• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. SISTEM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

6.4 Pantangan (Taboo )

Tabu makanan adalah suatu larangan dalam mengkonsumsi makanan tertentu karena ada beberapa ancaman atau hukuman bagi orang yang mengkonsumsinya. Dalam ancaman ini, terdapat kekuatan supranatural dan mistik yang akan menghukum mereka jika melanggar aturan tabu ini. Tabu makanan sendiri di Indonesia masih menjadi masalah karena masih banyak makanan yang seharusnya dikonsumsi tapi masih ditabukan. Akibat tabu makanan tersebut, ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak tidak berani mengkonsumsi makanan tertentu sehingga dapat mengurangi asupan makanan yang pada akhirnya akan menurunkan status gizi mereka (Susanto, 1977).

Seperti masyarakat suku adat lainnya, maka bagi masyarakat Sasak juga mempercayai pantangan (taboo) terhadap kehamilan yang diturunkan dari nenek moyang.Pantangan (taboo) masih sangat dipercaya kebenarannya oleh para ibu- ibu Sasak di wilayah Persawahan maupun Pesisir. Beberapa ibu memaknai bahwa taboo dilakukan karena merupakan bentuk kepatuhan terhadap nasehat orang tua. Kemudian, beberapa ibu balita di pesisir memaknai taboo dipercaya karena jika tidak dilakukan maka dapat membawa bencana. Begitu pula halnya dengan para ibu-ibu balita di wilayah persawahan, beberapa ibu-ibu memaknai bahwa taboo jika dilanggar akan menyebabkan bencana bagi dirinya dan keluarganya. Ibu-ibu lainnya memaknai bahwa taboo merupakan bentuk dari nasehat orang tua yang tidak boleh dilanggar.

Pantangan kehamilan menurut Belian (dukun) dipercaya mampu mengganggu proses kehamilan dan kelahiran jika pantangan tersebut dilanggar. Sebut saja pantangan bagi perempuan yang hamil muda untuk makan nanas muda yang dipercaya akan menyebabkan keguguran. Kemudian juga makan durian, dipercaya menyebabkan kandungan akan panas dan bisa mencetus keguguran. Pantangan berikutnya adalah tidak boleh makan-makanan laut seperti cumi, hewan bercapit di laut seperti kepiting (kruju), gurita, dan ikan pari, semua hewan laut dipercaya bisa menyebabkan komplikasi kehamilan misalnya bayi sulit untuk dilahirkan dan dianggap sebagai sumber dari penyebab ari-ari bayi lengket. Kepercayaan selanjutnya yang sangat merugikan dan membahayakan ibu dan anak di dalam kandungan adalah memakan makanan sisa kucing. Meskipun dengan alasan bahwa dengan memakan makanan sisa kucing9 memudahkan proses kelahiran seperti kucing yang diyakini gampang beranak, namun seperti yang diketahui dalam ilmu kedokteran medis, kucing merupakan parasit bagi virus toksoplasma, artinya melalui kucing baik mulut maupun kotorannya membawa virus yang bisa mengancam janin dan menyebabkan bayi lahir cacat. Selanjutnya, ibu hamil juga sangat pantang duduk didepan pintu, dipercaya bahwa dengan duduk di depan pintu (tengah lawang) maka niscaya ibu yang sedang hamil akan sulit untuk melahirkan, karena ari-ari bayi bisa menutup jalan lahirnya. Kemudian, perempuan yang hamil tidak boleh mengalungkan kain dileher, apalagi melilitkan selendang atau kain dilehernya. Jika pantangan tersebut dilanggar dipercaya bayi di dalam kandungan akan terlilit dengan ari-arinya, dan

9

Biasanya setiap ibu yang hamil muda hingga hamil tua, menyiapkan nasi di piring kaleng dengan sepotong ikan kemudian diberi air. Piring bersisi makanan tersebut disimpan di depan pintu belakang rumah untuk memancing kehadiran kucing. Setelah kucing memakan makanan tersebut, ibu hamil kemudian memakan sisa makanan kucing tersebut.

