• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

ix ABSTRAK

KAJIAN YURIDIS IMPLIKASI PEMBERLAKUAN KEPPRES 12 TAHUN 2020 TENTANG PENETAPAN BENCANA NON ALAM CORONA VIRUS

DISEASE 2019 SEBAGAI BENCANA NASIONAL BAGI KLAUSULA FORCE MAJEURE DALAM KONTRAK

( STUDI TERHADAP PERJANJIAN KREDIT PT. BANK TABUNGAN NEGARA SYARIAH CABANG MEDAN )

Faiq Hisyam*

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.**

Dr. Detania Sukarja, SH., LLM.***

Konsep force majeure dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara implisit terkandung pada pasal 1244, 1245, 1444, 1445, 1545 dan 1553.

Pada intinya force majeure merupakan suatu keadaan yang dapat menghambat adanya suatu pelaksanaan kontrak bagi para pihak yang disebabkan adanya peristiwa-peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Peristiwa-peristiwa tersebut salah satunya dapat berupa bencana nasional yang baru-baru ini terjadi yakni bencana nasional non alam corona virus disease 2019.

Klausula force majeure ini dapat diterapkan pada kontrak kredit/pembiayaan pada perbankan manakala debitur menderita suatu peristiwa force majeure atau keadaan memaksa yang menyebabkan debitur terhambat dalam melaksanakan kontrak kredit/pembiayaan pada perbankan. Dalam hal ini debitur harus membuktikan adanya peristiwa force majeure atau keadaan memaksa yang menderitanya sehingga tidak dapat melaksanakan kontrak sebagaimana mestinya.

Hasil penelitian ini pada kesimpulannya pada bank BTN Syariah Cabang Medan bahwasannya peristiwa bencana nasional non alam corona virus disease 2019 tidak bisa serta merta atau langsung menjadi alasan force majeure dalam kontrak sehingga debitur dapat meminta keringanan ataupun menghapus segala kewajibannya kepada kreditur. Peristiwa bencana nasional non alam corona virus disease 2019 pada Bank BTN Syariah Cabang Medan bisa menjadi alasan force majeure jika memang debitur terdampak bencana nasional non alam corona virus disease 2019.

Kata Kunci: Force majeure, Kontrak Kredit/Pembiayaan, Corona Virus Disease 2019

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dinamika kehidupan bermasyarakat pada saat ini telah menggiring masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus meningkat di segala bidang, seperti dalam bidang ekonomi.1 Kebutuhan akan hal tersebut salah satunya dengan melakukan atau mengajukan kredit/pembiayaan.2 Dalam hal untuk melakukan kredit/pembiayaan setiap subjek hukum baik masyarakat ataupun badan hukum membutuhkan suatu dana baik untuk kelangsungan usahanya maupun untuk memenuhi keperluan pribadinya yang bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang.3

Konsekensi logis untuk memenuhi kelangsungan usaha ataupun kebutuhan pribadi dari pada subjek hukum ini, sering kali membutuhkan pihak lain untuk menunjang adanya suatu dana untuk mencukupi kebutuhan usaha maupun kebutuhan pribadi suatu subjek hukum. Salah satu penunjang dana dalam memenuhi suatu kebutuhan masyarakat ialah bank konvensional maupun bank syariah.4

1 Dofanadi Pratama, “Kondisi Ekonomi dalam Dinamika Keadilan Sosial di Indonesia”, https://geotimes.co.id/kondisi-ekonomi-dalam-dinamika-keadilan-sosial-diindonesia, diakses pada 05 Oktober 2020, pukul 06.22 WIB.

2 Sahabat Pegadaian, “Jenis-Jenis Kredit Berdasarkan Pengelompokannya”, https://sahabatpegadaian.com/, diakses pada 05 Oktober 2020 pukul 07.48 WIB

3 Dety Mulyanti, ”Manajemen Keuangan Perusahaan”, jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol 8 No 2, Agustus 2017, hlm 62-63.

4 OJK, “Perbankan Syariah”, https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/Pages/Perbankan-Syariah.aspx, diakses pada 05 Oktober 2020 pukul 06.17 WIB.

