• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6.1. Pasar Persaingan Sempurna dan Persaingan Monopolistik

Kerangka teoritis dari penelitian ini didasari pada prilaku harga komoditas beras dan gabah di pasar, dimana bila diamati pasar beras medium yang ada menggambarkan mekanisme pasar persaingan sempurna. Jumlah produsen yang relatif banyak, produk yang homogen, perusahaan bisa keluar masuk pasar dengan bebas, membuat posisi tawar petani rendah sehingga tidak mampu menaikkan pendapatan mereka. Dalam pasar persaingan sempurna untuk memaksimumkan laba kondisi yang harus dicapai adalah bila harga mampu mencerminkan pendapatan marginal dan biaya marginal dari produk tersebut. Kemudahan masuk dan keluar sebagai akibat transparansi informasi produk menyebabkan keseimbangan akan terjadi pada saat harga produk sama dengan biaya rata-rata total minimum, atau dengan kata lain perusahaan hanya mendapat keuntungan normal atau zero profit. Sebagai ilustrasi, Gambar 1 menunjukkan kondisi pasar persaingan sempurna dimana produsen tidak mendapatkan keuntungan ekonomi, dan kondisi dimana tingkat harga jual tertentu

menyebabkan perusahaan harus berhenti berproduksi, walaupun dari sisi kapasitas produksi mampu berproduksi lebih banyak.

ATC, MC

Sumber: Mankiw (2006), dimodifikasi

Gambar 1. Kurva Industri Pasar Persaingan Sempurna

Secara teoritis persoalan ini dapat diatasi dengan mengusahakan kondisi industri beras berada pasar persaingan monopolistik atau monopolistic competition. Dalam jangka pendek, perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik, perusahaan mendapatkan ekses profit, namun dalam jangka panjang hanya mendapatkan zero profit. Hilangnya ekses profit adalah akibat terjadinya ekses kapasitas dari persaingan monopolistik, sehingga agar produsen tetap mendapatkan keuntungan ekonomi maka produsen harus mengupayakan berproduksi tidak pada kondisi ekses kapasitas (Gambar 2). Pada tingkat produksi ini, petani dapat menjaga posisi tawar yang lebih baik dan peluang mendapatkan pendapatan yang lebih baik akan semakin besar.

Pengurangan jumlah petani dari pasar persaingan sempurna juga akan membawa kondisi pasar beras non premium lebih baik karena sebagian dari

P, MR, AR, AVC, ATC Q Q Titik Penutupan Usaha AVC ATC AVC MC P=MR =AR Titik Impas Keterangan Gambar 1. P : Harga Pasar AR : Pendapatan Rata-rata MR : Pendapatan Marginal MC : Biaya Marginal ATC: Biaya Total Rata-rata AVC: Biaya Variabel

Rata-rata

mereka telah keluar dari pasar. Hanya saja upaya untuk mencapai kondisi pasar persaingan monopolistik tidak mudah karena perlu dukungan kuat dari pemerintah terutama dalam hal alokasi sumberdaya, dukungan kebijakan promosi, iklan dan infrastruktur.

Sumber: Mankiw (2006), dimodifikasi

Gambar 2. Kondisi Pasar Persaingan Monopolistik Jangka Panjang

2.6.2. Pemasaran Produk Pertanian

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 1997). Konsep pemasaran yang paling umum digunakan adalah konsep yang menyatakan bahwa pemasaran merupakan upaya yang dilakukan perusahaan sehingga perusahaan tersebut menjadi lebih efektif dan efisien daripada pesaing dalam menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.

Pemasaran produk pertanian memegang peranang penting dalam sistem produksi pertanian karena produk pertanian biasanya tidak bisa langsung dibawa

Keterangan Gambar 1. D : Permintan P : Harga Pasar AR : Pendapatan Rata-rata MR : Pendapatan Marginal MC : Biaya Marginal ATC: Biaya Total Rata-rata Q : Jumlah produksi P P, ATC, MC Q MC ATC Q* ATCmin // // MR D = AR Qef Ekses Kapasitas = Qef Q* MC

ke konsumen. Hal ini disebabkan karena (1) produk-produk pertanian letaknya berjauhan dengan konsumen, dan (2) produk-produk pertanian umumnya bersifat musiman sementara konsumsi berlangsung sepanjang tahun sehingga demikian diperlukan penyimpanan untuk menyesuaikan penawaran dengan permintaan konsumen (Abbot dan Makeham, 1981 dalam Trisno, 2009).

