• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontroversi makna isha>ri

C. Perdebatan tentang tafsir Sufi

1. Kontroversi makna isha>ri

72

Itulah bedanya akal dan hati, akal hanya dapat berpikir sedangkan hati selain berpikir juga dapat merasa. Seperti kata ayat menyindir orang yang tidak mau taat; mereka punya hati tapi tidak mau mengerti. Kami jadikan isi neraka dari jin dan manusia; … ب قفيا ق م al –A’raf ( 7 ) : 179.

73

Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), 71-77

74

Tafsir sufi merupakan salah satu dari corak–corak tafsir dari jenis tafsir bi ar ra’yi seperti corak fiqh, corak adabi-lugawi, corak adabi ijtima‘i, kalam, ‘ilmi dan lain–lain. Bahkan ada yang menjadikan corak sufi sebagai jenis tersendiri atau ketiga, disamping bi al–ma’thu>r, bi ar–ra’yi

ketiga bi al–Isha>ri. Kitab tafsir sufi pertama muncul menurut sejarah adalah tafsir at-Tustari (200-283H).

Persoalan tafsir sufi kalau diperhatikan dari beberapa tafsirnya terletak pada penggunaan takwil baik aliran naz}ari atau isha>ri. Sehubungan dengan sufi naz}ari penafsirannya terinspirasi oleh ajaran filsafat yang sulit dipahami awam. Sementara sufi amali menakwilkan ayat sesuai pengalaman rohaninya yang sifatnya pengalaman subjektif. corak tafsir sufi menimbulkan kontroversi terkait dengan pendekatan isha>ri yang menghasilkan makna sufistiknya yang jauh dari makna zahir. Penafsirannya lebih menonjolkan makna batin dari pada makna zahir apalagi seperti dikatakan Shaikh Abdul Warith M.Ali makna batin terlalu jauh dari pengertian zahir ayat.75 Memahami isyarat ayat diluar makna zahir inilah yang dimaksud makna isha>ri. Makna ini yang sering diperselisihkan dan menjadi kontroversi bila jauh dari makna zahir.

Selain alasan penggunaan makna isha>ri, persoalan tafsir sufi seringkali mengabaikan kaedah–kaedah bahasa Arab.76 Padahal dasar pengambilan makna zahir berawal dari pengertian lafaz. Adapun makna isha>ri muncul dari para sufi rentan mengabaikan masalah ini karena para sufi mengemukakan makna tersirat ayat dibalik makna lahirnya yang dalam istilah sufi pengetahuan rabba>ni yang tidak diperoleh orang awam. Umumnya banyak terjadi pada penafsiran sufi naz}ari dengan pengaruh ajaran filsafat.

Imam al–Alu>si menyatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh para sufi tentang Alquran merupakan isyarat yang berhasil diungkapkan oleh para pelaku tasawuf dengan latihan rohani. Bila para sufi mengambil makna batin saja tanpa berpegang pada makna zahir maka mereka bisa dituduh melupakan shari‘at.77 Namun lanjut al–Alu>si, siapa yang tidak memahami makna isha>ri jangan mengingkari bahwa Alquran memiliki bagian batin yang dilimpahkan Allah kepada batin

75

Abdul Warith M.Ali, Pengantar Tafsir Ibnu Arabi (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1427/2006), Cet.ke-2,19. Kalau bahasa Jalaluddin Rakhmat, syari’at bisa ditinggalkan lalu dengan menerima takwil akhirnya meninggalkan tanzi>l. Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Sufi al–Fa>tih}ah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke–1, xv

76

Jalaluddin Rakhmat,Tafsir Sufi al–Fa>tih}ah (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke–1, xv

77

Bahasa al-Alusinya; ي ب عي ا ىف ى هب ا ص ت Al–Alu>si, Ru>h} al-Ma‘a>ni fi> Tafsi>r al–Quran al-‘Az}i>m wa as-Sab’i al-Matha>ni (Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 1422/2001), Jilid I, Cet. Ke–1, 28

hambaNya yang dikehendaki.78 Dalam pandangan al–Alu>si di atas dipahami bahwa makna isha>ri yang diungkapkan para sufi diperlukan untuk memahami batin ayat disamping memperhatikan makna zahir.

