• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seting Sejarah Syria Sebelum dan Masa Sa‘id H{awwa

A. Seting Sejarah Syria Sebelum dan Masa Sa‘id H{awwa

Posisi Islam dalam masyarakat Syria telah berubah secara mendasar pada masa-masa modern (abad XX ). Pada awal abad XIX ( kesembilan belas ) dan masa sebelumnya, kaum elit politik dan sosial di kesultanan Usmaniyah mempersatukan institusi–institusi, simbol–simbol dan kaum ulama Islam. Berbeda halnya pada abad XX dimana kecenderungan sekular mulai mendominasi di Syria.1 Pada dekade awal abad XIX kemapanan paham keagamaan Syria memperlihatkan kesetiaannya kepada Sultan Usmaniyah dengan menolak seruan untuk memberontak yang dikeluarkan oleh para propagandis gerakan pembaharu Wahabiyah di Arab Tengah. Selain dimensi politik ini, kebencian kaum Wahabi2 terhadap sesama muslim berbenturan dengan semangat toleransi yang menandai hubungan diantara kaum muslim dari

1

David Commins dalam John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 269. Selama Era Usmaniyah (1517–1918), para Sultan melegitimasi otoritas mereka dengan mengklaim menjalankan pemerintahan sesuai dengan Islam. Legitimasi keagamaan ini selaras dengan posisi ulama lebih menonjol dikalangan elit urban Syria, yang menengahi hubungan antara provinsi–provinsi dan ibu kota. Lihat, David Commins, dalam John, Ensiklopedi, Jilid 5,269.

2

Pada dasarnya ajaran Wahabi (bukan mazhab Wahabi) dari segi aqidah adalah pengikut Ahlus Sunnah wa al–Jama’ah, mazhab fiqhnya penganut Hanbali. Ia Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) pendiri gerakan Wahabi, adalah sahabat karib Muhammad bin Sa’ud pendiri kerajaan Saudi Arabia bahkan dia pula yang membai‘atnya menjadi Raja. Lihat, Pendapat Ibrahim Hoesen, Benarkah Pemerintah Saudi Arabia Mengikuti Mazhab Wahabi?, Jakarta: 1989/1409 dalam Mimbar Ulama No. 138 Th. XII. Sebagaimana dikutip oleh Toha Andiko, Disertasi;Ijtihad Ibrahim Hoesen dan Relevansinya dengan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia (Jakarta:SPS UIN Jakarta, 2008), 40.

beragam mazhab hukum dan tarekat sufi. Semangat toleransi ini tercermin dengan dijalankan berbagai mazhab; Syafi’i, Hanafi bahkan Hanbali yang bebas dipraktekkan di tengah masyarakat. Keragaman ini juga terjadi dalam afiliasi tarekat misal seorang muslim ingin mengamalkan beberapa aliran seperti Qadiriyah, Naqshabandiyah, Rifa>’iyah dan Khalwatiyah. Kaum ulama Syria terbukti lebih mudah menerima sufisme reformis model syaikh Khalid, yang menghidupkan kembali tarekat Naqshabandiyah ketika ia bermukim di Damaskus pada era 1820-an.3

Ajakan kaum Wahabi menentang pemerintah lebih kepada praktek sufi dan tarekat yang dijalankan kerajaan.4 Sementara itu ulama Syria tidak mau menuruti ajakan tersebut karena mereka juga menjalankan tarekat demikian. Paham kehidupan tarekat yang fanatik dalam organisasi sufi dan sangat berlebihan memuja syaikh (guru sufi) sebuah tindakan yang berlawanan dengan kaum Wahabi. Kaum Wahabi sangat menekankan pemurnian dalam beribadah berdasarkan petunjuk tegas dalam Alquran dan Hadis bahwa dalam beribadah, berdoa tidak harus terikat dengan syaikh serta prilaku–prilaku yang dapat mengarah pada unsur syirik. Kegagalan pengaruh Wahabi mengikis aliran tarekat menunjukkan bahwa kehidupan sufisme mempunyai akar kuat bagi muslim Syria. Salah satu faktornya pihak Istana sangat mendukung aliran tarekat tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa dengan melemahnya keberadaan kerajaan Turki Usmani, aliran tarekat inilah yang kuat mendukung pemerintahannya. Kehidupan sufisme ini menjadi suatu hal yang melekat pada masa–masa berikutnya khususnya masa kehidupan Sa‘id H{awwa (1935–1989).

