• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frekuensi komunikasi yang berkurang semenjak ibu pergi menjadi TKW serta kebutuhan akan afeksi yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan biologisnya, menyebabkan suami mengaku mempunyai teman wanita lain untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Teman wanitanya ini adalah seorang PSK yang sering ditemuinya di Pelabuhan Ratu. Hubungannya dengan PSK bisa dibilang tidak terikat, karena PSK tidak menuntut hubungan yang lebih asalkan sudah menerima bayaran yang dianggapnya pantas*. Pak Adang mengaku lebih merasakan kebahagiaan dan kepuasan perkawinan sebelum istri menjadi TKW dibandingkan saat istri menjadi TKW. Pak Adang merasa kesepian terutama saat hasrat seksualnyamuncul*.

sedang, dan selebihnya tergolong kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 78.72 persen keluarga contoh memiliki kualitas perkawinan yang dikategorikan tinggi, 17.02 persen kategori sedang dan selebihnya kategori rendah (Tabel 29). Sebaran persentase kualitas perkawinan, kebahagiaan perkawinan, dan kepuasan perkawinan yang cenderung sama menunjukkan bahwa kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan merupakan kontributor terhadap kualitas perkawinan.

Tabel 29 Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori kualitas perkawinan (n=47)

No Tingkat Kualitas Perkawinan

Kualitas Perkawinan Kualitas Perkawinan Kebahagiaan Kepuasan % % % 1 Rendah (10-16) 6.38 4.26 4.26 2 Sedang (17-23) 27.66 29.79 17.02 3 Tinggi (27-30) 65.96 65.96 78.72 Total 100 100 100

Namun hasil penelitian menunjukkan demikian, berdasarkan wawancara mendalam didapatkan informasi bahwa sebagian besar contoh merasa lebih bahagia dan puas dalam perkawinan sebelum istri menjadi TKW bila disbanding saat istri menjadi TKW. Kebersamaan dan afeksi dalam keluarga yang hilang, beban peran ganda, serta kebutuhan biologis yang tidak dapat terpenuhi merupakan penyebab berkurangnya kebahagiaan dan kepuasan perkawinan keluarga contoh.

Kondisi Anak Keterampilan Sosial

Sunarti (2004) menyatakan bahwa keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan anak bergaul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (85.11%) anak selalu mengucapkan salam atau permisi ketika lewat dihadapan orang lain. Terdapat tiga perempat (74.47%) anak sering mudah bergaul dengan teman. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar anak TKW memiliki keterampilan sosial yang baik dalam bergaul dengan sesama teman sebaya maupun dengan orang yang lebih dewasa.

Tabel 30 menunjukkan bahwa hampir tujuh puluh persen (68.09%) anak selalu meminta maaf jika melakukan kesalahan. Hal ini menunjukkan bahwa anak TKW telah memiliki emotional responsivenes yang cukup baik. Terdapat

tiga perlima (61.70%) anak yang suka meminjamkan alat tulis kepada temannya yang tidak membawa, artinya bahwa anak telah memiliki rasa empati terhadap orang lain.

Tabel 30 Sebaran contoh (%) berdasarkan keterampilan sosial anak (n=47)

No Pernyataan Keterampilan Sosial Anak Pernah Tidak Kadang-kadang Sering % % % 1 Saya takut bila berhadapan atau berbicara

dengan orang dewasa* 14.89 40.43 44.68 2 Saya senang berada di lingkungan baru 36.17 21.28 42.55 3 Saya mengucapkan salam/permisi ketika lewat

di hadapan orang lain 0 14.89 85.11 4 Saya suka meminjamkan alat tulis kepada

teman yang tidak membawa/ tidak punya. 6.38 31.91 61.70 5 Saya mudah bergaul dengan teman 10.67 14.89 74.47 6 Saya adalah orang yang suka minta maaf 10.67 21.28 68.09 7 Bila teman saya sedang sedih, saya

menanyakannya 6.28 44.28 48.94

Tabel 31 menunjukkan bahwa terdapat 63.83 persen anak memiliki keterampilan sosial tergolong kategori tinggi, dan selebihnya termasuk dalam keterampilan sosial kategori sedang. Megawangi (1999); Brooks (2001) menyatakan bahwa bekal paling penting bagi anak adalah kematangan emosi-sosialnya, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis sebagaimana juga dalam kehidupan sosialnya.

