• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENELITIAN TENTANG PEMAHAMAN DAN USAHA

E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu, penulis mendatangi rumah ketua lingkungan untuk meminta izin melaksanakan penelitian di Lingkungan Santo Pius X Kweden. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, penulis meminta tolong kepada ketua lingkungan untuk

mengumumkan rencana penelitian kepada umat di Lingkungan Santo Pius X Kweden yang akan menjadi responden dalam penelitian ini. Kemudian, ketua lingkungan mengumumkan rencana penelitian ini kepada umat setelah kegiatan pendalaman iman rutin selesai. Setelah rencana penelitian diumumkan, umat yang hadir dalam kegiatan pendalaman iman mingguan ini menanggapinya dengan positif. Bahkan, beberapa dari mereka terlihat sangat antusias dengan adanya rencana penelitian ini. Ini terlihat jelas dari respon umat yang menawarkan diri untuk menjadi responden. Selama melaksanakan penelitian mengenai pemahaman orangtua di Lingkungan Santo Pius X Kweden dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik ini, penulis memperoleh banyak pengalaman berharga dari umat yang menjadi responden. Banyak masukan-masukan yang penulis terima dari umat mengenai topik skripsi yang penulis ambil.

Hasil penelitian mengenai pemahaman dan usaha orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden Paroki Santo Yakobus Klodran Bantul dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik terungkap sesuai dengan data yang diperoleh melalui pembagian kuesioner kepada 20 keluarga Katolik di Lingkungan Santo Pius X Kweden Paroki Santo Yakobus Klodran Bantul. Penulis hanya mengambil 20 KK dari total keluarga secara keseluruhan yang berjumlah 33 KK dikarenakan umat di Lingkungan Santo Pius X ini hampir sebagian besar adalah orang-orang lanjut usia (lansia).

Pembahasan penelitian ini akan dipaparkan dalam tujuh bagian, yakni identitas responden, pemahaman orang tua tentang pengertian dan ciri-ciri

keluarga Katolik, pemahaman orang tua tentang keluarga sebagai komunitas iman, pemahaman orang tua tentang tugas orang tua, pemahaman orang tua tentang pengertian dan tujuan pendidikan iman anak, usaha-usaha yang telah dilakukan oleh orang tua dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama, dan usaha meningkatkan pemahaman orang tua mengenai tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik.

1. Identitas Responden

Setiap penulis berkunjung ke rumah umat, penulis lebih banyak bertemu dengan para ibu (60%) daripada para bapak. Ada beberapa keluarga yang memang bapaknya kurang menaruh perhatian mengenai pendidikan iman anak sehingga para bapak menyerahkan pengisian kuesioner ini kepada para ibu. Namun, ada juga keluarga yang memang tidak memiliki kepala keluarga atau kepala keluarga sedang bekerja di luar Yogya. Karena dalam pelaksanaan penelitian penulis lebih banyak bertemu dengan para ibu, tidak mengherankan jika mayoritas dari responden adalah perempuan (60%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki hanya 40% dari jumlah responden. Untuk jenis pekerjaan, menurut hasil penelitian, sebagian besar dari responden adalah seorang pensiunan (25%), sedangkan responden yang lain bekerja sebagai PNS sebanyak 10%, petugas kesehatan sebanyak 5%, wiraswasta sebanyak 10%, ibu rumah tangga sebanyak 20%, buruh sebanyak 20%, dan petani sebanyak 10%. Dari hasil prosentase diketahui bahwa kehidupan ekonomi umat di Lingkungan Santo Pius X Kweden tergolong perekonomian menengah. Sedangkan untuk tingkat pendidikan,

mayoritas orangtua di Lingkungan Santo Pius X Kweden merupakan lulusan SLTA/sederajat (65%), dan untuk lulusan tingkat SD/sederajat sebanyak 5%, tingkat SLTP/sederajat sebanyak 20%, serta Sarjana (D3/S1/S2/S3) sebanyak 10%. Melihat dari hasil penelitian ini diketahui bahwa orangtua di Lingkungan Santo Pius X termasuk orang yang cukup berpendidikan, mengingat mayoritas dari orangtua yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah lulusan SLTA/sederajat.