2

Peranan bank dalam kehidupan bermasyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membangun ekonomi negara.5 Hal ini dapat dilihat didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ( selanjutnya disebut “UU Perbankan”).

Bahwasannya dikatakan dalam Pasal 1 angka 2 UU Perbankan bahwasannya bank adalah:

bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.6

Selain bank konvensional adapula perbankan syariah yang sama-sama memiliki peran penting dalam masyarakat. Perbankan syariah sendiri menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah ( selanjutnya disebut “UU Perbankan Syariah”) “segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara proses dalam melaksanakan kegiatan usaha.”7

Masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sering kali melakukan kontrak kredit maupun kontrak pembiayaan pada perbankan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar tercapainya hal tersebut harus adanya kesepakatan bagi para pihak baik debitur maupun pihak kreditur, hal ini dilandasi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan

“KUH Perdata”) bahwasannya kontrak tersebut harus dibuat berdasarkan

5 Direktori Training Indonesia, “Peranan Bank dalam Perekonomian suatu Negara”, http://direktoritraining.com/peranan-bank-dalam-perekonomian-suatu-negara/, diakses pada 05 Oktober 2020, pukul 06.22 WIB.

6 Indonesia (Perbankan), Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790. Pasal 1 Angka (2).

7 Indonesia ( Perbankan Syariah), Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah, UU Nomor 21 Tahun 2008, LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867. Pasal 1 ayat (1).

3

kesepakatan antara para pihak baik debitur maupun kreditur dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang berkontrak.8

Dalam menjalankan suatu pelaksaan kontrak kredit ataupun juga kontrak pembiayaan akan sangat dimungkinkan terjadinya suatu peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan yang berimplikasi terhambatnya suatu kelancaran dalam memenuhi suatu prestasi dalam kontrak yang telah disepakati.9 Peristiwa terhambatnya pelaksanaan prestasi dalam suatu kontrak antara debitur dan kreditur sangat dapat disebabkan oleh adanya peristiwa force majeure.10

Peristiwa force majeure atau keadaan memaksa ini dapat berupa bencana alam maupun bencana non alam seperti banjir, kebakaran hutan, tsunami dan peristiwa-peristiwa lain yang dapat menghambat pelaksanaan pemenuhan prestasi dalam suatu kontrak.11 Salah satu peristiwa force majeure yang menimpa sektor ekonomi masyarakat baru-baru ini yakni karena adanya bencana nasional yang ditetapkan oleh pemerintah yakni corona virus disease 2019 (“selanjutnya disebut dengan “covid 19”) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non Alam Corona Virus Disease 2019 selanjutnya disebut “Keppres 12 2020 Penetapan Bencana Alam Covid 19”.12

8 Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU No. 1 Tahun 1946, LN No. 23 Tahun 1847, Pasal 1320 ayat (1).

9 Aminah, Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian, Diponegoro private law review, Vol. 7 No. 1, Februari 2020, hlm 650.

10 Ibid

11 Diana Kusumasari, “Banjir dan Gempa Bumi dari Kacamata Hukum”, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4320/peristiwa-hukum-dan-subjek-hukum/, diakses pada 05 Oktober 2020 pukul 08.37 WIB.

12 Putra Siregar, “Bencana Nasional Penyebab Covid 19 Sebagai Alasan Force Majeure, Apakah Bisa ?”, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13037/Bencana-Nasional-Penyebaran-COVID-19-sebagai-Alasan-Force-Majeure-Apakah-Bisa.html, diakses pada 05 oktober 2020 pukul 08.56 WIB.

4

Covid 19 ini adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis Covid 19 diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).13

Dengan adanya covid 19 ini membuat pemerintah harus menerapkan langkah-langkah strategis untuk melakukan pencegahan penyebaran Covid 2019.14 Yakni melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 (selanjutnya disebut dengan “PP Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan covid 19”).

