• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Konsep Gender dalam Kesehatan

2.7 Konsep Gender dalam Kesehatan

Di dalam memahami kesetaraan gender dan konsep gender itu sendiri, maka harus memahami perbedaan antara kata sex dan gender. Di dalam kamus bahasa Inggris, kedua kata tersebut memiliki arti terminologi yang sama yaitu jenis kelamin. Pengertian sex (jenis kelamin) adalah pembagian dua jenis kelamin manusia, yakni laki-laki maupun perempuan yang ditentukan secara biologis, dan sifatnya kodrati. Contohnya manusia yang memiliki penis, dan memproduksi sperma adalah laki-laki. Sementara manusia yang memiliki vagina, kelenjar mamary, dan memiliki organ rahim, dan memproduksi sel telur adalah perempuan. Organ tersebut secara biologis melekat, dan tidak bisa saling dipertukarkan, dan secara permanen tidak berubah.

Lain halnya dengan konsep gender yang menyiratkan bahwa kategori pria dan wanita merupakan konstruksi sosial yang membentuk identitas pria, dan wanita serta pola-pola perilaku dan kegiatan pria dan wanita (Van Bemmelen, 1993). Karena dikonstruksi secara budaya, maka perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan berbeda di berbagai masyarakat. Serta konstruksi gender akan berubah-ubah sepanjang waktu (Prakash, 1992 dalam Van Bemmelen, 1993). Selanjutnya, konsep ini juga membentuk apa yang kita kenal dengan maskulinitas yang dilekatkan oleh laki-laki, dan feminin untuk perempuan.

Sejarah perbedaan gender menunjukkan bahwa perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, antara lain dibentuk, disosialisasikan melalui pola pengasuhan, diperkuat melalui cerita-cerita, simbol-simbol, dan dikonstruksi secara sosial kultural, melalui doktrin negara, dan ajaran keagamaan tertentu.

Jika perbedaan gender seperti yang diungkapkan di atas tidak melahirkan bentuk-bentuk ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan maka hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Akan tetapi kenyataannya, di masyarakat kita perbedaan gender melahirkan berbagai ketidakadilan, khususnya perempuan. Ketidakadilan gender merupakan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut antara lain subordinasi, marginalisasi, stereotipe, mendapatkan kekerasan, beban kerja berlebih, dan sosialisasi ideologi nilai peran gender. Misalnya di banyak masyarakat kita, perempuan tidak memiliki hak di dalam pengelolaan sumber daya, akhirnya perempuan hanya bekerja pada ranah domestik saja, jika dia bekerja di ranah produktif hanya dianggap sebagai sampingan keluarga saja. Kemudian laki-laki lekat dengan teknologi, oleh sebab itu, jika terjadi inovasi teknologi di dalam pertanian misalnya, perempuan tersingkirkan, dan jika berkompetisi dengan pria di dalam memperoleh suatu jabatan para perempuan selalu kalah bersaing.

Pendekatan gender di dalam analisa kesehatan adalah untuk mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting yang berperan di dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang.

Di dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfainess, unjustice) berdasarkan norma dan nilai-nilai standar yang berlaku di dalam distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki- laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Keadilan antara lain ditentukan masyarakat yang berbeda satu dengan lainnya. Definisi

22

keadilan gender dalam kesehatan menurut WHO mengandung 2 aspek: (1) Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi mungkin (fisik, psikologi dan sosial) bagi setiap warga negara , (2) keadilan di dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan membayar dari seseorang.

Hampir semua di setiap budaya, perempuan memegang peranan penting di dalam pemeliharaan kesehatan. Misalnya pada sektor yang popular (popular sector) seperti di dalam keluarga, penyembuh utama dan perawat kesehatan bagi anggota keluarga, selalu perempuan, antara lain para ibu dan para nenek. Sementara pada sektor berikutnya yakni folk sector sektor ini bukan lah bagian dari sistem medis melainkan merupakan bagian part yang berposisi di tengah antara sektor popular yakni keluarga, dengan sekor professional atau medis perempuan juga selalu memiliki peran yang sangat penting, para dukun dan bidan tradisional hampir seluruhnya adalah perempuan. Sementara di sektor professional dari bidang kesehatan medis modern, mayoritas tenaga-tenaga kesehatan yang professional antara lain perawat dan bidan nyaris didominasi oleh perempuan. Namun, yang mendapatkan bayaran tertinggi dan prestise tertinggi selalu adalah paramedis berjenis kelamin laki-laki (Heiman, 1994). Pada beberapa sistem sosial masyarakat perempuan hanya berperan pada wilayah domestik rumahtangga, dan mereka tidak diperkenankan menyentuh ranah produktif dari rumahtangga apalagi memiliki karir, dan bebas keluar rumah. Misalnya sistem purdah pada masyarakat Islam Arab. Beberapa Antropolog mengungkapkan bahwa subordinasi atau penomorduaan perempuan (khususnya pemposisian perempuan lebih pada sektor domestik daripada sektor publik) merupakan suatu fenomena yang universal, dan merupakan hal yang umum disetiap sistem sosial masyarakat.