Pemasaran produk-produk pertanian seperti beras dimulai dari lahan usahatani ketika petani merencanakan produksinya untuk memenuhi permintaan pasar yang spesifik dan prospek pasar sampai produk tersebut ke tangan konsumen akhir. Sehingga, sistem tataniaga suatu komoditas dapat diamati atau ditelusuri dengan mempelajari karakteristik komoditas, struktur pasar, dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dan komponen tataniaga melalui pendekatan sistem (Saefudin,1983 dalam Trisno, 2009). Analisis ekonomi dari tataniaga dapat didekati dengan analisis struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara para penjual dengan para pembeli. Perilaku pasar merupakan tingkah laku tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan siasat tataniaga. Struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan margin tataniaga, dan jumlah komoditi yang diperdagangkan.

Dengan banyaknya aspek yang mempengaruhi efisiensi tataniaga komoditas, maka dalam melihat potensi pengembangan beras kualitas premium sebagai strategi peningkatan pendapatan petani padi, analisis deskriptif pada penelitian ini hanya akan difokuskan pada struktur, perilaku, dan keragaan pasar yang dihadapi petani secara langsung.

Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pembangunan pertanian ke depan utamanya dalam hal penyediaan bahan pangan terutama beras, semakin berat mengingat jumlah penduduk yang terus bertambah, stagnasi pertumbuhan produksi dan produktivitas padi secara nasional. Masalah lain muncul ketika swasembada beras sebagai bagian pemantapan ketahanan pangan ternyata tidak menciptakan kesejahteraan pelakunya sehingga tidak menciptakan insentif berusaha.

Dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan tersebut, maka penelitian ini bertujuan melihat bagaimana kondisi perberasan yang ada tetap mampu menghasilkan profit yang ada bagi pelakunya sementara ketahanan pangan tetap terjaga, yaitu dengan membuat segmentasi pasar beras. Dengan segmentasi pasar beras, diharapkan pasar beras tertentu ke arah persaingan monopolistik sehingga peluang pasar dan posisi tawar petani lebih baik.

Segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen-segmen pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku pembeli. Segmentasi pasar memungkinkan perusahaan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda, mampu lebih fokus sesuai keunggulan kompetitif, dan memenangkan persaingan.

Segmentasi pasar dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu:

1. Static attribute segmentation, yaitu cara memandang pasar berdasarkan geografis dan demografi. Geografis berarti melihat pasar berdasarkan wilayah

(negara, kawasan, propinsi, kota). Demografi berati melihat pasar berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama,dan pendidikan.

2. Dynamic attribute segmentation, yaitu cara memandang pasar berdasarkan sifat-sifat dinamis yang mencerminkan karakter pelanggan. Segmentasi ini melihat pasar berdasarkan psikografis dan perilaku. Psikografi meliputi gaya hidup (lifestyle) dan kepribadian. Perilaku berupa sikap, penggunaan, dan respon pelanggan terhadap produk.

Berkaitan dengan segmentasi pasar beras premium, segmentasi ini lebih cenderung menggunakan pendekatan dynamic attribute segmentation, dimana dengan pendekatan ini pasar beras dibagi berdasarkan status sosial, gaya hidup, dan kepribadian/prilaku dari konsumen beras. Pasar beras kualitas premium diidentifikasi sebagai beras yang dikonsumsi kaum menengah ke atas, cenderung di jual di pasar-pasar modern, dan pada umumnya mempunyai konsumen yang loyal atau setia, serta diproduksi dengan tujuan tertentu.