56

hal tersebut jika terjadi kepada bayi akan sangat membahayakan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian. Saat hamil muda dilarang memakan buah-buahan yang digantung antara lain pepaya, mangga, dan sebagainya. Ibu hamil saat mengandung sering mengalami gangguan pencernaan antara lain sulit BAB atau biasa disebut konstipasi. Dan salah satu solusi alami untuk mengatasinya adalah mengkonsumsi bahan makanan berserat antara lain buah-buahan.

Tabel berikut akan menunjukkan pemaknaan para ibu balita bergizi buruk dan gizi kurang terhadap mematuhi taboo ketika sedang hamil:

Tabel 15. Pemaknaan Taboo bagi Ibu Balita Bergizi Buruk/Kurang di Wilayah Sasak Pesisir dan Persawahan, 2011

Makna

pantangan/taboo ketika sedang hamil menurut Ibu Balita bergizi kurang/buruk Wilayah Total Pesisir Persawahan Nuclear Non Nuclear Nuclear Non Nuclear n % n % n % n % n % Merupakan suatu keharusan, jika tidak diikuti akan mendapatkan bencana

10 48 1 11 6 55 10 53 27 45

Kadang diikuti jika secara logika akal sehat bisa diterima

1 5 1 11 4 36 1 5 7 12

Hanya merupakan mitos saja, tidak ada hubungannya dengan kehamilan dan janin 1 5 2 22 0 0 1 5 4 7 Bentuk kepatuhan terhadap nasehat orang tua 9 43 5 56 1 9 7 37 22 37 Total 21 100 9 100 11 100 19 100 60 100

Dari ilustrasi tabel di atas menunjukkan bahwa baik di pesisir maupun di persawahan para ibu balita bergizi kurang atau buruk cenderung masih sangat teguh memegang tradisi saat kehamilan berlangsung. Tabu atau larangan dalam bentuk makanan pantangan maupun tindakan yang dianggap bisa membawa kesialan dan kesulitan tetap dipatuhi. Makna tersebut didorong oleh bekerjanya rasionalitas berorientasi nilai yakni rasionalitas teoritis dan rasionalitas substantif. Ancaman bencana dan kesialan jika tidak mematuhi tabu yang tertanam dibenak para ibu menjadi momok yang menakutkan. Menurut para ibu, tabu saat hamil disosialisasikan oleh papu‟ dan belian. Penguatan atas tabu tersebut juga karena pada beberapa kasus bidan desa tetap mematuhi larangan belian saat sang bidan tengah hamil. Perbedaannya adalah, sebagian besar tabu saat hamil di wilayah

57

pesisir lebih didominasi oleh budaya Bugis dan Bajo, dan erat kaitannya dengan mitologi intimnya manusia dengan mahluk laut. Sementara di persawahan tabu saat hamil murni atas bangunan nilai-nilai budaya Sasak persawahan.

Pantangan tidak berhenti saat kehamilan saja, melainkan juga berlanjut pasca kelahiran. Seorang ibu yang baru melahirkan tidak diperbolehkan untuk memakan ikan. Saat menyusui anak, ikan bisa menyebabkan bau amis pada ASI yang dihasilkan ibu. Menurut IJ, jika dilanggar maka tidak hanya ASI, tubuh ibu juga akan berbau sangat amis. Sangat disarankan makan sayur-sayuran dan memperbanyak minum air putih agar suplay ASI yang dihasilkan berlimpah.

Kemudian, jika kita beralih pada saat bayi dilahirkan, ada beberapa hal yang harus dikritisi, yakni proses pera‟api yakni mengasapi ibu dengan bara yang dicampur dengan daun-daunan tertentu, asap bara tersebut dapat mengganggu pernafasan bayi. Kemudian, pantangan bagi ibu menyusui adalah memakan ikan, karena bisa membuat air ASI amis, juga harus dikritisi. Karena pemberian ASI apalagi di awal-awal kelahiran membutuhkan asupan protein salah satunya dari ikan sebagai sumber omega 3 untuk kualitas ASI itu sendiri. Selanjutnya, pantang bagi anak yang meminum susu formula, harus mengkonsumsi ASI. Anjuran ini bisa bermakna baik, yang artinya bahwa bayi akan mendapatkan kolostrum dari ibunya di awal-awal kehidupannya. Namun bisa juga bermakna negative, karena pada beberapa kasus, ibu tidak bisa langsung menyusui anaknya. Beberapa penyebab antara lain puting susu yang datar, gangguan emosional ibu (baby blue syndrome), dan sebagainya. Sehingga peran susu formula adalah menggantikan sementara ASI dari ibu yang bermasalah. Kemudian, jika susu formula ditabukan, bagaimana suplai gizi di awal-awal kehidupan bayi jika hanya mengandalkan air madu saja.

