• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Provinsi Aceh Pertama

A. Aceh Pada Masa Pasca Kemerdekaan

3. Pembentukan Provinsi Aceh Pertama

Provinsi Sumatera Utara yang pertama tidak bertahan lama, hanya 5 bulan bila dihitung sejak pelantikan DPRSU (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara), atau 11 bulan sejak pelantikan Gubernur Mr. S.M. Amin. Hal ini dikarekan kekacauan oleh serangan-serangan pihak Belanda yang cukup agresif untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Dengan cepat Belanda melakukan penyerangan terhadap ibu kota Provinsi Sumatera Utara Kutaraja, dan kota-kota lainnya yang berada di pantai laut sebelah utara, maupun disebelah timur dan barat. Presiden dan Wakil Presiden Soekarno-Hatta berserta sejumlah Menteri dan

48 Sebelumnya Komisaris negara telah menetapkan sibolga sebagai ibukota sementara untuk provinsi Sumatera Utara, karena tidak ada persuaian pendapat maka Kutaraja menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara. Lihat Insider, Atjeh Sepintas Lalu, h. 44.

pembesar lainnya ditawan oleh Belanda di pulau Bangka. Suatu hal yang sangat membahayakan karena Belanda sangat lihai menyiarkan ke seluruh pelosok dunia, bahwa “Republik Indonesia tidak ada lagi, gerakan kemerdekaan Indonesia telah

dapat dibasmi”.49

Keadaan yang demikian gawat harus segera diatasi. Pada saat itu Mr. Syafruddin Prawiranegara bertindak dengan cepat dan tepat. Bersama dengan beberapa teman-temannya dengan izin Presiden Soekarno membentuk suatu pemerintahan baru yang lebih dikenal dengan Pemrintahan Darurat Republik

Indenesia (PDRI) yang berkedudukan di Sumatera Barat.50 Sesuai dengan situasi

negara yang sedang bergejolak Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) menetaptan tiga hal penting, pertama keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia No.21/Pem/PDRI tanggal 16 Mei 1949, menetapkan bahwa segala alat-alat kekuasan sipil dan militer dalam tiap-tiap Daerah Militer Istimewa dipusatkan dalam satu tangan yakni Gubernur Militer, dan menetapkan Provinsi Sumatera Utara menjadi dua Daerah Militer. kedua, keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia No. 22/Pem/PDRI tanggal 17 Mei 1949 ditetapkan jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan; Gubernur dijadikan sebagai Komisaris dan memberikan tugas yang bersifat pengawasan dan tuntutan atas alat-alat

pemerintahan, baik sipil, maupun militer.51

49

S.M. Amin, Kenang-Kenangan Dari Masa Lampau, h. 98.

50 Pemerintah Darurat Republik Indonesia terbentuk sejak 22 Desember 1948 di rumah mantan administratur Perkebunan The di Halaban, Payakumbuh Sumatera Barat, Selengkapnya lihat, JR. Chaniago, PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) Dalam Khasanah Kearsipan, (Jakarta: Arsip Nasional, 1989), h. 9.

51 Mr. S.M. Amin, Sekitar Peristiwa Berdarah di Aceh, (Jakarta: Soeroengan, 1957), h. 27. Lihat juga, Abdullah Sani Usman, Krisis Legitimasi Politik Dalam Sejarah Pemerintahan di

Aceh, (Jakarta: Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan,

Atas keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), pada tanggal 15 September 1949 terbagilah Daerah Sumatera Utara ke dalam dua Daerah Militer Istimewa yaitu:

1. Daerah Militer Istimewa Langkat dan Tanah Karo sebagai Gubernur Militernya Tgk. Muhammad Daud Beureueh.

2. Daerah Militer Istimewa Tapanuli dan Sumatera Timur, Selatan sebagai

Gubernur Militernya dr. F.L Tobing.52

Perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan yang diambil oleh Belanda, bukan saja dilakukan dengan menggerakkan senjata semata, akan tetapi perjuangan memperoleh kedaulatan atas tanah air juga dilakukan dengan cara diplomasi melalui perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilangsungkan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 27 Desember 1949 dengan hasil kemenangan Indonesia serta pengakuan dan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada bangsa Indonesia. Kabar gembira ini juga di terima oleh seluruh rakyat yang berada di Kutaraja.