2. Pemahaman Orang Tua Tentang Pengertian Dan Ciri-Ciri Keluarga Katolik

Dari hasil penelitian diketahui bahwa orang tua Katolik di Lingkungan Santo Pius X Kweden sudah memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengertian keluarga Katolik beserta ciri-cirinya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden dalam kuesioner yang dibagikan. Sebagian besar dari responden sangat menyetujui bahwa keluarga Katolik berasal dari suatu kesepakatan perkawinan antara dua pribadi yang telah disatukan oleh Allah untuk saling menyerahkan diri dan saling menerima (90%), serta melalui sakramen perkawinan, suami-istri diberikan rahmat dan tugas untuk menjadi saksi kehadiran Kristus, yang membantu mereka dalam mengasuh dan mendidik iman anak-anak (85%). Jawaban responden ini sejalan dengan pandangan Gereja yang mengatakan bahwa keluarga adalah persekutuan kodrati, dimana pria dan wanita dipanggil oleh Allah untuk saling menyerahkan diri dalam cinta kasih (KGK art. 2205), dimana cinta kasih suami-istri dilimpahi anugerah berupa rahmat dan dan

tugas untuk hidup dan menjadi saksi tentang perjumpaan dengan Kristus pada masa yang akan datang (FC art. 13).

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa keluarga menjadi persekutuan yang menguduskan, dimana seseorang belajar untuk semakin mengenal Allah dan menyatakan kasih Allah di dalam kehidupan sehari-hari (75%). Selain itu, dari penelitian ini diketahui bahwa keluarga Katolik memiliki ciri-ciri, antara lain hidup keluarga yang didasarkan pada kesatuan iman antar anggotanya (60%), di mana komunikasi iman antar anggota keluarga sangat diperlukan sehingga kehidupan iman mereka dapat saling dikembangkan (70%); keluarga Katolik dipanggil untuk menuju kepada kesucian dan ikut membantu menyucikan Gereja dan dunia, antara lain dengan berpartisipasi dalam perayaan-perayaan liturgis (60%); keluarga Katolik membuka diri dengan penuh cinta kasih, baik kepada masyarakat maupun Gereja (65%); serta keluarga Katolik dipanggil dan diutus untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah (60%). Ketika responden ditanya mengenai ciri-ciri keluarga Katolik yang paling menonjol dalam keluarga mereka, hampir semua responden menjawab keluarga yang membuka diri dengan penuh cinta kasih, baik kepada masyarakat maupun Gereja (75%), sedangkan responden lainnya memberikan jawaban hidup keluarga yang didasarkan pada kesatuan iman antar anggotanya (10%) dan hidup keluarga yang mengarah kepada kesucian dan ikut membantu menyucikan Gereja dan dunia (15%). Dari jawaban yang diberikan oleh responden dapat dilihat bahwa mereka sudah cukup memahami ciri-ciri dari keluarga Katolik dan dapat menyebutkan ciri-ciri dari keluarga Katolik yang paling menonjol dalam keluarga mereka. Meskipun dari

jawaban-jawaban yang diberikan responden sudah cukup menunjukkan bahwa orangtua di Lingkungan Santo Pius X Kweden sudah memiliki pemahaman mengenai pengertian dan ciri-ciri dari keluarga Katolik, akan tetapi, bila dilihat kembali dari data hasil penelitian di atas, masih ada beberapa dari responden yang memberikan jawaban yang kurang memuaskan. Ini berarti tidak semua dari responden memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengertian dan ciri-ciri keluarga Katolik. Maka dari itu, Lingkungan maupun paroki diharapkan mampu memberikan perhatian khusus, misalnya berupa kegiatan pendampingan yang dapat membantu para orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden lebih memahami mengenai pengertian dan ciri-ciri dari keluarga Katolik.

3. Pemahaman Orang Tua Tentang Keluarga Sebagai Komunitas Iman Dalam keluarga Katolik, Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus (1Ptr 2:5-10) dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (1Kor 12:12). Maka dari itu, keluarga Katolik disebut sebagai komunitas iman. Akan tetapi, tidak semua keluarga Katolik dapat disebut sebagai komunitas iman. Keluarga Katolik dapat disebut sebagai komunitas iman jika hidup semua anggotanya dijiwai oleh iman, mampu menjadi tempat persemaian dan sekolah iman, serta antar anggotanya saling membantu dalam memperkembangkan iman yang dimiliki (55%). Karena dijiwai oleh iman, keluarga Katolik dipanggil untuk mengusahakan, memelihara, dan meningkatkan hubungannya dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari (70%). Selain karena dijiwai oleh iman, sebagai komunitas iman, keluarga Katolik harus menjadi tempat persemaian (55%) dan sekolah iman

(75%), sehingga semua anggota keluarga, terutama anak-anak dapat semakin menuju kedewasaan iman. Untuk dapat membantu antar anggota dalam keluarga Katolik menuju kedewasaan iman, sharing/dialog mengenai pengalaman akan Allah perlu dilakukan dalam keluarga (50%). Pada item no. 15, mayoritas dari responden (70%) mengatakan bahwa ciri-ciri keluarga Katolik sebagai komunitas iman sudah nampak dalam keluarga mereka. Akan tetapi, masih ada dari keluarga responden yang menjawab bahwa ciri-ciri dari keluarga sebagai komunitas iman kurang nampak dalam keluarganya (5%). Fakta ini menunjukkan bahwa tidak semua keluarga di Lingkungan Santo Pius X Kweden dapat disebut sebagai komunitas iman.