Tabel 31 Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori keterampilan sosial anak (n=47)

No Keterampilan Sosial Anak %

1 Rendah (7-11) 0

2 Sedang (12-16) 36.17

3 Tinggi (17-21) 63.83

Total 100 Stres Anak

Stres merupakan tuntutan perasaan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi tiba-tiba (Melson 1980). Kepergian ibu sebagai pengasuh utama merupakan perubahan di lingkungan keluarga TKW dan dapat menimbulkan stres bagi anak. Hal ini dikarenakan anak pada usia sekolah masih membutuhkan sosok ibu untuk memenuhi kebutuhan anak, baik fisik maupun

emosional. Anak yang berusia preadolance mungkin tidak membutuhkan banyak sentuhan fisik seperti pelukan atau ciuman dari ibu, namun pada kenyataannya keberadaan ibu menjadi sangat penting bagi anak. Keadaan ini digambarkan melalui hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat sepertiga (34.04%) anak memiliki tingkat stres tinggi, lebih dari seperempat (27.66%) anak memiliki tingkat stres sedang, dan selebihnya memiliki tingkat stres rendah.

Stres yang terjadi pada anak lebih banyak terjadi pada kondisi perasaan (emosi) dibanding pada kondisi perilaku, pikiran, dan fisik. Sebanyak 40.43 persen anak sering mengalami kekecewaan (frustasi), 38.30 persen anak sering merasa cepat marah, dan 34.04 persen anak sering mengalami kecemasan. Persentase terbesar stres pada kondisi perilaku yaitu anak sering mengalami perubahan pola tidur (sulit tidur) (34.04%), stres pada kondisi pikiran yaitu anak akhir-akhir ini sering merasa tidak kreatif dalam memecahkan masalah (36.17%), stres pada kondisi fisik yaitu anak akhir-akhir ini sering merasa sakit-sakit badan (Lampiran 12).

Tabel 32 Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori stres anak

Stres Anak % Rendah (16-26) 38.30 Sedang (27-37) 27.66 Tinggi (38-48) 34.04 Total 100 Prestasi Akademik

Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian prestasi ini adalah 45 dari 47 contoh keseluruhan, hal ini dikarenakan dua rapor anak hilang. Data diambil dalam penelitian ini sebanyak empat semester. Prestasi akademik anak dapat diukur melalui skor prestasi dari berbagai mata pelajaran. Penelitian ini menggunakan skor prestasi dari enam mata pelajaran utama yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Tabel 33 menyajikan bahwa skor prestasi akademik contoh berkisar antara 43 hingga 92, dengan rata-rata 66.70. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata prestasi akademik contoh termasuk cukup baik, namun ada beberapa contoh yang tergolong rendah. Bahkan terdapat empat anak yang pernah tinggal kelas.

Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik anak (n=45)

No Mata Pelajaran Rata-rata±sd (min;maks) Nilai

Semester 1

1 Pendidikan Agama 68.93 ± 7.874 (50;85) 2 Pendidikan Kewarganegaraan 66.78 ± 8.799 (50;90) 3 Bahasa Indonesia 67.65 ± 9.307 (50;90) 4 Matematika 64.65 ± 11.735 (50;90) 5 Ilmu Pengetahuan Alam 64.32 ± 9.593 (50;90) 6 Ilmu Pengetahuan Sosial 64.48 ± 7.801 (50;85)