Perlu dipikirkan secara lebih serius yaitu anjuran yang terinternalisasi secara budaya dan masih dilakukan saat ini yakni memberikan makanan lumat kepada bayi usia dua minggu hingga satu bulan dengan cara di pakpak. Kebiasaan ini masih dilakukan oleh sebagian besar keluarga yang memiliki bayi. Menurut kebiasaan, bahwa nasi yang agak banyak dikunyah oleh ibu maupun papu‟, jika masih ada sisanya kemudian disimpan dalam bakul yang di bawahnya berlubang, agar bekas air liur ibu atau papu‟ ditiriskan. Biasanya agar hangat, nasi yang telah dikunyah oleh ibu atau papu‟ diletakkan didalam daun pisang kemudian diletakkan di atas tutup panci yang sedang dipanasi di atas tungku. Ada beberapa konsekuensi jika nasi pakpak tetap diberikan kepada bayi. Pertama, mengenai masalah higienisnya makanan dan rentannya bayi tertular penyakit dari ibu dan papu‟nya, karena makanan dikunyah terlebih dahulu oleh ibu atau papu‟nya. Kedua, menurut kerangka konseptual UNICEF (1992) yang menjelaskan mengenai penyebab dari kasus gizi buruk dan gizi kurang, salah satu faktornya adalah tidaktepatnya pemberian makanan tambahan selain ASI pada usia satu tahun kehidupannya, yang dimaksud dengan pemberian yang tidak tepat ini bisa jadi lebih cepat atau terlambat. Untuk kasus-kasus gizi buruk dan kasus gizi kurang di Kabupaten Lombok Timur pemberian makanan tambahan lebih cepat dari waktu yang ideal yakni enam bulan usia bayi. Terlalu cepatnya anak diberikan makanan tambahan bisa mempengaruhi fungsi pencernaan bayi. Hasil penelitian Utami et al., (2011) menemukan bahwa pada kasus pemberian makan dengan pakpak juga disebabkan karena menurut beberapa ibu yang menjadi responden penelitiannya, pemberian nasi pakpak merupakan suatu kebiasaan dan

58

dianggap wajar di komunitas Sasak. Beberapa responden juga menjawab bahwa pakpak dilakukan karena mereka tidak memiliki waktu untuk membuat makanan lumat untuk bayinya. Pada beberapa kasus, bayi menangis dimaknai sebagai tanda dari kelaparan. Dengan memberi nasi pakpak bayi dipercaya akan lebih nyenyak untuk tidur dan membantu pertumbuhan anak. Sehingga Ibunya bisa mencari uang (dalam kasus telah bercerai) dan papu‟ yang telah renta bisa beristirahat. Dari sudut pandang tindakan sosial Weber, pemberian nasi pakpak didorong oleh rasionalitas formal, karena tindakan ini didorong atas alasan tradisi, dan kepentingan material yakni memudahkan para ibu untuk berkonsentrasi mencari uang.

Di usia anak yang menginjak masa balita atau dikenal dengan golden age, balita sangat membutuhkan asupan gizi yang mencukupi untuk tumbuh kembangnya. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan bahwa ada beberapa anjuran dan larangan yang bertolak belakang dengan kebutuhan anak balita, misalnya saja anak-anak balita sangat membutuhkan asupan protein nabati yang salah satunya bisa diperoleh dari kacang hijau. Melarang balita memakan kacang hijau berarti telah mengurangi asupan protein nabati yang berasal dari kacang- kacangan. Selain protein nabati, anak-anak balita di usia saat perkembangan otak, kemampuan motorik, dan sensorik membutuhkan asupan protein hewani antara lain dari ikan sulit diperoleh balita karena adanya pantangan tersebut. Jagung sebagai pangan alternatif selain beras tidak akan menjadi pilihan alternatif rumahtangga, karena adanya pantangan yang diyakini dapat menyebabkan batuk pada anak. Sampai saat ini beras memang menjadi primadona bagi masyarakat Sasak sebagai pangan utama khususnya di persawahan.Terkecuali, komunitas Sasak pesisir keterbatasan kemampuan membeli beras dan akulturasi budaya Sasak dengan Bugis dan Bajo menciptakan preferensi pangan yang beragam tidak hanya pada konsumsi beras melulu, melainkan juga mengkonsumsi singkong atau ubi kayu.

