• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Orientasi Nilai Budaya

Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (1990) bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya, konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme (1941), ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu rangkaian dari proses-proses fungsional yang berpusat kepada alam rohani yang letaknya di daerah otak dan syaraf dari individu tersebut. Proses-proses fungsional tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu yaitu wilayah sekitar fisiknya (alam dan gejala-gejala fisik sekitarnya), wilayah sekitar sosialnya (sesama manusia dan kelompok-kelompok manusia sekitarnya), wilayah sekitar kebudayaannya (nilai-nilai, adat istiadat dan benda-benda kebudayaan sekitarnya) dan juga alam rohani sub-sadar individu tersebut.

Kluckhohn bersama istrinya F. Kluckhohn menyatakan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, ia membuat suatu kerangka teori yang dpat dipakai oleh ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya dalam semua macam kebudayaan di dunia. Menurut Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: (1) Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat dengan MH), (2) Masalah

20

mengenai hakikat dari karya manusia (selanjutnya disingkat dengan MK), (3) Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (selanjutnya disingkat dengan MW), (4) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya disingkat dengan MA), (5) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat dengan MM)

Menurut C. Kluckhohn setiap komunitas akan berbeda-beda di dalam mengkonsepsikan kelima unsur di atas, misalnya berdasarkan unsur pertama mengenai hakekat dari hidup manusia, ada komunitas tertentu yang mempersepsikan hidup itu baik, maka tidak banyak usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya, sebaliknya suatu masyarakat memandang kehidupan sebagai sesuatu yang buruk namun manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik, akan cenderung memiliki etos kerja tinggi dan pantang menyerah. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut: (1) Untuk masalah hakikat hidup manusia (MH), ada kebudayaan yang memandang bahwa hidup itu buruk, maka perlu dihindari. Ada juga kebudayaan lain yang memandang bahwa hidup itu baik adanya, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup itu buruk adanya, tetapi manusia dapat mengusahakannya untuk menjadi baik, (2) Untuk masalah hakikat karya (MK), ada kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia itu bertujuan untuk menafkahi hidup, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya itu untuk memberikannya suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya manusia itu merupakan suatu gerak hidup untuk menghasilkan lebih banyak karya lagi , (3) Untuk masalah persepsi manusia mengenai waktu (MW), ada kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa lampau, ada juga kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa kini. Ada juga kebudayaan yang memandang penting ke masa depan , (4) Untuk masalah pandangan manusia mengenai alam (MA), ada kebudayaan yang menganggap bahwa manusia hanya dapat tunduk pada kekuasaan alam yang dahsyat saja, ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa manusia harus berusaha mencari keselarasan hidup dengan alam. Ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa alam itu merupakan sesuatu yang harus ditaklukkan dan dikuasai manusia, (5) Untuk masalah hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (MM), ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya (hubungan antara manusia dengan sesama manusia yang termasuk tokoh-tokoh berpangkat dan atasan), ada juga kebudayaan lain yang lebih mementingkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam hubungan yang horizontal, artinya lebih mengutamakan hubungan yang saling bekerja sama atau gotong royong dengan sesamanya. Ada juga kebudayaan-kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup manusia tidak perlu tergantung dengan manusia lain, kebudayaan-kebudayaan seperti ini sangat mementingkan individualism, sangat menilai tinggi anggapan bahwa manusia harus mampu berdiri sendiri dan untuk mencapai tujuannya, berusaha melakukannya sendiri dan jika memerlukan bantuan, sedikit mungkin memerlukan bantuan orang lain.

21

2.7 Konsep Gender dalam Kesehatan

Di dalam memahami kesetaraan gender dan konsep gender itu sendiri, maka harus memahami perbedaan antara kata sex dan gender. Di dalam kamus bahasa Inggris, kedua kata tersebut memiliki arti terminologi yang sama yaitu jenis kelamin. Pengertian sex (jenis kelamin) adalah pembagian dua jenis kelamin manusia, yakni laki-laki maupun perempuan yang ditentukan secara biologis, dan sifatnya kodrati. Contohnya manusia yang memiliki penis, dan memproduksi sperma adalah laki-laki. Sementara manusia yang memiliki vagina, kelenjar mamary, dan memiliki organ rahim, dan memproduksi sel telur adalah perempuan. Organ tersebut secara biologis melekat, dan tidak bisa saling dipertukarkan, dan secara permanen tidak berubah.

Lain halnya dengan konsep gender yang menyiratkan bahwa kategori pria dan wanita merupakan konstruksi sosial yang membentuk identitas pria, dan wanita serta pola-pola perilaku dan kegiatan pria dan wanita (Van Bemmelen, 1993). Karena dikonstruksi secara budaya, maka perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan berbeda di berbagai masyarakat. Serta konstruksi gender akan berubah-ubah sepanjang waktu (Prakash, 1992 dalam Van Bemmelen, 1993). Selanjutnya, konsep ini juga membentuk apa yang kita kenal dengan maskulinitas yang dilekatkan oleh laki-laki, dan feminin untuk perempuan.

Sejarah perbedaan gender menunjukkan bahwa perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, antara lain dibentuk, disosialisasikan melalui pola pengasuhan, diperkuat melalui cerita-cerita, simbol-simbol, dan dikonstruksi secara sosial kultural, melalui doktrin negara, dan ajaran keagamaan tertentu.

Jika perbedaan gender seperti yang diungkapkan di atas tidak melahirkan bentuk-bentuk ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan maka hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Akan tetapi kenyataannya, di masyarakat kita perbedaan gender melahirkan berbagai ketidakadilan, khususnya perempuan. Ketidakadilan gender merupakan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut antara lain subordinasi, marginalisasi, stereotipe, mendapatkan kekerasan, beban kerja berlebih, dan sosialisasi ideologi nilai peran gender. Misalnya di banyak masyarakat kita, perempuan tidak memiliki hak di dalam pengelolaan sumber daya, akhirnya perempuan hanya bekerja pada ranah domestik saja, jika dia bekerja di ranah produktif hanya dianggap sebagai sampingan keluarga saja. Kemudian laki-laki lekat dengan teknologi, oleh sebab itu, jika terjadi inovasi teknologi di dalam pertanian misalnya, perempuan tersingkirkan, dan jika berkompetisi dengan pria di dalam memperoleh suatu jabatan para perempuan selalu kalah bersaing.

Pendekatan gender di dalam analisa kesehatan adalah untuk mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting yang berperan di dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang.

Di dalam berbagai aspek ketidaksetaraan gender tersebut sering ditemukan pula ketidakadilan gender, yaitu ketidakadilan (unfainess, unjustice) berdasarkan norma dan nilai-nilai standar yang berlaku di dalam distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (dengan pemahaman bahwa laki- laki dan perempuan mempunyai perbedaan kebutuhan dan kekuasaan). Keadilan antara lain ditentukan masyarakat yang berbeda satu dengan lainnya. Definisi