A. Aceh Pada Masa Pasca Kemerdekaan
1. Keresidenan Aceh
Dua hari setelah kemerdekaan Indonesia 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan keputusan tentang pembagian wilayah Indonesia yang meliputi bekas wilayah kolonial Hindia-Belanda sebelum Perang Dunia II menjadi 8 provinsi dengan Gubernurnya masing masing, yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sumatera, Provinsi Kalimantan, Provinsi Maluku, Provinsi Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), dan Provinsi Sulewesi.30 Setiap provinsi dipimpin oleh seorang
Gubernur. Provinsi dibagi lagi atas Keresidenan31 yang dikepalai oleh seorang
Residen. Sebagai Gubernur Provinsi Sumatera waktu itu ditetapkan Mr. T. Moh.
Hasan.32 Sedangkan Aceh, ditetapkan sebagai salah satu Keresidenan dalam
Provinsi Sumatera, dengan residennya yang pertama Teuku Nyak Arif.33
Pemerintah Teuku Nyak Arif harus menghadapi kesulitan-kesulitan yang sangat berat, dimana segala-segalanya masih dalam taraf penyusunan, masih berada dalam keadaan kacau balau, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat masih sering terjadi. Ditambah lagi dengan pengganasan Jepang dibeberapa
30 Tim Monograf Daerah Istimewa Aceh, Monograf Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, 1976), h. 19. Lihat juga T. Alibasjah Talsya, Sepuluh
Tahun Daerah Istimewa Atjeh, (Banda Atjeh: Pustaka Putroe Tjanden, 1969), h. 28.
31
Pada waktu itu istilah Keresidenan masih merupakan kesatuan yang bebas mengatur rumah tangganya sendiri. Lihat, Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992), h. 125.
32 Pidia Amelia, Gubernur Pertama dan Lahirnya Propinsi Sumatera Utara Perjuangan
Mr. SM Amin Mempertahankan Republik Indonesia di Sumatera Utara dan Aceh 1945-1949
(Medan: Unimed Press, 2013), h. 9. Lihat juga T. Alibasjah Talsja, 10 Tahun Daerah Istimewa
Atjeh (Banda Aceh, Pustaka Putroe Tjanden 1969), h. 28.
33 Departemen dan Kebudayaan, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977), h. 179-180.
tempat seperti di Meulaboh, Kutaraja dan Langsa, oleh karena itu Residen pertama lebih menyerupai kemiliteran.
Residen Teuku Nyak Arif hanya bertahan selama empat bulan, dikarenakan kondisi kesehatannya yang semakin parah akibat menderita penyakit gula. Kemudian digantikan oleh Teuku Tjhik M. Daudsyah pada pertengahan Januari
1946.34 Sejalan dengan itu susunan Badan Eksekutif Komite Nasional Daerah
juga mengalami perubahan, menjadi:35
Ketua : Residen Teuku Daudsjah.
Wakil Ketua : Mr. S.M. Amin.
Anggota : Sutikno Padmo Sumarto
: Hasjim.
: H. M. Zainuddin.
: Mohd. Hanafiah.
: R. Insun
Sekretaris : Kamarusid
Pemerintahan di bawah pimpinan Residen Teuku Daudsjah berjalan dengan baik dan memuaskan. Dalam masa pemerintahan tersebut, Aceh untuk pertama kalinya menerima tamu-tamu dari Pusat Pemerintahan yang bertujuan untuk mengadakan tinjauan dan mempererat hubungan di antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah daerah. Salah satu dari rombongan tamu itu adalah rombongan
Mr. Hermani beserta staf-stafnya anatara lain Mr. Abdul Madjid
Djojoadiningrat.36
34 S.M. Amin, Kenang-Kenangan Dari Masa Lampau, (Jakarta: Pradyana Paramita, 1984), h. 47.
35 Insider, Atjeh Sepintas Lalu, (Djakarta: FA Archapada, t.t), h. 37.
36
Sejalan dengan itu pada bulan Desember 1946, Komite Nasional Daerah Aceh mengadakan sidang pleno untuk membicarakan berbagai hal, antara lain
mengenai Agama, Pemerintahan, Kehakiman dan Kesehatan.37 Keputusan yang
diambil dalam rapat pleno Komite Nasional Daerah Aceh akan disampaikan dalam Rapat Pleno Dewan Perwakilan Pusat di Bukittinggi pada bulan Februari 1947.