Pada tahun 1831–1840 negeri Syria dibawah kekuasaan Mesir dengan pengawasan militernya. Para pemuka agama merasa terancam ketika otoritas Mesir mengurangi peran mereka secara drastis dalam urusan kedaerahan dibanding dibawah

3

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 270

4

Sebagai penyangga gerakan puritan Islam, disamping memurnikan ajaran Islam dari unsur khurafat, syirik, tradisi sinkretisme yang berkembang di masyarakat Islam, gerakan Wahabi juga menolak amalan tasawuf. Inilah pula salah satu titik beda antara gerakan Wahabi di Arab Saudi dan Muhammadiyah di Indonesia. Muhammadiyah sebagai gerakan puritan Islam mempunyai kesamaan visi dengan Wahabisme namun dalam menyikapi tasawuf, Muhammadiyah dapat menerima ajaran tasawuf. Lihat, Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1998), Cet. Ke–4, 304–305.

kedaulatan Usmani.5 Periode abad XIX merupakan masa–masa melemahnya kekuasaan Turki Usmani yang ditandai banyaknya negeri–negeri yang lepas dari otoritas pusat dan beberapa daerah yang saling berebut kekuasaan dan ingin menguasai pula. Mesir merupakan contoh dari peristiwa yang disebut terakhir. Menjelang pertengahan abad ini muncul elit birokrasi sekular di Istambul dan kehadiran misi keagamaan dan komersial Eropa yang bertentangan dengan ulama Syria. Sentimen anti Eropa meledak pada 1850, anti Kristen terjadi di Aleppo. Pada tahun 1860 massa muslim membantai orang–orang Kristen di Damaskus. Penyidik Usmaniyah6 menuduh ulama berada dibelakang peristiwa tersebut dengan mengganjar mereka berupa pengasingan dan kurungan. Ulama tidak mendapat tempat lagi pada posisi berpengaruh seperti sebelumnya.7 Pamor ulama Syria menurun drastis semenjak peristiwa itu. Peran ulama menjadi terpinggirkan dari lingkaran kekuasaan Usmani.

Keberadaan ulama mulai bangkit lagi ketika pemerintahan Usmani dipegang oleh Sultan Abdul Hamid II (berkuasa 1876–1909).8 Ia menangkal penyusupan orang–orang Eropa dan perselisihan politik dalam negeri dengan menyatakan bahwa Sultan adalah khalifah seluruh muslim.9 Dibawah kekuasaannya, pemerintahan Usmani sudah menampakkan benih dualisme kepemimpinan. Selain Sultan, para elit birokrasi dibawah pengaruh Eropa sebelumnya yang sekular belum dibersihkan dari kerajaan Usmani. Akhirnya pada tahun 1878 Sultan membatalkan pemerintahan

5

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 270

6

Pemerintahan kerajaan Turki Usmani waktu itu dipegang oleh Sultan Mahmud II (hidup 1785–1876). Sultan Mahmud II naik tahta tahun 1807. Pada masa ini benih sekularisasi mulai tampak dalam pemerintahan. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Pemikiran dan Gerakan) (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet. Ke–4, 90.

7

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 270

8

Kekuasaannya yang berakhir tahun 1909 dilanjutkan oleh saudaranya Sultan Mahmud V. Periode Abdul Hamid II dan Mahmud Vdihadapkan pada tokoh Turki Muda. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Pemikiran dan Gerakan) (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet. Ke–4, 123. Dalam percaturan sejarah dunia, masa ini ditandai dengan PD II 1914-1918, dimana Turki bersekutu dengan Jerman.

9

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 270

konstitusional bentukan Eropa. Sultan kembali mengangkat penasehat agamanya

seorang sufi asal Syria dari tarekat Rifa’iyah, Abu al–Huda as–Sayyadi (1849–1909). Bukan tidak ada alasan kelompok tarekat ini dipilih justeru tarekat Rifa’iyah adalah

pendukung utama Sultan.10 Kesultanan Abdul Hamid merupakan masa–masa rawan kehancuran kerajaan Turki Usmani. Berbagai permusuhan, pertentangan juga konflik dalam negeri menggerogoti kekuasaannya.