Konsumsi air nyet atau air mentah oleh keluarga balita dipercaya dapat meningkatkan kesehatan anak. Air nyet sendiri adalah air sumur mentah yang dimiliki rumahtangga dan konsumsinya tanpa proses memasak hingga mendidih. Sehingga, sangat mengancam kesehatan keluarga termasuk balita. Menurut hasil penelitian Sahidu (2002) menemukan bahwa masyarakat Sasak persawahan rata- rata mengkonsumsi air mentah dari sumur atau dikenal dengan air nyet. Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa karena rata-rata sumur rumahtangga dekat dengan kandang sapi, maka rata-rata air nyet yang dikonsumsi oleh rumahtangga mengandung bakteri E. coli yang sangat membahayakan tubuh manusia, sebagian besar balitanya menderita penyakit kulit gatal-gatal yang berkepanjangan. Menurut Utami et al., (2011) konsumsi air nyet dengan dimasak terlebih dahulu hingga mendidih saat ini mulai dilakukan saat musim penghujan datang. Karena, menurut hasil penelitiannya pada saat hujan, air-air sumur akan menjadi sangat keruh. Namun, ketika musim penghujan berakhir, air nyet kembali dikonsumsi tanpa dimasak sampai mendidih. Ini dilakukan oleh rumahtangga untuk mengurangi beban keuangan rumahtangga, khususnya penghematan bahan bakar untuk memasak.

Ternak khususnya sapi yang identik di komunitas Sasak persawahan tidak hanya bernilai secara ekonomi, namun juga bernilai secara sosial. Masyarakat Sasak khususnya persawahan, ternak sapi menjadi barang berharga yang rawan

59

untuk diambil oleh orang lain, karena harganya yang tinggi di pasaran. Sapi menjadi alat utama dalam kegiatan budidaya pertanian. Sapi digunakan sebagai alat untuk membajak tanah persawahan. Memakan daging sapi merupakan suatu prestise bagi masyarakat Sasak khususnya masyarakat kelas bawah. Jumlah sapi juga dianggap sebagai bentuk status sosial seseorang di masyarakat Sasak.Terlebih sapi menjadi tabungan setiap keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak sapi di rumahtangga persawahan cenderung menjadi asset atau tabungan keluarga. Sebagian rumahtangga memaknai bahwa ternak sapi menjadi aset tabungan keluarga yang sangat berharga. Begitu pula halnya dengan rumahtangga pesisir. Meskipun rumahtangga di wilayah pesisir cenderung tidak memiliki sapi, namun mereka cenderung memaknai sapi sebagai tabungan atau aset keluarga.

Sebagai masyarakat yang berbasiskan persawahan, maka selain kepemilikan lahan pertanian, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, kepemilikan ternak menjadi sumberdaya kedua yang bernilai baik bagi petani pemilik, penggarap, maupun buruh tani. Pada masyarakat Sasak, sapi bernilai sangat ekonomi tinggi sehingga tidaklah mengherankan sapi menjadi incaran pencuri sapi. Makan daging sapi menjadi suatu prestise bagi masyarakat Sasak persawahan sebut saja bebalung, makanan khas suku Sasak yang mirip rawon namun berkuah bening ini menjadi makanan yang istimewa bagi masyarakat suku Sasak khususnya bagi para keluarga buruh tani.Sapi selain ekonomis juga sangat bermanfaat, baik sebagai tabungan, yang katanya juga untuk menjaga kesehatan. Masyarakat Sasak, khususnya yang tempat tinggalnya masih berlantaikan tanah, sangat menggantungkan kebersihan rumahnya pada kotoran sapi. Kotoran sapi yang masih hangat kemudian dicampur dengan air diaduk kemudian digunakan untuk mengepel lantai rumah. Lantai rumah dipel dengan cara menyiramkan kotoran sapi tersebut, lalu disapu perlahan dengan sapu lidi. Setelah dipel, lantai rumah yang dari tanah tersebut dibiarkan mengering beberapa jam, kemudian hasilnya adalah lantai rumah menjadi halus dan licin mengkilap. Menurut Ina

Jasi‟ah seorang belian nganak, kotoran sapi tersebut membuat lantai rumah yang terbuat dari tanah tidak menimbulkan debu, sehingga rumah menjadi lebih bersih karena debu dari lantai rumah tidak naik ke udara mengotori perkakas rumah dan mengganggu pernafasan.

