• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Tafsir Sa ‘ id H{awwa dan Sumber Penafsirannya

C. Perkembangan Intelektual Sa ‘ id H{awwa 1.Pemikiran Keagamaannya 1.Pemikiran Keagamaannya

2. Metode Tafsir Sa ‘ id H{awwa dan Sumber Penafsirannya

Pembahasan dalam kitab tafsir ini, Sa‘id H{awwa menggunakan metode69 tahli>li. Penafsiran metode tahli>li dimulai dari al–Fa>tih}ah sampai surat terakhir an–Na>s sesuai dengan urutan yang terdapat dalam Mushaf. Penjelasan uraian penafsiran dikemukakan secara rinci dan panjang. Pertama dengan mengemukakan pengertian global ayat kemudian menjelaskan makna ayat dari tinjauan bahasa, menerangkan susunan uslub ayat (keterkaitan susunan ayat–ayat). Sa‘id H{awwa sering mengemukakan hadis Nabi untuk memperkuat uraiannya disamping menggunakan pendapat mufasir lain yang menjadi referensi utama dalam menyusun kitab tafsir ini.

Penerapan tahli>li sebagai metode yang digunakan tafsir ini, misalnya penafsiran surat al–Baqarah. Pertama Sa‘id H{awwa membagi surat al–Baqarah dalam tiga kelompok yaitu mukaddimah, kandungan surat dan penutup. Untuk mukaddimah terdiri dari 20 ayat pertama, bagian isi dari ayat 21 sampai ayat 284

Ke–6. Pembagian kelompok surat–surat diatas bertujuan dalam rangka mengidentifikasi muna>sabah antar kelompok surat.

68Sa‘id H{awwa, al–Asa>s fi at–Tafsi>r (Mesir: Darussalam, 2003 M/1424 H), Cet. Ke–6, 30. Lihat pendahuluan kitab tafsir.

69

Selama ini yang umum dipahami sebagai metode adalah cara mufasir menyajikan pembahasan penafsirannya. Dengan demikian metode dalam tafsir berhubungan dengan objek penafsiran atau pembahasan, yang dalam bahasa Arab metode dapat disejajarkan dengan t}ari>qah. Ada empat metode yang berkembang dan populer dikenal dalam dunia tafsir yaitu tahli>li, maud}u>’i, ijma>li dan muqa>ran. Secara tampilan susunan antara tahlI>li dengan ijma>li penyajiannya hampir sama yaitu menafsirkan Alquran dengan mengikuti susunan surat sebagaimana urutan dalam mushaf hanya dibedakan dari uraian penafsiran ayat. Tahli>li uraian bahasannya panjang, banyak mengemukakan berbagai analisis, pendapat dan lebih rinci, sedangkan ijma>li pembahasannya sangat sederhana tidak banyak mengemukakan uraian atau pandangan mufasir lain dan lebih terkesan uraiannya singkat. Bila disorot aspek metode tafsir maka tahli>li sebetulnya kontras dengan maud}u>’i, bahkan maud}u>’i muncul untuk mengatasi kelemahan tahli>li yang terkadang uraiannya dianggap cenderung parsial seperti tidak mengakomodir semua ayat yang terkait dengan kandungan tema ayat yang dibahas. Sebagai ciri khas dari maud}u>’i yaitu koleksi ayat berdasarkan fokus persoalan.

sedangkan 2 ayat terakhir sebagai penutup surat.70 Mukaddimahnya terdiri dari tiga faqrah, untuk faqrah ketiga mengandung tiga majmu>‘ah. Bagian tengah al-Baqarah terdiri dari tiga qism, yang mengandung beberapa maqt}a‘ dan faqrah. Ayat yang ditafsirkan disusun dalam kelompok–kelompok ayat untuk memudahkan uraiannya.

Rangkaian metode penafsiran Sa‘id H{awwa dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pertama, menampilkan beberapa ayat sesuai kelompok muna>sabahnya.