Meskipun masih ada keluarga yang kurang dapat menampakkan identitasnya sebagai komunitas iman, namun pada item no. 16, seluruh responden dapat menyebutkan ciri-ciri keluarga sebagai komunitas iman yang paling menonjol dalam keluarga mereka, dan setengah dari jumlah responden menjawab antar anggota keluarga telah saling membantu dalam mengembangkan iman (50%) sebagai ciri-ciri keluarga sebagai komunitas iman yang paling menonjol dalam keluarga mereka. Sedangkan, responden yang lainnya memberikan jawaban iman telah menjiwai kehidupan seluruh anggota keluarga (20%), keluarga telah menjadi tempat persemaian iman (15%), dan keluarga telah menjadi sekolah iman bagi setiap anggota keluarga (15%) sebagai ciri-ciri keluarga sebagai komunitas iman yang paling menonjol. Jawaban yang diberikan responden mengenai ciri-ciri keluarga Katolik yang paling menonjol dalam keluarga mereka menunjukkan bahwa responden sudah dapat menilai apakah keluarga mereka sudah dapat

disebut sebagai komunitas iman atau belum. Walaupun demikian, para orangtua di Lingkungan Santo Pius X Kweden tetap perlu mendapatkan perhatian, mengingat dari hasil penelitian yang menunjukkan masih ada keluarga di Lingkungan Santo Pius X Kweden yang mengatakan bahwa ciri-ciri keluarga sebagai komunitas iman kurang nampak dalam keluarganya (5%) dan jawaban-jawaban yang diberikan responden untuk setiap item belum semuanya memuaskan. Jika hal ini dibiarkan saja, maka kehidupan iman keluarga-keluarga di Lingkungan Santo Pius X Kweden akan sangat memprihatinkan, dan kemungkinan besar dapat menghambat para orang tua untuk melaksanakan tugas mereka dalam pendidikan iman anak di dalam keluarga Katolik.

4. Pemahaman Orang Tua Tentang Tugas Orang Tua

Peran orang tua dalam pendidikan iman anak sangatlah penting. Dengan melahirkan anak, orang tua mengemban tugas dan kewajiban membantu anak-anak mereka agar sungguh mampu hidup sebagai manusia (FC art. 36). Dalam keluarga, orang tua memberikan teladan dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anak mereka. Orang tua bertanggung jawab penuh atas kehidupan anak-anak mereka. Dari hasil penelitian mengenai pemahaman orang tua tentang tugas orang tua diketahui bahwa responden sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai siapa diri mereka dan apa tugas mereka. Menurut responden, orang tua adalah suami-istri yang dikaruniai anak dan memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka (85%). Sedangkan orang tua Katolik menurut responden adalah suami-istri yang dikaruniai anak, yang dipanggil oleh Allah

untuk melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Allah, yakni mengusahakan pendidikan iman bagi anak-anak mereka yang sesuai dengan ajaran Gereja (65%).

Di samping itu, dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa tugas orang tua menurut Kitab Suci adalah mengajarkan, membimbing, mendukung, dan memelihara anak-anak yang dipercayakan oleh Allah (75%). Sedangkan menurut dokumen Gereja, orang tua memiliki tugas untuk membimbing dan mengarahkan hidup anak mereka menuju arah hidup Katolik yang baik sehingga anak-anak dapat bertumbuhkembang menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab dalam hidup (60%).

Walaupun sebagian besar dari responden telah memberikan jawaban yang cukup memuaskan mengenai pengertian dan tugas orang tua, Lingkungan maupun Paroki tetap perlu memberikan pendampingan kepada orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden mengenai identitas mereka sebagai orang tua dan tugas mereka sebagai orang tua agar mereka semakin memahami akan identitas dan tugas mereka sebagai orang tua sehingga mereka dapat melaksanakan tugas mereka di dalam keluarga dengan lebih baik.