Semester 2

1 Pendidikan Agama 69.87 ± 7.196 (60;85) 2 Pendidikan Kewarganegaraan 67.76 ± 9.409 (43;90) 3 Bahasa Indonesia 68.29 ± 9.370 (49;90) 4 Matematika 66.35 ± 10.236 (50;90) 5 Ilmu Pengetahuan Alam 66.69 ± 8.350 (50;85) 6 Ilmu Pengetahuan Sosial 66.88 ± 8.594 (50;90)

Semester 3

1 Pendidikan Agama 67.91 ± 8.506 (50;90) 2 Pendidikan Kewarganegaraan 67.20 ± 9.469 (50;90) 3 Bahasa Indonesia 66.73 ± 6.585 (60;85) 4 Matematika 63.38 ± 9.176 (50;90) 5 Ilmu Pengetahuan Alam 66.04 ± 7.365 (51;85) 6 Ilmu Pengetahuan Sosial 63.78 ± 8.133 (44;85)

Semester 4

1 Pendidikan Agama 71.48 ± 7.241 (60;90) 2 Pendidikan Kewarganegaraan 69.05 ± 8.422 (60;92) 3 Bahasa Indonesia 68.16 ± 7.689 (50;85) 4 Matematika 65.19 ± 9.382 (50;92) 5 Ilmu Pengetahuan Alam 64.49 ± 9.317 (50;90) 6 Ilmu Pengetahuan Sosial 64.83 ± 7.670 (50;80)

Prestasi akademik anak dikategorikan kurang, cukup, baik, dan sangat baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar anak termasuk dalam kategori cukup dalam semua mata pelajaran yang diteliti, yakni mata pelajaran Pendidikan Agama (68.9%), Pendidikan Kewarganegaraan (57.8%), Bahasa Indonesia (55.6%), Matematika (42.2%), IPA (51.1%), dan IPS (51.1%) (Tabel 34). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak contoh memiliki prestasi akademik yang tidak terlalu memuaskan. Kurangnya bimbingan belajar dan perhatian akan kegiatan belajar anak dari orangtua maupun keluarga besar lainnya diduga sebagai penyebabnya. Berdasarkan data yang diperoleh dalam variabel pengasuhan, dukungan orangtua dan pengganti ibu untuk membantu pekerjaan rumah anak merupakan item pernyataan yang memiliki persentase terkecil bila dibanding dengan lainnya, sehingga kurangnya bimbingan belajar dari ibu, pengganti ibu, maupun ayah menyebabkan prestasi anak tidak terlalu memuaskan.

Tabel 34 Sebaran contoh (%) berdasarkan kategori prestasi akademik anak (n=45)

No Mata Pelajaran

Tingkat Prestasi Akademik Kurang (50-60) Cukup (61-70) Baik (71-80) Sangat baik (81-90) % % % % 1 Pendidikan Agama 2.2 68.9 20.0 8.9 2 Pendidikan Kewarganegaraan 13.3 57.8 20.0 8.9 3 Bahasa Indonesia 15.6 55.6 24.4 4.4 4 Matematika 35.6 42.2 13.3 8.9 5 IPA 26.7 51.1 17.8 4.4 6 IPS 26.7 51.1 20.0 2.2

Hubungan Antara Variabel-Variabel Penelitian

Hubungan Dukungan Sosial dengan Karakteristik Keluarga

Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan dukungan sosial dapat dilihat pada Tabel 35. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara pendidikan ayah (r=0.326, p<0.05) dan pendidikan ibu (r=0.522, p<0.01) dengan dukungan sosial keluarga besar. Hal ini menunjukkan apabila semakin tinggi pendidikan ayah dan pendidikan ibu, maka semakin tinggi dukungan sosial keluarga besar yang diterima keluarga contoh. Hal sama menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara pendidikan ayah (r=0.298, p<0.05) dan pendidikan ibu (r=0.446, p<0.01) dengan dukungan sosial total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1980) yang menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi yang baik akan lebih mampu berperan dalam kegiatan sosial dan lebih banyak memiliki teman akrab. Dengan demikian, seseorang yang memiliki status pendidikan yang baik akan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan sekitar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.374, p<0.05) antara pendapatan keluarga saat istri menjadi TKW dengan dukungan sosial PJTKI. Semakin besar pendapatan yang diperoleh keluarga contoh maka semakin besar dukungan sosial yang diberikan PJTKI. Dukungan sosial yang diberikan PJTKI kepada istri dan keluarga antara lain memberikan sosialisasi/penyuluhan program penempatan TKW ke luar negeri, membantu mengurus pembuatan paspor ke kantor imigrasi yang ditunjuk Dinas Kabupaten,