Selain digunakan sebagai ternak yang membantu di dalam kegiatan pembajakan sawah, sapi juga bisa digunakan sebagai modal untuk berangkat ke Arab Saudi maupun ke Malaysia. Sapi digadai kemudian uangnya diberikan ke tekong, atau sapi dalam kondisi hidup-hidup diberikan kepada tekong sebagai jaminan. Melihat pentingnya sapi dan nilai ekonomi yang tinggi, maka di Desa Loyok, dan desa-desa lainnya di pedesaan sawah kasus pencurian sapi sangat marak. Maka strategi masyarakat Sasak persawahan untuk menghindari pencurian sapi adalah dengan menempatkan kandang sapi sedekat mungkin dengan tempat tinggal. Biasanya jarak kandang sapi hanya sekitar satu sampai dengan dua meter dari rumah induk. Bahkan ada warga yang tidur dengan sapinya, atau tidur di kandang sapinya. Ini tidaklah mengherankan karena maling atau pencuri sapi juga menggunakan magic, sehingga sapi bisa jalan sendiri keluar kandang dan menuju si maling atau pencuri berada.Yang lebih canggih lagi maling dan pencuri sapi biasanya menggunakan truk yang tujuannya untuk mengangkut sapi. Gambar 6

60

pada Lampiran 7 menunjukkan kondisi kandang sapi yang sangat dekat dengan tempat tinggal penduduk.

Jika jarak kandang sapi dengan truk sangat jauh maka di tengah-tengah perjalanan, sapi oleh maling/pencuri kemudian di sembelih dan dagingnya diangkut menggunakan truk yang telah disediakan. Dorongan rasionalitas instrumental terhadap sapi memberikan kosekuensi besar terhadap kesehatan anggota rumah tangga, khususnya balita. Menurut Bidan yang bertugas di wilayah penelitian karena letak kandang sapi yang sangat dekat dengan tempat tinggal tidak jarang terjadi kasus ISPA (infeksi saluran pernafasan akut). Kasus gangguan pernafasan juga sering terjadi tidak saja menyerang orang dewasa melainkan juga anak-anak. Anak-anak khususnya balita yang daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa menyebabkan dengan mudahnya kuman yang ada dikandang sapi mengganggu kesehatan. Anak yang rentan sakit akan menyebabkan berat badannya sulit untuk meningkat. Sepedapat dengan hasil penelitian Syarief (1997) dalam Salimar (2010) bahwa status gizi selain ditentukan oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi secara langsung juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk kesehatan lingkungan pemukiman. Pemukiman yang sanitasinya kurang baik akan memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang dapat menderita kurang gizi.

6.5 Pengetahuan Lokal

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai sistem pengetahuan dan teknologi asli yang berkembang dan kaitannya dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang, antara lain sistem medis tradisional. Sistem medis tradisional masyarakat Sasak didominasi oleh konsepsi bahwa penyakit merupakan etiologi personalistik dalam artian bahwa agen penyakit berasal dari kekuatan gaib. Pada etiologi personalistik masyarakat Sasak khususnya persawahan ini, unsur-unsur budaya yang berperan di dalam sistem medis tradisional antara lain berasal dari penggabungan agama Hindu dan agama Islam. seperti yang diuraikan bahwa kelompok Islam Wetu Telu, meskipun dalam perjalanannya semakin memudar pengaruhnya, rupanya juga masih memiliki pengikut yang cukup besar. Nilai-nilai Islam Wetu Telu rupanya kemudian masuk dalam konsepsi pemahaman masyarakat Sasak mengenai sumber penyakit. Di dalam Islam Wetu Telu sendiri kekuatan-kekuatan mahluk gaib sangat dipercaya pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan mental manusia. Kemudian, benda-benda yang menurut mereka mempunyai kekuatan sakti antara lain : keris, tombak, berlian, batu akik, dan sebagainya. Demikian juga dengan kepercayaan akan peran mahluk halus antara lain jin, setan, dan ilmu hitam yang dipercaya mempengaruhi kesehatan manusia, dan menjadi sumber penyakit. Bagi masyarakat Sasak, penyembuh penyakit- penyakit gaib yang sangat dipercaya antara lain Belian, Belian Nganak, dan Tuan Guru. Beberapa Tuan Guru yang kuat pengaruhnya seperti Tuan Guru Jerowaru sangat dipercaya oleh masyarakat Lombok mampu mengobati segala bentuk penyakit gaib.