Beberapa ayat tersebut bisa tergabung dalam satu maqt}a‘ dengan beberapa faqrahnya. Ini biasanya ketika menafsirkan surat–surat yang panjang atau golongan Madaniyah seperti al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya. Bila menafsirkan surat

surat pendek atau ayat pendek surat Hu>d, Yu>suf, ar–Ra’d yang disebut sebagai kelompok Mi-in, Matsa>ni juga mufas}s}al, maka ayat yang ditampilkan dibagi pada maqt}a‘ atau faqrah saja.

Pada setiap surat terlebih dahulu dijelaskan keberadaan surat tersebut baik menyangkut identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat.

Kedua, Menafsirkan ayat.

Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa‘id H{awwa mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian teks ayat (makna harfi) dengan tinjauan bahasa serta uslub ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab tafsir an–Nasafi dan Ibnu kathir juga tafsir Sayyid Qut}b dan al–Alu>siy. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup panjang berbeda dengan tafsir Jala>lain yang sangat singkat. Penjelasan makna umum dan

70Sa‘id H{awwa, al–Asa>s fi at–Tafsi>r (Kairo: Darussalam, 1424 H/2003 M), Jilid 1, Cet. Ke–6, 61

makna h}arfi dengan terlebih dahulu mencantumkan ayat atau potongan ayat yang ditulis dalam kurung.71

Ketiga, Menjelaskan hubungan susunan ayat ( Muna>sabah ).

Disini Sa‘id H{awwa mengkaji struktur ayat dalam surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti hubungan kesamaan tema dalam satu maqt}a, atau satu faqrah. Menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqt}a‘ bahkan dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda. Uraiannya tentang ini dikemukakan dengan istilah kalimah fi as–Siya>q .

Pada poin ini lebih merupakan analisa Sa‘id H{awwa baik menyambung ulasan keterangan pada poin dua diatas atau dalam mengungkap hubungan antara berbagai ayat.

Keempat, Menjelaskan hikmah ayat.

Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang muna>sabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan beberapa ayat lain atau dengan hadis Nabi. Poin ini merupakan penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Sa‘id H{awwa dengan memahami ayat berdasarkan konteks. Ada diantara ayat–ayat yang dikemukakan diawal (poin pertama) untuk ditafsirkan lebih mendalam dan memerlukan uraian tambahan. Disini juga dijelaskan tentang ayat yang ada asbab nuzulnya. Karena itu bagian ini sering mencantumkan riwayat untuk mendukung uraian penafsirannya.

Demikian langkah dari metode penafsiran Sa‘id H{awwa yang lebih banyak menyorot aspek muna>sabah dalam tafsirnya. Dua poin terakhir ini merupakan keunggulan dari tafsir Sa‘id H{awwa yang membedakannya dengan mufasir lain baik dari sisi ide ataupun metode.

71 Sistem yang dilakukan Sa‘id H{awwa pada poin ini sama halnya dengan cara yang diterapkan an–Nasafi dalam tafsirnya. Boleh jadi Sa‘id H{awwa menilai cara an–Nasafi menjelaskan makna ayat lebih mudah dipahami dan tidak terlalu panjang. Apalagi penjelasan tafsiran ayat dikemukakan mengikuti teks ayatnya.

Poin–poin diatas yang tersusun dalam rangkaian penafsiran Sa‘id H{awwa merupakan hal pokok dalam penafsirannya yang diterapkan dalam menafsirkan setiap surat. Terkadang urutannya tidak sama namun poin tersebut selalu di kemukakan dalam menafsirkan kelompok ayat. Hal pokok dalam penafsirannya menjelaskan makna umum dan makna h}arfi atau menggunakan istilah tafsir. Kemudian menjelaskan aspek muna>sabahnya dan terakhir menyorot ayat–ayat tertentu yang sudah ditafsirkan sebelumnya untuk dikembangkan lagi tafsirannya.