menerangkan isi kontrak pekerjaan, dan menjamin perlindungan dan keselamatan TKW di luar negeri.

Hasi uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan nyata dan negatif (r=-0.338, p<0.05) antara nomor urutan anak dengan dukungan sosial keluarga besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi urutan anak maka semakin rendah dukungan sosial keluarga besar. Hubungan nyata dan positif (r=0.324, p<0.01) terdapat pada umur anak dengan dukungan sosial keluarga besar. Hal ini berarti semakin tua umur anak maka dukungan sosial keluarga besar kepada keluarga contoh semakin besar. Hal ini diduga karena anak yang umurnya lebih tua dianggap lebih mudah dalam merawatnya karena sudah bisa melakukan kegiatan sendiri, sehingga tidak perlu pengawasan lebih besar. Dengan demikian keluarga besar merasa lebih menerima merawat anak dengan usia lebih tua dibanding dengan anak yang masih kecil (Tabel 35).

Tabel 35 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dan dukungan sosial

No Variabel

Dukungan keluarga besar

Dukungan

tetangga Dukungan PJTKI Dukungan sosial (total) 1 Pendidikan ayah .326* .028 .176 .298* 2 Pendidikan ibu .522** .156 .083 .446** 3 Pendapatan saat TKW .256 -.078 .374* .309* 4 Urutan anak -.338* -.159 .154 -.196 5 Umur anak .324* -.223 -.032 .091 *p<0.05 **p<0.01

Hubungan antara Pengasuhan Anak dengan Karakteristik Keluarga dan Dukungan Sosial

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Pengasuhan Anak Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan negatif (r=-0.310, p<0.01) antara aset saat ibu menjadi TKW dengan pengasuhan dimensi penerimaan ibu. Apabila dilihat dari data penelitian, semakin rendah pengasuhan dimensi penerimaan ibu sebelum menjadi TKW maka semakin lama ibu menjadi TKW, sehingga semakin besar aset yang dimiliki keluarga saat ibu menjadi TKW. Fenomena ini menggambarkan bahwa ibu yang memiliki pengasuhan dimensi penerimaan yang rendah akan lebih tega untuk meninggalkan anak dalam jangka waktu yang lebih lama.

Terdapat hubungan nyata dan negatif (r=-0.310, p<0.01) antara urutan anak dengan pengasuhan dimensi penerimaan ibu sebelum menjadi TKW. Hal ini berarti semakin tinggi urutan kelahiran anak maka semakin rendah pengasuhan dimensi penerimaan yang diterapkan ibu. Menurut Hurlock (1980) penerimaan terhadap anak pertama lebih baik dibanding dengan urutan anak selanjutnya, hal ini ditunjukkan dari lebih banyaknya kesempatan dan perolehan perlakuan khusus anak pertama dibanding adik-adiknya sehingga menghasilkan anak yang lebih sehat dan lebih berprestasi.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.471, p<0.01) antara pendidikan ibu dengan pengasuhan dimensi penerimaan pengganti ibu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama ibu duduk di bangku pendidikan maka semakin besar pengasuhan dimensi penerimaan pengganti ibu. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi memiliki keterampilan dalam berinteraksi sosial (Brooks 2001), sehingga dapat mempengaruhi pengasuh pengganti ibu untuk berbuat seperti yang ibu lakukan.

