dipilih.

• Para anggota bebas untuk bekerja dengan siapa yang mereka kehendaki dan pembagian tugas diserahkan pada kelompok.

• Pemimpin bersifat objektif dalam pujian dan kritiknya dan ia berusaha untuk menjadi anggota kelompok secara mental, tanpa terlalu banyak melakukan pekerjaan tersebut. Ada konsultasi dengan anggota→ anggota dapat memberi sumbangan saran.

Komunikasi 2 arah lancar. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

Kondisi organisasi yang kondusif untuk belajar mampu memantau prestasi diri sendiri, berani mencoba tata kerja baru.

c) Laissez-Faire

• Kebebasan lengkap untuk keputusan kelompok atau individual dengan minimum partisipasi pemimpin.

• Macam-macam bahan disediakan oleh pemimpin, ia akan menyediakan keterangan apabila ada permintaan. Ia tidak turut mengambil bagian dalam diskusi kelompok. Pemimpin tidak berpartisipasi sama sekali.

• Komentar spontan yang tidak frekuen atas aktivitas-aktivitas anggota dan ia tidak berusaha sama sekali untuk menilai atau mengatur kejadian-kejadian. Memberi kekuasaan kepada anggota untuk memecahkan masalah dan mengembangkan diri.

D. Gaya Kepemimpinan Keating (1986)

Keating sebagaimana dikutip Pasolong (2007:38) membagi gaya kepemimpinan yaitu (1) kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan (2) kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human relationship oriented).

Dalam dua bidang tugas kepemimpinan itu, akhir-akhir ini dikembangkan teori 4 (empat) gaya kepemimpinan yaitu:

“Kekompakan tinggi Kerja Rendah” “Kerja Tinggi Kekompakan Rendah” “Kekompakan rendah Kerja rendah” “Kerja Tinggi Kekompakan Rendah” Sumber: Keating (1986) dalam Pasolong (2007:38)

Kekompakan tinggi dan kerja rendah: Gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga hubungan baik, keakraban dan kekompakan kelompok, tetapi kurang memperhatikan unsur tercapainya tujuan kelompok atau penyelesaian tugas-tugas bersama. Inilah gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social rekreatif. Dalam perkumpulan semacam itu, seperti kelompok rekreasi, peguyuban, persahabatan, yang sebagian besar perhatian diberikan kepada hubungan antar kelompok, kalau ada, sedikit dan kadang-kadang saja. Maka gaya ini tidak akan jalan, jika dipergunakan bagi kelompok yang bertujuan untuk mencapai sesuatu, kelompok yang dituntut harus produktif. Sebab tuntutannya adalah hasil kerja atau tercapainya tujuan bukan pada keakraban, kesenangan atau kegembiraan bersama saja.

Kerja Tinggi Kekompakan Rendah: gaya ini menekankan segi penyelesaian tugas dan tercapainya tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan ini menampilkan gaya kepemimpinan direktif. Gaya kepemimpinan itu baik untuk kelompok yang baru dibentuk, yang membutuhkan tujuan dan sasaran yang jelas, dan kelompok yang telah kehilangan arah, tidak mempunyai lagi tujuan dan sasaran, tidak mempunyai kriteria untuk meninjau lagi hasil kerjanya, yang sudah kacau dan tak berarti lagi. Karena gaya ini memberi kejelasan tujuan dan sasaran kerja serta pengawasan yang ketat atas usaha mencapai tujuan dan sasaran itu. Gaya kepemimpinan yang direktif ini tepat dipergunakan dalam usaha dagang yang penuh persaingan, situasi gawat dan dikalangan militer.

Kerja Tinggi dan Kekompakan Tinggi. Gaya kepemimpinan ini ideal digunakan untuk membentuk kelompok baru. Karena setiap kelompok baru membutuhkan kejelasan tujuan dan sasaran, struktur kerja untuk mencapai tujuan dan sasaran itu, serta usaha untuk membina hubungan antara para anggota. Waktu menggunakan

gaya kepemimpinan itu untuk membentuk kelompok, pemimpin perlu melengkapi dengan contoh. Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas.

Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan ini ideal digunakan bagi kelompok yang telah memiliki kejelasan tujuan dan sasarannya, telah mengetahui langkah-langkah untuk mencapainya, serta mengetahui bagiamana menjaga kehidupan kelompok selama mencapai tujuan dan sasarannya.Gaya kepemimpinan ini merupakan gaya kepemimpinan yang menggariahkan untuk kelompok yang sudah jadi. Keputusan untuk mempergunakan gaya kepemimpinan ini amat tergantung pada sejarah dan keadaan kelompook yang ada. Apakah kelompok itu memang sudah dan masih mampu menjalankan tugas untuk mencapai tujuan bersama dan untuk menjaga kekompakan kelompok; apakah kelompok sudah dan masih mempergunakan strktur kerja dan cara kerja yang sehat apakah kelompok itu sudah dan masih peka terhadap kebutuhak kelompok? Jika kelompok memang sudah matang, tugas pemimpin menjadi terbatas dan melengkapi hal-hal yang belum ditangani oleh kelompok.

E. Gaya Kepemimpinan Kontinum Tannebaum dan Schmidt

Gaya kepemimpinan terkategori dalam gaya kepemimpinan klasik yang diperkenalkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Keduanya menggambarkan gagasannya dalam sebuah gambar yang memiliki dua bidang pengaruh yang ekstrim. Bidang pertama adalah pengaruh pimpinan dan bidang kedua adalah kebebasan bawahan.

Pada bidang pertama, pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua, pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dpengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan. Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Ketujuh model ini masih dalam kerangka dua gaya otokratis dan demokratis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada

bawahannya. Model in terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.

2. Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini, pemimpin masih terlihat banyak menggunkan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model pertama. Bahawan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan. 3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang

kemajuan, dibatasinya penggunakan otoritasnya dan diberikan kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bahwa sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.

4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya.

5. Pemimpin memberikan persoalan-persoalan, meminta saran-saran, dan membuat keputusan. Model ini sudah jelas, otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam partisipasi membuat keputusan sudah banyak dipergunakan.

6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini leibh besar dibandingkan dalam model keloma di atas.

7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fugnsinya dalam batas-batas yagn telah dirumuskan oleh pemimpin. Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrim penggunaan otortias pada model nomor satu diatas.

F. Gaya Kepemimpinan Managerial Grid Blake dan Mouton

Managerial Grid merupakan salah satu gaya kepemiminan yang terkenal untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen. Gaya ini dirumuskan dan diperkenalkan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mounton pada tahun 1964. Dalam gaya atau pendekatan ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni: Produksi (concern for production) di satu pihak dan Orang-orang (concern for people) di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan.

Menurut Blaku dan Mouton, terdapat empat gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan berada ditengah-tengah gaya ekstrem tersebut.

• Pada Grid 1.1, Improvership Management (Manajemen Miskin). Pada grid ini, manajer sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas manajer dalam grid ini menganggap dirinya sebagai

perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi dari atasan kepada bawahan.

• Pada Grid 9.9, Team Managemen (Manajemen Tim). Pada grid ini, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja dengannya. Dia mencoba untuk merencanakan semua usaahanya dengan senantiasa memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Manajer yang termasuk dalam Grid ini dikatakan sebagai manajer Tim yang riil (the real team manajer). Dia mampu memadukan kebutuhan-kebutuhan produksi dengan kebutuhan orang-orang secara individu.

• Pada Grid 1.9, Country Club Management (Manajemen klub sukaria). Pada grid ini, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Manajer seperti ini dinamakan pemimpin klub (The country club management). Manajer ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bisa bekerja rileks, bersahabat dan bahagia dalam organisasinya.

• Pada Grid 9.1, Autority Compliance (menghasilkan wewenang). Pada grid ini, manajer disebut sebagai manajer yang menjalankan tugas secara otokratis (autocratic task managers). Manajer semacam ini hanya mau memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya.