Kelompok yang menentang atas kepemimpinan Sultan datang dari gerakan pembaharu keagamaan, seperti T{ahir al–Jazairi (1852–1920) dan Jamaluddin al–

Qasimi (1866–1914). Ulama pembaharu ini malah mendukung pemerintahan secara konstitusional yang pernah dibubarkan Sultan pada 1878. Selain mengangkat isu politik tokoh pembaharu ini juga ingin meluruskan paham keagamaan dengan menolak taklid dan mengembangkan ijtihad dalam hal teori hukum Islam. Perseteruan masalah keagamaan dan politik bertambah kuat sehingga pada tahun 1908 konstitusi Usmaniyah diadakan kembali dan kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dicabut pada tahun 1909.11 Dengan berakhirnya kesultanan Usmaniyah maka dasar perpolitikan di Syriapun menjadi berubah.12 Perjalanan kehidupan politik negeri Syria setelah berpisah dari Turki Usmani semakin sering menghadapi konflik dan perlawanan baik dengan pihak asing yang menjajah Arab dan juga dengan kalangan dalam negeri sendiri. Muslim Syria tidak sepakat meletakkan dasar–dasar perpolitikan mereka dan tidak sama dalam menghadapi pihak asing.

Kekuasaan Usmani hilang di Syria, negeri tersebut di pimpin oleh Amir Faisal dari Bani Hashim Makkah yang berjuang melawan Perancis. Namun pada tahun 1920 Syria jatuh ke tangan Perancis dan Faisal diusir dari Syria. Berdasarkan mandat Liga Bangsa–Bangsa, Perancis membentuk pemerintahan sejak mengalahkan Amir Faisal

10

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 270

11

Adapun pusat pemerintahan Turki Usmani yang dipimpin oleh Sultan Abdul Majid diasingkan oleh pemerintahan transisi ke Swiss, maka kerajaan masih sempat bertahan pada Sultan Abdul Aziz sebelum akhirnya hilang. Inilah akhir penghapusan kekhalifahan yang bertepatan pada tahun 1924 dengan lawan politik waktu itu nasionalis sekuler pimpinan Mustafa Kemal Attaturk. Nasution, Pembaharuan, h. 24.

12

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 271

sampai tahun 1946. Dibawah pemerintahan Perancis banyak terjadi ketidakadilan yang merugikan warga muslim. Hukum, perekonomian, hak sipil semuanya berpihak pada asing. Di bidang pendidikan pengaruh ulama dipersempit sementara itu sistem pendidikan Barat modern terus berkembang. Dampak dari ketimpangan ini berbagai perhimpunan Islam muncul di kota–kota Syria. Perhimpunan amal Islam (jam‘iyyat) muncul di Damaskus, Aleppo dan Hama dalam rentang 1920–1930, yang mempunyai visi memperbarui moral dan agama, lembaga pendidikan dan publikasi. Dalam bidang politik, kaum muslim menolak penyetaraan agama dalam rancangan konstitusi 1928 seperti peralihan agama dari Islam ke agama lain, perkawinan wanita muslim dengan laki–laki non muslim.13

Kehidupan warga Muslim sangat tidak kondusif dibawah kekuasaan Perancis. Benih sekular yang ditanam sangat tampak di pemerintahan, ditambah dengan penguasaan asing yang sangat dominan semakin membangkitkan rasa nasionalisme Arab rakyat Syria. Implikasi dari ketidak puasan dengan pihak kolonial, rakyat Syria tergerak untuk membentuk gerakan dan memberikan perlawanan agar dapat terlepas dari bangsa asing.