Tabel 36 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan pengasuhan No Variabel A1 R1 P1 A2 R2 P2 A3 R3 P3 1 Pendidikan ayah -.116 .069 -.109 .004 -.049 .020 -.111 .116 -.148 2 Pendidikan ibu .198 .052 .034 .471** -.072 .275 .100 -.111 .135 3 Pendapatan saat TKW -.191 .009 -.129 .020 -.071 .026 -.166 -.101 -.006 4 Aset saat TKW -.310* .142 -.265 -.167 -.090 -.051 -.263 .002 -.205 5 Urutan anak -.310* .039 -.162 -.121 .217 -.183 -.102 .144 -.172 6 Umur anak -.063 -.033 -.059 .225 -.049 .191 -.116 -.170 .004 *p≤0.05 **p≤0.01 Keterangan:

A1= Pengasuhan acceptace ibu (skor) R1= Pengasuhan rejection ibu (skor) P1= Pengasuhan ibu (total) (skor)

A2= Pengasuhan acceptance pengganti ibu (skor) R2= Pengasuhan rejection pengganti ibu (skor) P2= Pengasuhan pengganti ibu (total) (skor) A3=Pengasuhan acceptace ayah (skor) R3= Pengasuhan rejection ayah (skor) P3= Pengasuhan ayah (total) (skor)

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Pengasuhan Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif (r=0.304, p<0.05) antara dukungan sosial keluarga besar dengan pengasuhan dimensi penerimaan ibu, sehingga apabila semakin tinggi pengasuhan dimensi penerimaan ibu sebelum menjadi TKW maka semakin tinggi dukungan sosial keluarga besar. Dukungan sosial keluarga besar berhubungan nyata dan positif (r=0.397, p<0.05) dengan pengasuhan dimensi kehangatan pengganti ibu, artinya bahwa apabila dukungan sosial keluarga besar meningkat maka pengasuhan dimensi kehangatan pengganti ibu akan meningkat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.345, p<0.05) antara dukungan sosial tetangga terhadap pengasuhan dimensi penerimaan ayah, artinya bahwa semakin tinggi dukungan sosial tetangga maka semakin tinggi pengasuhan penerimaan ayah. Dukungan sosial tetangga ialah kehidupan bermasyarakat yang memberikan rasa aman, kesediaan meminjamkan uang atau barang ketika keluarga dalam kesulitan, pertolongan yang datang ketika keluarga dalam kesulitan, serta berbagi dan bertukar pikiran ketika ada masalah. Dukungan-dukungan tersebut dirasa dapat memberikan kenyamanan, menurunkan stres, dan mengurangi perasaan negatif sehingga berdampak pada penerapan pengasuhan yang menerima anak dengan hangat (Brooks 2001).

Tabel 37 Hasil uji korelasi Spearman dukungan sosial dengan pengasuhan anak Variabel A1 R1 P1 A2 R2 P2 A3 R3 P3 Dukungan keluarga besar .304* -.118 .204 .535** -.169 .397* .144 -.274 .266 Dukungan tetangga .345* .251 .022 .128 .206 .062 .346* .285 .077 Dukungan PJTKI -.109 .295* -.313* -.044 .039 .094 -.163 .093 -.227 Dukungan sosial (total) .368* .212 .005 .441** .032 .211 .211 .000 .113 *p≤0.05 **p≤0.01 Keterangan:

A1= Pengasuhan acceptace ibu R1= Pengasuhan rejection ibu P1= Pengasuhan ibu (total)

A2= Pengasuhan acceptance pengganti ibu R2= Pengasuhan rejection pengganti ibu P2= Pengasuhan pengganti ibu (total)

A3=Pengasuhan acceptace ayah R3= Pengasuhan rejection ayah P3= Pengasuhan ayah (total)

Secara garis besar dapat diketahui bahwa semakin tinggi nomor urutan anak maka semakin ibu tidak menerapkan pengasuhan penerimaan. Variabel yang mampu mendukung pengasuhan penerimaan ayah adalah dukungan sosial tetangga, sedangkan yang mendukung pengasuhan penerimaan pengganti ibu adalah dukungan sosial keluarga besar. Hal ini berarti bahwa selain keluarga dekat, komunitas/masyarakat dapat menentukan pengasuhan seorang pengasuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Brooks (2001) yang menyatakan bahwa komunitas/masyarakat mempengaruhi pengasuhan yang terdiri dari faktor keamanan yang diberikan tetangga dan jumlah dukungan sosial yang diberikan.