• Pada Grid 5.5, Middle of the road Management (Manajemen di tengah berjalan). Pada grid ini, Manajer mempunyai pemikiran yang medium baik pada produksi maupun pada orang-orang. Dia berusaha menciptakan dan membina moral orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya, dan produksi dalam tingkat yang memadai dan tidak terlampau mencolok. Dia tidak menciptakan target yang tinggi sehingga sulit dicapai, dan berbaik hati mendorong orang-orang untuk bekerja lebih baik.

G. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi Reddin

Gaya kepemimpinan Tiga Dimensi diperkenalkan oleh William J. Reddin, seorang professor dan konsultan dari Kanada. Redin merumuskan tiga gaya efektivitas kepemimpinan dalam modelnya, sehingga model ini dikenal dengan Gaya Kepemimpnan Tiga Dimensi Reddin. Dalam modelnya, Reddin menggambarkan tiga kotak sebagai pembeda tiga dimensi kepemimpinan. Kotak ditengah menggambarkan gaya dasar dari kepemimpinan seseorang. Sementara kotak

ditengah yang ditarik ke atas dan kebawah menggambarkan gaya efektif dan tidak efektif dari seorang pemimpin.

Pada kotak atas, terdapat empat gaya kepemimpinan efektif, yaitu:

1. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantara individu, dan berkeinginan menggunakan tim kerja dalam manajemen.

2. Pecinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai individu.

3. Otokratis yang baik (Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Manajer ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.

4. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum baik terhadap tugas maupun hubungan kerja. Manajer ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan peraturan tersebut dipelihara serta melakukan control situasi secara teliti.

Sementara itu, pada kotak paling bawah, terdapat empat Gaya Kepemimpinan yang tidak efektif, yaitu:

1. Pencinta kompromi (compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer seperti ini merupakan pembuat keputusan yang tidak bagus karena banyak tekanan yang mempengaruhinya.

2. Missionari. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.

3. Otokrat.Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu prilaku yang tidak sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.

4. Deserter (Lain dari tugas). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini menunjukkan sikap positif dan tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.

Tipe dan gaya kepemimpinan menurut William J. Reddin: a. Deserter b. Bureaucrat c. Missionary d. Developer e. Autocrat f. Benevolent Autocrat g. Compromicer h. Executive.

H. Gaya Kepemimpinan Empat Sistem Manajemen Likert

Gaya Empat Sistem Manajemen Likert diperkenalkan oleh Rensis Likert. Setelah melalui suatu penelitian yang panjang, Likert mengembangkan 4 sistem sistem manajemen. Menurut Likert pemimpin dapat berhasil jika bergaya partisipative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship).

Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen: 1. Sistem 1 (Exploitative Authoritative)

Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam sistem ini hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

2. Sistem 2 (Otokratis yang baik hati/Benevolent autoritative)

Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

3. Sistem 3 (Manajer Konsultatif)

Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan jika membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan. Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama

4. Sistem (Pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif/partisipative group) Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat tersebut secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya. I. Gaya Kepemimpinan Path-Goal House

Gaya kepemimpinan ini disebut pula dengan Teori Path-Goal atau House’s path goal theory yang dikembangkan oleh Robert J. House (1971), yang berakar pada teori harapan yang dikembangkan oleh Victor Vroom dan juga Martin G. Evans. Menurut House, pemimpin berperan mencari jalan untuk memotivasi bawahannya

dengan cara meningkatkan kepuasan mereka antara lain dengan memperhatikan aspek-aspek situasi seperti suasana kerja, lingkungan kerja dan karakteristik bahwannya. Pengembangan teori ini melahirkan empat gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi kepuasan dan kinerja karyawan.

Keempat gaya kepemimpinan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepempimpinan direktif: disini pemimpin memberikan pedoman, yang

Dalam dokumen MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (Halaman 102-111)