• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK DALAM

B. TUGAS ORANG TUA DALAM KELUARGA KATOLIK …

2. Tugas Orang Tua

Orang tua merupakan tokoh terpenting dalam kehidupan dan perkembangan anak-anaknya. Orang tua banyak memberi pengaruh terhadap diri anak. Ketika anak dilahirkan, orang tua memiliki tugas dan kewajiban baru dalam kehidupan keluarga.

a. Menurut Kitab Suci

Allah menciptakan manusia menurut citra dan gambaran-Nya (Kej 1:26-27). Ia memanggil manusia untuk saling mencintai dan hidup dalam persekutuan. Dengan menciptakan pria maupun wanita menurut citra-keserupaan-Nya, Allah memahkotai dan menyempurnakan karya tangan-Nya. Ia memanggil mereka untuk secara khusus berperan serta dalam cinta kasih dan kekuasaan-Nya sebagai Pencipta dan Bapa, melalui kerja sama mereka secara bebas dan bertanggung jawab dalam menyalurkan kurnia kehidupan manusiawi: “Allah memberkati mereka, dan Allah bersabda kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banya; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Dalam hal ini, orang tua memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada kehidupan, mewujudkan secara konkret dalam sejarah berkat Sang Pencipta pada awal mula, yakni melalui prokreasi menyalurkan gambar ilahi dari pribadi ke pribadi (Kej 5:1-3).

Allah memilih setiap orang tua dengan teliti. “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya

tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, …" (Kejadian 18:19). Allah mempercayakan anak-anak kepada para orang tua supaya mereka merawat anak-anak mereka supaya mematuhi Dia. “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan” (Kolose 3:20).

Orang tua sebaiknya mengajarkan, membimbing, mendukung, dan memelihara keturunan sebagaimana layaknya, seperti Firman Tuhan dalam Ulangan 6:7 yang mengatakan, “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun”. Ayat ini merupakan perintah, tugas, dan pemberian otoritas Tuhan kepada orang tua untuk melatih anak-anaknya dengan tekun, karena Tuhan menginginkan agar anak-anak dapat bertumbuh dan bertingkah laku baik. Orang tua harus menunaikan tugas dan otoritas dengan penuh ketaatan dan hormat yang senantiasa akan menghasilkan pertumbuhan bagi anak-anak untuk dapat mencapai potensi mereka secara utuh dan bertahan menghadapi segala tantangan dalam kehidupan di dunia ini.

Perjanjian Baru juga mengajarkan kebenaran yang sama tentang keluarga seperti dalam Perjanjian Lama. Kitab Suci Perjanjian Baru mengatakan:

“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayah-ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa janganlah bangkitkan amarah dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:1-4).

Menurut Efesus 6:1-4, orang tua harus berani mengajarkan kepada anak-anak untuk menghormati orang tua sebagai pemilik otoritas dari Tuhan, jika tidak demikian, anak-anak akan kesulitan untuk menghormati siapapun termasuk Tuhan (Bergant, 2002: 349). Perikope ini menegaskan agar orang tua memiliki hikmat dan bijaksana dalam mendidik anak-anak agar si anak tidak mengalami kemarahan dan kepahitan kepada orang tua. Perikope ini juga memberikan gambaran yang jelas akan perintah Tuhan kepada para orang tua dalam hubungannya dengan membesarkan anak-anaknya. Dalam perikope ini ditemukan apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai tanggung jawab orang tua (yang dalam perikope ini diwakili oleh ayah) dalam membesarkan anak-anak mereka. Dalam aspek pendidikan anak, Alkitab memberikan penekanan lebih serius kepada bapak-bapak. Ada tiga alasan yang mendasari penekanan ini : pertama, Alkitab mengatakan bahwa pendidikan anak adalah tugas penting yang tidak boleh diabaikan oleh seorang bapak. Seorang ayah tidak bisa meninggalkan tanggung jawab pendidikan anak dan menyerahkan seluruh aspek pendidikan kepada ibu karena dia sendiri berperan sebagai wakil Allah dalam keluarga; kedua, anak belajar mengenal Allah melalui figur ayah. Kalau seorang anak mempunyai konsep yang salah tentang ayahnya, konsepnya tentang Allah pun salah; dan yang ketiga, yang seringkali membuat anak marah dan sakit hati adalah ayah. Tentu saja tidak semua ayah berbuat demikian. Tetapi di dalam masyarakat, yang paling sering menganiaya anak adalah ayah. Karena itulah Alktiab mengatakan, “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu” (Ef 6 : 4).