Pada umumnya tafsir sufi naz}ari menggunakan takwil tidak terikat dengan makna zahir ayat dan bertolaknya dari konsep sufistik sehingga penafsirannya sering dinisbahkan pada tafsir batini. Dalam prakteknya, tafsir sufi naz}ari berpedoman pada ajaran filsafat dan kajian teoritis tasawuf yang memang karakter penafsirannya. Biasanya kajian teoritis tasawuf juga dipengaruhi oleh ajaran filsafat makanya prinsip dalam pendekatan naz}ari terhadap kedua faktor tersebut selalu sejalan. Sebagai contohkan penafsiran Ibnu Arabi yang mendukung ajaran wah}datul wuju>dnya. Misal penafsiran ayat 163 surat al–Baqarah.

حا ه م

,

ميح ا ح ا ه ا ه ا

.

Artinya; Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

ي س ا ياا ه ىف ط خ ى عت ها . ها ى ب ق ها يغ ا ع ي ا , ها ا ا ع ف . ا ق ف : م ع ا ك ا كأف ها ى ب قي ا مه ع . ها قف : د عب هي ب ق ا ا طي ا ه إا م حا هب شأ ا ا ه , هتي حأ ىف متف تخا م م أك . 79

Menurut Ibnu Arabi, melalui ayat ini Allah berbicara pada kaum muslim bahwa orang yang menyembah selain Allah dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya sebetulnya mereka menyembah Allah juga. Ingatlah, mereka berkata: kami menyembah benda-benda ini tidak lain agar mendekatkan kami kepada Allah. Selanjutnya Allah berkata: Sesungguhnya Tuhanmu dan Tuhan orang-orang musyrik yang dijadikan sesembahan mereka adalah sama.

Berdasarkan penjelasan ini yang dipahami orang bahwa Ibnu Arabi menyamakan semua agama dan masuk ke syirik. Dari pernyataan ini jelas

78 د ع م ء ش م طا ب ى ع يف ا أ ا ضيفي طا ب ى ع ا ق ا تشا ي أ قع م ى دأ ه ىغ ي اف Al–Alu>si, Ru>h} al-Ma‘a>ni fi> Tafsi>r al–Quran al-‘Az}i>m wa as-Sab’i al-Matha>ni (Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 1422/2001), Jilid I, Cet. Ke–1, 29

79

Ibnu Arabi, Al-Futu>h}a>t al-Makkiyyah. Beirut: Darul Fikri, 1424 H/2004 M, jilid.4, Cet. Ke-1, 160. Dalam tafsir Ibnu Arabi,Bagaimana mungkin dikatakan syirik sebab selainNya tidak memiliki wujud. .هب ج ا ش اف تح ا ع ا يغ هب ا م ي في ف . Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi, Jilid 1, 84

menimbulkan pemahaman yang kacau bagi umat yang selama ini sangat berhati–hati terjerumus mendekati syirik.

Untuk memahami pernyataan Ibnu Arabi diatas, kita harus kenal teori Ibnu Arabi tentang Tuhan kepercayaan. Tuhan kepercayaan berarti Tuhan dalam pengetahuan, konsep atau persepsi manusia. Itu Tuhan yang diciptakan oleh pengetahuan manusia sedangkan Tuhan yang sebenarnya tidak dapat diketahui seperti apa. Pengetahuan yang benar tentang Tuhan menurut Ibnu Arabi pengetahuan yang tidak terikat oleh bentuk kepercayaan. Ini pengetahuan yang dimiliki para

‘A<rifu>n.80 Dari keterangan diatas, Ibnu Arabi ingin mengembangkan paham bahwa Tuhan berbeda dengan makhluk. Tuhan tidaklah seperti yang disangkakan oleh hamba, artinya Ibnu Arabi juga mentanzihkan Tuhan dari unsur antropomorfisme.