Hubungan antara Interaksi Keluarga dengan Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial, dan Pengasuhan

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Anak dengan Interaksi Keluarga

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.298, p<0.05) antara aset pasca TKW dengan interaksi ibu dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar aset yang dimiliki keluarga saat TKW maka semakin tinggi interaksi ibu dan anak.

Tabel 38 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan interaksi keluarga No Variabel K1 B1 I1 K2 B2 I2 FK K3 B3 I3 1 Pendapatan pra TKW .288 .400** .331* .094 .037 .058 -.089 -.023 .065 -.007 2 Aset pasca TKW .190 .335* .298* -.183 -.073 -.144 -.159 -.032 .113 .064 3 Lama TKW -.180 .007 -.126 -.187 .001 -.141 -.237 -.223 -.284 -.296* 4 Jenis kelamin -.197 -.238 -.233 -.012 -.050 -.023 .127 .106 .095 .115 5 Urutan kelahiran -.186 -.077 -.150 -.072 -.059 -.093 -.053 -.237 -.008 -.096 6 Umur anak -.048 .031 -.020 -.032 -.007 -.037 .020 .002 -.050 -.054 *p≤0.05 **p≤0.01

Keterangan:

K1= Komunikasi ibu dan anak (skor)

B1= Bonding ibu dan anakI1= Interaksi ibu dan anak (skor) K2= Komunikasi ayah dan anak (skor)

B2= Bonding ayah dan anak (skor) I2= Interaksi ayah dan anak (skor)

FK= Frekuensi komunikasi ayah dan anak (skor) K3= Komunikasi suami dan istri (skor)

B3= Bonding suami dan istri (skor) I3= Interaksi suami dan istri (skor)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan negatif (r=-0.296, p<0.05) antara lama kepergian TKW dengan interaksi suami dan istri (Tabel 38). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama istri bekerja sebagai TKW maka semakin rendah interaksi suami dan istri. Kuantitas waktu bersama merupakan prasyarat dalam membentuk bonding diantara anggota keluarga, terutama suami dan istri, sehingga perpisahan suami dan istri dalam waktu yang lama akan menyebabkan berkurangnya interaksi (komunikasi dan bonding) diantara pasangan.

Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Interaksi Keluarga

Tabel 39 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan sosial tetangga dengan komunikasi ibu dan anak (r=0.303, p<0.05) dan interaksi ibu dan anak (r=0.297, p<0.05), artinya semakin besar dukungan sosial tetangga yang diterima keluarga contoh maka semakin tinggi komunikasi dan interaksi ibu dan anak. Hal ini diduga dengan adanya dukungan sosial yang diberikan tetangga maka anak akan memiliki kejiwaan yang lebih positif, sehingga anak lebih nyaman untuk berhubungan dengan ibu.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan sosial tetangga dengan interaksi ayah dan anak (r=0.358, p<0.05) dan frekuensi komunikasi ayah dan anak (r=0.305, p<0.05). Artinya bahwa semakin besar dukungan sosial tetangga maka semakin baik interaksi ayah dan anak dan semakin sering frekuensi komunikasi ayah dan anak. Dukungan sosial yang tinggi akan memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk ayah, sehingga ayah akan memiliki kondisi kejiwaan yang positif. Dengan demikian, ayah akan menjalin hubungan yang positif dengan anak.

Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.301, p<0.05) antara dukungan tetangga dengan interaksi antara suami dan istri (Tabel 39). Hal ini berarti

semakin besar dukungan sosial tetangga yang diterima keluarga contoh maka semakin baik interaksi antara suami dan istri. Dukungan sosial tetangga berupa kehidupan bermasyarakat yang memberikan rasa aman, kesediaan meminjamkan uang atau barang ketika keluarga dalam kesulitan, pertolongan yang datang ketika keluarga dalam kesulitan, serta berbagi dan bertukar pikiran ketika ada masalah merupakan dukungan sosial yang dapat menurunkan stres dan memberikan kenyamanan tersendiri bagi keluarga sehingga interaksi yang terjalin diantara interaksi suami dan istri menjadi semakin baik.

Tabel 39 Hasil uji korelasi Spearman dukungan sosial dengan interaksi keluarga Variabel K1 B1 I1 K2 B2 I2 KF K3 B3 I3 Dukungan keluarga besar .118 .066 .079 -.024 .091 .063 .229 .183 .049 .113 Dukungan tetangga .303* .249 .297* .345* .329* .358* .305* .141 .324* .301* Dukungan PJTKI .243 .197 .233 -.020 -.052 -.045 -,280 -.050 -.131 -.163 Dukungan sosial (total) .392** .323* .369* .156 .250 .226 .191 .161 .128 .145 *p≤0.05 **p≤0.01 Keterangan:

K1= Komunikasi ibu dan anak (skor) B1= Bonding ibu dan anak (skor) I1= Interaksi ibu dan anak (skor) K2= Komunikasi ayah dan anak (skor) B2= Bonding ayah dan anak (skor) I2= Interaksi ayah dan anak (skor)

FK= Frekuensi komunikasi ayah dan anak (skor) K3= Komunikasi suami dan istri (skor)

B3= Bonding suami dan istri (skor) I3= Interaksi suami dan istri (skor)

Hubungan antara Pengasuhan Anak dengan Interaksi Keluarga Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif antara pengasuhan dimensi penerimaan ibu pra TKW dengan interaksi ayah dan anak (r=0.365, p<0.05) dan frekuensi komunikasi ayah dan anak (r=0.355, p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengasuhan dimensi penerimaan ibu sebelum menjadi TKW maka semakin tinggi interaksi antara ayah dan anak dan semakin sering frekuensi komunikasi ayah dan anak. Hal ini diduga karena ayah berusaha untuk menggantikan posisi ibu yang dahulu sebelum menjadi TKW

telah mengasuh anak-anak dengan penuh kehangatan, sehingga ayah berusaha untuk menjalin interaksi yang baik dengan anak. Selain itu, keadaan ini menggambarkan bahwa dalam suatu keluarga terjadi suatu proses saling mempengaruhi (interaksi) antar anggota keluarga sehingga dapat menghasilkan perilaku individu-individu yang memiliki kecenderungan tingkah laku yang hampir sama.

Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.377, p<0.05) antara pengasuhan dimensi penolakan ibu dengan interaksi ibu dan anak, artinya bahwa semakin ibu melakukan pengasuhan dimensi penolakan sebelum menjadi TKW maka semakin tinggi interaksi (komunikasi dan bonding) antara ibu dan anak saat ini. Hal ini diduga karena rasa kehilangan anak yang mengalami perpisahan dengan ibu lebih besar bila dibandingkan dengan pengalaman pengasuhan penolakan masa lalu yang dilakukan ibu, sehingga anak melupakan kekerasan yang dilakukan ibu. Bagi anak yang berumur preadolence, anak telah menyadari bahwa kepergian ibu menjadi TKW adalah untuk membantu perekonomian keluarga sehingga rasa kecewa akan pengasuhan penolakan yang ibu lakukan diabaikan oleh anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.375, p<0.01) antar pengasuhan dimensi kehangatan ayah terhadap interaksi antara ayah dan anak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengasuhan dimensi kehangatan yang dilakukan ayah maka semakin tinggi interaksi (komunikasi dan bonding) antara ayah dan anak. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.401, p<0.01) antara pengasuhan dimensi kehangatan ayah dengan frekuensi komunikasi antara ayah dan anak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengasuhan dimensi kehangatan yang dilakukan ayah maka semakin tinggi frekuensi komunikasi antara ayah dan anak. Menurut Brooks (2001), ketika orangtua bersikap hangat dan lebih mendukung maka akan tercipta interaksi dan kelekatan yang kuat antara orangtua dan anak.