b. Menurut Dokumen Gereja

Seorang laki-laki dan perempuan, yang memiliki kesepakatan untuk membentuk suatu kebersamaan hidup hingga menjadi Sakramen Perkawinan mempunyai dua tujuan perkawinan, yakni kesejahteraan suami-istri dan kesejahteraan anak, seperti yang tertulis dalam Kitab Hukum Kanonik:

“Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah apad kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen” (kan. 1055 § 1).

Menurut rencana Allah, pernikahan mendasari rukun hidup keluarga yang lebih luas, sebab lembaga pernikahan sendiri dan cinta kasih suami-istri tertujukan kepada timbulnya keturunan dan pendidikan anak-anak yang merupakan mahkota mereka (GS art. 48). Sepasang suami-istri yang dikaruniai keturunan, secara tidak langsung, mereka telah menerima tanggung jawab baru dari Allah, yakni untuk menghargai, mencintai, mengasuh, dan mendidik keturunan mereka sehingga anak-anak kelak mampu dan berhasil mengasihi Allah dan sesamanya. Para orang tua diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan hidup anak-anak mereka menuju arah hidup Katolik yang baik sehingga anak-anak dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab dalam hidup.

Orang tua perlu mengajarkan bahwa betapa dalam dan besarnya cinta kasih Allah dalam Yesus Kristus kepada manusia. Kemudian membimbing anak-anak untuk menerima dan menghayati iman Katolik. Mereka juga dibantu untuk semakin menyadari diri sebagai anak-anak Allah, saudara-saudari Yesus Kristus,

kenisah Roh kudus dan anggota Gereja. Konsili Vatikan II dalam pernyataannya mengenai Pendidikan Kristen menyatakan:

“…. Maka, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua menciptakan lingkungan keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka” (GE art. 3).

Pernyataan di atas menegaskan bahwa orang tua merupakan orang pertama yang memiliki hak dan kewajiban yang tidak bisa diganggu gugat untuk mendidik anak-anak mereka. Dalam keluarga, orang tua memiliki tugas untuk menyiapkan hati anak-anak mereka sejak kecil untuk mengenali cinta kasih Allah terhadap diri mereka dan orang lain, serta memberi teladan yang baik kepada anak-anak mereka (AA art. 30).

Para orang tua diingatkan akan kewajiban mereka yang berat untuk menyelenggarakan atau menuntut apa saja yang diperlukan supaya anak-anak mereka mendapat kemudahan-kemudahan itu, dan mengalami kemajuan dalam pembinaan Katolik (GE art. 7). Tugas mendidik ini menuntut orang tua Katolik untuk menyajikan kepada anak-anak mereka semua topik, seperti cara hidup beriman Katolik, yang perlu untuk pertumbuhan selangkah demi selangkah anak-anak mereka menjadi pribadi yang dewasa dari sudut pandang kristiani dan gerejani (FC art. 39). Dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa tugas untuk memberikan pendidikan berakar dalam panggilan utama orang-orang yang menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah: dengan memperanakkan dalam kasih dan

untuk kasih seorang pribadi yang baru, orang tua mengemban tugas untuk membantu agar pribadi itu sungguh-sungguh mampu hidup sepenuhnya sebagai manusia (FC art. 36).

C. PENDIDIKAN IMAN ANAK SEBAGAI TUGAS UTAMA ORANG