Kondisi yang terjadi saat ini adalah bahwa pemerintah sangat fokus dalam pengembangan beras medium baik dari kebijakan teknis dan sosial ekonomi. Bukti empirik menunjukkan pertumbuhan beras medium telah mengalami pelandaian, dan belum mampu mengeluarkan petani dari kemiskinan. Di sisi lain diduga terdapat peluang yang besar dalam pengembangan beras premium bila dilihat dari potensi pasar dan wilayah pengembangan. Kondisi di lapangan menunjukkan perkembangan beras premium berjalan lambat sehingga diperlukan kajian untuk melihat berapa potensi dan hambatan (teknis dan sosial), serta pemasaran beras premium, termasuk hubungan antar pelaku yang terlibat didalamnya.

Dalam penelitian pengembangan beras premium ini, analisis data diawali dengan menelaah produktivitas/produksi dan pendapatan usahatani masing-masing jenis beras, dan dilanjutkan menganalisis pemasaran beras yang terjadi. Informasi-informasi tersebut digunakan untuk melihat potensi dan hambatan pengembangan serta merumuskan rekomendasi kebijakannya. Kerangka analisis penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Padi

Peluang Pasar Beras Kualitas Premium

Produksi Beras Medium

Pendapatan Petani Padi Rendah

Pengembangan Produksi Beras

P i

Usahatani Beras Organik

Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah

Saluran dan Marjin Pemasaran Pasar Beras Kualitas Medium

Usahatani Beras Kualitas

Produksi/Produktivitas

Kendala dan Hambatan Pengembangan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Alternatif Kebijakan Kebijakan Pengembangan Beras Medium

Fungsi produksi (production function) menunjukkan hubungan antara input dan output yang dihasilkan. Abstraksi model fungsi produksi dinotasikan:

q = f (K, L, M,...)

dimana :

q = output barang

K = mesin (yaitu modal) yang digunakan L = tenaga kerja

M = bahan mentah yang digunakan.

Bentuk dari notasi fungsi produksi tersebut menunjukkan ada variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses produksi (Nicholson,2002). Dalam bidang pertanian, fungsi produksi umumnya ditunjukkan sebagai hubungan luas panen dikalikan produktivitas komoditas tersebut. Fungsi produksi tersebut berkembang sesuai karakteristik produk dan tujuan yang ingin dicapai. Andriyati (2003) misalnya merumuskan produksi sebagai fungsi luas lahan usahatani yang dipanen dikalikan produktivitas, dimana produktivitas tersebut dipengaruhi oleh luas lahan yang digarap, harga output, harga input, curahan waktu tenaga kerja, modal, teknologi mekanisasi, dan variabel dummy. Nuryanti (2001) memformulasikan produksi sebagai fungsi dari lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, lingkungan fisik, dan sosial ekonomi petani.

Berkaitan dengan penelitian pengembangan beras premium ini, analisis kuantitatif difokuskan pada aspek usahatani dari produksi masing-masing jenis padi penghasil beras premium, dimana produksi merupakan fungsi dari input yang digunakan serta kondisi fisik lingkungan tumbuh. Fungsi produksi dalam penelitian ini dinotasikan sebagai persamaan :

Q = f ( IQS, IQF, IQP, IQLI , IQLO, DS, DSS ,e)

dimana:

Q = produksi padi

IQS = jumlah bibit

IQF = jumlah pupuk

IQP = jumlah pestisida

IQLI = jumlah tenaga kerja dalam keluarga

IQLO = jumlah tenaga kerja luar keluarga

DS = dummy musim (1 = Musim Hujan; 0 = Musim Kemarau )

DSS = dummy sumber benih ( 1= benih dari luar keluarga atau pembelian; 0 = benih dari dalam keluarga)

e = error term

Dengan alur pemikiran dan alur analisis data tersebut diharapkan dapat membantu dalam melihat permasalahan-permasalahan pengembangan beras premium lebih baik, sehingga pada akhir penelitian ini mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan petani dengan tetap menjaga ketahanan pangan yang mantap.

3.2. Hipotesis

Hipotesis umum yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah: “Diduga pendapatan usahatani yang menanam padi kualitas premium yaitu padi organik lebih besar dibanding petani yang menanam varietas padi kualitas medium yaitu padi non organik”

Penentuan lokasi studi kasus dilakukan secara sengaja (purposive), dimana penelitian ini dilakukan pada salah satu lokasi penghasil beras kualitas premium, yaitu penghasil beras organik di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pengumpulan data primer penelitian dilakukan pada Bulan Maret 2010.