5. Pemahaman Orang Tua Tentang Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Iman Anak

Cara orang tua dalam mendidik iman anaknya sangat menentukan perkembangan iman anak. Karena itu, pendidikan iman anak merupakan satu hal

yang perlu dipikirkan secara serius dan tidak oleh diabaikan. Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostoliknya Familiaris Consortio mengatakan bahwa:

”Perutusan mendidik meminta orang tua Kristen, untuk menyampaikan kepada anak-anak mereka semua pokok yang dibutuhkan, supaya anak-anak tahap demi tahap menjadi dewasa kepribadiannya ditinjau dari sudut Kristen dan gerejawi. Maka hendaklah mereka menganut pedoman-pedoman yang telah diuraikan, serta berusaha menunjukkan kepada anak-anak mereka, betapa iman dan cinta kasih akan Yesus Kristus dapat menyingkapkan maknanya yang mendalam. Selain itu kesadaran, bahwa Tuhan mempercayakan kepada Orang tua Kristen pertumbuhan anak Allah, saudara atau saudari Kristus, kenisah Roh Kudus, anggota Gereja, akan mendorong mereka menjalankan tugas mengukuhkan kurnia rahmat ilahi dalam jiwa anak-anak mereka” (FC art. 39).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan iman anak adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang-orang dewasa untuk dapat membantu anak-anak agar semakin mengenal Allah dan mampu mengungkapkan iman yang dihayatinya dalam kehidupan sehari-hari (60%). Pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak dimaksudkan agar anak-anak semakin mendalami misteri keselamatan Allah serta menyadari dan menumbuhkembangkan iman yang telah mereka terima sejak mereka dibaptis (70%). Tujuan dari pendidikan iman anak adalah membantu anak untuk belajar mengenal Allah dan menanggapi kasih Allah dengan beriman kepada-Nya (70%). Pendidikan iman anak dalam keluarga juga bertujuan untuk membantu anak agar semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bertanggung jawab, serta mampu mewujudkan iman yang dimilikinya dalam pengalaman konkret sehari-hari (50%).

Jika melihat hasil penelitian di atas, sebenarnya orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden sudah dapat dikatakan memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengertian dan tujuan dari pendidikan iman anak, akan tetapi, pada item

no. 22, sebanyak 5% dari jumlah responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan yang mengatakan pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak dimaksudkan agar anak-anak semakin mendalami misteri keselamatan Allah serta menyadari dan menumbuhkembangkan iman yang telah mereka terima sejak mereka dibaptis. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua orang tua memiliki pemahaman yang baik mengenai pendidikan iman anak. Bagaimana orang tua dapat melaksanakan pendidikan iman anak dengan baik sementara mereka tidak memiliki pemahaman tentang pendidikan iman anak. Hal ini sangat memprihatinkan jika dibiarkan terus-menerus dan dapat menghambat para orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden dalam menyelenggarakan pendidikan iman dalam keluarga dengan baik. Karena ketidakpahaman yang mereka miliki ini, mereka membutuhkan suatu pendampingan untuk membantu mereka meningkatkan pemahaman mengenai pendidikan iman anak.

6. Usaha-Usaha Yang Dilakukan Oleh Orang Tua Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pendidik Iman Anak Yang Pertama Dan Utama Dalam usaha mendidik iman anak, orang tua perlu mengetahui bagaimana cara-cara mendidik iman yang baik dan terarah, sehingga anak terbantu dalam mengembangkan imannya menuju kedewasaan dan kematangan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa menurut responden, pendidik iman anak yang pertama dan utama adalah orang tua (100%). Pendapat dari responden ini sejalan dengan yang dikatakan dalam Konsili Vatikan II:

“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka, orang tualah

yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka, keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat” (GE art. 3).

Sebagai orang tua, hampir sebagian dari responden menyadari hak dan kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak tidak dapat digantikan ataupun dialihkan kepada orang lain (45%), dan ada beberapa dari responden yang mengatakan bahwa hak dan kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak dapat digantikan ataupun dialihkan kepada orang lain (15%). Dari fakta tersebut diketahui seluruh responden sebenarnya mengetahui bahwa pendidik iman anak yang pertama dan utama adalah orang tua, hanya saja sebagian kecil dari mereka kurang menyadari, bahkan belum menyadari akan kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak mereka, khususnya dalam hal iman. Jika hal ini didiamkan saja, tanpa adanya perhatian khusus, maka orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden tidak akan dapat melaksanakan tugas mereka dalam mendidik anak-anak mereka dengan baik.