Beberapa aspek dari budaya berkontribusi terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh, laki-laki pada beberapa budaya selalu dibanding- bandingkan posisinya dengan perempuan. Beberapa budaya yang patriarkhi misalnya, mengkonstruksikan laki-laki sebagai mahluk yang kuat, sehingga laki- laki sangat riskan menghadapi bahaya, baik dari konsumsi makanan, dan minuman, serta kegiatan perang dan berburu yang sangat berbahaya. Kemudian, dibalik resiko hidup yang demikian besar, para laki-laki juga harus menyembunyikan ekspresi perasaannya karena masyarakat mengkonstruksikan laki-laki sebagai mahluk yang tidak menggunakan emosi dan jauh dari tekanan stress seperti yang sering dialami oleh perempuan, dan mampu bekerja dengan maksimal di bawah tekanan dibandingkan perempuan. Namun, misalnya sifat kompetitif dari laki-laki, dan ambisius yang lebih dari pada perempuan kemudian memicu peningkatan resiko terjadinya serangan penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease) pada beberapa laki-laki di Amerika serikat. Waldron dalam Heiman (1994) mengungkapkan bahwa akibat tekanan orang Amerika terhadap performa laki-laki Amerika, resiko terjadinya CHD dua kali lebih besar dialami oleh laki-laki Amerika dibandingkan perempuan Amerika. Ini juga ditambah dengan adanya harapan orang-orang Amerika, bahwa laki-laki diharapkan meraih sukses di dalam karir pekerjaannya, sementara perempuan

23

diharapkan sukses di dalam wilayah domestiknya, dan tiap wilayah atau domain pengharapan yang dikonstruksikan tersebut kemudian menciptakan perbedaan adaptasi terhadap kesuksesan yang akan diraih.

Pada masyarakat industrial modern, perempuan yang mengalami konflik peran, karena di satu sisi diharapkan meraih keberhasilan di dalam sektor domestik, namun di sisi lain juga ingin meraih keberhasilan karir, terkadang menimbulkan tekanan stress yang tinggi. Karena perempuan disosialisasikan memiliki ketidakstabilan emosi, sehingga menimbulkan salah diagnose dari ahli medis laki-laki terhadap perempuan seperti ketika para perempuan mengalami hysteria berlebihan, dan hypochondria. Kemudian, bangunan konstruksi mengenai perempuan di dalam hal keindahan, dan kecantikan juga membawa penderitaan terhadap perempuan. Sebagai contoh, ketika perempuan yang menarik dikonstruksikan memiliki tubuh yang langsing, maka perempuan beramai-ramai melakukan diet ketat yang berbahaya bagi dirinya. Kemudian, penggunaan sepatu berhak tinggi (high heels) juga memicu permasalahan tulang yang serius. Karena ingin cantik sesuai dengan konstruksi masyarakat, maka perempuan menggunakan ragam kosmetik, dan bagi perempuan yang berada di lapisan bawah, menggunakan kosmetik yang mengandung zat berbahaya sehingga bisa menimbulkan penyakit dermatitis dan urticaria, atau yang lebih parah terkena kanker kulit. Selanjutnya, ingin memiliki dada yang penuh di usia yang sudah tidak muda lagi, para perempuan rela melakukan operasi plastik berbahaya dengan memasukan silicon ke payudara mereka, untuk mendapatkan pujian yang tidak sebanding dengan resiko yang akan dihadapinya kelak.

Goddard dalam Heiman (1994) telah menggambarkan perbedaan laki-laki dan perempuan di Naples, Itali, khususnya dalam hubungannya dengan perilaku seksual, dan terhadap nilai-nilai budaya mengenai kehormatan dan rasa malu. Berbeda nilai-nilai budaya dan standar ganda moralitas bekerja pada setiap jenis kelamin. Sebagai contoh sehat dan normal di Itali bagi laki-laki diharapkan jika lelaki melakukan banyak hubungan seks sebelum menikah, dan melakukan banyak perselingkuhan sebagai bukti kemaskulinitasnya, sementara perempuan dilarang dari perilaku tersebut. Kehormatan bagi perempuan adalah menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah.