• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Teori Rasionalitas Weber

Bagi Weber, setiap tindakan sosial memiliki makna. Tindakan sosial itu harus dimengerti dalam hubungannya dengan arti subyektif yang terkandung di dalamnya, orang perlu mengembangkan suatu metoda untuk mengetahui arti

10

subyektif ini secara obyektif dan analitis. Dalam keadaan tidak ada metoda seperti itu, kritik-kritik terhadap berbagai pendekatan subyektif pasti benar yang mengatakan bahwa aspek-aspek pengalaman individu yang tidak dapat diamati tidak dapat dimasukkan dalam suatu analisa ilmiah mengenai perilaku manusia. Namun bagi Weber, konsep rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda (Johnson, 1986). Weber kemudian berpendapat rasionalitas dari tindakan sosial para agen/aktor kemudian membentuk sistem atau organisasi sosial dan birokrasi.

Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas di mana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara obyektif. Misalnya, apabila seseorang memilih yang kurang mahal dari dua produk yang sama, kita mengerti perilaku itu sebagai yang rasional karena sesuai dengan kriteria rasionalitas obyektif yang kita terima. Tidak semua perilaku dapat dimengerti sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Penderitaan- penderitaan seperti kemarahan atau cinta atau ketakutan mungkin diungkapkan dalam perilaku nyata dalam bentuk yang sepintas lalu kelihatannya tidak rasional. Tetapi orang dapat mengerti (verstehen) perilaku seperti itu kalau orang tahu emosi yang mendasar yang sedang diungkapkannya (Johnson, 1986).

Menurut Ritzer (1983) suatu sistem sosial yang dikarakteristikkan dengan rasionalitas pada dasarnya memiliki unsur atau dimensi yakni efisiensi, prediktabilitas, kalkulasi, substitusi kepada teknologi, dan kontrol yang lebih terhadap ketidakpastian. Bagi Weber menurut Ritzer (1983) birokrasi nampak sebagai institusi paling efisien yang mampu mengatasi tugas-tugas yang beragam. Salah satu contoh dimensi efisiensi adalah pada keluarga modern, dalam penyiapan makanan diserahkan kepada lembaga yang menyiapkan menu terbatas sehingga mudah dalam pemilihan, dengan menu yang sederhana sehingga mempercepat proses penyajian. Semua hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penyiapan makanan. Unsur selanjutnya adalah prediktabilitas yakni kemampuan prediksi dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam masyarakat yang rasional, individu ingin mengetahui apa yang mereka harapkan atau dapatkan terhadap suatu komoditas untuk memastikan prediktabilitas sepanjang waktu. Olehnya komunitas rasional menekankan disiplin, berdasarkan pada permintaan, sistemtis, formalitas, rutin, konsistensi dan metode operasi. Unsur selanjutnya menurut Ritzer adalah kalkulasi, yakni lebih mementingkan kuantitas dibandingkan kualitas. Misalnya menurut Ritzer kaitannya dengan Mcdonalisasi adalah restoran cepat saji hanya menjelaskan ukuran mengenai jenis produknya seperti ukuran hamburger yang besar, namun tidak menjelaskan mengenai kualitas hamburger tersebut khususnya bagi kesehatan. Unsur lainnya adalah substitusi dari teknologi non manusia yakni muncul dari keterbatasan terhadap kemampuan rasionalisasi pada apa yang manusia lakukan dan pikirkan. Sehingga masyarakat yang rasional akan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi dengan cara membatasi individu dengan teknik-teknik, prosedur, rutinitas dan mesin. Unsur yang terakhir menurut Ritzer adalah kontrol. Sistem rasional diorientasikan dan terstruktur. Dengan tujuan untuk mempercepat, dan mengontrol dalam banyak hal. Misalnya kontrol terhadap ketidakpastian hidup (kelahiran, kematian, produksi makanan dan distribusi, perumahan, dan sebagainya. Pada akhir tulisan Ritzer mengenai masyarakat McDonalisasi ia mengungkapkan bahwa ancaman

11

terbesar dari rasionalitas adalah irasionalitas. Menurut Ritzer, irasionalitas merupakan sesuatu yang tidak terelakkan dari proses. Sistem rasional tidaklah menjadi sistem yang rasional, karena menurut Ritzer rasionalitas memberikan

dehumanisasi seperti bagaimana manusia menjadi “robot” saat bekerja dan makan

di restoran fast food. Rutinitas dan simplifikasi dari masyarakat yang rasional seperti pada gambaran restoran cepat saji menurut Ritzer membuat hidup menjadi membosankan. Meskipun rasionalitas kemudian memberikan progresifitas hidupdan telah memberikan keuntungan yang tidak terhitung jumlahnya namun tidak terelakkan juga menimbulkan beragam masalah. Sehingga menurut Ritzer, harus dilakukan kontrol penuh terhadap proses rasionalisasi untuk memperbaiki konsistensi irasionalitas.