Pada tahun sekitar 1940, Partai Ba’th Sosialis Arab berdiri di Syria oleh para tokoh gerakan Ihya al-Arabi yaitu Mikhail Aflaq (seorang kristen ortodoks), Shalahuddin Bait}ar serta pengikut filosof Zaki al–Arsuzi (orang Antiokia).14 Disamping itu juga sudah berdiri Da>rul Arqa>m (+1942) yang berasal dari perhimpunan yang dibentuk pemuda (jam‘iyyat) sebagai bagian dari organisasi sosial politik. Pada tahun 1944 organisasi ini pindah dari Aleppo ke Damaskus. Pada tahun 1946 (sumber lain 1945) organisasi ini resmi berubah dan menjadi organisasi Ikhwan al–Muslimin15 dengan pemimpin umum Mustafa as–Siba‘i (1915–1964), Tahun 1961 dilanjutkan oleh Is}am al-At}t}a>r. 16

13

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 272

14

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 1, Cet. Ke–2, 274

15

Organisasi Ikhwan al–Muslimi>n didirikan pertama kali oleh H{asan al–Banna tahun 1928 di Ismailiyah Mesir. Al–Banna lahir di Mah}mu>diyah dekat Iskandariyah, Mesir tahun 1906 wafat

Pada tahun 1946 Syria merdeka dari Perancis namun kecenderungan sekular tetap mewarnai Syria merdeka. Sejak tahun 1946–1963 timbul serangkaian kudeta militer, pemberontakan kerap terjadi. Pada 8 maret 1963 kudeta militer meresmikan era pemerintahan Ba‘th. Pemerintahan ini didukung minoritas Alawiyah Shi‘ah dengan presiden H{a>fiz} al–Asad, ia tidak mendapat tempat dihati mayoritas rakyat Syria yang Sunni. Selain itu, isu sekularisme serta paham sosialismenya mendapat tantangan dari Ikhwan Syria. Pemberontakan Islam kelompok Ikhwan pertama pecah tahun 1964 di Hama17 Dari sinilah awal kemelut perseteruan pemerintah dengan kelompok Ikhwan. Berbagai bentuk perlawanan seperti nuansa sektarian sampai pemberontakan motif politik menjadi akrab dalam perjalanan pemerintahan rezim al-Asad. Mulai tahun 1963 sampai 1982 merupakan masa pergolakan rezim dengan Ikhwan al–Muslimi>n Syria.

Rezim Syria tetap bersikukuh pada pemisahan tegas agama dari politik, dilain pihak ia tidak berusaha memperlemah posisi agama dalam budaya dan masyarakat Syria. Universitas Damaskus masih memiliki fakultas hukum Islam yang berkembang

1949. Awalnya (1928) organisasi ini sebelum menjadi Ikhwan merupakan organisasi sufistik keagamaan amar ma’ruf nahi mungkar satu cabang dari tarekat H{ashafiyah, tidak heran sebutan murshid tetap melekat pada pimpinannya walaupun ketika berubah menjadi gerakan politik (1933). Kemudian organisasi ini diberi nama Jam’iyyah al–Ikhwan al–Muslimin (1929). Lihat; John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 1, Cet. Ke–2, 264. Pada tahun 1937, organisasi pemuda Islam dan serikat yang lain di syria dilebur ke dalam Ikhwan. Selanjutnya nama organisasi ini populer dengan sebutan Ikhwan al-Muslimi>n. Lihat juga; Ishak Mussa al-Husaini, Ikhwanul muslimun (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), Cet.ke-1, 3&96

16

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 272. Mustafa as–Siba‘i seorang panglima bataliyon Ikhwan al–Muslimi>n Syria lahir di kota Himsh, Syria tahun 1915. Pada tahun 1945 Mustafa as–Siba’i terpilih sebagai Mura>qib

‘A<m Ikhwan al–Muslimi>n Syria. Lihat; Al–Mustasyar Abdullah al–Aqil, Min A‘lam al–Harakah wa ad- Dakwah al–Islamiyah al–Mu’as}irah, (Pen. Khozin Abu Faqih Lc, Fakhruddin Lc, Mereka yang telah Pergi; Tokoh–tokoh Pembangun Pergerakan Islam Kontemporer) (Jakarta: Al-I’tisham Cahaya Umat, 2003), 487-9.

17

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 272. Sekitar tahun 1975 Sa’id H{awwa bersama Adnan Sa’aduddin )penyelia Ikhwan) memimpin Ikhwan faksi militan kurang lebih 7 tahun, dari Utara Hama melawan rezim al-Asad. John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 2, Cet. Ke–2, 276- 7

dengan baik. Pengajaran agama masih boleh diberlakukan pada sekolah–sekolah umum walaupun bukan pada sekolah khusus keagamaan.18

Pergolakan ini agak surut dengan dikeluarkan dekrit oleh pemerintah yang mengancam dan memperlemah keberadaan Ikhwan disamping para petinggi Ikhwan ditahan dan ada yang hidup dipengasingan. Puncak perlawanan Ikhwan pada tahun 1982 setelah pemberontakan di Hama yang banyak memakan korban.19 Selain itu organisasi Ikhwan juga pecah antara yang ekstrim dan moderat. Kesemua faktor diatas ikut memperlemah keberadaan Ikhwan di Syria.