Pada awal tahun 1947 keluar penetapan Pemerintah yang menetapkan pembagian Sumatera menjadi 3 Sub-Provinsi. Pembagian 3 Sub-Provinsi itu semata-mata atas pertimbangan sulitnya hubungan komunikasi antara Gubernur Sumatera dengan daerah-daerah yang ada diseluruh Sumatera, sehingga dirasa perlu menetapkan wakil-wakil Gubernur dengan sebutan Gubernur Muda di masing-masing daerah tersebut.
1. Sub Provinsi Sumatera Utara : yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli dengan Gubernur Muda Mr. S.M. Amin. 2. Sub Provinsi Sumatera Tengah : yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi dengan Gubernur Muda Mr. Muhammad Nasrun.
3. Sub Provinsi Sumatera Selatan : yang meliputi Keresidenan Palembang, Bengkulu, Bangka Belitung dan Lampung dengan
Gubernur Muda dr. M. Isa.38
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan agresi militernya ke daerah Republik Indonesia. Dalam waktu yang singkat Belanda berhasil menduduki sebagian daerah Jawa, serta daerah-daerah Palembang dan Sumatera Timur,
37 S.M. Amin, Kenang-Kenangan Dari Masa Lampau, h. 52.
38 Sutan Muhammad Amin, Mr. S.M Amin Krueng Raba Nasution Perjalanan Hidupku
sehingga Gubernur beserta stafnya terpaksa mengungsi ke Bukittinggi. Sementara wilayah Aceh masih tetap bertahan dari penyerbuan Belanda, maka atas instruksi Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Hatta, menetapkan dalam surat keputusannya No.3/BPKU/1947 tanggal 26 Agustus 1947, daerah Keresidenan Aceh, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Tanah Karo menjadi satu Daerah
Militer Istimewa. Sebagai Gubernur Militer ditetapkan Tgk. M. Daud Beureueh.39
Staf Gubernur Militer terdiri dari Soetikno Padmosoemarto, Teungku Abdul Wahab Seulimeum, Ali Hasmy, Nyak Neh Lhok Nga, Hasan Ali dan S. Abu
Bakar.40 Empat dari ini adalah orang PUSA.
Di instruksi pula bahwa kewajiban Gubernur Militer adalah menyusun dan menyatukan tentara dan laskar dalam daerah kekuasaan Gubernur Militer, agar
menjadi satu kesatuan komando.41 Di samping itu Gubernur Militer diserahkan
tugas-tugasnya, baik yang mengenai pertahanan maupun militer. Penugasan tersebut berhasil dilakukan oleh Gubernur Militer Tgk. M. Daud Beureueh dengan
39 Latar belakang lahirnya posisi Gubernur Militer karena pada saat itu terjadinya masa Agresi Militer Belanda, dan juga terjadi pergolakan pada sistem pemerintahan di Indonesia yang lebih dikenal dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Untuk mempertahankan wilayah Indonesia yang pada saat itu hampir seluruh bagian wilayah Indonesia dikuasai kembali oleh Belanda kecuali Wilayah Aceh maka dijadikanlah Daerah Militer. Hal ini ditujukan untuk memperlancar roda pemerintahan baik sipil maupun militer. Maka diangkatlah Gubernur Militer di berbagai daerah di Sumatera, berikut susunan Gubernur Militernya:
a. Gubernur Militer untuk Daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo adalah Tgk. M. Daud Beureueh.
b. Gubernur Militer untuk Daerah Sumatera Timur dan Tapanuli adalah Dr. Ferdinand Lumban Tobing.
c. Gubernur Militer untuk Daerah Sumatera Barat adalah Mr. St Moh. Rasyid. d. Gubernur Militer untuk Daerah daerah Riau adalah R.M. Oetoyo
e. Gubernur Militer untuk Daerah Sumatera Selatan dan Jambi adalah Dr. Adnan Kapau Gani.
Selengkapnya lihat, Tgk. A.K. Jakobi, Aceh Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi
Kemerdekaan 1945-1949, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 400. Lihat juga, T.
Alibasjah Talsja, 10 Tahun Daerah Istimewa Atjeh, h. 29.
40Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, diterbitkan oleh Sekretariat DPRD-GR Propinsi
Daerah Istimewa Atjeh, (Banda Aceh, 1968), h. 11. Lihat juga, Ismuha, Ulama Aceh Dalam
Perspektif Sejarah, (Jakarta: LEKNAS-LIPI, 1976), h. 71.
41
berhasil menyatukan Divisi TRI, Divisi Rencong, Divisi Mujahidin, Divisi Teungku Chik Paya Bakong menjadi satu kesatuan.