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan oleh Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-ipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan yang nonrasional. Singkatnya, tindakan rasional (menurut Weber) berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan tindakan itu dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan nonrasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain, yakni : (1) rasionalitas instrumental (Zweckrationalitat) yakni Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai memiliki macam- macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriterium menentukan satu pilihan di antara tujuan-tujuan yang saling bersaingan ini. Bagi Weber tindakan ekonomi dalam sistem pasar yang bersifat impersonal mungkin merupakan bentuk dasar rasionalitas instrumental ini. Selanjutnya (2) rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wertrationalitat) yakni sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai-nilai akhir bersifat nonrasional dalam hal di mana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan- tujuan mana yang harus dipilih. Lebih lagi, komitmen terhadap nilai-nilai ini adalah sedemikian sehingga pertimbangan-pertimbangan rasional mengenai kegunaan (utility), efisiensi, dan sebagainya tidak relevan. Menurut Johnson (1986) tindakan religius mungkin merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai ini.

Pada perkembangannya teori rasionalitas dengan dua kategori besar rasionalitas Weber kemudian berkembang variannya menjadi empat jenis rasionalitas. Menurut Kalberg (1980) rasionalitas atas tindakan sosial individu kemudian dibagi atas practical rationality, formal rationality, substantif rationality, dan theoritical rationality. Practical rationality atau rasionalitas praktikal menggambarkan bahwa individu dalam kehidupannya sehari-hari atau dalam aktivitas duniawinya terkait erat dengan sifat pragmatis dan egoistis. Tindakan pragmatis dalam kehidupan sehari-hari sangat penting sehingga membutuhkan pertimbangan dan peningkatan upaya kalkulasi yang cukup. Tipe rasionalitas ini eksis sebagai manifestasi individu pada ranah rasionalitas instrumental (Tabel 3).

12

Berikutnya adalah theoritical rationality atau rasionalitas teoritis. Rasionalitas ini mencakup suatu penguasaan yang sadar terhadap realitas melalui konstruksi dari meningkatnya abstraksi konsep atau nilai-nilai. Proses dari terbentuknya rasionalisasi teoritikal selalu diikuti dengan penilaian dan intrepertasi individu terhadap pemahamannya terhadap ruang dan waktu (world view) dan melibatkan konstelasi dan nilai-nilai. Rasionalitas teoritikal menurut Weber dikutip Kalberg (1980) potensial secara tidak langsung di dalam tindakan (Tabel 3)

Tabel 3. Pola-pola Kesadaran dari Tindakan Rasional (Sumber: Kalberg, 1980) Karakteristik individu dari sisi

antropologi

Tipe Rasionalitas Pola-pola kesadaran dari tindakan sosial Tipe tindakan sosial Proses Mental Non Rasional :

Tradisional Tidak rasional - Tidak ada

Afeksi Tidak rasional - Tidak ada

Rasional : Berorientasi nilai (value rational) Subordinasi realitas kepada nilai-nilai Substantive Ada Instrumental (mean-ends rationality) Kalkulasi secara intrumental

Formal, practikal Ada

Tindakan rasional bisa dihasilkan secara tidak langsung Beragam proses abstraksi Theoritikal Ada

Substantive rationality atau rasionalitas substantive serupa dengan rasionalitas praktikal, namun tidak seperti rasionalitas teoritikal, rasionalitas ini secara langsung bisa mempengaruhi tindakan individu. Akan tetapi rasionalitas ini tidak dibangun atas dasar kalkulasi untung rugi, namun terkait dengan dengan

masa lalu, saat ini dan masa depan dalam bentuk “value postulate” atau “dalil dari nilai-nilai” (Tabel 3).

Terakhir adalah formal rationality atau rasionalitas formal secara umum berhubungan dengan konteks sosial dan dominasi struktur yang diperoleh secara spesifik. Jika rasionalitas praktikal selalu mengindikasikan menyebarkan tendensi terhadap kalkulasi dan penyelesaian masalah-masalah rutin melalui pertimbangan rasionalitas instrumental kaitannya dengan pramatis dan kepentingan individu, rasionalitas formal melegitimasi pertimbangan atau kalkulasi instrumental dengan referensi pada aturan-aturan dan kebijakan yang berlaku dimasyarakat (Tabel 3).

13