Pembatasan sosial berskala besar ini menurut Pasal 1 PP Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 adalah:

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-191 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).15

Adanya pembatasan sosial berskala besar menurut penjelasan pasal diatas akan berakibat tiap-tiap daerah dapat membatasi kegiatan penduduk untuk mencegah penyebaran covid 19 yang salah satunya adalah pada sektor usaha.

13 AloDokter, “COVID 19”, https://www.alodokter.com/covid-19, diakses pada 05 Oktober 2020 pukul 21.19 WIB.

14 Vincntius Gitiarko, “Upaya dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menangani Pandemi Covid 19”, https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/upaya-dan-kebijakan-pemerintah-indonesia-menangani-pandemi-covid-19, diakses pada 05 Oktober 2020 pada pukul 20.48 WIB.

15 Indonesia (PP PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19), Peraturan Pemerintah Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19, PP NO. 21 Tahun 2020, LN No. 91 Tahun 2020.

5

Sebagai contoh DKI Jakarta melalui Pasal 10 ayat 1 Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur nomor 33 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar yang hanya memperbolehkan 11 sektor usaha yang dapat beroperasi seperti biasa.16

Selain itu pandemi Covid 19 ini menyebabkan menurunnya pada semua lini sektor perekonimian yakni pariwisata, UMKM dan Perdagangan.17 Hal tersebutlah yang menimbulkan terjadinya dampak perekonomian masyarakat yang terhambat karena dengan adanya hal-hal tersebut diatas mengakibatkan 15 juta lebih pekerja dilakukan pemutusan hubungan kerja.18

Dampak dari penurunan ekonomi dan juga adanya pemutusan hubungan kerja memberikan dampak salah satunya terjadinya kegagalan bayar dalam memenuhi suatu prestasi dalam kontrak kredit ataupun kontrak pembiayaan pada kreditur perbankan.19 Hal tersebut terbukti dengan data diatas bahwasannya dengan adanya pandemi Covid 19 yang menyebabkan jutaan pekerja dilakukan pemutusan hubungan kerja dan juga penurunan sektor lini ekonomi juga berdampak kepada kemampuan debitur yakni nasabah perbankan dengan kreditur

16 Jakarta (Pergub PSBB Penanganan Covid 19) Peraturan Gubernur Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pergub No. 88 Tahun 2020, BD Nomor 75012 Tahun 2020.

17 Michael dan Firman Hidayat, “Dampak Corona Virus Terhadap Ekonomi Global”, www.bi.go.id, diakses pada tanggal 05 Oktober 2020 pukul 21.42 WIB.

18 CNN Indonesia, “Bukan 2 Juta, Kadin Sebut Korban PHK 15 Juta”, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200501181726-92-499298/bukan-2-juta-kadin-sebut-korban-phk-akibat-corona-15-juta, diakses pada 05 Okober 2020 Pukul 19.47 WIB.

19 Ibid

6

yakni perbankan dalam memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan prestasi yang disepakati.

Hal tersebut terbukti pada bank Tabungan Negara syariah dengan adanya pandemi Covid 19 menyebabkan naiknya angka kredit macet dari 1,8 % menjadi 2,96 %.20 Sedangkan di bank lain pada Bank Mandiri dengan adanya pandemi Covid 19 menyebabkan naiknya angka kredit macet menjadi 3,29 % dengan total nilai mencapai 851,1 triliun.21

Dapat dilihat dengan adanya peristiwa pandemi Covid 19 ini yang menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja dan juga penurunan lini sektor ekonomi berdasarkan data diatas, yang berimplikasi juga terhadap kemampuan subjek hukum dalam memenuhi prestasinya dalam kontrak kredit/pembiayaan pada perbankan. Sehingga apakah bencana non alam Covid 19 yang ditetapkan oleh pemerintah yang menyebabkan seseorang ataupun debitur tidak mampu memenuhi suatu prestasinya dapat menjadi alasan force majeure untuk tidak melaksanakan suatu prestasi sehingga seorang kreditur dapat memberikan opsi yakni pengakhiran kewajiban atau dilakukan penundaan.