Terdapat hubungan nyata dan negatif (r=-0.384, p<0.05) antara pengasuhan dimensi penolakan pengganti ibu terhadap frekuensi komunikasi ayah dan anak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengasuhan dimensi penolakan pengganti ibu maka semakin rendah frekuensi komunikasi ayah dan anak.

Hasil korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.339, p<0.05) antara pengasuhan dimensi kehangatan ibu dengan

komunikasi suami dan istri, hal ini berarti apabila semakin tinggi pengasuhan dimensi kehangatan ibu sebelum menjadi TKW maka semakin tinggi komunikasi yang terjalin antara suami dan istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.491, p<0.01) antara pengasuhan dimensi kehangatan pengganti ibu dengan interaksi suami dan istri, artinya semakin tinggi pengasuhan dimensi kehangatan yang dilakukan pengganti ibu maka semakin tinggi interaksi antara suami dan istri. Terdapat hubungan nyata dan positif (r=0.294, p<0.05) antara pengasuhan dimensi kehangatan ayah dengan interaksi suami dan istri, artinya bahwa semakin tinggi pengasuhan dimensi kehangatan yang diterapkan ayah kepada anak maka semakin tinggi interaksi suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa cara pengasuh mengasuh anak, baik yang dilakukan ibu, pengganti ibu, maupun ayah dapat meningkatkan atau menurunkan interaksi suami dan istri.

Tabel 40 Hasil uji korelasi Spearman pengasuhan anak terhadap interaksi keluarga No Variabel K1 B1 I1 K2 B2 I2 FK K3 B3 I3 1 A1 .236 .057 .173 .366* .287 .365* .355* .239 .161 .18 2 R1 .296* .324* .337* .094 .146 .097 -.250 -.241 .155 -.010 3 P1 -.084 -.179 -.129 .209 .145 .214 .435** .339* .051 .167 4 A2 -.165 -.015 -.087 .202 .292 .289 .427* .187 .415** .331 5 R2 .222 .049 .154 .067 -.122 -.065 -.384* .559** .278 -.425** 6 P2 -.283 -.088 -.198 .105 .257 .236 .515** .487** .448** .491** 7 A3 -.108 -.123 -.105 .428** .363* .441** .359* .167 .233 .239 8 R3 .132 .002 .083 .089 .008 .022 -.137 -.309* .006 -.131 9 P3 -.230 -.154 -.191 .342* .314* .375** .401** .370* .188 .294* *p≤0.05 **p≤0.01 Keterangan:

A1= Pengasuhan acceptace ibu (skor)

R1= Pengasuhan rejection ibu (skor) P1= Pengasuhan dimensi

kehangatan ibu (total) (skor) A2= Pengasuhan acceptance

pengganti ibu (skor) R2= Pengasuhan rejection

pengganti ibu (skor)

P2= Pengasuhan pengganti dimensi kehangatan ibu (total) (skor) A3= Pengasuhan acceptace ayah

(total) (skor)

R3= Pengasuhan rejection ayah (skor)

P3= Pengasuhan dimensi

kehangatan ayah (total) (skor) K1= Komunikasi ibu dan anak (skor) B1= Bonding ibu dan anak (skor) I1= Interaksi ibu dan anak (skor) K2= Komunikasi ayah dan anak

(skor)

B2= Bonding ayah dan anak (skor) I2= Interaksi ayah dan anak (skor) FK= Frekuensi komunikasi ayah dan

anak (skor)

K3= Komunikasi suami dan istri (skor)

B3= Bonding suami dan istri (skor) I3= Interaksi suami dan istri (skor)