Dari hasil penelitian mengenai usaha-usaha yang dilakukan orang tua dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama, hampir setengah dari jumlah responden mengatakan bahwa dalam mendidik, orang tua perlu mengajarkan kepada anak-anak bagaimana cara hidup beriman Katolik sedini mungkin melalui kata-kata atau penjelasan (45%), dan dalam penerapannya, para orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden merasa sudah

cukup memberikan pengajaran yang memadai mengenai cara hidup beriman Katolik kepada anak-anak mereka (65%). Selain itu, menurut responden, orang tua juga perlu membiasakan anak untuk hidup sesuai dengan ajaran Katolik (50%), dan orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden selalu berusaha untuk membiasakan anak-anak mereka untuk hidup sesuai dengan ajaran Katolik, seperti melakukan doa bersama di dalam keluarga (35%) dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan menggereja, baik di lingkungan maupun tingkat paroki (45%). Sebanyak 50% responden mengatakan orang tua perlu memberikan contoh yang baik mengenai kebiasaan hidup rohani kepada anak melalui kesaksian hidup berupa sikap dan tindakan sehari-hari sehingga anak merasa terbantu untuk semakin bertumbuh dan berkembang dalam iman, dan 55% orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden selalu berusaha untuk memberikan contoh kebiasaan hidup yang sesuai dengan ajaran iman Katolik bagi anak-anak di dalam keluarga mereka. Agar proses pendidikan iman anak dalam keluarga dapat berjalan dengan baik, orang tua harus selalu berusaha untuk mengembangkan/menjalin relasi yang baik dengan anak di dalam keluarga (60%), dan sebanyak 55% responden telah berusaha untuk selalu menjalin/mengembangkan relasi yang baik antara orang tua dan anak dalam keluarga. Dengan adanya relasi yang baik akan tercipta komunikasi yang baik pula antara orang tua dan anak sehingga pendidikan iman anak di dalam keluarga dapat berjalan dengan baik.

Akan tetapi, dari hasil penelitian juga diketahui bahwa masih ada juga beberapa responden yang kurang memberikan pengajaran yang memadai kepada anak mengenai cara hidup beriman Katolik (15%), belum membiasakan

anak-anak mereka untuk hidup sesuai dengan ajaran Katolik, seperti jarang mengajak anak untuk melakukan doa bersama dalam keluarga (35%) dan jarang mengajak anak untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan menggereja (20%), belum memberikan contoh kebiasaan hidup rohani yang sesuai dengan ajaran iman Katolik bagi anak-anak di dalam keluarga (5%), serta kurang menjalin/mengembangkan relasi yang baik antara orang tua dan anak dalam keluarga (45%). Bahkan, sekitar 15% berpendapat bahwa hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anak dapat digantikan atau dialihkan kepada orang lain. Hal ini sangat bertentangan sekali, mengingat semua responden mengatakan bahwa pendidik iman anak yang pertama dan utama adalah orang tua. Fakta tersebut sangatlah memprihatinkan, dimana sebenarnya mereka menyadari akan kewajiban mereka sebagai pendidik iman anak dala keluarga Katolik, tetapi mereka tidak dapat melaksanakannya dengan baik. Orang tua seharusnya mampu melaksanakan kewajiban mendidik iman anak-anak mereka sehingga anak merasa terbantu untuk semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bertanggung jawab, serta mampu mewujudkan iman yang dimilikinya dalam pengalaman hidup sehari-hari, tetapi justru beberapa dari orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden ini belum dapat melaksanakan tugas mendidik mereka dengan baik. Tidak dapat dibayangkan apa yang terjadi nanti jika hal ini didiamkan begitu saja. Maka dari itu, Gereja dan Lingkungan dirasa perlu mengambil langkah untuk menanggapi situasi yang terjadi dalam keluarga-keluarga Katolik di Lingkungan Santo Pius X Kweden, khususnya yang berkaitan dengan tugas orang tua sebagai pendidik iman anak dalam keluarga sehingga para

orang tua di Lingkungan Santo Pius X ini mampu menunaikan tugas mereka sebagai pendidik iman anak dalam keluarga Katolik dengan baik.

7. Usaha Meningkatkan Pemahaman Orang Tua Mengenai Tugasnya Sebagai Pendidik Iman Anak Yang Pertama Dan Utama

Sama seperti orang tua pada umumnya, orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden juga menginginkan anak-anak mereka memiliki iman yang matang dan dewasa. Mereka berusaha untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak dalam keluarga dengan baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, para orang tua di Lingkungan Santo Pius X Kweden kerapkali mengalami/menemukan