• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Orang tua merupakan pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga Katolik (GE art. 3). Tugas mendidik ini berakar dari panggilan utama mereka sebagai suami-istri untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Tugas dan kewajiban mendidik ini sudah diketahui pada waktu mengucapkan janji perkawinan.

Sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik, orang tua dituntut untuk menyampaikan ajaran mengenai keselamatan kepada anak-anak mereka (FC art. 39). Dalam keluarga, orang tua memiliki tugas untuk menyiapkan hati anak-anak mereka sejak kecil untuk mengenali cinta kasih Allah terhadap diri mereka dan orang lain, serta memberi teladan yang baik kepada anak-anak mereka (AA art. 30). Selain itu, orang tua diharapkan mampu mewartakan perintah baru mengenai cinta kasih kepada anak-anak dan menghidupkan perintah tersebut secara nyata di dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak-anak mereka tidak hanya bisa merasakan cinta kasih Kristus, melainkan juga mampu menyalurkan cinta kasih Kristus kepada sesama dan lingkungan sekitar mereka (FC art. 48).

Pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak dimaksudkan agar anak-anak semakin mendalami misteri keselamatan Allah dan menyadari karunia iman yang telah mereka terima, sejak mereka dibaptis, sehingga anak-anak dapat mencapai kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik (GS art. 2). Oleh karena itu, pendidikan iman anak merupakan satu hal yang perlu dipikirkan secara serius dan tidak boleh diabaikan.

Cara orang tua dalam mendidik iman anak sangat menentukan perkembangan iman anak. Kalau anak dididik dengan baik dan benar, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang bermoral, yang mempunyai cara hidup yang berkenan kepada Tuhan. Dalam usaha mendidik iman anak, orang tua perlu mengetahui bagaimana cara-cara mendidik iman yang baik dan terarah, sehingga anak terbantu dalam mengembangkan imannya menuju kedewasaan dan kematangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman dalam keluarga Katolik, yakni orang tua perlu memberikan pengajaran mengenai iman, mengembangkan kebiasaan hidup rohani dalam keluarga, dan memberikan teladan hidup yang baik bagi anak-anaknya, serta orang tua perlu menciptakan suasana kasih dan mengembangkan relasi yang baik dengan anak-anak mereka.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden sudah memahami akan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik. Akan tetapi, mereka kurang dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik

dengan baik. Hal ini terlihat jelas dari fakta yang mengatakan bahwa orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden belum memaksimalkan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam melaksanakan tugas mereka sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik, seperti memberikan pengajaran mengenai iman, mengembangkan kebiasaan hidup rohani dalam keluarga, dan memberikan teladan hidup yang baik bagi anak-anak, serta menciptakan suasana kasih dan mengembangkan relasi yang baik dengan anak-anak mereka. Bahkan, masih ada di antara mereka yang berpendapat bahwa tugas mereka sebagai pendidik iman anak dapat dialihkan atau dilimpahkan kepada pihak lain.

Banyak faktor yang menyebabkan orang tua kurang dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik, antara lain kesibukan orang tua dengan rutinitasnya sehari-hari, orang tua kurang memiliki pengetahuan iman, dan kurangnya dukungan dari pihak luar, seperti dewan paroki dan pengurus lingkungan yang kurang mengoptimalkan perhatian terhadap pendidikan iman anak dalam keluarga Katolik. Hambatan-hambatan yang kerap dialami oleh orang tua dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik menyebabkan mereka sering mengabaikan tugasnya tersebut. Bahkan, banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan iman anak-anak mereka kepada pihak lain, seperti sekolah. Menurut mereka, anak-anak-anak-anak telah memperoleh pendidikan iman anak yang cukup memadai di sekolah.

Untuk membantu orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik dengan lebih baik, penulis mengusulkan kegiatan pendalaman iman dengan model

Shared Christian Praxis (SCP) sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan usaha mereka dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik. Pendalaman iman dengan model SCP dipilih oleh penulis karena proses pendalaman iman ini bertitik tolak dari pengalaman konkret orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik, kemudian pengalaman konkret orangtua didialogkan dengan pengalaman iman yang terdapat dalam Tradisi dan Visi Kristiani, seperti Kitab Suci dan dokumen Gereja agar mereka semakin mampu untuk memahami tugas mereka sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik sehingga mampu mengarahkan mereka pada keterlibatan baru, yakni pemahaman akan tugas sebagai pendidik iman anak dengan baik. Dengan meningkatnya pemahaman akan tugas sebagai pendidik iman anak, mereka diharapkan semakin mampu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik dengan lebih baik.

Program pendalaman iman dengan model SCP ini mengambil tema : menjadikan keluarga sebagai tempat pendidikan iman anak yang pertama dan utama. Alasan penulis memilih tema tersebut adalah penulis ingin membantu orang tua Di Lingkungan Santo Pius X Kweden untuk meningkatkan pemahaman dan usaha mereka dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga Katolik sehingga mereka dapat melaksanakan tugas sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik dengan lebih baik.