Ada perbedaan sistematika yang dilakukan Sa‘id H{awwa ketika menafsirkan surat yang panjang dengan surat pendek. Ketika menafsirkan surat yang panjang digunakan istilah qism, termasuk surat Yu>nus masih dipakai dalam mengelompokkan ayat dengan istilah qism. Kalau surat pendek atau umumnya golongan Makkiyah lebih banyak menggunakan istilah maqt}a‘, faqrah dan majmu>‘ah. Istilah ini untuk mengelompokkan ayat berdasarkan pertimbangan muna>sabah. Dengan demikian ada empat istilah khusus yang digunakan Sa‘id H{awwa dalam tafsirnya ketika membagi kelompok–kelompok ayat berdasarkan kesesuaian kandungan suatu surat.72

Berkaitan dengan sumber penafsiran yang dijadikan rujukan utama oleh Sa‘id H{awwa adalah kitab tafsir an–Nasafi, tafsir Ibnu Kathir, tafsir Ru>h}ul Ma‘a>ni dan tafsir Fi> Z{ila>lil Quran. Seperti dijelaskan juga oleh Iyazi mengenai penyusunan tafsir yang dikerjakan oleh Sa‘id H{awwa bahwa dalam menggunakan rujukan penafsirannya menempuh dua tahap. Pertama ia menggunakan sumber utama penafsirannya pada kitab tafsir Ibnu Kathi>r (w.774 H) dan tafsir an–Nasafi

(w.701 H). Hal ini dilakukannya ketika ia masih berada dalam penjara. Pada tahap berikutnya, Sa‘id H{awwa menggunakan kitab tafsir Ru>h}ul Ma’a>ni karya al–

Alu>siy (w.1270 H) dan tafsir Fi> Z{ila>lil Qura>n (w.abad 20/15 H) karya Sayyid

72

Ada empat istilah yang dikemukakan oleh Sa‘id H{awwa sebagai metode tafsirnya untuk membagi kelompok ayat dimana istilah qism merupakan bagian terbesar, kemudian berurutan; maqt}a‘, faqrah dan kelompok kecil majmu>‘ah. Jadi setiap majmu>‘ah tergabung dalam faqrah, faqrah tergabung dalam maqt}a‘, maqt}a‘ tergabung dalam qism.

Qut}b disamping dua kitab tafsir terdahulu.73 Dengan begitu, kitab tafsir sandaran utama yang dipakai Sa‘id H{awwa mencirikan dua spesifikasi. Dua kitab tafsir pertama sebagai model kitab tafsir klasik sedangkan dua kitab tafsir terakhir merupakan tafsir tergolong modern. Sa‘id H{awwa memadukan pemahamannya melalui empat jenis kitab tafsir besar dan populer tersebut dalam karya kitab tafsirnya.

Dengan demikian penafsiran Sa‘id H{awwa menggambarkan berbagai jenis dan corak kitab tafsir yang menjadi dasar dalam penafsirannya. Corak tafsir itu sebagaimana yang dimiliki oleh masing–masing kitab tafsir rujukan utama yang digunakan Sa‘id H{awwa. Tidak berlebihan bila dikatakan tafsir Sa‘id H{awwa menampakkan corak tasawuf, aqidah, adab ijtima>‘i (sosiologis), pola ra’yi dan

ma’thu>r juga memperkaya corak penafsiran Sa‘id H{awwa. Tafsir Ibnu Kathi>r termasuk tafsir jenis ma’thu>r sedangkan tafsir an–Nasafi tergolong tafsir bi- ra’yi.74 Selain itu tafsir an–Nasafi berorientasi aqidah dan tasawuf, sementara itu tafsir Ru>h}ul Ma‘a>ni merupakan tafsir corak tasawuf. Sedangkan tafsir Sayyid Qut}b termasuk tafsir modern yang berorientasi politik, sosial dan dakwah.