Sejak dikeluarkan dekrit (Juli 1980), kelompok oposisi termasuk Ikhwan membentuk Front Islam Syria (Oktober 1980) yang digagas oleh Sa‘id H{awwa tokoh utama, bersama Adnan Sa‘aduddin serta sekretaris jenderalnya Syaikh Muhammad al–Baya>nu>niy. FIS yang dibentuk ini merupakan wadah kelompok oposisi Islam yang dipimpin orang Ikhwan namun tidak banyak membawa pengaruh bagi kelangsungan perjuangan oposisi Islam. Disamping hubungan FIS dengan negara tetangga yang belum mendapat dukungan, ditambah dengan keberpihakan Ayatullah Khomeini pada rezim Syria.20 Dengan demikian perjuangan pengikut Ikhwan tidak tampak lagi di permukaan. Sementara itu rezim al–Asad di Syria dan pendukungnya kelompok Alawiyah melanjutkan pemerintahannya.

Kekalahan Irak dalam perang teluk tahun 1991 mengurangi ancaman ke Syria (sebagai saingan partai Ba‘th). Namun demikian Syria tidak lagi mendapat perlindungan dari Uni Soviet yang sudah bubar. Kondisi Syria menjadi kurang menguntungkan setelah mendapat tekanan dari Amerika terkait perundingan masalah Israel apalagi setelah inisiatif perdamaian Palestina-Israel tahun 1993. Selain itu dari segi perekonomian masih rapuh, kondisi ini dapat mengurangi dukungan terhadap

18

John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 5, Cet. Ke–2, 273

19

Cara militer pemerintah berhasil menekan Ikhwan. Sebelum pemberontakan Hama jumlahnya kurang dari 5 ribu, setelah peristiwa Hama semakin berkurang. John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 2, Cet. Ke–2, 278

20

Ketika perang antara Irak dan Iran (1980–1988), rezim Syria merupakan negara yang membela Iran waktu itu. John L. Esposito, Dunia Islam Modern–Ensiklopedi Oxford (Terj) (Bandung: Mizan, 2002), Jilid 2, Cet. Ke–2, 279.

rezim al–Asad.21 Keadaan politik dan ekonomi pemerintahan yang tidak stabil ini bisa saja memicu kembali konflik di dalam negeri.

Sejarah panjang Syria sejak menjadi bagian kekuasaan Turki Usmani sampai punya pemerintahan sendiri terakhir rezim al–Asad belum menampakkan keberhasilan dalam membangun Syria. Kemajuan hanya dirasakan kelompok minoritas agama seperti Alawiyah, Kristen, Ismailiyah yang umumnya daerah miskin pedesaan. Kondisi politik senantiasa tidak stabil sejak kemerdekaan tahun 1946 sampai tahun 1982 yang ditandai pada saat gerakan Ikhwan tidak aktif lagi. Konfrontasi antara pemerintah dengan Ikhwan sangat menonjol dalam sejarah kemerdekaan Syria. Pergolakan dalam negeri Syria tidak dapat dilepaskan dari tokoh pergerakan Ikhwan Sa‘id H{awwa dan Mustafa as–Siba‘i. Pergolakan tersebut dapat dikatakan sebagai perseteruan antara sekularisme dengan Islam. Ikhwan ingin menerapkan hukum Islam dalam negara atau politik berdasarkan hukum Islam sementara kalangan modernis sekular tidak mau mencampurkan agama dalam urusan negara. Peta perpolitikan di Syria menggambarkan paling tidak tiga paham yang berkembang; Nasionalis Sekular-Mikhail Aflaq, Modernis–al-Qasimi dan Islam tradisional–Ikhwan al-Muslimi>n. Belum lagi ditambah dengan persaingan sekte–

sekte keagamaan. 22