Selanjutnya bantahan mengenai tuduhan bahwa Ibnu Arabi menyamakan semua agama. Hal yang harus dipahami dari ajaran Ibnu Arabi tentang perintah Tuhan seperti dijelaskan Kautsar, bagi Ibnu Arabi ada dua kategori perintah Tuhan yaitu perintah penciptaan yang disebut dengan kehendak Ilahi dan perintah kewajiban yang disebut dengan keinginan Ilahi. Berdasarkan perintah pertama maka semua agama sama sesuai dengan perintah penciptaan artinya tidak ada yang bertentangan dengan kehendak Ilahi.81 Apakah agama semua yang tercipta itu diterima oleh Allah pengabdiannya, tentu bukan ini yang dimaksud Ibnu Arabi. Karena itu kita akan lihat selanjutnya tentang perintah yang kedua.

Dari segi perintah kewajiban ternyata tidak semua agama benar sebab yang benar adalah yang sesuai dengan perintah kewajiban atau keinginan Tuhan. Agama yang benar ajarannya harus sesuai dengan wahyu yang disampaikan Tuhan kepada para nabi. Perintah pertama dapat terpenuhi oleh semua makhluk sedangkan perintah

80

Ditegaskan Kautsar dengan ungkapan; Tuhan disangka bukan diketahui. Selanjutnya ia tampilkan ungkapan Xenophanes ( + 570 – 480 SM ) ketika mengkritik antropomorfisme Tuhan pada waktu itu, katanya; Seandainya sapi, kuda dan singa pandai menggambar tentu mereka akan menggambarkan Tuhan menyerupai diri mereka. Kautsar Azhari Noer, Memahami Sufisme; Suatu Tanggapan terhadap Beberapa Tuduhan (Bandung:Penerbit Angkasa–UIN Jakarta, 2003), Cet. Ke–1, 88–89. Dalam rangka mentanzihkan Tuhan maka manusia jangan sampai terjebak seperti kelakuan hewan diatas yang diimajinasikan oleh Xenophanes. Wahyu Tuhan diturunkan sebagai hidayah bagi manusia, sekaligus cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia.

81

kewajiban ditujukan kepada manusia. Bagi yang mengingkari wahyu Tuhan tentu akan celaka.82 Keterangan Ibnu Arabi ini terkait juga dengan kebebasan manusia memilih jalan menuju keselamatan dunia akhirat. Bila semua agama memenuhi perintah penciptaan berarti baru tahap diizinkan Tuhan sedangkan terhadap agama yang memenuhi perintah kewajiban berarti masuk level diridhai Tuhan.

Tidak mudah memang untuk memahami makna isha>ri yang dimunculkan para sufi, apalagi pemikiran sufi yang dipengaruhi ajaran filsafat. Sebetulnya para sufi karena didorong kecintaan kepada Tuhan sehingga memunculkan pikiran–pikiran mendalam yang dipahami lewat makna isha>ri yang sukar dipahami orang diluarnya. Baik makna sufi isha>ri atau sufi naz}ari berusaha melihat makna batin ayat dengan cara melakukan takwil. Dalam hal takwil yang digunakan para sufi dalam metode penafsirannya bisa diklasifikasikan pada takwil jauh dan dekat.83 Bila sufi menggunakan takwil terlalu jauh dari pengertian lafaz}nya maka penafsirannya semakin sulit dipahami.

Bila diperhatikan tudingan yang ditujukan pada penafsiran sufistik karena mengabaikan makna zahir dan itu seperti yang terjadi pada tafsir sufi naz}ari karena terpengaruh ajaran filsafat. Sedangkan pada tafsir sufi isha>ri penafsiran mereka cenderung mengakui makna zahir dan kemudian mengungkap isyarat yang yang tersembunyi dibalik pengertian zahir. Ketidak setujuan pengkritik tafsir sufi lebih diarahkan kepada penafsiran sufi naz}ari atau tafsir sufi falsafi seperti paham ittih}a>d, h}ulu>l dan wah}datul wuju>d yang tidak bisa diterima para kelompok salafi–sunni.