Atas dasar pembahasan latar belakang diatas tersebut penulis tertarik melakukan suatu penelitian apakah Keppres 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non Alam Corona Virus Disease 2019 dapat dijadikan suatu dasar ataupun suatu pijakan untuk membatalkan suatu kontrak ataupun tidak

20 Sylke Febrina, “Strategi Bank Selamat dari Ancaman Kredit Macet di Tengah Corona”, https://finance.detik.com/moneter/d-5007212/strategi-bank-selamat-dari-ancaman-kredit-macet-di-tengah-corona, diakses pada tanggal 05 Oktober 2020 pada pukul 20.19 WIB.

21 Iwan Supriatna, “Laba Anjlok Kredit Bank Mandiri di Level 3,28%”, https://www.suara.com/bisnis/2020/08/19/140358/laba-anjlok-kredit-macet-bank-mandiri-di-level-328-persen, diakses pada tanggal 05 Oktober 2020 Pukul 20.29 WIB.

7

melaksanakan suatu kontrak atau menyimpangi suatu kontrak ataupun menunda suatu kontrak yang telah dibuat sebelumnya di dalam perjanjian Kredit PT.Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Medan.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep Force Majeure Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?

2. Bagaimana Penerapan Klausula Force Majeure Dalam Kontrak Kredit/Pembiayaan Perbankan ?

3. Apakah Pemberlakuan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana NonAlam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional Dapat Menjadi Dasar Hukum Untuk Menyatakan Force Majeure Dalam Kontrak Kredit/Pembiayaan Bank Tabungan Syariah Negara Cabang Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul “Kajian Yuridis Implikasi Pemberlakuan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana NonAlam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional Bagi Klausula Force Majeure Dalam Kontrak : Studi Terhadap Perjanjian Kredit PT.Bank Tabungan Negara Syariah cabang Medan.”, adalah sebagai berikut:

8

1. Untuk Mengetahui Konsep Force Majeure dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Untuk Mengetahui Penerapan Klausula Force Majeure dalam Kontrak Kredit/Pembiayaan Pada Perbankan.

3. Untuk Mengetahui Apakah Pemberlakuan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana NonAlam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional Dapat Menjadi Dasar Hukum Untuk Menyatakan Force Majeure Dalam Kontrak Kredit/Pembiayaan Bank Tabungan Syariah Negara Cabang Medan.

D. KEASLIAN PENULISAN

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan dan juga penelusuran melalui uji bersih di perpustakaan FH USU, penelitian terhadap judul

“Kajian Yuridis Implikasi Pemberlakuan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana NonAlam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional Bagi Klausula Force Majeure Dalam Kontrak : Studi Terhadap Perjanjian Kredit PT.Bank Tabungan Negara Syariah cabang Medan.”

Belum pernah dilakukan penelitian.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengantarkan kepada pemahaman yang benar mengenai skripsi ini maka terlebih dahulu akan diuraikan dalam tinjauan kepustakaan yang akan mengantarkan kepada pengertian umum atau gambaran tentang isi skripsi ini.

9

Dalam penelitian terhadap skripsi yang berjudul tentang Kajian Yuridis Implikasi Pemberlakuan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana NonAlam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Sebagai Bencana Nasional Bagi Klausula Force Majeure Dalam Kontrak : Studi Terhadap Perjanjian Kredit PT.Bank Tabungan Negara Syariah cabang Medan ini akan dibahas dan diteliti bagaimana suatu penerapan klausula force majeure itu dapat digunakan dalam kontrak kredit atau pembiayaan didalam perbankan.

Adapun yang menjadi penelitian secara etimologis dari pada judul skripsi ini adalah:

1. Perjanjian/Kontrak

Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih".22 Sedangkan menurut Subekti bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal.”23

Jika kita lihat pengertian pendapat maupun pasal yang ada di atas bahwasannya unsur-unsur perjanjian ialah:24

1. Adanya perbuatan hukum.

2. Adanya kesepakatan.

3. Adanya objek yang diperjanjikan.

4. Adanya para pihak.

22 Lihat Indonesia (KUH Perdata), op.cit., Pasal 1313

23 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2007), hlm.1

24 Nur Syarifah dan Reghi Perdana, “Hubungan Perikatan, Perjanjian dan Kontrak”, Repository.ut.ac.id, diakses pada tanggal 06 Oktober 2020 pukul 09.47 WIB.