Sepuluh hari sebelum penyerehan kedaulatan Indonesia, Wakil Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegera telah menetapkan peraturan penggatin Presiden No.8/Des/WKPM Tahun 1949 tentang pembentukan Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli Sumatera Timur. Keputusan ini dibuat karena jasa serta kesetiaan rakyat Aceh dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari awal sampai berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB). Adapun rincian peratutan penggatin Presiden No.8/Des/WKPM Tahun 1948 adalah:

52

a. Menghapuskan Keresidenan Atjeh dari Provinsi Sumatera Utara dan membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah keresidenan tersebut. b. Menghapuskan Provinsi Sumatera Utara dan membubarkan Daerah

Perwakilan Rakyat Provinsi Sumatera Utara.

c. Menghapuskan Keputusan-Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal Juni 1949 No.21/Pem/PDRI dan tanggal 17 Mei 1949 No.24/PDRI.

d. Menetapkan Peraturan Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan

Pemerintah tentang pembentukan Provinsi Aceh.53

Atas ketetapan peraturan Wakil P.M. Syafruddin Prawiranegara tersebut, maka dalam waktu dekat yaitu pada tanggal 30 Januari 1950 diresmikanlah pembentukan Provinsi Aceh dengan Tgk. M. Daud Beureueh sebagai Gubernur

Aceh dan R. Marjono Danubroto sebagai Sekretaris Daerah.54 Sementara untuk

Gubernur Tapanuli Sumatera Timur diangkat dr. Firdinan Lumbang Tobing. Setelah penetapan pembentukan Provinsi Aceh, pemerintahan daerah Provinsi Aceh mengadakan pemilihan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kutaraja. Adapun mereka yang terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berjumlah 27 orang, di antaranya:

“Tgk. M. Nur El Ibrahimy, 2. Tgk. Abdul Wahab Seulimum, 3. Abdul Gani (Ayah Gani), 4. A.R. Hasyim, 5. A.R. Hajat, 6. Ismail Usman, 7. Hasan Ali, 8. O.K. H. Salamuddin, 9. Tgk. Ismail Yakub, 10. Usman Aziz, 11. A. Ghafur Akhir, 12. Ismail Thaib, 13. Tgk. Hasan Hanifah, 14. T. Muhammad Amin, 15. Tgk. Abdul Hamid, 16. Zaini Bakri, 17. Banta Cut, 18. Tgk Zamzami Yahya, 19. Ibrahim Abduh, 20. H.A. Halim Hasan, 21. Mahyuddin Yusuf, 22. Mawardi Nur, 23. Tgk. H. Ali Balwi, 24. Bachtiar Junus, 25. N.D Pane, 26. Karim Yusuf, 27. Lim Hong Moh.”55

53 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, h. 14.

54 A. Hasjmy, Semangat Merdeka 70: Tahun Menempuh Pergolakan, h. 397.

55

Seterusnya diadakan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan hasil pemilihan, Tgk. Abdul Wahab Seulimum menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Aceh dan A.R Hajat sebagai Wakil Ketua. Sementara itu pemerintahan sehari-hari dari Provinsi Aceh dijalankan oleh Badan Eksekutif yang diketuai oleh Gubernur Aceh Tgk. Muhammad Daud Beureueh beserta anggotanya yang terdiri dari:

1. Teuku Muhammad Amin (Kepala Pemerintahan Umum dulu) 2. Abdul Gani Usman (Ayah Gani)

3. M. Nur El Ibrahimy 4. Amelz

5. Ali Hasjmy56

Provinsi Aceh berjalan dengan baik, tugas-tugas pemerintahan dilaksanakan dengan memuaskan. Tiba-tiba dalam bulan Maret 1950, sewaktu Provinsi Aceh masih berjalan 3 bulan terdengar kabar tentang sebagian anggota perlemen yang tidak setuju dengan pembentukan Provinsi Aceh. Kabar ini menimbulkan kekecewaan besar golongan masyarakat yang ingin memperjuangkan Provinsi sendiri, sebaliknya kabar ini dianggap menguntungkan bagi golongan yang anti Provinsi Aceh yang senantiasa memperjuangankan agar Provinsi Aceh dileburkan kembali kedalam Provinsi Sumatera Utara.