Kaitannya dengan proses kelahiran seorang anak di masyarakat Sasak, seperti yang telah diuraikan pada bab enam, mengenai peran seorang dukun beranak atau dalam istilah Sasak Belian, menunjukkan bahwa Belian merupakan

61

institusi sosial yang mapan dan tetap dipercaya oleh masyarakat Sasak, meskipun pengobatan medis biomedical telah dikenal dan diterima oleh masyarakat Sasak. Kepercayaan masyarakat sasak akan kekuatan magis khususnya ilmu hitam yang bisa mencelakai sang ibu yang sedang hamil, serta kemampuan Belian yang dipercayai paling mampu didalam menjauhkan dan menyembuhkan sang ibu dan janin dari gangguan roh halus menyebabkan peran belian masih penting bagi penentu keselamatan sang Ibu dan anak yang dikandung.

Jenis perawatan kehamilan yang biasa diberikan oleh Ibu sedang hamil antara lain selain air jampi-jampi, jeringo yang disematkan dengan peniti ke pakaian Ibu hamil dan bayi, dan memberikan jimat10 dari benang yang dipulum dan diikat seadanya dengan hiasan kayu kecil sebagai gelang di tangan ibu dan

bayi. Juga memberikan “oroh-orohan” atau pijat kehamilan yang berfungsi untuk relaksasi ibu hamil, dan mengendalikan posisi bayi di dalam perut sehingga tidak terjadi bayi sungsang, dan mudah dalam proses kehamilan.

Belian diperlukan sesungguhnya menjelang persalinan atau saat mulai pembukaan tiga. Belian kemudian memberi air jampi-jampi agar bayi dengan mudah melewati jalan lahir. Setelah air ketuban telah pecah, yang merupakan tanda bahwa kegiatan persalinan akan segera dilaksanakan, barulah bidan medis melakukan tugasnya, setelah bayi lahir dan proses kelahiran selesai, perawatan ibu pasca melahirkan dan bayi kembali menjadi tanggung jawab belian. Belianlah yang mencucikan pakaian ibu yang bernoda darah nifas, memandikan bayi, mengurus ari-ari beserta ritual tanam ari-ari di halaman rumah atau peraq api11, makna ari-ari bayi ditanam di botok tanah liat (nemek) yang ditanam di halaman rumah menandakan harapan bahwa kelak anak tidak akan pergi jauh dari rumah, dan jika anak kelak hidup merantau tidak akan pernah lupa akan rumah, orang tua, dan kampung halaman. Belian nganak juga mengurus ibu, ketikan tali pusar bayi jatuh atau kira-kira seminggu setelah dilahirkan, atau saat api di atas tempat ari-ari padam, barulah belian nganak melakukan pengobatan kepada ibu. sebulan pasca kelahiran baru lah tugas belian selesai. Belian juga membantu ibu dan anak melaksanakan peraq api12 atau mate api yang dimaksudkan adalah mematikan

10

Menurut Amin et al.(1997), Anak-anak kecil yang nakal serta suka menangis diberi simat (azimat). Azimat tersebut dibuat dari tulisan berupa doa atau mantra-mantra, kemudian dibungkus dengan sobekan kain dan dimasukkan ke dalam tabung bambu atau logam kemudian di leher anak sebagai kalung.

11

Menurut May et al., (1989) upacara kelahiran masyarakat Sasak dimulai dari pembersihan ari- ari. Ari-ari bayi (tonto) yang telah dibersihkan oleh Belian kemudian ditanam oleh ayah. Ini