10 5. Adanya akibat hukum.

2. Kredit/Pembiayaan

Menurut Pasal 1 angka 11 UU Perbankan bahwasannya pengertian kredit ialah sebagai berikut:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.25

Sedangkan menurut Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut “OJK”) kredit adalah:

fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga.26

Artinya kredit ini merupakan suatu fasilitas keuangan yang diberikan oleh perbankan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan.

Dalam bank syariah sendiri pembiayaan menurut Pasal 1 angka 12 UU Perbankan pembiayaan ialah:

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyedian uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.27

25 Lihat Indonesia (UU Perbankan), op.cit., Pasal 1 angka (11).

26OJK, “Apa Itu Kredit ?”, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/316, diakses pada tanggal 06 Oktober 2020 pukul 19.31 WIB.

27 Lihat Indonesia (UU Perbankan), op.cit., Pasal 1 angka (12).

11

Sedangkan pembiayaan menurut pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah adalah:

penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

A. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah

B. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalambentuk ijarah muntahiyah bit tamlik

C. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan isthisna

D. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh,

E. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa.28

3. Force Majeure

Secara bahasa force majeure berasal dari bahasa Perancis yang berarti

“kekuatan yang lebih besar”.29 Sedangkan secara istilah force majure adalah

“suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan manusia yang tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya”.30

F. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif atau lebih dikenal dengan istilah penelitian hukum

28 Lihat Indonesia, ( UU Perbankan Syariah), op.cit., Pasal 1 angka (25)

29 Anggi Khikmawati, Analisis Penyelesaian Force majeure Dalam Produk Pembiayaan Murabahah Di Bank Jateng Syariah Cabang Surakarta, (Surakarta: Skripsi IAIN Surakarta, 2020), hlm.20

30 Ibid

12

kepustakaan.31 Penelitian hukum normatif mengandung arti bahwasannya dalam meninjau ataupun menganalisa suatu permasalahan dipergunakan pendekatan dengan menganalisa suatu peraturan perundang-undangan.32

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini ialah melalu data sekunder. Data sekunder ini terdiri atas:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari kaidah-kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, trakat dan juga bahan hukum dari zaman penjajahan.33 Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (“UU Perbankan”).

3. Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (“UU Perbankan Syariah”).

4. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non Alam Corona Virus Disease 2019 selanjutnya disebut (Keppres 2020 Penetapan Bencana Alam Corona Virus Disease 2019)

31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat ,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994) hlm.13

32 Zulfi Diane Zaini, “Implementasi Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Normatif Sosiologis Dalam Penelitian Ilmu Hukum”, https://media.neliti.com/, diakses pada tanggal 06 Oktober 2020 Pukul 11.18 WIB

33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cetakan ketiga, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008) hlm.52

13

5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan covid 19 (“PP Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan covid 19”).

6. Pergub 88 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur nomor 33 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

7. POJK No 11 tahun 2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019.

8. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

9. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum, dan lain-lain.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier ialah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah yang menjadi tambahan bagi penulisan skripsi ini yang berkaitan dengan penelitian ini.

14

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan staff PT. Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Medan yang fungsinya untuk mendapat data yang berguna untuk mengkonfirmasi bahan hukum sekunder.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau library research yaitu teknik pengumpulan data yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber data tertulis atau gambar berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen resmi terkait permasalahan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisis data–data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, langsung maupun tidak langsung (internet).

Selain itu, teknik pengumpulan data ini didukung juga dengan wawancara dengan staff PT. Bank Tabungan Negara Syariah cabang medan. Tujuannya untuk melengkapi dan mengkonfirmasi data yang diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library research).

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

Bab I merupakan pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metodologi

15

penelitian, dan sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Bab II membahas mengenai konsep force majeure dalam KUH Perdata.

Bab II membahas mengenai konsep force majeure dalam KUH Perdata.